Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

FARMASI RUMAH SAKIT


DI RUMAH SAKIT TK. II PELAMONIA MAKASSAR

ASUHAN KEFARMASIAN DI RUANG PERAWATANINTERNA


NON HEMORAGIK STROKE (NHS)

GELOMBANG I
PERIODE 3 JULI 5 AGUSTUS 2017

OLEH :

NURUL MUHLISA SUDIRMAN


N21116878

DisusunSebagai Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan


Program Studi ProfesiApoteker

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke termasuk penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak ) yang ditandai

dengan kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya

aliran darah dan oksigen ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa

dikarenakan adanya sumbatan, penyempitan atau pecahnya pembuluh darah. Stroke

adalah tanda tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal

(atau global), dengan gejala gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih,

dapat menyebabkan kematian , tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (1).

Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang

utama di Indonesia, sebagian besar kejadian stroke tersebut adalah stroke non

hemoragik. Stroke penyebab kecacatan kronik yang paling tinggi pada kelompok

umur diatas 45 tahun. Jumlah total penderita stroke diindonesia diperkirakan 500.000

setiap tahun dan 2,5% atau 250.000 orang meninggal dunia, sisanya cacat ringan atau

berat. Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2013 pravelensi stroke berdasarkan jenis

kelamin lebih banyak laki laki (7,1 %) dibandingkan dengan perempuan (6,8 %)

(2).

Stroke dengan deficit neurologik yang terjadi tiba tiba dapat disebabkan oleh

iskemia atau perdarahan otak. Stroke iskemik disebabkan oleh okulasi fokal

pembuluh otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global

pada stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa

2
thrombus, embolus, atau tromboembolus menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada

salah satu daerah percabangan pembuluh darah diotak. Stroke hemoragik dapat

berupa pendarahan intrsebral atu pendarahan subrhanoid (3,4).

Drug related problems (DRPs) merupakan kejadian tidak diinginkan yang

menimpa pasien yang berhubungan dengan terapi obat. Drug related problems dapat

terjadi pada pasien rawat inap. Drug related problems mempunyai implikasi

meningkatnya angka kesakitan dan kematian serta menaikkan biaya. Penelitian di

rumah sakit di Norwegia menyebutkan rata-rata ditemukan 2,6 DRPs pada setiap

pasien.

Seorang farmasis dibutuhkan peranannya dalam rangka menjamin bahwa obat

yang diterima pasien adalah yang terbaik dengan cara mengidentifikasi drugrelated

problems yang aktual terjadi maupun mencegah drug related problem syang potensial

terjadi. Hal ini sesuai dengan tujuan filosofis farmasi klinis yaitu : memaksimalkan

efek terapeutik, meminimalkan risiko, meminimalkan biaya, dan menghormati pilihan

pasien.

Munculnya kejadian DRPs selain diperoleh dari hasil pengamatan dapat juga

diperkirakan kemunculannya dengan melihat adanya faktor-faktor resiko yang

berpotensi meningkatkan kejadian DRPs. Beberapa penelitian telah menunjukkan

hubungan yang signifikan antara adanya faktor resiko dengan munculnya kejadian

DRPs. Penelitian (Huri dan Ling, 2013; Zaman Huri dkk., 2014) menyatakan

signifikansi hubungan faktor-faktor resiko terhadap munculnya DRPs sebagai

3
berikut: usia lanjut, lama rawat inap lebih dari 6 hari, polydrug treatments, multiple

comorbidities.

Studi retrospektif drug related problems pada pasien stroke yang dilakukan

Mohammad Ihsanuddin Universitas Gadja Mada (2015) menunjukkan bahwa pasien

stroke rawat inap Hasilnya ditemukan 157 kejadian DRPs dari 61 pasien stroke yang

dirawat inap yang terdiri dari : drug needed sebanyak 6 kejadian (3,8%), wrong drug/

inappropriate drug sebanyak 102 kejadian (65,0%), wrong dose sebanyak 36

kejadian (23,0%), adverse drug reaction sebanyak 4 kejadian (2,5%), dan drug

interaction sebanyak 9 kejadian (5,7%). Faktor/kondisi pasien yang mempunyai

hubungan bermakna terhadap timbulnya kejadian DRPs drug needed pada pasien

stroke dalam penelitian ini adalah faktor umur pasien (kelompok umur dibawah 60

tahun) \ sedangkan terhadap timbulnya kejadian DRPs wrong dose adalah faktor jenis

stroke.

Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan dilakukan asuhan kefarmasian

atau pharmaceutical care dimana seorang apoteker bertanggung jawab langsung pada

pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan pasien dengan tujuan mencegah

terjadinya stroke berulang serta menjamin keselamatan pasien dan kualitas hidup

pasien.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Defini penyakit

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi

cepat, berupa defisit neurologis fokal dan global, yang berlangsung 24 jam atau

lebih atau langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh

gangguan peredaraan darah otak non traumatik. Stroke dibagi menjadi 2 yaitu

stroke non hemoragik (iskemia) dan stroke hemoragik (pendarahan) (1).

Stroke non hemoragik (iskemik) disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh

darah otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian

otak yang mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada

stroke disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa

trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia

pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut (1,5).

II.2 Epidemiologi

Setiap tahunnya, 200.000 dari 100.000 orang dieropa menderita stroke

dan menyebabkan kematian (6). Angka kejadian stroke terus meningkat dengan

tajam. Saat ini stroke menduduki urutan ketiga penyakit mematikan didunia

setelah penyakit jantung dan kanker. Di Amerika serikat lebih dari 700.000

kasus terjadi tiap tahunnya, stroke dapat berupa iskemik (88%) dan hemoragik

(12%) (7).

5
Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,3 per 1.000

penduduk penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker (8).

Sebanyak 28,5% penderita meninggal dunia dan sisanya menderita kelumpuhan

sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh total dari serangan

stroke atau kecacatan (9).

II.3 Etiologi dan Faktor resiko Penyakit

Stroke iskemik (non hemoragik) biasa terjadi akibat suatu dan dua

mekanisme patogenik yaitu trombosis serebri dan emboli serebri (10).

1. Trombosis serebri menunjukkan okulasi trombotik arteri karotis atau

cabangnya, biasanya karena arterosklerosis yang mendasari. Proses ini

sering timbulselama tidur dan biasanya menyebabkan stroke mendadak dan

lengkap. Defisit neurologi bisa timbul progresif dalam beberapa jam atau

intermiten dalam beberapa jam atau hari .

2. Emboli serebri terjadi akibat oklusi arteri karotis atau vetebralis atau

cabangnya oleh trombus atau embolisasi materi lain dari sumber proksimal,

seperti bifurkasio arteri kanotis atau jantung. Emboli dari bifurkasio karotis

biasanya akibat perdarahan kedalam plak atau ulserasi di atasnya disertai

trombus yang tumpang tindih atau pelepasan materi ateromatosa dari plak

sendiri. Embolisme serebri sering dimulai mendadak, tanpa tanda-tanda

disertai nyeri kepala berdenyut.

Kelompok faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi merupakan

kelompok faktor risiko yang ditentukan secara genetik atau berhubungan dengan

6
fungsi tubuh yang normal sehingga tidak dapat dimodifikasi. Yang termasuk

kelompok ini antara lain usia, jenis kelamin, ras, riwayat stroke dalam keluarga,

serta riwayat serangan transient ischemic attack atau stroke sebelumnya (11).

Kelompok faktor risiko yang dapat dimodifikasi merupakan akibat dari gaya

hidup seseorang dan dapat dimodifikasi, yang meliputi hipertensi, diabetes

mellitus, dislipidemia, penyakit jantung, merokok, alkohol, obesitas, dan

penggunaan kontrasepsi oral (12) .

