Anda di halaman 1dari 41

Case Report Session

STROKE INFARK

Oleh:

Muhammad Farel Brian Nugraha 2140312107


Yufaz Aidi Mahesa 2140312077

Preseptor:

dr. Restu Susanti, Sp.S (K), M. Biomed

KEDOKTERAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR M. DJAMIL PADANG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Case Report Session dengan judul “Stroke Infark”
sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Andalas, RSUP Dr. M. Djamil
Padang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada preseptor dr. Syarif Indra, Sp.S
yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Case Report
Session ini. Penulis menyadari bahwa Case Report Session ini masih jauh dari
kesempurnaan. Semoga Case Report Session ini dapat bermanfaat.

Padang, Agustus 2022

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut dan
salah satu penyebab kematian dan kecacatan tertinggi di beberapa negara di
dunia. Stroke merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang terjadi mendadak, disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau
medula spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya
pembuluh darah, yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/ atau
patologi.1
Stroke biasanya disebabkan oleh gangguan aliran darah karena adanya
proses patologi pada sistem pembuluh darah otak. Gangguan tersebut dapat
berupa penyumbatan lumen pembuluh darah yang disebabkan oleh trombosis atau
emboli, pecahnya dinding pembuluh darah otak, perubahan permeabilitas dinding
pembuluh darah maupun perubahan viskositas maupun kualitas darah itu sendiri.2
Persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan stroke hemoragik.
Laporan american Heart Association (AHA) tahun 2016 menunjukkan 87% dari
stroke adalah stroke iskemik, baru sisanya adalah perdarahan intraserebral dan
subarakhnoid. Serta Stroke Registry tahun 2012-2014 menunjukkan bahwa
mayoritas pasien stroke di Indonesia adalah stroke iskemik (67%).2
Data epidemiologi di Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan
kasus stroke. Angka kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-
55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian
stroke sebesar 51,6/100.000 penduduk dan menimbulkan kecacatan 1,6%.
Penderita laki-laki biasanya lebih banyak daripada perempuan. Prevalensi stroke
meningkat seiring degan pertambahan usia, dengan puncaknya pada ≥75 tahun.2
Tatalaksana stroke bertujuan untuk membatasi kerusakan pada otak,
mengoptimalkan pemulihan, dan mencegah kekambuhan. Selain itu, strategi
pencegahan stroke sangatlah penting. Pencegahan difokuskan dengan mengobati
faktor predisposisi seperti hipertensi, hiperlipidemia, diabetes dan merokok.2

1
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini membahas mengenai definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, tatalaksana dan prognosis dari stroke
iskemik.

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, tatalaksana dan prognosis dari stroke
iskemik.

1.4 Manfaat Penulisan


Menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengenai stroke iskemik
serta temuan pada kasus yang didapat.

1.5 Metode Penulisan


Makalah ini ditulis menggunakan studi kepustakaan dengan merujuk pada
berbagai literatur.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Stroke merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan
fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau medula
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah, yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/ atau patologi.1

2.2 Epidemiologi
Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi yang bersifat akut
dan salah satu penyebab kematian tertinggi di beberapa negara di dunia. Data di
Indonesia menunjukkan kecenderungan peningkatan kasus stroke. Angka
kematian berdasarkan umur adalah sebesar 15,9% (umur 45-55 tahun) dan 26,8%
(umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur 65 tahun). Kejadian stroke sebesar
51,6/100.000 penduduk dan kecacatan 1,6% Penderita laki-laki lebih banyak dari
pada perempuan.2

2.3 Klasifikasi
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu3:
 TIA (Transient Ischaemic Attack)
 RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
 Progressing Stroke atau Stroke in evolution
 Completed Stroke

Transient Ischaemic Attack


Disebut juga ministroke, gejala stroke menghilang kurang dari 24 jam,
bersifat reversibel. Gejala TIA meliputi: 1) kelemahan, rasa kebas, lumpuh
pada wajah tangan atau kaki, umumnya pada satu sisi tubuh; 2) Bicara pelo
atau sulit memahami perkataan; 3) buta pada satu atau kedua mata atau
pandangan ganda; 4) pusing atau gangguan koordinasi dan keseimbangan; 5)
sakit kepala hebat dengan penyebab yang tidak diketahui. Dapat terjadi satu

3
atau lebih TIA pada seseorang, dimana gejala bisa mirip ataupun berbeda-
beda tergantung area otak yang mengalami iskemia.

Reversible Ischaemic Neurologic Deficit


Terjadi lebih lama dari TIA, gejala hilang lebih dari 24 jam tetapi tidak lebih
dari 1 minggu.

Stroke In Evolution
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai gejala yang semakin lama
semakin buruk, bisa progresif dalam beberapa jam hingga beberapa hari.

Complete Stroke
Gangguan neurologi menetap atau permanen. Stroke komplit dapat diawali
oleh TIA berulang.3

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko


Stroke iskemik dapat disebabkan oleh trombosis maupun emboli.
Trombosis disebabkan oleh bekuan darah (trombus) di dalam arteri yang
mendarahi otak. Sedangkan emboli disebabkan oleh bekuan yang terbentuk di
tempat lain (biasanya di jantung atau arteri leher).4
Terdapat dua jenis faktor yang bisa meningkatkan risiko stroke yaitu
faktor yang tidak dapat dikendalikan dan faktor yang dapat dikendalikan.4
a. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
Usia
Insiden stroke meningkat dengan usia. Data dari studi Framingham
menunjukan bahwa resiko stroke meningat dua kali lipat tiap tahunnya pada
usia 35 hingga 95 tahun.4
Jenis Kelamin
Laki-laki cenderung memiliki insidensi sroke yang lebih tinggi pada usia
yang lebih muda. Pada usia tua ( ≥ 85 tahun), wanita memilik insidensi stroke
yang lebih tinggi, mungkin karena wanita memiliki usia harapan hidup yang
lebih panjang. Pada tahun 2005 jenis kelamin wanita berkontribusi pada >
50% kasus kematian akibat stroke.4

