SINDROMA NEFROTIK
Oleh :
Annisa Kartika Edwar (2140312115)
Preseptor :
dr. Marhamah, Sp.A
Sindrom nefrotik (SN) pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang
Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan
tahun pada anak berusia kurang dari 14 tahun mengalami SN.12 Berdasarkan hasil
penelitian retrospektif di bagian IKA Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M.
pengobatan steroid terdiri, yaitu: Sindrom Nefrotik Sensitif Steroid (SNSS) dan
keluhan edema palpebra atau pretibia. Bila lebih berat akan disertai asites, efusi
2
mendukung diagnosis sindrom nefrotik, antara lain: urinalisis, protein urin
kuantitatif,dan pemeriksaan darah. Tata laksana yang dapat dilakukan ada pasien
nefrotik.
nefrotik.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, serta
Penyakit ini disebabkan oleh defek structural dan fungsional pada barier
filtrasi glomerulus, sehingga terjadi kebocoran protein pada urin. Secara fisiologis
2.2 EPIDEMIOLOGI
adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak per tahun, dengan prevalensi berkisar 12–
tinggi. Di Indonesia dilaporkan 6 per 100.000 per tahun pada anak berusia kurang
dari 14 tahun mengalami SN.12 Untuk insiden SN primer adalah 2 kasus per tahun
tiap 100.000 anak yang berumur kurang dari 16 tahun. Perbandingan SN terhadap
penelitian retrospektif di bagian IKA Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr. M.
4
2.3 ETIOLOGI
1. Kongenital
TRPC6)
Galloway-Mowat syndrome
2. Primer/idiopatik
5
Glomerulonefritis Membranoproliferatif (GNMP)
3. Sekunder
sebagai berikut :
2.4 BATASAN
Berikut ini adalah beberapa batasan yang dipakai pada sindrom nefrotik 12:
Remisi
Relaps
6
penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.
Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak
2.5 KLASIFIKASI5
tersebut, saat ini klasifikasi SN lebih sering didasarkan pada respon klinik, yaitu :
7
Pasien SN biasanya datang dengan keluhan edema palpebra atau pretibia.
Bila lebih berat akan disertai asites, efusi pleura, dan edema genitalia.
sekresi Anti Diuretic Hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang kemdian
terjadi retensi kalium dan air. Dengan adanya retensi natrium dan air tersebut akan
produksi liporotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya
protein dan lemak yang banyak dalam urin (lipiduria). Adapun SN juga dapat
disertai dengan gejala menurunnya reson imun karena sel imun tertekan, yang
8
Sintesis protein biasanya meningkat namun tidak memadai untuk menggantikan
9
Hipoalbuminemia
(130-200 mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang
dikatabolisme.
sintesis albumin dapat meningkat setidaknya tiga kali lipat dan dengan begitu
ada korelasi yang cukup antara penurunan laju sintesis albumin di hepar dan
albumin di hati.
mRNA albumin hepar dan albumin tidak meningkat pada tikus ketika
diberikan diet rendah protein, tetapi sebaliknya, meningkat pada tikus yang
diberikan diet tinggi protein. Meskipun begitu, level albumin serum tidak
10
Hipoalbuminemia pada sindrom nefrotik merupakan akibat dari
dengan baik oleh adanya sintesis albumin hepar dan penurunan katabolisme
Edema
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan
air tidak bergantung pada stimulasi sistemik perifer tetapi pada mekanisme
Hiperkolesterolemia
serum meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan
11
merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein.
lipoprotein lipase plasma, sistem enzim utama yang mengambil lemak dari
plasma.