II.4 Klasifikasi Non Hemoragik stroke

Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik

dan proses patologik (kausal) (13,14):

a. Berdasarkan manifestasi klinik:

1. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) Gejala

neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan

menghilang dalam waktu 24 jam.

2. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological

Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akanmenghilang dalam

waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.

3. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala

neurologik makin lama makin berat.

4. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke) Kelainan neurologik

sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.

7
b. Berdasarkan Kausal :

1. Stroke Trombotik

Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh

darah di otak.Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan

pembuluh darah yang kecil.Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi

akibat aterosklerosis yang diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang

cepat. Selain itu, trombotik juga diakibatkan oleh tingginya kadar

kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein (LDL). Sedangkan pada

pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena aliran darah ke pembuluh

darah arteri kecil terhalang.Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan

indikator penyakit aterosklerosis.

2. Stroke Emboli/Non Trombotik

Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan

lemak yang lepas.Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang

mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

II.5 Patofisiologi Penyakit

Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar

(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus

Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering

adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari

arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya

turbulensi aliran darah. Energi yang diperlukan untuk menjalankan kegiatan

8
neuronal berasal dari metabolisme glukosa dan disimpan di otak dalam bentuk

glukosa atau glikogen untuk persediaan pemakaian selama 1 menit. Bila tidak

ada aliran darah lebih dari 30 detik gambaran EEG akan mendatar, bila lebih dari

2 menit aktifitas jaringan otak berhenti, bila lebih dari 5 menit maka kerusakan

jaringan otak dimulai, dan bila lebih dari 9 menit manusia dapat meninggal. Bila

aliran darah jaringan otak berhenti maka oksigen dan glukosa yang diperlukan

untuk pembentukan ATP akan menurun, akan terjadi penurunan Na+ K+ ATP-ase,

sehingga membran potensial akan menurun.13 K+ berpindah ke ruang

ekstraselular, sementara ion Na dan Ca berkumpul di dalam sel. Hal ini

menyebabkan permukaan sel menjadi lebih negatif sehingga terjadi membran

depolarisasi. Saat awal depolarisasi membran sel masih reversibel, tetapi bila

menetap terjadi perubahan struktural ruang menyebabkan kematian jaringan otak.

Keadaan ini terjadi segera apabila perfusi menurun dibawah ambang batas

kematian jaringan, yaitu bila aliran darah berkurang hingga dibawah 10 ml / 100

gram / menit (14).

Akibat kekurangan oksigen terjadi asidosis yang menyebabkan gangguan

fungsi enzim-enzim, karena tingginya ion H. Selanjutnya asidosis menimbulkan

edema serebral yang ditandai pembengkakan sel, terutama jaringan glia, dan

berakibat terhadap mikrosirkulasi. Oleh karena itu terjadi peningkatan resistensi

vaskuler dan kemudian penurunan dari tekanan perfusi sehingga terjadi perluasan

daerah iskemik (13).

9
II.6 Manifestasi Klinik

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak

ergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan

lokalisasinya. Sebagian besar kasus terjadi secara mendadak sehingga

menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit. Adapun gejala Stroke non

hemoragik adalah (15):

1. Defisit motorik

a. Hemipharesis : kelemahan wajah, lengan dan tungkai pada satu sisi

tubuh.

b. Hemiplegia : paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.

c. Ataksia :Berjalan tidak tegap,Tidak mampu menyatukan kaki, perlu

dasar berdiri yang luas

2. Kehilangan komunikasi: fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke

adalah bahasa dan komunikasi. Stroke adalah penyebab afasia paling umum.

Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut:

a. Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit

dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung

jawab menghasilkan bicara.

b. Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau

reseptif.

10
c. Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya.

3. Defisit lapang pandang, yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang

atau objek ditempat kehilangan penglihatan

4. Defisit sensori, yaitu kehilangan kemampuan untuk merasakan posisi dan

gerakan bagian tubuh.

5. Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, dapat menyebabkan memori

atau fungsi intelektual terganggu. Disfungsi ini dapat ditunjukan dengan

kesulitan dalam pemahaman, lupa dan kurang motivasi.

II. 7 Pemeriksaan Penyakit

II.7.1 Pemeriksaan Fisik

Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat

kesadaran, kekuatan otot, tonus otot, pemeriksaan radiologi dan

laboratorium. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan

yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale untukmengamati pembukaan

kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap motorik

(gerakan).Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan pemeriksaan yang

dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) sesuai yang tertera pada tabel

II.1 (16)

11
Tabel II.1 Pemeriksaan Glascow Coma Scale (GCS)

Pemeriksaan Tingkat Aktivitas Skala


Kesadaran
Membuka mata 1. Membuka spontan 4
2. Membuka dengan perintah 3
3. Membuka mata karena rangsang nyeri 2
4. Tidak mampu membuka mata 1
Kemampuan bicara 1. Orientasi dan pengertian baik 5
2. Pembicaraan yang kacau 4
3. Pembicaraan tidak pantas dan kasar 3
4. Dapat bersuara, merintih 2
5. Tidak ada suara 1
Tanggapan motorik 1. Menanggapi perintah 6
2. Reaksi gerakan lokal terhaddap rangsang 5
3. Reaksi menghindar terhadap rangsang 4
nyeri
4. Tanggapan fleksi abnormal 3
5. Tanggapan ekstensi abnormal 2
6. Tidak ada gerakan 1
Pemeriksaan Aktivitas Skala
Kekuatan
Otot
1. Tidak ada kontraksi otot 0
2. Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata 1
3. Pasien hanya mampu menggeserkan 2
tangan atau kaki
4. Mampu angkat tangan, tidak mampu 3
menahan gravitasi
5. Tidak mampu menahan tangan pemeriksa 4
6. Kekuatan penuh 5
Sumber: Adam D, Victors. 2005. Cerebrovascular Disease in Principle of
Neurology 8th Edition. McGraw-Hill Proffesional

12
II.7.2 Pemeriksaan Neurologi

Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala

stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala

seperti stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui

keberhasilan terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi

mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan

nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait dan reflex

tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan

tanda-tanda meningimus pun harus dicari (16).

Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri

yang tersumbat (17).

1. Arteri serebri media (MCA)

2. Arteri serebri anterior

3. Arteri serebri posterior

4. Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)

5. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)

6. Infark lacunar dan hemodinamik

II.7.3 Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Tujuan pemeriksaan penunjang lainnya adalah untuk menetukan

lokasi dan luas lesi iskemik dan yang paling penting penyebab terjadinya

stroke.

13
Diagnosa penyakit stroke dapat dilakukan beberapa tes, yaitu (7) :

1. Pemeriksaan Computerized Tomography (CT) scan pada bagian kepala

dapat membedakan area hiperintensity (white) yang diidentifikasi

sebagai hemorragik. CT scan dapat pula menentukan area hipointense

(gelap) atau normal pada daerah yang telah terjadi infark.

2. Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada bagian kepala akan

menentukan daerah iskemik dan memiliki resolusi yang lebih baik

ketimbang CT scan.

3. Carotid Doppler dapat menentukan pasien yang memiliki derajat

stenosis yang tinggi pada arteri carotid yang menyuplai darah.

4. Electrocardiogram dapat menentukan pasien yang memiliki penyakit

atrial fibrillation yang merupakan faktor resiko dari stroke.

5. Echocardiogram dapat mengidentifikasi abnormalitas katup jantung atau

masalah pada dinding yang menyebabkan emboli pada otak.