4
Tabel 1. Kondisi yang berhubungan dengan iskemia fokal serebri3

Ras
Ras Afrika-Amerika memiliki resiko stroke yang lebih tinggi, diikuti ras
Hispanik dan Kaukasia. Ras Afrika-Amerika memiliki resiko stroke hampir
dua kali lipat dari ras Kaukasia. Disparitas ini paling menonjol pada usia
dibawah 55 tahun. Ras Asia –Amerika memiliki resiko stroke iskemik yang
rendah namun dengan resiko strok hemoragik yang lebih tinggi.4
Genetik
Studi pada saudara kembar dan keluarga dengan stroke menunjukan
adanya resiko stroke.4

b. Faktor yang dapat dikendalikan


Hipertensi
Pada stroke, hipertensi terjadi sebanyak 50-70% kasus. Hipertensi
merupakan faktor risiko mayor untuk penyakit jantung koroner dan stroke.
Efek jangka lama dari peningkatan tekanan darah dapat merusak dinding
arteri, sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau ruptur.4
Penyakit Jantung
Mekanisme yang dapat menyebabkan stroke iskemik adalah
emboli, penurunan perfusi, dan trombosis.Emboli ke otak bisa berasal dari

5
arteri atau jantung. Emboli yang paling sering ditemukan yang berasal dari
jantung adalah pada atrial fibrilasi, sinotrial disorder, acute myocardial
infarction, subakut bacterial endocarditis, cardiac tumor dan kelainan
katup.4
Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus bisa menyebabkan penebalan dari dinding
pembuluh darah otak. Penebalan dinding pembuluh darah otak akan
menyebabkan penyempitan diameter pembuluh darah sehingga
mengganggu kelancaran sirkulasi ke otak, dan menyebabkan infark pada
sel-sel otak.4
Dislipidemia
Hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau
trigliserida serum di atas batas normal. Kadar kolesterol total > 200
mbg/dl, LDL > 100 MG/DL, HDL < 40 ,mg/dl, dan trigliserida > 150
mg/dl akan membentuk plak di pembuluh darah baik di jantung maupun di
otak. AHA merekomendasikan target LDL < 100 mg/dL atau < 70 mg/dL
pada pasien dengan resiko vascular multiple.4
Obesitas
Terdapat hubungan BMI dengan kejadian stroke, namun hubungan
ini lebih terkait dengan komplikasi dari obesitas itu sendiri. Obesitas
sentral memiliki resiko tinggi stroke dan terkait dengan kondisi
protrombosis.4
Alkohol
Konsumi alcohol menyebabkan meningkatnya HDL, menurunnya
agregasi platelet, dan berkurangnya kadar fibrinogen. Konsumsi alcohol
meningkatkan resiko stroke iskemik dan hemoragik.4
Merokok
Merokok meningkatkan risiko terjadinya stroke hampir dua kali
lipat, dan perokok pasif berisiko terkena stroke 1,2 kali lebih besar.
Nikotin dan karbondioksida yang terdapat pada rokok menyebabkan
kelainan pada dinding pembuluh darah.4

2.5 Patofisiologi

6
Mekanisme Infark
Aterotrombosis pembuluh darah besar
Proses ini diawali oleh adanya cedera endotel dan inflamasi yang
mengakibatkan terbentuk plak pada dinding pembuluh darah. Plak ini
berkembang semakin tebal dan sklerotik. Tempat tersering terjadinya plak
ini adalah pada percabangan arteri karotis, pangkal arteri vertebralis dan
arteri serebri media. Plak dapat pecah karena sarung fibrosa yang tipis
ataupun karena shear stress karena aliran darah yang tinggi, trombosit
kemudian akan melekat pada plak dan memicu kaskade pembekuan dan
terbentuklah trombus. Trombus dapat lepas menjadi emboli atau tetap pada
lokasi asal dan menyebabkan oklusi dalam pembuluh darah. Emboli yang
terlepas ini kemudian menyumbat aliran darah yang lebih distal dan
menyebabkan iskemia di daerah tersebut.5

Kardioemboli
Muncul sebagai akibat bekuan darah yang terbentuk di jantung
yang lepas dan terbawa ke sirkulasi dan menyumbat aliran darah arteri
serebral. Bekuan bisa akibat stasis aliran darah di jantung (oleh atrial
fibrilasi), infark miokard atau oleh perlengketan di katup prostetik.5

Penyakit pembuluh darah kecil


Lokasi tersering di area dalam hemisfer substansia alba; kapsula
interna) yang berasal dari percabangan arteri serebri media; pons, yang
didarahi arteri basilaris; thalamus yang didarahi arteri serebri posterior.
Infark pada daerah ini berukuran kecil < 1.5 cm dan tergantung lokasi di
dalam otak dapat menyebabkan gejala klasik sindroma lakunar.
1. Defisit motorik murni (umunya wajah dan tangan, atau tangan dan
kaki)
2. Defisit sensorik murni
3. Sensorimotorik campuran
4. Ataxic hemiparesis (kelemahan sebelah dengan kaku di daerah
ipsilateral)
Kekakuan tangan, disartria, tanpa disertai dengan kelemahan ekstremitas.5

7
Gam
bar 1. Pembentukan plak aterosklerosis5

Penyebab lain yang diketahui


Termasuk diantaranya diseksi arteri ekstrakranial, vaskulopati non
aterosklerosis, kondisi hiperkoagulasi atau kelainan hematologi.

