Anda di halaman 1dari 17

Asuhan Keperawatan Sindrom Nefrotik

Oleh:
Kelompok 2

1. Aisya Tasha (18301039)


2. Dwi Ratna Ningsih (18301048)
3. Gusdi Riska Safitri (18301051)
4. Meigy Marianto S (18301055)
5. Muklis (18301057)
6. Nurhikmah (18301060)
7. Susan Febrianti (18301072)
8. Umi Kalsum (18301074)

Program Studi S1 Keperawatan


Stikes Payung Negeri
Pekanbaru
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya
sehingga makalah yang berjudul “Askep Peradangan Sistem Urinary “Sindrom
Nefrotik” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Penulis banyak mendapat
bantuan dan masukkan dari beberapa pihak untuk penyelesaian makalah ini. Oleh
karena itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Ns. Dini Maulinda, M.Kep.
selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan Anak II. Makalah ini belum
sempurna. Penulis menerima kritik dan saran dari pembaca.

Pekanbaru, 25 November 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.2 Tujuan Khusus

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Medis
2.2 Asuhan Keperawatan
2.3 WOC
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sindrom nefrotik merupakan penyakit ginjal yang paling sering
dijumpaipada anak.Sindrom nefrotik merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis
yangterdiri dari proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau
rasioprotein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg atau dipstik
≥2+), hipoalbuminemia<2,5 g/dl, edema, dan dapat disertai hiperlipidemia > 200
mg/dL terkait kelainanglomerulus akibat penyakit tertentu atau tidak diketahui.
Insidens sindrom nefrotikpada anak dalam kepustakaan di
AmerikaSerikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun,
denganprevalensi berkisar 12–16 kasus per 100.000 anak. Di negara
berkembanginsidensnya lebih tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000
per tahun padaanak berusia kurang dari 14 tahun, dengan perbandingan anak
laki-laki danperempuan 2:1.
Etiologi sindrom nefrotik secara garis besar dapat dibagi
menjadiprimer/idiopatik termasuk di dalam nya kongenital dan sekunder
akibat penyakitsistemik. Pasien sindrom nefrotik biasanya datangdengan
edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusipleura,
dan edema genitalia. Kadang-kadang disertai oliguria, gejala infeksi,nafsu
makan berkurang, diare, nyeri perut akibat terjadinya peritonitis,
danhipovolemia. Prognosis sindrom nefrotik menjadi gagal ginjal berkisar
antara 4-25% dalam waktu 5-20 tahun. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh
diagnosisdini dan penatalaksanaan awal yang tepat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar Belakang diatas, didapatkan rumusan masalah sebagai
berikut: “Bagaimana Askep Peradangan Sistem Urinary “Sindrom Nefrotik”?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan Peradangan
Sistem Urinary pada Sindrom Nefrotik.

1
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tentang Konsep Dasar Medis pada Sindrom
Nefrotik
2. Untuk mengetahui tentang Asuhan Keperawatan pada Sindrom
Nefrotik
3. Untuk mengetahui tentang WOC pada Sindrom Nefrotik

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Medis
A. Definisi
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah
(hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma
protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler
glomerulus.
B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, Sindrom Nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:
1) Kongenital
Penyebab dari sindrom nefrotik kongenital atau genetik adalah:
 Finnish-type congenital nephrotic syndrome (NPHS1, nephrin)
 Denys-Drash syndrome (WT1)
 Frasier syndrome (WT1)
 Diffuse mesangial sclerosis (WT1, PLCE1)
 Autosomal recessive, familial FSGS (NPHS2, podocin)
 Autosomal dominant, familial FSGS (ACTN4, α-actinin-4;
TRPC6)
 Nail-patella syndrome (LMX1B)
 Pierson syndrome (LAMB2)
 Schimke immuno-osseous dysplasia (SMARCAL1)
 Galloway-Mowat syndrome
 Oculocerebrorenal (Lowe) syndrome
2) Primer
Berdasarkan gambaran patologi anatomi, sindrom nefrotik primer atau
idiopatik adalah sebagai berikut :
 Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal (SNKM)
 Glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS)