II.8 Terapi Penyakit

II.8.1 Non Farmakoterapi

Pada stroke iskemia akut, penanganan operasi terbatas. Operasi

dekompresi dapat menyelamatkan hidup dalam kasus pembengkakan

signifikan yang berhubungan dengan infrak serebral. Pendekatan

penanganan stroke yang mencakup rehabilitasi awal sangat efektif dalam

pengurangan kejadian stroke dan terjadinya stroke berulang pada pasien

14
tertentu. Pembesaran karotid dapat efektif dalam pengurangan resiko stroke

berulang pada pasien komplikasi beresiko tinggi (18,19).

Bagi mereka yang sudah pernah terkena serangan stroke, gaya hidup

sehat haruslah jadi pilihan agar tidak kembali diserang stroke, seperti

berhenti merokok, diet rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat,

berolahraga teratur 3 kali seminggu (30-45 menit), makan secukupnya,

dengan memenuhi kebutuhan gizi seimbang, menjaga berat badan jangan

sampai kelebihan berat badan, berhenti minum alkohol dan atasi stress (5).

II.8.2 Farmakoterapi

Panduan dewan stroke dan Asosiasi America merekomendasikan

untuk farmakoterapi stroke iskemia diberikan pada tabel II.2 (20).

15
Tabel II.2 Anjuran untuk Farmakoterapi Stroke Iskemia

Senyawa Primer Alternatif


Alteplase 0.9 mg/kg Alteplase (dosis
iv(maksimum 90 kg) sampai 1 variasi) intraarteri
jam pada pasien terpilih dalam hingga 6 jam setelah
Penanganan akut
onset 3 jam onset pada pasien
Aspirin 160-325 mg tiap hari terpilih.
dimulai dalam 48 jamonset
Aspirin 50-325 mg setiap hari Tiklopidin 250 mg
dua kali sehari
Clopidogrel 75 mg setiap hari
Pencegahan
Aspirin 25 mg + pelepasan lebih
Sekunder
luas
dipiridamol 200 mg dua kali
sehari
Kardioemboli Warfarin (INR = 2,5)
(terutamafiibrilasi
atrial)
Inhibitor ACE + diuretik atau
Semua ARB/penurun

1. Alteplase diawali dalam 3 jam munculnya gejala telah diperlihatkan

mengurangi cacat hebat disebabkan stroke iskemia. CT-Scan harus

didapatkan untuk mencegah pendarahan sebelum terapi dimulai. Dosis 0.9

mg/kg (maksimum 90 mg) diberikan secara infus intravena sampai 1 jam

setelah bolus 10% dosis total diberikan sampai 1 menit. Terapi

16
antikoagulan dan antiplatelet seharusnya dihindarkan selama 24 jam dan

pendarahan pasien harus dipantau lebih dekat lagi.

2. Aspirin 50-325 mg/hari dimulai antara 24-48 jam setelah alteplase

dilengkapijuga ditunjukkan mengurangi kematian dan cacat jangka

panjang.

3. Panduan American College of Chest Physicians (ACCP) untuk penggunaan

terapi antitrombotik dalam pencegahan sekunder stroke iskemia

menganjurkan terapi antiplatelet sebagai dasar untuk pencegahan sekunder

dalam stroke non kardiak emboli. Aspirin, clopidogrel dan clopidogrel

sustained release dengan aspirin semuanya dipertimbangkan sebagai

senyawa antiplatelet utama. Tiklopidine akan dicadangkan untuk pasien

yang gagal atau tidak dapat menerima terapi lain karena efek sampingnya

(neutropenia, anemia aplastic, purpura trombositopenia thrombosis, ruam,

diaredan hiperkolesterolemia). Kombinasi aspirin dan clopidogrel hanya

dianjurkan pada pasien dengan stroke iskemia dan riwayat terbaru infark

miokard atau kejadian koroner lain dan hanya dengan aspirin dosis sangat

rendah untuk mengurangi resiko pendarahan.

4. Warfarin adalah senyawa antitrombotik pilihan pertama untuk pencegahan

sekunder pada pasien dengan fibrilasi atrial dan perkiraan embolisme dari

kardiak.

5. Peningkatan tekanan darah umum terjadi setelah stroke iskemia, dan

pengobatannya berhubungan dengan resiko penurunan stroke berulang.

17
Joint National Committee (JNC 7) menganjurkan inhibitor ACE dan

diuretik untuk mengurangi tekanan darah pada pasien stroke atau TIA

setelah periode akut (7 hari pertama). Bloker reseptor angiotensin II atau

angiotensin reseptor blocker (ARB) telah memperlihatkan pengurangan

resiko stroke dan seharusnya dipertimbangkanpada pasien yang tidak dapat

menerima inhibitor ACE setelah stroke iskemia akut.

6. National Cholesterol Education Program (NCEP) mempertimbangkan

stroke iskemia atau TIA ekivalen dengan resiko koroner dun menganjurkan

penggunaan statin untuk mencapai konsentrasi low-density lipoprotein

(LDL) kurang dari 100 mg/dL.

7. Heparin bobot molekul rendah atau heparin tidak terfraksinasi subkutan

dosis rendah (dua kali sehari 5000 unit) dianjurkan untuk

pencegahantrombosis vena dalam pada pasien rawat inap dengan

penurunan mobilitas dikarenakan stroke dan seharusnya digunakan pada

semua stroke selain stroke yang paling minor.

8. Kegunaan heparin tidak terfaksinasi dosis rendah dalam periode stroke akut

belum terbukti efek positifnya terhadap stroke dan secara signifikan

meningkatkan resiko pendarahan intraserebral. Uji heparin bobot-molekul

rendah dan heparinoid secara luas negatif dan tidak mendukung

penggunaan rutin pada pasien stroke.

18
II.9 Farmakologi Obat Iskemik stroke (18)

1. Altheplase

Alteplase adalah obat trombolitik. Alteplase adalah singlechain Bentuk

plasminogen jaringan enzim endogen aktivator dan diproduksi oleh DNA

rekombinan teknologi. Seperti aktivator plasminogen jaringan endogen,

alteplase mengubah fibrin-bound plasminogen menjadi bentuk aktif plasmin,

menghasilkan fibrinolisis dan pembubaran gumpalan darah. Mekanisme

Alteplase digunakan pada pengobatan gangguan tromboembolik, khususnya

infark miokard. Alteplase juga bisa digunakan pada pasien dengan stroke

iskemik akut.

Pada stroke iskemik akut, alteplase diberikan dalam 3 jam timbulnya

gejala dalam dosis 0,9 mg / kg sampai dosis total maksimum 90 mg. Dosis

diberikan intravena lebih dari 60 menit dengan 10% darinya sebagai abolus

di menit pertama.

Kontra Indikasi Bila digunakan untuk kejang stroke iskemik akut stroke

yang menyertai riwayat pada pasien dengan diabetes, Hiperglikemia,

Hipoglikemia, stroke berat stroke dalam 3 bulan terakhir dan konta indikasi

ditunjukkan jika pengobatan bersamaan dengan antikoagulan oral.

Efek samping altheplase yaitu resiko pendarahan otak meningkat, Bila

digunakan untuk stroke iskemik akut Monitor untuk intrakranial perdarahan,

19
dan monitor tekanan darah (direkomendasikan antihipertensi jika sistolik di

atas 180 mmHg atau diastolik diatas 105 mmHg).