Gambar 2. Iskemik penumbra dan aliran kolateral5

Jika iskemia yang terjadi luas, akan tampak daerah yang tidak homogeny
akibat perbedaan tingkat iskemia. Daerah ini terdiri dari 3 lapisan yaitu:
 Ischemic Core
Lapisan inti yang mengalami iskemia, daerah ini lalu akan
mengalami nekrosis dalam hitungan menit hingga jam. Daerah ini sangat

8
pucat karena aliran darah yang paling rendah.Terjadi degenerasi
neuron.Kadar asam laktat daerah ini tinggi deng PO2 rendah.6
 Ischemic Penumbra
Daerah disekitar ischaemic core.Aliran darah masih lebih tinggi
dari ischaemic core.Neuron didalamnya tidak mati namun tidak
berfungsi.Neuron mengalami edema jaringan.Daerah ini tampak pucat
namun masih bisa diselamatkan bila di reperfusi. Tujuan terapi stroke
adalah menyelamatkan daerah ini.6
Pada sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya
H+ dari asidosis laktat.K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia
disertai rentensi air yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke.
Dengan adanya sirkulasi kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi
metabolisme oksidatif dan proses depolarisasi neuronal oleh pompa ion
akan berkurang. Edem ini menyebabkan daerah sekitar nekrosis
mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi jaringan otak
masih hidup.Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila proses tersebut
berlangsung terus menerus akan terjadi kematian sel yang akut dapat
timbul melalui proses apoptosis.6
 Luxury Perfusion
Daerah disekeliling ischaemic penumbra dengan aliran darah yang
sangat meningkat, berwarna kemerahan dan mengalami edema. Terjadi
dilatasi maksimal pembuluh darah dan aliran kolateral yang maksimal.6

2.6 Gejala Klinis


Umumnya yang ditemukan pada pasien stroke adalah penurunan
kesadaran, kelumpuhan anggota gerak, kelumpuhan nervus VII dan XII yang
bersifat sentral, gangguan fungsi luhur seperti kesulitan bahasa (afasia), ataksia,
diplopia, vertigo, dan nyeri kepala. Manifestasi klinis utama yang dikaitkan
dengan insufisiensi aliran darah otak dapat dihubungkan dengan tanda serta gejala
dibawah ini:
a. Arteri Cerebri Anterior
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol

9
 Gangguan mental
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
 Bisa terjadi kejang-kejang
b. Arteri Cerebri Media
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan
 Bila tidak dipangkal maka lengan lebih menonjol
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh. Hilangnya kemampuan
dalam berbahasa (aphasia)
c. Arteri Karotis Interna
 Buta mendadak (amaurosis fugax)
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia).
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis
kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan
d. Arteri Cerebri Posterior
 Koma
 Hemiparesis kontralateral
 Ketidakmampuan membaca (aleksia)
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga
e. Sistem Vertebrobasiler
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstrimitas
 Meningkatnya reflek tendon
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh
 Gejala – gejala serebelum seperti gemetar pada tangan ( tremor), kepala
berputar (vertigo)
 Ketidakmampuan untuk menelan
 Gangguan motorik pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga
pasien sulit berbicara (disartria)
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (stupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya
ingat terhadap lingkungan (disorientasi)

10
 Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), nistagmus,
ptosis,kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang
pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopsia homonim)
 Gangguan pendengaran
 Rasa kaku di wajah mulut dan lidah.7

2.7 Diagnosis
Kriteria diagnosis stroke iskemik adalah terdapat gejala defisit neurologis
global atau salah satu/ beberapa defisit neurologis fokal yang terjadi
mendadak dengan bukti gambaran pencitraan otak (CT-scan atau MRI otak).1
a. Penemuan Klinis
 Anamnesis:
Terutama terjadi keluhan/ gejala defisit neurologis yang mendadak.
Tanpa trauma kepala dan adanya faktor risiko stroke.
 Pemeriksaan Fisik:
Adanya defisit neurologis fokal, ditemukan faktor risiko seperti
hipertensi, kelainan jantung dan kelainan pembuluh darah lainnnya.
b. Pemeriksaan tambahan
 CT-scan sangat membantu membedakan dengan perdarahan terutama
pada fase akut.
 Angiografi serebral untuk menggambarkan dengan jelas pembuluh
darah yang terganggu.
 Pemeriksaan lain untuk menemukan faktor risiko: darah rutin ( Hb, Ht,
leuko, trombo, diff. count, bila perlu gambaran darah tepi), kimia
darah, elektrolit, doppler dan EKG.7

11
Tidak semua rumah sakit di Indonesia memiliki peralatan seperti CT-scan.
Tes diagnostik pengganti yang dapat digunakan adalah Algoritma Stroke Gadjah
Mada (ASGM) dan Siriraj Stroke Score (SSS).8

Gambar 3. Gadjah Mada skor

Rumus:
SSS = 2,5 (kesadaran) + 2 (muntah) + 2 (nyeri kepala) + 0,1 (tekanan darah
diastolik) – 3(atheroma) -12

Tabel 2. Siriraj Stroke skor


Nilai Poin
Kesadaran Sadar 0
Mengantuk & stupor 1
Semikoma dan koma 2
Muntah/ nyeri kepala dalam 2 Tidak 0
jam Ya 1
Atheroma/ riwayat diabetes, Tidak ada 0

12
angina Satu atau lebih 1
>1 diagnosis perdarahan serebral
<-1 diagnosis infark serebral
-1hingga 1 diagnosis meragukan

2.8 Diagnosis Banding


 Kelainan vascular: ICH, SDH, EDH, SAH akibat rupture aneurisme
atau malformasi vascular.
 Kelainan structural otak: abses tumor, infeksi intracranial.
 Gangguan Metabolik: hipoglikemia, hyperosmolar hiperglikemi state.7

2.9 Komplikasi
 Edema serebri dan peningkatan tekananan intrakranial, yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak
 Kejang
 Transformasi hemoragik
 Infeksi : pneumonia, ISK
 Trombosis vena
 Gangguan daily life activity7

2.10 Tatalaksana
Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam penanganan kasus stroke
iskemik maupun stroke hemoragik. Pentalaksanaan ini sendiri dapat dibagi
menjadi dua yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus pada stroke iskemik
menurut guideline stroke tahun 2011 oleh PERDOSSI.1

a. Tatalaksana umum di IGD dan ruang rawat


1. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
- Pemantauan status neurologis, nadi tekanan darah, suhu dan saturasi
oksigen dalam 72 jam pertama.
- Pemberian oksigen jika saturasi < 95%.