2.7 DIAGNOSIS12
Anamnesis
perut, tungkai, atau seluruh tubuh yang disertai dengan penurunan jumlah urin.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah
12
Albumin dan kolesterol serum
Kadar komplemen C3
Edema merupakan manifestasi yang terjadi pada sekitar 95% anak dengan
SN. Pada mulanya, edema bersifat intermiten dan tiba-tiba. Edem biasanya
skrotum, dan labia. Keluhan utama anak datang biasanya dengan edema
periorbital. Selama masa ini edema periorbital sering disebabkan oleh cuaca
dingin dan alergi. Kemudian akan berlanjut secara cepat ataupun lambat atau
dapat menghilang dan timbul kembali kemudian dapat menjadi generalisata dan
dapat massif (anasarka). Sebelum mencapai keadaan ini, orang tua pasien sering
mengeluh berat badan anak tidak mau naik, namun iba-iba naik tanpa diikuti
Angioedema
syndrome)
13
2.9 TATALAKSANA
Perawatan di rumah sakit pada SN relaps hanya dilakukan bila terdapat edema
anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi berat, gagal ginjal,
atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas fisik disesuaikan
dengan kemampuan pasien. Bila edema tidak berat, anak boleh sekolah.
2.9.2 Diitetik
14
protein akan terjadi malnutrisi energi protein (MEP) dan menyebabkan hambatan
pertumbuhan anak. Jadi cukup diberikan diit protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Diit rendah garam (1-2
2.9.3 Diuretik
hipovolemia. Pada pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan
albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
mg/kgbb. Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20
15
Gambar 2.1 Algoritma Pemberian Diuretik
2.9.4 Imunisasi
hari atau total >20 mg/hari, selama lebih dari 14 hari, merupakan pasien
obat dihentikan hanya boleh diberikan vaksin virus mati, seperti IPV (inactivated
vaksin virus hidup, seperti polio oral, campak, MMR, varisela. Semua anak
bila ada kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau
prednisolon.
Terapi Insial
16
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa
sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap tinggi badan).
Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila
kedua dengan dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5
pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh, tidak terjadi
Pengobatan SN Relaps
saluran nafas atas. Bila terdapat infeksi diberikan antibiotik 5-7 hari, dan
17
bila kemudian proteinuria menghilang tidak perlu diberikan pengobatan
Pemberian levamisol
terakhir)
Selain itu, perlu dicari fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi,
Pada anak yang telah dinyatakan relaps sering atau dependen steroid,
18
antara 0,1 – 0,5 mg/kgbb alternating. Dosis ini disebut dosis threshold dan
alternating.
b. Levamisol
diberikan dengan dosis 2,5 mg/kgbb dosis tunggal, selang sehari, selama
c. Sitostatika
dalam dosis tunggal maupun secara intravena atau puls. CPA puls
diberikan dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250
puls adalah 6 bulan). Efek samping CPA adalah mual, muntah, depresi
19
kembali setelah leukosit >5.000/uL, hemoglobin >8 g/dL, trombosit
>100.000/uL.
20
d. Siklosporin (CyA)
Pada SN relaps sering atau dependen steroid, CyA dapat menimbulkan dan
sitostatik dapat diberikan MMF. MMF diberikan dengan dosis 800 – 1200
21
Gambar 2.6 Diagram Pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid
seperti tekanan darah tinggi, peningkatan ureum dan atau kreatinin, infeksi berat,
maka dapat diberikan sitostatik CPA oral maupun CPA puls. Siklofosfamid dapat
diberikan per oral dengan dosis 2-3 mg/kg bb/hari dosis tunggal, maupun secara
intravena (CPA puls). CPA oral diberikan selama 8 minggu. CPA puls diberikan
dengan dosis 500 – 750 mg/m2 LPB, yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCL
0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan sebanyak 7 dosis, dengan
22
memuaskan. Pada pasien SNRS sebelum dimulai pengobatan sebaiknya dilakukan
biopsi ginjal untuk melihat gambaran patologi anatomi, karena gambaran patologi
Siklofosfamid (CPA)
kembali. Namun bila pada pemberian steroid dosis penuh tidak terjadi
Siklosporin (CyA)
sebanyak 20% pada 60 pasien dan remisi parsial pada 13%. 18 Efek
tubulointerstisial.