2. Aspirin

Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 (TXA2) didalam trombosit

pada prostasiklin (PGI2) di pembuluh darah dengan menghambat secara

irreversible enzim sikloksidgenase (akan tetapi siklooksigenase dapat

dibentuk kembali oleh sel endotel). Penghambat enzim siklooksigenase

terjadi karena aspirin mengasetilasi enzim tersebut. Aspirin dosis kecil hanya

dapat menekan pembentukan TXA2, sebagai akibatnya terjadi pengurangan

agregasi trombosit. Sebagai antiplatelet dosis efektif aspirin 80-325 mg per

hari. Dosis lebih tinggi selain meningkatkan toksisitas (terutama

perdarahan), juga menjadi kurang efektif karena selain menghambat TXA2

juga menghambat pembentukan prostasiklin. Pada pasien TIA penggunaan

aspirin jangka panjang juga bermanfaat untuk mengurangi kekambuhan TIA,

stroke karena penyumbatan dan kematian akibat gangguan pembuluh darah.

Berkurangnya kematian terutama jelas pada pria

Aspirin di indikasikan untuk pengobatan stroke iskemik dengan dosis

325 mg sehari selama 14 hari, dimulai 24 jam setelah trombolisis atau

sesegera mungkin di dalam 48 jam onset gejala pada pasien yang tidak

menerima trombolisis.

20
Efek samping dari aspirin yaitu meningkatkan resiko pendarahan,

interaksi obat bisa terjadi jika digunakan bersaman dengan obat obat yang

dapat menigkatkan resiko pendarahan. Kontra indikasi aspirin yaitu

Hipersensitivitas (serangan asma, angioedema, urtikaria atau rinitis), ulserasi

peptik aktif; kehamilan (trimester ketiga), anak-anak <12 tahun, pasien

dengan hemofilia atau gangguan hemoragik, asam urat, gangguan ginjal atau

hati parah, menyusui.

3. Dipyridamole

Dipyridamole adalah inhibitor adenosin dan inhibitor phosphodiesterase

dengan antiplatelet dan aktivitas vasodilator dan digunakan dalam gangguan

tromboembolik Dipyridamole oral digunakan untuk profilaksis

tromboembolisme setelah katup jantung dan dalam pengobatan stroke,

dypiridamole juga telah digunakan dalam pengobatan infark miokard.

Dipyridamole diberikan Secara intravena menghasilkan vasodilatasi koroner

yang ditandai dan digunakan dalam stress testing pada pasien dengan

iskemik penyakit jantung. Untuk pencegahan sekunder stroke atau transien

Serangan iskemik dipyridamole diberikan sebagai modifikasi

persiapan, sendiri atau dengan aspirin, dalam dosis 200 mg dua kali sehari.

Efek samping Dipyridamole adalah Gangguan gastrointestinal,

termasuk mual, muntah, dan diare, sakit kepala, pusing, pingsan, hipotensi,

dan ruam kulit, Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi setelah penggunaan

dipyridamole. Dipyridamole juga bisa menginduksi nyeri dada atau

21
menyebabkan memburuknya gejala angina Dipyridamole harus digunakan

dengan hati-hati pada pasien dengan hipotensi, angina tidak stabil, stenosis

aorta, i infark miokard, gagal jantung, atau gangguan koagulasi.

Dipyridamole intravena tidak boleh diberikan untuk pasien dengan kondisi

ini atau untuk mereka dengan aritmia, gangguan konduksi, asma, atau

riwayat dari bronchospasm. Dipyridamole oral harus dihentikan 24 jam

sebelum penggunaan intravena untuk stress testing.

Dipyridamole tidak sempurna diserap dari gastrointestinal Saluran

dengan konsentrasi puncak plasma terjadi sekitar 75 menit setelah dosis

oral. Dipyridamole lebih dari 90% terikat pada protein plasma.

Dipyridamole dimetabolisme di hati dan terutama diekskresikan sebagai

glukuronida dalam empedu. Ekskresi mungkin tertunda oleh resirkulasi

enterohepatik. Kecil Jumlah dikeluarkan dalam urin.

4. Clopidogrel

Clopidogrel adalah obat antiplatelet thienopyridine yang digunakan dalam

gangguan tromboemboli. Clopidogrel adalah analog dari ticlopidine dan

bertindak dengan menghambat adenosin diphosphate- mediasi agregasi

platelet. Hal itu diberikan profilaksis sebagai alternatif aspirin pada

pasiendengan aterosklerosis yang berisiko tromboembolik gangguan seperti

infark miokard, perifer penyakit arteri , dan stroke. Clopidogrel juga

digunakan dengan aspirin pada koroner akut sindrom, termasuk infark

22
miokard akut dan angina tidak stabil, dan pada stenting koroner .

Clopidogrel diberikan secara lisan sebagai bisulfat, tapi dosisnya dinyatakan

dalam basis; 97,86 mg clopidogrel bisulfat setara dengan 75 mg basa. Untuk

profilaksis kejadian tromboemboli, Dosis clopidogrel biasa adalah 75 mg

sekali sehari. Dalam pengelolaan ST-Elevation Myocardial akut infark,

clopidogrel digunakan dengan aspirin sebagai tambahan pada pasien yang

diobati secara medis. Hal itu diberikan dalam dosis dari 75 mg sekali sehari;

pasien berusia di bawah 75 tahun Bisa diberi dosis pemuatan 300 mg.

Pengobatan harus dilanjutkan minimal 4 minggu. Dalam pengelolaan angina

tidak stabil dan infark miokard, clopidogrel digunakan dengan aspirin

sebagai tambahan untuk medis atau intervensi pengobatan, termasuk stent

koroner. Pemuatan tunggal dosis 300 mg diberikan, diikuti 75 mg sekali

harian.

Kontraindikasi Perdarahan patologis aktif (misalnya tukak peptik atau

perdarahan intrakranial). Tindakan Pencegahan Khusus Pasien berisiko

mengalami perdarahan akibat trauma, operasi atau kondisi patologis lainnya.

Renal dan gangguan hati. Kehamilan dan menyusui. Reaksi obat yang

merugikan Hematoma, epistaksis, diare, dispepsia, sakit perut, memar,

sindrom Stevens-Johnson, eritema multiforme, serum sickness, interstitial

pneumonitis, lichen planus, myalgia. Berpotensi Fatal: Perdarahan

intrakranial, GI dan perdarahan retroperitoneal, diskrasia darah, thrombotic

thrombocytopenic purpura.

23
5. Obat Antihipertensi Golongan ACEI

Angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) menghambat secara

kompetitif pembentukan angiotensin II dari precursor angiotensin I yang

inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh darah, ginjal, jantung, kelenjar

adrenal dan otak. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor kuat yang

memacu pelepasan aldosteron dan aktivitas simpatis sentral dan perifer.

Penghambatan pembentukan angiotensin II ini akan menurunkan tekanan

darah. Jika sistem angiotensinreninaldosteron teraktivasi (misalnya pada

keadaan penurunan sodium, atau pada terapi diuretik) efek antihipertensi

ACE-I akan lebih besar.