13
- Pemasangan pipa orofaring pada pasien tidak sadar, pemberian
bantuan ventilasi pada pasien penurunan kesadaran atau disfungsi
bulbar dengan gangguan jalan nafas.
- Intubasi endotracheal (ETT) atau LMA pada pasien hipoksia (pO2 <
60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg) syok, atau pada pasien yang
berisiko untuk mengalami aspirasi. Pipa ETT tidak dianjurkan
terpasang lebih 2 minggu, jika lebih lakukan trakeostomi.
2. Stabilisasi hemodinamik
- Pemberian cairan kristaloid atau koloid intravena, dan hindari cairan
hipotonik seperti glukosa.
- Bila TDS dibawah 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, berikan
vasopresor secara titrasi, seperti dopamine dosis sedang/tinggi,
norepeinferin atau epinefrin dengan target TDS berkisar 140 mmHg
- Pemantauan jantung harus dilakukan 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke.
- Bila terdapat penyakit jantung segera atasi (konsul jantung).
3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial
- Pemantauan ketat pada kasus dengan risiko edema serebri dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari
pertama setelah serangan stroke.
- Sasaran TIK < 20 mmHg dan tekanan perfusi otak > 70 mmHg.
- Penatalaksanaan peningkatan TIK meliputi:
1. Meninggikan posisi kepala 20-30o.
2. Memposisikan pasien dnegan menghindari penekanan vena
jugular.
3. Menghindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik.
4. Menghindari hipertermia.
5. Menjaga normovolemia.
6. Pemberian Osmoterapi atas indikasi:
- Manitol 0.25 – 0.50 gr/KgBB selama 20 menit, diulangi
setiap 4 – 6 jamdengan target osmolaritas ≤ 310 mOSm/L.

14
- Jika perlu berikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/ Kg
BB IV.
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-45 mmHg).
Hiperventilasi mugkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif.
8. Paralisis neuromuskular yang dikombinasikan dnegan sedasi untuk
mengurangi TIK dengan cara mengurangi naiknya tekanan
intratorakal dan tekanan vena akibat batuk.
9. Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat
stroke iskemik serebelar.
10. Tindakan bedah dekompresif pada iskemik serebelar yang
menimbulkan efek masa.
4. Pengendalian kejang
a. Bila kejang beri diazepam IV bolus lambat 5 -20 mg dan diikuti oleh
fenitoin dosis bolus 15-20 mg/kg dengan kecepatan maksimum 50
mg/menit.
b. Obat kejang lain yang dapat diberikan adalah valproate, tpiramat, atau
levetirasetam, sesuai dengan klinis dan penyulit pasien.
c. Bila kejang belum teratasi rawat ICU.
5. Pengendalian suhu tubuh
a. Pasien stroke disertai febri harus diobati dengan antipiretik
(asetaminofen) dan diatasi penyebabnya.
b. Pada pasien denan berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur
(trakeal, darah dan urin) dan diberikan antibiotik. Jika memakai
kateter ventrikular, analisis cairan serebrosinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.

6. Terapi cairan

15
a. Pemberian cairan isotonis NaCl 0.9%, ringer laktat, dan ringer asetat,
dengan tujuan menjaga euvolemia. CVP dipertahankan antara 5-12
mmHg.
b. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa hindari, kecuali pada
keadaan hipoglikemia.
7. Nutrisi
a. Nutrisi enteral paling lambar harus segera diberikan dalam 48 jam,
nutrisi oral hanya boleh diberikan bila hasil tes fungsi menelan baik.
b. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun makanan
diberikan melalui pipa nasogastrik.
c. Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30kkal/kg/hari dengan
komposisi:
1) Karbohidrat 30-40 % dari total kalori.
2) Lemak 20-35% (pada gangguan nafas dapat lebih tinggi 35-
55%).
3) Protein 20-30% (pada keadaan stress kebutuhan protein 1.4 –
2.0 g/ KgBB/ hari (pada gangguan fungsi ginjal <0.8
g/KgBB/hari).
b. Tatalaksana khusus stroke iskemik
1. Trombolisis intravena
- rTPA (alteplase), dapat diberikan pada stroke iskemik akut, onset <
6 jam secara IV. Dengan mengikuti protokol kriteria inklusi dan
eksklusi. Dosis 0.6 – 0.9 mg/KgBB.1
2. Terapi endovaskular
- Trombektomi mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis
interna, atau pembuluh darah intrakranial, onset < 8 jam.1
3. Manajemen hipertensi
- Tekanan darah meningkat pada 73.9% kasus stroke, biasanya
menurun dalam 24 jam.
- Obat antihipertensi diberikan bila TD >220/120 mmHg.
- Tekanan darah diturunkan perlahan-lahan, sehingga tidak
menurunkan aliran darah otak.