Metilprednisolon puls
23
2.9.9 Obat imunosupresif lain
literatur yang masih sporadik dan tidak dilakukan dengan studi kontrol, maka obat
blocker (ARB) telah banyak digunakan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja
kedua obat ini dalam menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan
Pada SNSS relaps, kadar TGF-β1 urin sama tinggi dengan kadarnya pada SNRS,
berarti anak dengan SNSS relaps sering maupun dependen steroid mempunyai
Pada anak dengan SNSS relaps sering, dependen steroid dan SNRS dianjurkan
untuk diberikan ACEI saja atau dikombinasikan dengan ARB, bersamaan dengan
steroid atau imunosupresan lain. Jenis obat ini yang bisa digunakan adalah:
24
2.10 PROGNOSIS
80% dari SN sensitif steroid akan mengalami relaps dan 60% dari itu akan
mengalami 5 kali atau lebih relaps. Usia onset lebih dari 4 tahun dan remisi 7-9
hari pada saat terapi steroid dan tidak adnya mikrohematuri diperkirakan akan
25
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Akhtar Daniyal Zikri
MR : 15.45.64
Jenis Kelamin: Laki-laki
Umur : 3 tahun 8 bulan
Pekerjaan :-
Suku Bangsa : Minangkabau
Alamat : Toboh Nagari, Malalak Timur, Agam.
Alloanamnesis
Diberikan oleh: Ayah Kandung
Keluhan Utama
Sembab pada tungkai sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
26
Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pesien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya.
Riwayat Persalinan
Lama hamil : 41 minggu
Cara lahir : Spontan
Ditolong oleh : Bidan
Indikasi :-
Berat lahir : 3900 gram
Panjang lahir : 48cm
Kesan : Riwayat kelahiran normal
27
Riwayat Imunisasi
- BCG : tidak ada
- DPT
o DPT 1 : tidak ada
o DPT 2 : tidak ada
o DPT 3 : tidak ada
- Hepatitis B
o Hepatitis B0 : ada
o Hepatitis B1 : tidak ada
o Hepatitis B 2 : tidam ada
o Hepatitis B 3 : tidak ada
- Polio
o Polio 0 : ada
o Polio 1 : tidak ada
o Polio 2 : tidak ada
o Polio 3 : tidak ada
- Campak : tidak ada
Kesan : Imunisasi dasar dan booster tidak lengkap
28
Bicara 2 tahun Pergaulan jelek -
Membaca 6 tahun Kesukaran belajar -
Prestasi di sekolah Sedang
29
Riwayat Keluarga
Ayah Ibu
Nama Zikri Friska
Umur 38 tahun 32 tahun
Pendidikan D3 S1
Pekerjaan Pelaut IRT
Perkawinan Pertama Pertama
Penyakit yang pernah Tidak ada Tidak ada
diderita
Saudara kandung
1. -
PEMERIKSAAN FISIK
Vital Sign
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Composmentis Kooperatif
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Frekuensi nadi : 90 x/menit
Frekuensi nafas : 25 x / menit
Suhu : 36,0 °C
Edema : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Kulit : Teraba hangat, turgor baik
30
BB : 16.8 kg
TB : 98 cm
BB/U : 0 s/d +2 ( BB cukup)
TB/U : -2 s/d 0 ( normal)
BB/TB : 1 s/d 2 ( gizi buruk)
Status gizi : baik
Anemia : tidak anemis
Sianosis : tidak sianosis
Status Internus
KGB : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
submandibula, colli, axial, inguinal dextra dan sinistra.