ACE-I juga bertanggung jawab terhadap degradasi kinin, termasuk

bradikinin, yang mempunyai efek vasodilatasi. Penghambatan degradasi ini

akan menghasilkan efek antihipertensi yang lebih kuat. Beberapa perbedaan

pada parameter farmakokinetik obat ACE-I. Captopril cepat diabsorpsi tetapi

mempunyai durasi kerja yang pendek, sehingga bermanfaat untuk

menentukan apakah seorang pasien akan berespon baik pada pemberian

ACE-I. Dosis pertama ACE-I harus diberikan pada malam hari karena

penurunan tekanan darah mendadak mungkin terjadi; efek ini akan

meningkat jika pasien mempunyai kadar sodium rendah. Sebelum mulai

memberikan terapi dengan ACE-I fungsi ginjal dan kadar elektrolit pasien

harus dicek. Monitoring ini harus terus dilakukan selama terapi karena

24
golongan obat ini dapat mengganggu fungsi ginjal. ACE-I dapat

menyebabkan hiperkalemia karena menurunkan produksi aldosteron,

sehingga suplementasi kalium dan penggunaan diuretik hemat kalium harus

dihindari jika pasien mendapat terapiACE-I

Captopril dosis oral menghasilkan efek maksimal dalam waktu 1 sampai

2 jam, Dalam pengobatan hipertensi dosis awal adalah 12,5 mg dua kali

sehari, meningkat secara bertahap pada interval 2 sampai 4 minggu sesuai

tanggapan. Saat memulai terapi dengan inhibitor ACE,dosis pertama

sebaiknya diberikan pada waktu tidur. Dosis awal 6,25 mg dua kali sehari

dianjurkan jika Kaptopril diberikan selain diuretik, Jika memungkinkan

diuretik harus dihentikan 2 atau 3 hari sebelum menggunakan kaptopril.

Pengobatan yang biasa Dosisnya 25 sampai 50 mg dua kali sehari dan

sebaiknya tidak biasanya melebihi 50 mg tiga kali sehari. Di Amerika

Serikat dosis yang lebih tinggi sampai 150 mg tiga kali sehari telah

disarankan. Pasien dengan hipertensi tidak terkontrol diberikan kaptopril

bersamaan dengan terapi diuretik dengan dosis rendah. Setelah mengalami

infark miokard, kaptopril digunakan secara profilaksis pada pasien yang

stabil secara klinis dengan gejala atau disfungsi ventrikel kiri tanpa gejala

memperbaiki kelangsungan hidup, menunda timbulnya gejala gagal jantung ,

dan mengurangi infark rekuren, dengan dosis 6,25 mg, meningkat selama

beberapa minggu 150 mg perhari dalam dosis terbagi.

25
6. Valsartan

Valsartan adalah antagonis reseptor angiotensin digunakan dalam

pengobatan hipertensi, untuk mengurangi mortalitas kardiovaskular pada

pasien dengan ventrikel kiri disfungsi setelah infark miokard, dan dalam

pengobatan gagal jantung . Reseptor angiotensin II ditemukan pada

pembuluh darah dan target lainnya. Disubklasifikasikan menjadi reseptor

AT1 dan AT2. Reseptor AT1 emperantarai respon farmakologis angiotensin

II, seperti vasokonstriksi dan penglepasan aldosteron. Dan oleh karenanya

menjadi target untuk terapi obat. Fungsi reseptor AT2 masih belum begitu

jelas.

Banyak jaringan mampu mengkonversi angiotensin I menjadi

angiotensin II tanpa melalui ACE. Oleh karena itu memblok sistem

reninangitensin melalui jalur antagonis reseptor AT1 dengan

pemberianantagonis reseptor angiotensin II mungkin bermanfaat. Antagonis

reseptor angiotensin II mempunyai banyak kemiripan dengan ACEi, tetapi

Antagonis reseptor angiotensin II tidak mendegradasi kinin. Karena efeknya

pada ginjal, Antagonis reseptor angiotensin II dikontraindikasikan pada

stenosis arteri ginjal bilateral dan pada stenosis arteri yang berat yang

mensuplai ginjal yang hanya berfungsi satu.

Pada hipertensi, valsartan diberikan dalam dosis awal 80 mg sekali

sehari Hal ini dapat ditingkatkan, jika perlu, sampai 160 mg sekali sehari;

26
dosis maksimum adalah 320 mg sekali sehari. Dosis awal yang lebih rendah

40 mg sekali sehari dapat digunakan pada pasien lanjut usia lebih dari 75

tahun. Pada gagal jantung, valsartan diberikan dalam dosis awal 40 mg dua

kali sehari Dosisnya harus ditingkatkan, seperti ditoleransi, sampai 160 mg

dua kali sehari. Pada pasien yang pernah mengalami infark miokard,

valsartan Bisa dimulai sejak 12 jam setelah infark pada pasien yang stabil

secara klinis, dalam dosis awal 20 mg dua kali sehari; Dosis bisa berlipat

ganda pada interval selama beberapa minggu ke depan sampai 160 mg dua

kali sehari. Valsartan harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan

kerusakan hati atau ginjal

7. Antihiperlipidemia Golongan Statin (Simvastatin)

Inhibitor koenzim 3-hidroksi-3-metilgluteril Sebuah reduktase (HMG-

CoA reductase), yang menentukan enzim untuk sintesis kolesterol. Inhibisi

HMG-CoA reductase menyebabkan penurunan kolesterol sintesis di hati dan

menurunkan konsentrasi kolesterol intraselular. simvastatin, menstimulasi

peningkatan reseptor kolesterol LDL pada membran hepatosit, sehingga

meningkatkan Pembersihan LDL dari sirkulasi. Penghambat HMG-CoA

reduktase juga disebut statin mengurangi kolesterol total, Kolesterol LDL,

dan lipoprotein dengan densitas rendah (VLDL) - Konsentrasi kolesterol

dalam plasma. simvastatin juga cenderung mengurangi trigliserida, HDL,

dan konsentrasi kolesterol Simvastatin digunakan untuk mengurangi

kolesterol LDL, apolipoprotein B, dan trigliserida, dan untuk meningkatkan

27
HDL cholesterol dalam pengobatan hiperlipidemia simvastatin digunakan

dalam hypercholesterolaemias, dikombinasikan (campuran) hiperlipidemia

(hiperlipoproteinemia tipe IIa atau IIb), hipertrigliseridaemia (tipe IV), dan

dysbetalipoproteinemia primer (tipe III), dan juga dapat digunakan sebagai

terapi tambahan pada pasien dengan hiperkolesterolemia familial homozigot

yang dimilikinya beberapa fungsi reseptor LDL. Simvastatin juga digunakan

untuk pengurangan risiko kardiovaskular.

Efek samping yang paling umum dari terapi dengan simvastatin dan

statin lainnya adalah gangguan gastrointestinal. Efek samping lain sakit

kepala, ruam kulit, pusing, penglihatan kabur, insomnia, dan dysgeusia.

Peningkatan reversibel dalam Konsentrasi serum-aminotransferase dapat

terjadi dan fungsi hati harus dipantau. Hipersensitivitas reaksi termasuk

anafilaksis dan angioedema juga telah terjadi Myopathy, ditandai oleh

myalgia dan kelemahan otot dan berhubungan dengan peningkatan

konsentrasi kreatin phosphokinase. Statin tidak boleh diberikan pada pasien

dengan penyakit hati aktif. Simvastatin diserap dari saluran gastrointestinal

dan harus dihidrolisis menjadi -hidroksyacid aktifnya bentuk. Metabolit

aktif lainnya telah terdeteksi dan sejumlah metabolit tidak aktif juga

terbentuk. Simvastatin adalah substrat untuk isoenzim sitokrom P450

CYP3A4 dan menjalani pass pertama yang luas metabolisme di hati, situs

utama tindakan.

28
Simvastatin diberikan secara oral dan dosis berkisar antara 5 sampai 80

mg perhari Untuk pengobatan hiperlipidemia, Dosis awal yang biasa adalah

10 sampai 20 mg di malam hari; sebuah Dosis awal 40 mg dapat digunakan

pada pasien yang membutuhkan penurunan kolesterol yang besar atau yang

tinggi risiko kardiovaskular Dosis dapat disesuaikan pada interval tidak

kurang dari 4 minggu sampai maksimal 80 mg sekali sehari di malam hari.