16
- Nikardipin 5mg/jam IV.
- Atau ARB, ACEI, BB, diuretik.1
4. Manajemen gula darah
- Sesuai tatalaksana DM, menggunakan obat hipoglikemia oral dan
insulin.
5. Pemberian antiplatelet
- Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48
jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik
akut.
- Aspirin tidak boleh digunakan tidak boleh digunakan sebagai
pengganti tindakan intervensi akut pada stroke, seperti pemberian
rTPA intravena.
- Pemberian klopidogrel saja atau kombinasi dengan aspirin, pada
stroke iskemik akut tidak dianjurkan, kecuali pada pasien indikasi
spesifik misalnya, angina pektoris tidak stabil, no Q wave MI atau
recent stenting.
- Pemberian antiplatelet intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein IIb/IIIa tidak dianjurkan.
6. Pemberian neuroprotektor belum menunjukan hasil yang efektif,
sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun citicolin sampai saat
ini masih memberimanfaat pada stroke akut. Penggunaaan citicolin
pada stroke iskemik akut dengan dosis 2 x 1000 mg intravena 3 haridan
dilanjutkan dengan oral 2 x 1000 selama 3 minggu. Penelitian yang
dilakukan PERDOSSI menunjukan pemberian plasmin oral 3 x 500 mg
pada 66 pasien di 6 rumah sakit pendidikan di Indonesia memberi
manfaat.1

2.11 Prognosis

17
Prognosis setelah terjadinya stroke tergantung kepada umur, etiologi
stroke itu sendiri, derajat keparahan defisit neurologis dan tingkat ketergantungan,
dan beban komorbiditas. Pada penelitian kohort yang dilakukan di US terdapat
10.000 pasien yang dirawat dengan stroke iskemik, memiliki tingkat mortalitas
pada tahun pertama dan tahun keempat secara berturut-turut sebesar 24,5% dan
41.3 %, dan dengan tingkat kekambuhan sebesar 8.0 % dan 18.1 %.9

18
BAB III
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN:
Nama : Ny. E
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : IRT
Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Cupak Gunuang Talang, Solok
MR : 01.13.23.24

Autoanamnesis:
Seorang pasien, Ny. E, perempuan, umur 50 tahun dirawat di bangsal
Neurologi RSUP Dr. M Djamil Padang pada hari rawatan ke-5 (13 Maret 2022)
dengan:
Keluhan Utama: Bicara pelo
Riwayat Penyakit Sekarang:
 Pasien mengeluhkan bicara pelo 9 jam lalu SMRS yang terjadi secara
mendadak saat pasien sedang beraktivitas, pasien kesulitan melafalkan
huruf R dan L, keluhan tersebut disertai wajah mencong kearah kanan dan
lidah terasa kebas, keluhan disertai kelemahan anggota gerak bagian
kanan, gejala tersebut memberat dengan aktivitas sehingga mengganggu
pekerjaan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga.
 Keluhan tersebut tidak disertai kelemahan atau kebas disisi tubuh lainnya.
 Nyeri kepala tidak ada.
 Pandangan ganda tidak ada
 Pusing berputar tidak ada.
 Tuli mendadak tidak ada.
 Muntah menyembur tidak ada.
 Nyeri dada tidak ada.
 Kejang saat onset tidak ada.

19
Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat hipertensi disangkal.
 Riwayat stroke sebelumnya disangkal.
 Riwayat diabetes melitus disangkal.
 Riwayat penyakit jantung disangkal.
 Riwayat kolesterol tinggi disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga:
 Riwayat penyakit stroke tidak ada.
 Riwayat penyakit hipertensi tidak ada
 Riwayat penyakit diabetes melitus tidak ada.
 Riwayat menderita penyakit jantung tidak ada.
Riwayat Pribadi dan Sosial:
 Pasien seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas sedang.
 Pasien menopause 1 tahun lalu.
 Riwayat KB suntik.

PEMERIKSAAN FISIK
I. Umum
Keadaan Umum : Sakit sedang mudah dicabut
Nadi : 90x/menit
Irama : Reguler, kuat angkat
Kesadaran : CMC, GCS Pernafasan : 20x/menit, abdomi-
E4M6V5 notorakal, reguler
Keadaan Gizi : Overweight Tekanan Darah : 140/85mmHg
Tinggi Badan : 155 cm Suhu : 36,5oC
Berat Badan : 60 kg Turgor Kulit : Baik
IMT : 24,9 Kulit dan Kuku : Pucat tidak ada,
Rambut : Hitam, tidak sianosis tidak ada
Kepala : Normosefal.
Mata : Konjungtiva anemis tidak ada, sklera ikterik tidak ada.
Leher : JVP 5-2 cmH2O.
Trakea tidak deviasi.

20
Bruit carotis (-)

Kelenjar Getah Bening:


Leher : Tidak teraba pembesaran.
Aksila : Tidak teraba pembesaran.
Inguinal : Tidak teraba pembesaran.
Torak
Paru
Inspeksi: Statis : Simetris kanan dengan kiri.
Dinamis : Pergerakan dinding dada kanan sama dengan kiri.
Palpasi : Fremitus kiri dan kanan sama
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi: Suara nafas vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada.
Jantung
Inspeksi: Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba 1 jari lateral LMCS RIC V.
Perkusi : Batas jantung tidak melebar
Auskultasi: S1,S2 reguler, bising tidak ada, gallop tidak ada, murmur
tidak ada.
Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada.
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Korpus Vertebrae
Inspeksi : Deformitas tidak ada.
Palpasi : Gibus tidak ada.

Genital : Tidak diperiksa.


Ekstremitas :
 Akral hangat, CRT <2 detik, edema tidak ada.
 Motorik 555 4+4+4+

21
555 4+4+4+

II. Status Neurologikus


A. Tanda Rangsangan Selaput Otak
Kaku kuduk : Tidak ada
Brudzinsky II : Tidak ada
Brudzinsky I : Tidak ada
Tanda Kernig : Tidak ada

B. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial: Tidak ada.


Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks kornea +/+.
Muntah proyektil tidak ada.