3
 Mesangial Proliferative Difuse (MPD)
 Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
 Nefropati Membranosa (GNM)
3) Sekunder
Sindrom nefrotik sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain
sebagai berikut :
 Lupus Erimatosus Sistemik (LES)
 Keganasan, seperti limfoma dan leukemia
 Vaskulitis, seperti granulomatosis Wegener (granulomatosis
dengan poliangitis), sindrom Churg-Strauss (granulomatosis
eosinofilik dengan poliangitis), poliartritis nodosa, poliangitis
mikroskopik, purpura Henoch Schonlein
 Immune Complex Mediated, seperti post streptococcal
(postinfectious) glomerulonephritis
C. Batasan
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik:
1. Remisi
Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam)
3 hari berturut-turut dalam satu minggu, maka disebut remisi.
2. Relaps
Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut
dalam satu minggu, maka disebut relaps.
3. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis
penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
4. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis
penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.
5. Sindrom nefrotik relaps jarang
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak
respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.

4
6. Sindrom nefrotik relaps sering
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak
respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.
7. Sindrom nefrotik dependen steroid
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari setelah dosis
prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan
terjadi 2 kali berturut-turut.
D. Klasifikasi
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik.
Menurut berbagai penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih
sering dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran
patologi anatomi. Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih
sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :
1) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
E. Manifestasi Klinis
1) Proteinuria
Protenuria merupakan kelainan utama pada sindrom nefrotik. Apabila
ekskresi protein ≥ 40 mg/jam/m2 luas permukaan badan disebut
dengan protenuria berat. Hal ini digunakan untuk membedakan dengan
protenuria pada pasien bukan sindrom nefrotik.
2) Hipoalbuminemia
Abnormalitas sistemik yang paling berkaitan langsung dengan
proteinuria adalah hipoalbuminemia. Salah satu manifestasi pada
pasien sindrom nefrotik pada anak terjadi hipoalbuminemia apabila
kadar albumin kurang dari 2,5 g/dL.
3) Edema
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan tentang timbulnya edema
pada sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik
tentang pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema

5
disebabkan oleh menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan
menyebabkan cairan merembes ke ruang interstisial.
4) Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein
serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan
dengan penjelasan antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia
yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk
lipoprotein. Selain itu katabolisme lemak menurun karena terdapat
penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang
mengambil lemak dari plasma.
F. Patofisiologi
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan
berakibatpada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi
proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga
cairan intravaskuler berpindah ke dalam interstitial. Perpindahan cairan
tersebut menjadikan volume cairan intravaskuler berkurang, sehingga
menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi.Menurunnya
aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasidengan
merangsang produksi renin - angiotensin dan peningkatan sekresi
AntiDiuretik Hormon (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemudian
terjadi retensi kalium dan air. Dengan retensi natrium dan air akan
menyebabkan edema.
Terjadi peningkatan kolesterol dan trigliserida serum akibat dari
peningkatan stimulasi produksi lipoprotein karena penurunan plasma
albumin dan penurunan onkotikplasma.Adanya hiper lipidemia juga akibat
dari meningkatnya produksi lipopprtein dalam hati yang timbul oleh
karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin
(lipiduria).Menurunya respon imun karena sel imun tertekan,
kemungkinan disebabkan oleh karena hipoalbuminemia, hiperlipidemia,
atau defesiensi seng.
G. Komplikasi