Penderita homozigot hiperkolesterolemia familial dapat diobati dengan 40

mg sekali sehari di malam hari, atau 80 mg per hari 3 dibagi dosis 20 mg, 20

mg, dan dosis malam dari 40 mg Untuk pengurangan risiko kardiovaskular

29
BAB III

STUDI KASUS

III.1 Profil Pasien

Nama : Tn. Sxxxxx

Umur : 57 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

No.RM : 26.xx.xx

Ruang Inap : Teratai

Alamat : BTN Tassokkoe, Kel salo, Kec watang sawito

Masuk RS : 9 Juli 2017

Keluar RS : 18 juli 2017

III.2 Profil Penyakit

Keluhan Utama : Lemah separuh badan

Riwayat Penyakit dahulu : -

Riwayat Penyakit sekarang : Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri

kepala disertai lemah separuh badan,

terutama pada tangan dan kaki kiri mual

(+), muntah (+) 2x dirasakan sejak 1 hari

yang lalu

Riwayat Alergi : Tidak ada

Diagnosis Awal : NHS

Diagnosis Akhir : NHS (non hemorogik stroke)

30
III.3 Data Klinik

Berdasarkan hasil pemeriksaan dokter terhadap pasien maka

diperoleh data klinik seperti pada tabel III.1

Tabel III.1 Data Klinik Pasien

Nilai Hasil Pengamatan


No Data Klinik Normal
9/7 10/7 11/7 12/7 13/7 14/7 15/7 16/7 17/7 18/7 19/7

TekananDarah 120/80 150 160 160 140 180 160 150 140 170 160 120
1
(mmHg) mmHg /100 /100 /90 /100 /100 /90 /100 /100 /120 /70 /80
Pernapasan 16-
2 22 20 20 22 24 24 22 22 22 20 20
(X/Menit) 20/Menit
DenyutNadi 60-
3 72 84 80 80 84 84 82 80 80 80 80
(X/Menit) 80/Menit
36,6-
4 SuhuBadan (C) 35,6 36,6 36 36,2 36,5 36,5 36 36 36 36 26
37,2C
5 Nyeri Kepala - - - - - - --
6 Mual - - - - - - -
7 Pusing - - - - - - - - -
8 Sulit Tidur - - - - - - - -
9 Batuk - - - - - - - - - - - -
10 Muntah - - - - - - - -
11 BAB - - - - - - -

12 BAK - - - - - - - - - - - -

12 Lemas - -

Ket : () = Ada keluhan


(-) = Tidakadakeluhan,
BAB = Buang air besar,
warna merah = Tidak normal

38
III.4 Data Laboratorium

Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium sampel darah maka diperoleh


data seperti pada tabel III.2
Tabel III.2 Data hasil pemeriksaan laboratorium pasien

Hasil pemeriksaan
Data lab (Juli 2017)
No. Nilairujukan 9/7
1 WBC (10/UL) 4-10 x 103/L 13,3 x 103/L
2 RBC (106/UL) 4-5 x 106/L 4,5 x 106/L
3 HGB (g/dL) 12-16 g/dL 13,7 g/dL
4 HCT (%) 36-48 % 39,4 %
5 MCV (fL) 84-96 fL 87,8 fL
6 MCH (pg) 28-34 pg 30,5 pg
7 MCHC (g/dL) 32-36 g/dL 34,8 g/dL
8 PLT (10/UL) 150-450 x 103/L 329 x 103/L
9 LYM% 20-40 % 10,9 %
10 MXD% 3-10 % 3.8 %
11 NEUT% 45-77 % 85,3 %
12 LYM# 0.8-4# 1,4#
13 MXD# 2-7,7# 0,5#
14 NEUT# 2-7,7# 11,4#
15 MPV (fL) 9-13 fL 8,7 fL
16 PDW (fL) 9-17 fL 11,1 fL
17 P-LCR (fL) 13-43 fL 16,0 fL
18 RDW-SD 37-50 43,5

39
III.5 Data Penunjang

a. Hasil pemeriksaan radiologi (Tanggal 13 juli 2017)

Pemeriksaan:

Dilakukan pemeriksaan CT-Scan kepala tanpa kontras irisan axial

dengan hasil sebagai berikut :

1. Tampak lesi hiperdens (68 HU) bentuk relatif bulat kesan berasal

dari arteri basilar dan arteri vertebralis.

2. Sulci dan gyri prominent

3. Tidak tampak midline shift

4. Sistem ventrikel dan ruang subarachnoid yang terscan kesan dalam

batas normal

5. Kalsifikasi pada pineal body, dan kedua plexus choroideus

6. Cerebellum, CPA dan pons dalam batas normal

7. Kedua bulbus occuli dan struktur retroorbita yang tervisualisasi

kesan baik

8. Tulang tulang kesan intak

40
III.6 Profil Pengobatan

Berdasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap pasien tersebut, maka dilakukan intervensi pengobatan, seperti

padatabel III.3

Tabel III.3 Data Profil Pengobatan Pasien


Aturan Tanggal pemberian obat
No. Nama Obat Dosis
Pakai 9/7 10/7 11/7 12/7 13/7 14/7 15/7 16/7 17/7 18/7
1 Infus Futrolit 500 ml 20 tpm
2 Citicolin 125 mg/ml /12 jam iv
P
3 Ranitidin 50mg/ 2 ml /12 jam iv - - - - - - - - -
A
4 Pletaal 100 mg /12 jam - - - - - - - - S
5 Plasminex 20 mg Tab/8 jam I
E
6 Neurobion 1 gr /24 jam iv N
7 Clopidogrel 75 mg 6 unit/8jam - - - - - - - - -
P
8 Vit. K 2 mg/ml /24 jam U
9 Perdifin 2 mg /12 jam iv L
11 Dulcolax Supp /24 jam A
- - - - - - - - -
N
12 PDNA Caps /12 jam - - - - - - - - - G
13 Amitriptilin 50 mg /12 jam - - - - - - - -
14 Micardis 80 mg Tab/24 jam - - - - - - - -
15 Aricept 5 mg / 24 jam - - - - - - - -
Keterangan: = obat diberikan - = obat tidak diberikan
III.7 Analisa Rasionalitas
Berdasarkan pengobatan pasien yang diterima selama dalam perawatan di Rumah Sakit, maka dilakukan
analisis rasionalitas seperti pada tabel III.4
Tabel III.4 Data analisis rasionalitas pengobatan pasien dari awal masuk Rumah Sakit sampai akhir
pengamatan
Rasionalitas
No NamaObat Aturan Lama
Indikasi Obat Dosis Penderita Cara Pemberian
Pakai Pemberian
1 Infus Futrolit IR IR IR IR IR IR IR
2 Citicoline R R R R R R R
3 Ranitidin IR IR IR IR IR IR IR
4 Pletaal R R R R R R R
5 Plasminex IR IR IR IR IR IR IR
6 Neurobion IR IR IR IR IR IR IR
7 Clopidogrel R R R R R R IR
8 Vit K IR IR IR IR IR IR IR
9 Perdifin IR IR IR IR IR IR IR
10 Dulcolax Supp R R R R R R R
11 PDNA IR IR IR IR IR IR IR
12 Amitriptilin IR IR IR IR IR IR IR
13 Micardis IR IR IR IR IR IR IR
14 Aricept IR IR IR IR IR IR IR