C. Pemeriksaan Nervus Kranialis


N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
 Subjektif Normosomnia Normosomnia
 Objektif dengan bahan Normosomnia Normosomnia

N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
 Tajam penglihatan Visus 6/6 Visus 6/6
 Lapangan pandang Tidak menyempit Tidak menyempit
 Melihat warna Tidak buta warna Tidak buta warna
 Funduskopi C/D=0,3-0,4 C/D=0,3-0,4

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Ortho Ortho
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Normal Normal
Strabismus (-) (-)

22
Nistagmus (-) (-)
Ekso / endopthalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat, ditengah, tepi Bulat, ditengah, tepi
reguler reguler
 Refleks cahaya (+)/(+) (+)/(+)
 Refleks akomodasi (+) (+)
 Refleks konvergensi (+) (+)

N. IV (Trokhlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah (-) (-)
Sikap bulbus (-) (-)
Diplopia (-) (-)

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral (-) (-)
Sikap bulbus (-) (-)
Diplopia (-) (-)

N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik
 Membuka mulut Normal Normal
 Menggerakkan rahang Normal Normal
 Menggigit Normal Normal
 Mengunyah Normal Normal
Sensorik
 Divisi oftalmika

23
Refleks kornea (+) (+)
Sensibilitas Normal Normal
 Divisi maksila
Refleks masseter (-) (-)
Sensibilitas Normal Normal
 Divisi mandibula
Sensibilitas Normal Normal

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Asimetris
Sekresi air mata Normal Normal
Fisura palpebra Normal Normal
Menggerakkan dahi Normal Normal
Menutup mata Normal Normal
Mencibir / bersiul Deviasi ke kanan
Memperihatkan gigi Deviasi ke kanan
Sensasi lidah 2/3 Kebas
Hiperakusis (-) (-)
Plika nasolabialis Plika nasolabialis kanan lebih mendatar

N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berisik Normal Normal
Detik arloji Normal Normal
Rinne test Normal Normal
Weber test Normal Normal
Swabach test Normal Normal
 Memanjang
 Memendek
Nistagmus (-) (-)

24
 Pendular
 Vertikal
 Siklikal
Pengaruh posisi kepala (-) (-)
Refleks okuloauditorik (-) (-)

N. IX (Glossopharingeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 Normal Normal
belakang
Refleks muntah /gag (+) (+)
reflex

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Simetris
Uvula Simetris
Menelan Normal
Artikulasi Jelas
Suara Jelas
Nadi 90x/ menit

N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Normal
Menoleh ke kiri Normal
Mengangkat bahu ke kanan Normal
Mengangkat bahu ke kiri Normal

25
N. XII (Hipoglosus)

Kedudukan lidah dalam Kearah kiri


Kedudukan lidah Kearah kanan
dijulurkan
Tremor (-)

Fasikulasi (-)

Atrofi (-)

D. Pemeriksaan Koordinasi dan Keseimbangan


Keseimbangan:
Romberg test Normal
Romberg test dipertajam Normal
Stepping gait Normal
Tandem gait Normal
Koordinasi:
Jari-jari Normal
Hidung-jari Normal
Pronasi-supinasi Normal
Tes tumit lutut Normal
Rebound phenomenon Normal

E. Pemeriksaan Fungsi Motorik


A. Badan Respirasi Simetris Simetris
Duduk Normal Normal
B. Berdiri dan berjalan Gerakan Normal Normal
spontan
Tremor (-)
Atetosis (-)
Mioklonik (-)
Khorea (-)

26
C. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan (+) (+) (+) (+)
Kekuatan 444 + + +
555 444
+ + +
555

Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi


Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

F. Pemeriksaan Sensibilitas
Sensibilitas taktil Normal
Sensibilitas nyeri Normal
Sensibilitas termis Normal
Sensibilitas sendi dan posisi Normal
Sensibilitas getar Normal
Sensibilitas kortikal Normal
Stereognosis Normal
Pengenalan titik Normal
Pengenalan rabaan Normal

G. Sistem Refleks
1. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea (++) (++) Biseps (++) (++)
Bersin (++) Triseps (++) (++)
Laring (++) APR (++) (++)
Masseter (++) KPR (++) (++)
Dinding perut Bulbokavernosus Tidak diperiksa
 Atas (++) Kremaster Tidak diperiksa
 Tengah (++) Sfingter Tidak diperiksa
 Bawah (++)
Patologis
Lengan: Tungkai:

27
Hoffman - Tromner (-) (-) Babinski (-) (-)
Chaddoks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schuffner (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

III. Fungsi Otonom


 Miksi : Tidak ada kelainan.
 Defekasi : Tidak ada kelainan.
 Sekresi keringat : Tidak ada kelainan.

III. Fungsi Luhur


Kesadaran Tanda Dementia
 Reaksi bicara Normal Refleks glabela (-)
 Fungsi intelek Normal Refleks snout (-)
 Reaksi emosi Normal Refleks menghisap (-)
Refleks memegang (-)
Refleks palmomental (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Skor Siriraj
= (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x diastol) -
(3 x faktor risiko atheroma) – 12
= (2,5 x 0) + ( 2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 85) – (3x0) – 12 = -3,5
Skor Siriraj <1 = stroke iskemik, >1 = perdarahan intraserebral, 0 =
meragukan.
 Algoritma Gadjah Mada
Penurunan kesadaran (-), nyeri Kepala (-), refleks Babinsky (-)

28
 Skor Hasanuddin
Sistol <200, Diastol <110 :1
Waktu serangan : 6,5
Sakit kepala tidak ada :0
Kesadaran menurun beberapa menit s/d 1 jam setelah onset :0
Muntah proyektil tidak ada :0
Jumlah skor Hasanuddin : 7,5
Skor Hasanuddin <15 : bukan stroke hemoragik.