6
1. Penurunan volume intravascular
2. Pemburukan pernafasan
3. Kerusakan kulit
4. Infeksi sekunder akibat kadar immunoglobulin yang rendah
karenahipoalbumenia.
H. Pemeriksaan Penunjang
a) Uji urine
1. Protein urin : >3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh
2. Berat jenis urin (normal : 285 mOsmol)
b) Uji darah
1. Albumin serum <3 g/dl
2. Kolesterol serum meningkat
3. Hemoglobin dan hematokrit meningkat
4. LED meningkat
c) Uji diagnostic
1. Rotgen dada menunjukan adanya cairan berlebih
2. USG ginjal dan CT scan
I. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan medis
1. Istirahatkan sampai edema berkurang, batasi asupan
natrium1g/hari.
2. Diit protein tinggi sebanyak 2 – 3 g/kg BB dengan garam minimal
bila edema masihh beratdan bila edema berkurang dapat di beri
sedikit garam.
3. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam sapat
digunakan deuretik (furosemid 1mg/kg BB/hari).
4. Mencegah infeksi harus diperiksa, kemungkinan anak menderita
tuberkolosis.
b) Penatalaksanaan keperawatan
1. Tirah baring: Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring
selamabeberapa harimungkin diperlukan untuk meningkatkan
diuresis guna mengurangi edema.

7
2. Berikan alas bantal pada kedua kakinya sampai pada tumit
(bantaldiletakkan memanjang, karena jika bantal melintang maka
ujung kaki akan lebih rendah dan akan menyebabkan edema
hebat).
3. Mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
4. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum
untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung
(pernah terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi
penyebab kematian pasien).
2.2 Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya
peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari sindrom nefrotik : kenaikan berat
badan, edema, bengkak pada wajah (khususnya di sekitar mata yang
timbul pada saatbangun pagi,berkurang di siang hari), pembengkakan
abdomen (asites), kesulitan nafas (efusi pleura), pucat pada kulit,
mudah lelah, perubahan pada urine (peningkatan volume, urine
berbusa).
d. Pengkajian diagnostik meliputi analisa urin untuk protein, dan sel
darah merah, analisa darah untuk serum protein (total
albumin/globulin ratio, kolesterol) jumlah darah, serum sodium.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan denganakumulasi
cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan
dengan mual, muntah, dan anoreksia

8
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai proses penyakit
6. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan
7. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun
3. Intervnsi Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan denganakumulasi
cairan dalam jaringan dan ruang ketiga.
Tujuan: Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti akumulasi cairan atau
bukti akumulasi cairan yang ditunjukkan pasien minimum.
Kriteria Hasil:
a. Berat badan ideal
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Asites dan edema berkurang
d. Berat jenis urine dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji lokasi dan luas edema
2) Monitor tanda-tanda vital
3) Monitor masukan makanan/cairan
4) Timbang berat badan setiap hari
5) Ukur lingkar perut
6) Tekan derajat pitting edema, bila ada
7) Observasi warna dan tekstur kulit
8) Monitor hasil urin setiap hari
9) Kolaborasi pemberian terapi diuretik
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor kulit
Tujuan : Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas,
kemerahan atau iritasi.
Kriteria hasil :
a. Tidak ada luka/lesi pada kulit
b. Perfusi jaringan baik
c. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban
kulit dengan perawatan alami

9
Intervensi :
1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar.
2) Hindari kerutan pada tempat tidur.
3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering.
4) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali.
5) Monitor kulit akan adanya kemerahan.
6) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang tertekan.
7) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat.
3. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan: Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan
kemampuandan mendapatkan istirahat dan tidur yang adekuat.
Kriteria hasil: Anak mampu melakukan aktivitas dan latihan secara
mandiri.
Intervensi:
1) Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema hebat.
2) Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila ambulasi.
3) Rencanakan dan berikan aktivitas tenang.
4) Instruksikan anak untuk istirahat bila ia mulai merasa lelah.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan
dengan mual, muntah, dan anoreksia
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil: Tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan
yang adekuat, mempertahankan berat badan.
Intervensi:
1) Tanyakan makanan kesukaan pasien
2) Anjurkan keluarga untuk mendampingi anak pada saat makan
3) Pantau adanya mual dan muntah
4) Bantu pasien untuk makan
5) Berikan makanan sedikit tapi sering
6) Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
mengenai proses penyakit