Keterangan: R =Rasional IR = Irasional


III.8 Assesment and Plan

Berdasarkan analisis rasionalisasi pengobatan,maka dilakukan assessment dan plan yang dapat dilihat
selengkapnya pada tabel III.5.
Tabel III.5 Assesment and Plan
Problem Medik Terapi DRPs Rekomendasi Monitoring
O: Infus Futrolit - Pemilihan Infus - Sebaiknya dilakukan pemeriksaan - Kadar Elektrolit
Tidak ada data - Kontraindikasi laboratorium kadar elektrolit
lab kadar sebelumnya untuk menentukan
larutan infus yang cocok
Elektrolit
digunakan pada pasein NHS
- Infus Futrolit dikontraindikasikan
pada pasien hipertensi
O: Pletaal - Efek Samping - Disarankan untuk melakukan - Monitoring
Tidak ada data Clopidogrel - Waktu pemberian pemeriksaan PT, APTT, untuk ESO (gastric
PT, APTT mengontrol penggunaan antiplatelet bleeding)
melihat efek samping dari - Nilai PT, APTT
penggunaan obat ini yaitu
pendarahan
S: Ranitidin - Ada obat tidak ada - Sebaiknya menghentikan - Monitoring
Tidak ada data indikasi pemberian ranitidin injeksi karena ESO
nyeri ulu hati tidak ada data menunjukkan terjadi
nyeri ulu hati 17.
Lanjutan Tabel III.5 Assesment and Plan Pasien
Problem Medik Terapi DRPs Rekomendasi Monitoring
O: Neurobion - Ada obat tidak - Sebaiknya tidak diberikan - Kadar
Tidak ada data ada indikasi neurobion melihat efek samping homosistein
kadar - Efek samping yang terjadi (neuropati perifer)4. - ESO (neuropati
- Disarankan untuk melakukan
homosistein perifer)
pemeriksaan kadar homosistein
untuk mengetahui terjadi
kekurangan vit B6, B12, dan
asam folat.
Micardis - Ada obat tidak - Pada pasien stroke iskemik - Tekanan darah
S:
Anti Hipertensi Perdifine ada indikasi antihipertensi yang sebaiknya
(normal pada diberikan adalah golongan ACEI,
diuretik atau valsartan
pasien yang - Sebaiknya antihipertensi diberikan
mengalami satu saja untuk mengontrol
NHS) tekanan darah pasien

S: Diazepam dan - Ada obat tidak - Sebaiknya tidak usah diberikan - SGPT
Suhu badan racikan PDNA ada indikasi racikan PDNA karena suhu tubuh - Efek samping
(Normal) (Paracetamol, - Efek samping normal serta menghindari efek obat
samping obat diazepam dan
Nyeri Diazepam, Na. obat
amitriptilin (penurunan fungsi
Gelisah Diklofenak, motorik)17,22
Amitriptilin)
Plasminex - Ada obat tidak - Sebaiknya tidak diberikan obat - ESO
ada indikasi plasminex melihat efek samping (Hipotensi)
obat yang terjadi yaitu hipotensi
(18)

S: Aricept - Ada obat tidak - Sebaiknya tidak diberikan obat - ESO


Obat penyakit ada indikasi aricept melihat efek samping (Hipotensi)
neurodegenerati - Efek samping yang sering terjadi yaitu
hipotensi 25.
f Obat
S: Amitriptilin - Ada obat tidak - Sebaiknya tidak usah diberikan - ESO
Gelisah ada indikasi obat amitriptilin karena pasien
- Efek samping tidak mengalami gelisah serta
menghindari efek samping obat
Obat
yaitu penurunan fungsi motorik
16
.
O ; tidak ada Vit K - Efek samping - Vit K menyebabkan - ESO
data obat penggumpalan darah
kekuranagn - Ada obat tidak
vitamin K ada indikasi
III.9 Data Hasil Konseling Pasien

Nama Pasien : Tn. S Alamat : BTN Tassokkoe, Kel salo, Kec watang sawito

Umur : 57 tahun Ruang Inap : Perawatan Interna

No. Rekam Medik : 26.xx.xx Diagnosa : Non hemoragik stroke (NHS)

Tabel III.6 Data Hasil Konseling Pasien


No Tanggal Konseling Masalah/Keluhan Konseling yang Diberikan
- Perkenalan sebagai mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker
kepada keluarga pasien.
- Memberikan informasi tentang indikasi obat-obat yang
digunakan pasien.
1 9 Juli 2017 Pasien mengalami sakit kepala dan lemas - Menginformasikan kepada pasien bahwa dokter telah
memberikan citicolin inj yang mana aturan pakainya 1 ampul
tiap 24 jam intravena
- Menganjurkan pasien agar minum obat secara teratur.

- Menganjurkan pasien agar minum obat secara teratur.


- Pasien dianjurkan untuk banyak istirahat dan mengatur pola
hidup
2. 12 juli 2017 Pasien masih merasa lemah separuh badan - Menganjurkan kepatuhan pasien mengkonsumsi obat
pemberian dokter.
- Segera menghubungi ke dokter jika terjadi keluhan efek
samping obat.
III.9 Uraian Obat

1. Infus Futrolit

a. Komposisi

Tiap 500 ml lautan mngandung Natrium klorida 1,812 g, Kaliun Klorida

0,671 g, Kalium Klorida 2H2O 0,147 g, Magnesium Klorida .6H2O 2,586

g, Natrium Asetat 3H2O 0,305 g, Sorbitol 25 g, Air untuk injeksi ad 500 g

b. Indikasi

Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit pada pre-operasi, sat operasi dan

pasca operasi, memenuhi sebagian kebutuhan karbohidrat, dehidrasi

isotonic, kehilangan cairan ekstraseluler, sebagai larutan pembawa

c. Kontra indikasi

Gagal ginjal, intoleransi fruktosa dan sorbitol, defisiensi fruktosa 1,6-

difosfatase, keracunan metal alcohol, tidak dianjurkan untuk terapi

renjatan/syok

d. Efek samping

jika digunakan sesuai anjuran, efek samping tidak akan terjadi. Reaksi

dapat terjadi karena teknik pemberian dari futrolit seperti respon febris

thrombosis atau flebitis vena pada bagian yang di injeksi, ekstravasasi, dan

hivervolemia.
e. Perhatian

Periksa dan perhatikan fungsi ginjal dalam keadaan baik, hati hati

pemberian pada penderita dengan hiperkalemia dan hiperhidrasi, karena

larutan mengandung ion natrium, hati hati pemberiannya pada penderita

gagal jantung kongestif, gagal ginjal yang parah, dan pada status klinik

seperti udem dengan retensi natrium

f. interaksi Obat

futrolit merupakan larutan yang mengandung ion kalsium, penambahan

fosfat anorganik akan menyebabkan pengendapat

g. Dosis

Infus intravena : dosis disesuaika dengan kebutuhan individual, atau

diresepkan : 30 ml/kg berat badan/ hari (setara dengan 1,5 g sorbitol/kg

berat badan/hari). Pada pasien dengan berat badan 70 kg :2 l/hari dengan

kecepatan infuse sampai dengan 6ml/menit (120 tetes/menit)

2. Citicolin injeksi (17,18)

a. Komposisi

Tiap ml mengandung Citicoline 125 mg

b. Indikasi

Citicolin digunakan sebagai pengobatan gangguan serebrovaskular

(termasuk stroke iskemik, Parkinson, dan cedera kepala).


c. Dosis

Dosis citicolin injeksi adalah 125 mg/mL.

d. Aturan pakai

pemberian injeksi citicolin 1-2 kali sehari dengan dosis 100-300 mg.

e. Kontra Indikasi

Sakit kepala, mual, diare, gejala vaskuler (hipotensi, bradikardia, takikardia).