LABORATORIUM
Darah rutin dan kimia darah 10-3-2022:
Hb            : 13,3 gr/dL

Ht             : 40 %

Leukosit   : 9.830/mm3

Trombosit : 322.000/mm3

PT             : 10,1 detik

APTT        : 23 detik

GDS          : 128 mg/dL

Ureum       : 19 mg/dL

Creatinin   : 0,9 mg/dL

Kalsium    : 8,2 mg/dL

Natrium    : 144 mEq/L

Kalium      : 4,4 mEq/L

Klorida      : 107 mEq/L

Kesan: dalam batas normal

29
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
 Rontgen Thorak :
Bronkopneumonia bilateral, Kardiomegali tanpa bendungan paru

30
 Brain CT-Scan tanpa kontras : Gambaran infark

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Parise N.VII dan N.XII tipe sentral sinistra

Diagnosis Topik : Paraventrikel sinistra 

Diagnosis Etiologi : Arterotrombosis

Diagnosis Sekunder : Hipertensi grade II         

Diagnosis Banding :-

31
TERAPI

Umum : IVFD NaCl 0.9% 12 jam/kolf

  Balance cairan

Khusus : Citicolin 2x1g 

          Ranitidine 2x50 mg 

  Amlodipin 1x5 mg

  CPG 1x70 mg

  Aspirin 1x100mg

  Sukralfat 3x10cc

PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ed bonam
Quo ad sanam : Dubia ed bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ed bonam

FOLLOW UP
Minggu, 13 Maret 2022
S/ - pasien sadar, kontak adekuat
- batuk (-), demam (-)
- bicara pelo masih ada
- lidah kebas

O/ Keadaan umum sakit sedang, kesadaran CMC, tekanan darah 140/85 mmHg,
nadi 78x/menit, reguler, napas 20x/menit, suhu 36,7° Celcius.

Status internikus: paru: suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.
Jantung: bunyi jantung reguler, bising -, gallop -.
Status neurologikus:

32
GCS E4M6V5.
TRM (-), peningkatan TIK (-).
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+.
Ekstremitas: motorik: normal
RF ++/++/++/++ RP -/-/-/-

A/ Parise N.VII dan N.XII tipe sentral sinistra


P/ Umum:
IVFD NaCl 0.9% 12 jam/kolf
Balance cairan
Khusus:
Citicolin 2x1g 
Ranitidine 2x50 mg 
Amlodipin 1x5 mg
CPG 1x70 mg
Aspirin 1x100mg
Sukralfat 3x10cc

Senin, 14 Maret 2022


S/ - pasien sadar, kontak adekuat
- batuk (-), demam (-)
- bicara pelo berkurang
- lidah kebas berkurang

O/ Keadaan umum sakit sedang, kesadaran CMC, tekanan darah 110/90 mmHg,
nadi 72x/menit, reguler, napas 18x/menit, suhu 36,7° Celcius.

Status internikus: paru: suara napas vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.
Jantung: bunyi jantung reguler, bising -, gallop -.
Status neurologikus:
GCS E4M6V5.
TRM (-), peningkatan TIK (-).

33
Pupil isokor, diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+.
Ekstremitas: motorik: normal
RF ++/++/++/++ RP -/-/-/-

A/ Parise N.VII dan N.XII tipe sentral sinistra


P/ Umum:
Rencana pulang
IVFD NaCl 0.9% 12 jam/kolf
Balance cairan
Khusus:
Citicolin 2x1g 
Ranitidine 2x50 mg 
Amlodipin 1x5 mg
CPG 1x70 mg
Aspirin 1x100mg
Sukralfat 3x10cc

34
BAB IV

DISKUSI

Telah diperiksa seorang pasien perempuan umur 50 tahun yang dirawat di


bangsal saraf RSUP Dr M Djamil Padang hari rawatan ke-5 dengan diagnosis
parise N.VII dan N.XII tiper sentral sinistra + hipertensi stage I. Diagnosis klinis
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

Berdasarkan anamnesis pada pasien, pada saat beraktivitas tiba-tiba ia


merasakan lidahnya terasa kebas dan berbicara pelo, pasien sulit mengucapkan R
dan L, serta merasakan sedikit lemah pada ekstermitas kanan pada saat melakukan
aktivitas yang mengganggu aktivitas hariannya.

Stroke adalah kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan fungsi


otak akut baik fokal maupun global yang terjadi mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak. Gejala yang
muncul pada pasien tersebut terjadi karena adanya gangguan fungsi otak pada
stroke, dimana tergantung pada daerah otak yang terkena. Kelemahan anggota
gerak kanan terjadi akibat kerusakan hemisfer serebri sinistra. Neuron yang
berjalan dari suatu hemisfer otak akan menyilang dalam perjalanannya menuju ke
perifer, sehingga bila terjadi lesi pada satu hemisfer, maka akan timbul
manifestasi pada bagian tubuh kontralateral dari hemisfer yang terkena. Faktor
risiko penting ditelusuri pada pasien dengan stroke. Pada pasien ini terdapat faktor
risiko hipertensi yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya dinding
arteri sehingga menyebabkan terjadinya aterosklerosis atau ruptur emboli yang
akan menyumbat pembuluh darah pada otak. Hipertensi merupakan faktor risiko
utama yang menyebabkan terjadinya gangguan pada aliran pembuluh darah otak,
yakni dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah otak (stroke hemoragik),
maupun menyempitnya pembuluh darah otak (stroke iskemik).

35
Pasien tidak mengalami muntah proyektil dan sakit kepala saat onset tidak
diketahui, hal ini penting digali untuk mengetahui apakah terjadi peningkatan TIK
seperti pada stroke hemoragik. Untuk membedakan apakah stroke iskemik atau
hemoragik tanpa modalitas penunjang CT-scan, dapat dilakukan dengan
menggunakan skor Siriraj, skor Gadjah Mada, dan skor Hasanuddin. Namun
setelah dilakukan Brain CT Scan didapatkan gambaran infark di area hemisfer
sinistra.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran CMC dengan


tekanan darah 200/100 mmHg. Dari temuan tekanan darah ini, maka dapat
ditegakkan diagnosis hipertensi stage II.  Pemeriksaan status lokalis ditemukan
dalam batas normal. Pemeriksaan status neurologikus didapatkan kesadaran CMC,
GCS E4M5V6, tanda rangsangan meningeal dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial tidak ditemukan, pemeriksaan nervi kranialis didapatkan pupil isokor,
refleks cahaya (+/+), refleks kornea (+/+). 