Kepala : Bulat, simetris, tidak ada deformitas, rambut hitam tidak
mudah rontok, distribusi rambut merata
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil
isokor, diameter 2mm/ 2 mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea+/+, edema
palpebra (-), eksoptalmus (-)
Telinga : Nyeri tarik aurikula (-), nyeri tekan tragus (-), nyeri ketok
mastoideus (-), liang telinga lapang, serumen (-)
Hidung : Deviasi septum (-), secret (-), napas cuping hidung (-)
Gigi dan mulut : Tidak ada gigi berlubang, mukosa mulut dan bibir basah
Tenggorok : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Torak
Paru
Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis),
retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikular, ronkhi -/-, wheezing -/-
31
Jantung
32
FISIOLOGIS Kanan Kiri
Biseps + +
Triseps + +
KPR + +
APR + +
PATOLOGIS
Lengan
Hoffman-Tromner - -
Tungkai
Babinski - -
Chaddoks - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah (16 Desember 2017)
- Hb : 15,5 gr/dl
- Leukosit : 7.130/mm3
- Trombosit : 348.000/mm3
- Hematokrit : 46,8%
Kesan : Leukositosis
Urine (16 Desember 2017)
- Makroskopis :
Fisik : warna kuning, kekeruhan (+)
- Sedimen: eritrosit (-), leukosit 3/ul, silinder {hialin (+), granular (+),
eri/leuko (-)}, epitel (+), kristal (-), bakteri (-), jamur (-)
- Kimia urine : protein (++++/positif 4), pH urin 6, BJ 1.020
- Darah samar : +2
Kesan : proteinuria
33
Kimia klinik (18 Desember 2017)
- Albumin : 1,5 g/dl
- Kolesterol total : 678 mg/dl
- Total protein : 3,7 g/dl
Kesan : hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia, total protein menurun.
Urine (18 Desember 2017)
- Makroskopis :
Fisik : warna kuning, kekeruhan tidak ada
- Sedimen: eritrosit (-), leukosit 5/ul, silinder {hialin (-), granular (+),
eri/leuko (-)}, epitel (+), kristal (-), bakteri (-), jamur (-)
- Kimia urine : protein (+++/positif 3), pH urin 6.5, BJ 1.015
Kesan : proteinuria
Urine (21 Desember 2017)
- Makroskopis :
Fisik : warna kuning, kekeruhan tidak ada
- Sedimen: eritrosit (-), leukosit 3/ul, silinder {hialin (-), granular (+),
eri/leuko (-)}, epitel (+), kristal (-), bakteri (-), jamur (-)
- Kimia urine : protein (+++/positif 3), pH urin 6.5, BJ 1.015
Kesan : proteinuria
Urine (25 Desember 2017)
- Makroskopis :
Fisik : warna kuning muda, kekeruhan tidak ada
- Sedimen: eritrosit (-), leukosit (-), silinder {hialin (-), granular (-),
eri/leuko (-)}, epitel (+), kristal (-), bakteri (-), jamur (-)
- Kimia urine : protein (+/positif 1), pH urin 7.5, BJ 1.015
Kesan : proteinuria
Urine (28 Desember 2017)
- Makroskopis :
Fisik : warna kuning muda, kekeruhan tidak ada
- Sedimen: eritrosit (-), leukosit (-), silinder {hialin (-), granular (-),
eri/leuko (-)}, epitel (+), kristal (-), bakteri (-), jamur (-)
- Kimia urine : protein (-), pH urin 7.0, BJ 1.020
34
Kesan : hasil dalam batas normal
Penatalaksanaan
1. Tatalaksana kegawatdaruratan
Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
35
saat BAK (-) - Pantau balance
O/ cairan/ hari, TD/
36
16 /2/22 S/ P/
- sembab pada tungkai (+) - IVFD KaEN IB
- demam (-) 15 tpm
- nyeri perut (-) - Prednisone tab
- BAK lancar, warna kekuningan, jernih, nyeri - Lasix 2 x 40 mg
saat BAK (-) - KCl 2 x 500 mg
O/ - Kalsium tablet 3 x
KU KES TD Nadi RR T 1
- Captopril 3 x 12,5
Sakit CMC 110/70 85x/i 20x/i 36,7
mg
sedang mmHg
37
BAB 4
DISKUSI
sembab pada tungkai sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Sembab dirasakan
pertama kali pada paha, lalu 1 hari kemudian sembab juga dirasakan pada tungkai
pembentukan edema. Teori ini berisi bahwa adanya edema disebabkan oleh
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi vital dari albumin adalah sebagai
timbul edema.
Menurut teori lain yaitu teori overfilled, retensi natrium renal dan air tidak
primer. Retensi natrium renal primer mengakibatkan ekspansi volume plasma dan
terbentuknya edema.