10
Tujuan : Ketakutan anak berkurang.
Kriteria hasil : Anak merasa tenang dan anak kooperatif.
Intervensi :
1) Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
2) Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi diperkirakan akan
dialami selama prosedur dilakukan
3) Berusaha memahami perspektif pasien dari situasi stress
4) Dorong keluarga untuk tinggal dengan pasien
5) Lakukan terapi bermain
6. Ketakutan anak berhubungan dengan tindakan keperawatan
Tujuan: Pengetahuan pasien/keluarga pasien bertambah.
Kriteria hasil: Informasi mengenai proses penyakit bertambah.
Intervensi:
1) Kaji pengetahuan orangtua tentang penyakit dan keperawatannya.
2) Identifikasi kebutuhan terhadap informasi tambahan
mengenaiperilaku promosi kesehatan/ program terapi (misal,
mengenai diit)
3) Berikan waktu kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan
4) Gunakan berbagai strategi penyuluhan
7. Risiko infeksi berhubungan dengan menurunnya respon imun
Tujuan: Anak tidak menunjukan bukti-bukti infeksi.
Kriteria hasil: Hasil laboratorium normal, tanda-tanda vital stabil,
tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1) Lindungi anak dari kontak individu terinfeksi
2) Gunakan teknik mencuci tangan yang baik
3) Jaga agar anak tetap hangat dan kering
4) Pantau suhu
5) Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infeksi
2.3 WOC

Primer : Sekunder : Timbul dari penyakit

Kerusakan glomerulus itu 1.


sendiri atau kelainan
kongenital (autosonal)
11
↑ Permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma.

Sindrom Nefrotik

Kehilangan protein plasma Kebocoran molekul besar


(albumin) (Ig)

IgG, IgA,
Protein tromboregulator Transferin, Zine
Hipoalbuminemia ↑ sintesis lipid dan
terbuang dalam urin masuk ke urine.
apolipoprotein di hati
(proteinuria)

Tekanan osmotik
Sel T dalam
plasma ↓ tekanan ↑ kolesterol - LDL ↓
sirkulasi
hidrostatik ↓ Sintesis fibrinogen dalam dan VLDL dalam
hati. plasma darah.

Akumulasi cairan Gangguan imunitas


Trombosis vena di ginjal Hiperlipidemia
didalam rongga
interstisial dan rongga
abdomen
Nyeri pinggang dan Hipertensi MK : RISIKO INFEKSI
hematuria
Penurunan volume
cairan vaskular
MK : NYERI AKUT
Mendesak
rongga lambung
Stimulasi sistem renin-
antiogtensin
Anoreksia,
nausea, dan
↑ Rongga Asites ↑ vomiting
sekresi ADH & tekanan
abdomen
Aldosteron abdomen

Edema MK : KETIDAKSEIMBANGAN
NUTRISI KURANG DARI
KUBUTUHAN TUBUH.
12
↑ retensi Na & air.

MK : KELEBIHAN BAB III


VOLUME CAIRAN
PENUTUP
3.1 Simpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan
peningkatan protein urine(proteinuria), edema, penurunan albumin dalam
darah (hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia).
Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam
urine karena peningkatan permeabilitas membran kapiler glomerulus.
Ada beberapa macam pembagian klasifikasi pada sindrom nefrotik.
Menurut berbagai penelitian, respon terhadap pengobatan steroid lebih sering
dipakai untuk menentukan prognosis dibandingkan gambaran patologi
anatomi. Berdasarkan hal tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering
didasarkan pada respon klinik, yaitu :
1) Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS)
2) Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS)
3.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk semua kalangan terutama bagi penulis
dari makalah ini. Dan diharapkan dengan adanya makalah ini rekan
mahasiswa perawat lebih memahami tentang Askep Peradangan Sistem
Urinary “Sindrom Nefrotik” serta untuk lebih menambah wawasan
mahasiswa sehingga bermanfaat di masa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA

Yuliani, Rita. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Marloviana, Niken F. 2014. “Asuhan Keperawatan pada An.A Usia
Toddler(1,5tahun)Dengan Diagnosa Medis Nefrotik Sindrom di Ruang
Alamanda RSUD. dr. Hi.
Abdoel Moeloek Provinsi Lampung”. Studi Kasus. STIKes Muhammadiyah
Pringsewu Lampung.

14

Anda mungkin juga menyukai