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan meliputi pemeriksaan


laboratorium dengan kesan normal. rontgent torak dengan kesan pembesaran
jantung tanpa bendungan paru. Pemeriksaan brain CT-scan didapatkan hasil
infark regio. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan di atas, didapatkan
kesimpulan bahwa pasien mengalami stroke infark, dimana dicurigai salah satu
faktor yang berhubungan dengan keadaan ini adalah faktor hipertensi pada pasien.

Penatalaksanaan pasien ini secara umum adalah balance cairan, normal


saline 1 kolf per 12 jam dam elevasi kepala 30 derajat untuk menghindari oklusi
vena jugularis sehingga tidak meningkatkan tekanan intrakranial. Penatalaksanaan
khusus berupa pemberian obat antihipertensi untuk mengontrol faktor resiko pada
pasien ini. Amilodipin 1x5 mg sebagai anti hipertensi yang adalah golongan
Calcium Channel Blocker, bekerja pada kanal kalsium di jantung. pada pasien
diberikan citikolin 2x1 mg, citikolin golongan neuroprotektan merupakan salah
satu terapi yang bertujuan untuk memperbaiki aliran darah otak serta metabolisme
regional di daerah iskemia otak karena dapat menghambat sintesa
phospatidycoline dan mengurangi kadar asam lemak bebas (free fatty acid)
menghambat terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin

36
yang merupakan neurotransmitter untuk fungsi kognitif. lalu diberikan dual
antiplatelet clopidogrel dan aspirin untuk mencegah terbentuknya trombus pada
pembuluh darah yang dapat menyebabkan iskemia jaringan otak, serta diberikan
obat ranitidine 2 x 50 mg dan sucralfate 3 x 10 cc untuk meningkatkan faktor
defensif lambung akibat pemakaian obat aspirin. dan terakhir diberikan obat
atorvastatin 1x 40mg sebagai plaque stabilizer.

Pasien ini harus ditatalaksana secara komprehensif, dimana juga harus


dikontrol faktor resiko pada pasien agar tidak terjadi stroke berulang. Penting
untuk mengedukasi pasien dan keluarganya mengenai pemakaian obat
antihipertensi secara teratur dan cek tekanan darah secara rutin, serta mengenai
faktor apa saja yang dapat meningkatkan resiko tekanan darah meningkat seperti
pola tidur, aktivitas, diet, dan stressor psikososial.

37
BAB V

KESIMPULAN

Stroke merupakan kumpulan gejala defisit neurologis akibat gangguan


fungsi otak akut baik fokal maupun global yang mendadak, disebabkan oleh
berkurangnya atau hilangnya aliran darah pada parenkim otak, retina atau medula
spinalis, yang dapat disebabkan oleh penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah, yang dibuktikan dengan pemeriksaan imaging dan/ atau patologi.
Persentase stroke iskemik lebih tinggi dibandingkan stroke hemoragik. Laporan
american Heart Association (AHA) tahun 2016 menunjukkan 87%  dari stroke
adalah stroke iskemik, baru sisanya adalah perdarahan intraserebral dan
subarakhnoid. Serta Stroke Registry tahun 2012-2014 menunjukkan bahwa
mayoritas pasien stroke di Indonesia adalah stroke iskemik (67%).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang


pada pasien ini, pasien ini dapat didiagnosis dengan stroke iskemik. Faktor resiko
yang terdapat pada pasien ini adalah hipertensi. Pada pasien telah diberikan
tatalaksana umum dan khusus, serta edukasi baik pada pasien dan keluarga pasien.
Pendekatan keluarga diperlukan sebagai pendukung utama untuk pemulihan
pasien dan pencegahan terjadinya penyakit sekunder dan rekurensi dari stroke.
Tatalaksana secara komprehensif diperlukan untuk kasus stroke, dengan tujuan
utama untuk mempertahankan kualitas hidup pasien ke depannya. 

38
DAFTAR PUSTAKA

1. PERDOSSI. Panduan praktik klinis neurologi. Jakarta: PERDOSSI; 2016.


2. POKDI Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guidline
Stroke Tahun 2011. Jakarta: PERDOSSI; 2011.
3. Amarenco P, Bogousslacsky J. Classification of Stroke Subtypes.
Cerebrovasc Disease 2009;27:493–501
4. Bernard RB, Andrew MN, Matthew TW, Batjer H. Hemorrhagic and
Ischemic Stroke. Thieme Medical Publisher, Inc. New York. 2012
5. Parmar P, 2018. Stroke : Classification and Diagnosis. The Pharmaceutical
Journal. Research Gate. 1-15
6. Burns, D.K., V Kumar. Sistem Saraf. Dalam: Kumar V., R. S. Cortran dan
S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U.
Pendit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007. p. 903-948.
7. Badrul, M. Neurologi Dasar. Universitas Brawijaya Malang. Jakarta:
Sagung Seto, 2015.
8. Singh H, Gupra JB, Gupta MS, Aggarwal R. Assesment of utility of Siriraj
Stroke Score (SSS) di BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak, India. Med J
Indones.2001:10(3);164-8.
9. Mcgrath E, canavan L, O’donell M, Stroke. Dalam (Hoffman R, Benz EJ,
Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI, Anastasi J, et al ) Hematology: Basic
Practice and Principles. Philadephia : Elsevier. 2017; 2122-2141.
10. James,PA. 2014 Evidence Based Guideline fot the Management of High
Blood Pressure in Adults: Report From Joint National Committee (JNC8).
American Medical Association: JAMA.

39

Anda mungkin juga menyukai