38
Dua minggu sebelum muncul sembab pada tungkai pasien mengeluhkan
demam selama 2 hari, tidak tinggi,tidak menggigil, dan tidak disertai keringat
banyak. Demam turun setelah pemberian obat penurun panas. Demam pada ksusu
ini dapat disebabkan karena menurunnya respon imun. Pada sindroma nefrotik
dapat disertai dengan gejala menurunnya reson imun karena sel imun tertekan,
Pasien tidak mengeluhkan batuk, sesak napas, mual dan muntah, tidak
fokus infeksi lain yang menyebabkan demam. BAB pasien lancar, warna kuning,
kekuningan, jernih, dan tidak ada nyeri saat berkemih menyingkirkan adanya
infeksi saluran kemih yang menyebebkan demam. Penyebab infeksi pada pasien
perlu diketahui agar dapat diberikan tatalaksana sindroma nefrotik yaitu dengan
pemberian kortikosteroid.
asites, dan edema skrotum yang disebabkan oleh hipoalbuminemia. Pada kasus ini
kadar albumin pasien adalah 1,5 g/dl. Pada sindroma nefrotik keadaan
39
hilangnya protein plasma dan menyebabkan proteinuria. Dengan menurunya
peningktan sekresi Anti Diuretic Hormone (ADH) dan sekresi aldosteron yang
kemdian terjadi retensi kalium dan air. Dengan adanya retensi natrium dan air
Pada pasien ini terjadi peningkatan kadar kolesterol total 678 mg/dl.
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma, sistem
pasien ini adalah prednisone, lasix 2 x 40 mg, KCl 3 x 500 mg, Kalsium 3 x 1.
onset lebih dari 4 tahun dan remisi 7-9 hari pada saat terapi steroid dan tidak
40
DAFTAR PUSTAKA
2. Davis ID, Avner ED. Nephrotic syndrome. In: Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics (17th ed). India:
Saunders Elsevier, 2006; p.1753-7.
3. Pratiwi, D,. Mayetti, Husnil K,. 2013. Hubungan Antara Proteinuria Dan
Hipoalbuminemia Pada Anak dengan Sindrom Nefrotik yang Dirawat
di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode 2009-2012. Jurnal Kesehatan
Andalas. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
7. Pais P, Avner ED. Fixed proteinuria. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. h.897-8.
8. Pais P, Avner ED. Nephrotic syndrome. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF,
Schor NF, Behrman RE, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. h.898-900.
11. Agarwal N, Phadke KD, Garg I, Alexander P. Acute renal failure in children
with idiopathic nephrotic syndrome.Pediatr Nephrol 2003;18:1289-92.
12. Partini, P.T, dkk. 2012. Konsensus Tata Laksana Sindrom Nefrotik Idiopatik
Pada Anak Edisi kedua Cetakan kedua. Unit Kerja Koordinasi
Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Badan Penerbit Ikatan Dokter
Anak Indonesia
41
13. Bagga A, Hari P, Moudgil A, Jordan SC. Mycophenolate mofetil and
prednisolone therapy in children with steroid-dependent nephrotic
syndrome. Am J Kidney Dis 2003;42:1114-20.
14. Mendoza SA, Reznick M, Griswold WR. Treatment of steroid resistant focal
segmental glomerulosclerosis with pulse methylprednisolone and
alkylating agents. Pediatr Nephrol 1990;4:303.
15. Rossing K, Christensen PK, Jensen BR, Parving HH. Dual blockade of renin
angiotensin system in diabetic nephropathy: a randomised double-blind
crossover study. Diabetes Care 2002;25:95-100.
17. Webb, Nicholas JA, Postlethwaite RJ. Clinical pediatric nephrology. New
York: Oxford University Press; 2003.
18. Alpers A. Sindrom nefrotik. Dalam: (terjemahan) Rudolph AM, Hoffman JI,
Rudolph CD, (penyunting). Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-20.
Jakarta: EGC; 2006. hlm. 1503-8.
19. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3 (terjemahan). Jakarta:
EGC; 2008.
20. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin Ann M. Ilmu kesehatan
anak Nelson. Vol.3; editor edisi bahasa Indonesia, A. Samik Wahab.
Edisi ke- 15. Jakarta: EGC; 2000.
42