3. Ranitidin (17,18,22)

a. Komposisi

Setiap mL mengandung ranitidin 25 mg

b. Indikasi

Ranitidin diindikasikan untuk tukak lambung dan tukak duodenum,

refluks, esofagitis, dyspepsia, episodic kronis, tukak akibat AINS, tukak

duodenum karena H. pylori, sindrom Zollinger Ellison.atau sebagai

pengobatan alternatif jangka pendek pemberian oral pada pasien yang

tidak bisa diberi ranitidin oral.Tidak hanya mengurangi gejala yang

muncul tetapi obat ranitidin juga berfungsi mencegah timbulnya kembali

gejala-gejala asam lambung. Dilihat dari kondisi pasien tidak adanya data

yang menunjukkan pasien mengalami nyeri ulu hati.

c. Interaksi Obat

Penyerapan yang tertunda dan peningkatan konsentrasi serum puncak

dengan propantheline bromide. Ranitidine minimal menghambat


metabolisme hati dari antikoagulan coumarin, teofilin, diazepam dan

propanolol. Dapat mengubah penyerapan obat yang bergantung pada pH

(Ketoconazole, midazolam, glipizide). Dapat mengurangi bioavailabilitas

dengan antasida

d. Dosis

Dosis untuk ranitidine inj (amp) 50 mg/ 2 ml tiap 6-8 jam

e. Kontra indikasi

riwayat porfiria akut

f. Efek samping

Sakit kepala, mual, pusing, mengantuk, insomnia, vertigo, kebingungan

mental reversibel, agitasi, depresi mental, halusinasi, konstipasi, mual,

muntah, ketidaknyamanan perut atau nyeri, ruam ( urtikaria, makulo

papular dan atau pruritus)

4. Pletaal (17)

a. Komposisi

Cilostazol 50 mg

b. Indikasi

Terapi gejal gejala iskemik pada oklusi arteri kronik termasuk ulserasi,

nyeri dan dingin pada ektremitas. Pencegahan kekambuhan infark

serebral (tidak termasuk emboli serebral kardiogenik)

c. Kontra indikasi

Perdarahan, gagal jantung kongesif hamil dan laktasi


d. Perhatian

Mensturasi, terdensi pendarahan atau predisposisi untuk terjadi

pendarahan, stenosis arteri koroner, kurangi dosis atau hentikan

penggunaan jika terjadi peningkatan berlebihan pada kecepatan denyut

nadi. DM atau gangguan toleransi glukosa, gangguan hati dan ginjal bera,

hipertensi maligna, infark serebral, infark serebral dengan tekanan darah

tinggi. Lakukan pengawasan ketat terhadap gejala gejala angina pada

pasien. Penggunaan bersama dengan antikoagulan, antipaltelet, obat

trombolitik, prostaglandin E dan derivatnya, lovastatin, Lanjut usia, bayi

premature, bayi baru lahir, anak.

e. Efek samping

Gagal jantung kongesif, infark miokard, angina pectoris dan takikardi

ventrikuler, pendarahan, pansitopenia, agranulositosis dan

trombositopenia, pneumonia interstisial gangguan fungsi hati dan ikterus

f. Interaksi obat

Warfarin, asam asetil salisilat, tiklopidin HCl , urokinase, alteplase,

alprostadil, limaprost alfadex, eritromicin, ritonavir, itrakonazol,

mikonazol, simetidin, diltiazem HCl, jus grape fruit, omeprazol.

g. Dosis

Dosis pletaal pada orang dewasa 100 mg 2x/hari


5. Plasminex (17)

a. Komposisi

Tablet tranexamic acid 500 mg. Injeksi tranexamic acid 100 mg

b. Indikasi

Fibrinolisis lokal seperti prostatektomi, epitaksis dan konisasi serviks.

Pendarahan sesudah cabut gigi pada penderita hemophilia. Edema

angioneurotik herediter.

c. Kontra indikasi

Gangguan ginjal berat, hematuria, buta warna dan resiko tombolitik

d. Perhatian

Hamil, menyusui , penurunan dosis pada pasien infusiensi ginjal berat,

pasien hematuria berat. Periksa mata rutin pada pasien angioneurosis

edema herediter

e. Efek samping

Hipotensi, Mual, muntah, diare, buta warna

f. Interaksi obat

Oral : kontrasepsi oral yang mengandung estrogen

Inj : penisilin

g. Dosis

Tab salut selaput 500 mg 3-4 x/hari

Amp : 100 mg/ml


6. Neurobion injeksi (17)

a. Komposisi

Tiap ampul mengandung Vit B6, B1 dan B12

b. Indikasi

Neurobion digunakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit akibat

kekurangan Vit B1, B6 dan B12.,beri-beri, neuritis perifer, dan neuralgia.

c. Obat

Tidak rasional karena pasien tidak kekurangan Vit B1, B6 dan

B12.,sehingga obat ini tidak sesuai dengan kondisi pasien.

d. Dosis

Tidak rasional, meskipun dosis 500mcg digunakan sebagai pengobatan

tetapi tidak sesuai dengan kondisi pasien

e. Aturan pakai

Tidak rasional, meskipun aturan pakai tiap 24 jam sudah tepat tetapi tidak

sesuai dengan kondisi pasien.

f. Penderita

Tidak rasional, karena tidak ada data pendukung seperti homosistein

yang menandakan kekurangan Vit B1,B6, B12 sehingga tidak sesuai

dengan kondisi pasien.

g. Cara pemberian

Tidak rasional, meskipun untuk pemberian neurobion bisa diberikan

secara oral dan intravena, tetapi tidak sesuai dengan kondisi pasien.
h. Lama pemberian

Tidak rasional, karena penggunaan jangka panjang vitamin B6 dapat

menyebabkan neuropati perifer

7. Clopidogrel Tablet (13,17)

a. Komposisi

Tiap tablet salut selaput mengandung 75 mg clopidogrel bisulfate.

b. Indikasi

Mengurangi riwayat aterosklerosis olek stroke iskemik dan untuk

mengurangi kekentalan darah dan membantu mencegah pembekuan

darah di arteri.

c. Interaksi Obat

Meningkatkan efek/toksisitas : antikoagulan, antiplatelet, NSAID,

salisilat, thrombolitik dan treprostinil (meningkatkan resiko pendarahan

jika digunakan bersamaan). Rifampicin meningkatkan efek clopidogrel.

Atorvastatin, antibiotik makrolida melemahkan efek clopidogrel.

d. Dosis

Dosis yang biasa digunakan sebagai terapi adalah 75 mg, dan tidak perlu

penyesuaian dosis untuk gangguan fungsi ginjal dan lansia

e. Kontra Indikasi

Hipersesitifitas terhadap klopidogrel atau komponen lain dalam sediaan,

pendarahan aktif patologik seperti penyakit ulser, pendarahan

intracranial, dan gangguan koagulasi.


f. Efek samping

Pendarahan, gangguan pencernaan (mual, nyeri perut, dyspepsia,

gastritis, konstipasi, nyeri dada, udem, hipertensi, nyeri kepala, palpitasi,

atrial fibrilasi, sistitis, dan gout.

8. Perdipin (17)

a. Komposisi

Nicardipine HCl

b. Indikasi

Pengobatan darurat pada krisis hipertensi akut, dan untuk menurunkan

tekanan darah secara cepat

c. Kontra indikasi

Pasien diduga hemostatis inkomplet diikuti pendarahan peningkatan

tekanan TIK pada stdium akut stroke serebral

d. Perhatian

Penghentian terapi secara tiba tiba, gangguan fungsi hati atau ginjal,

stenosis aorta, lanjut usia,

e. Efek samping

Ileus paralitik, hipoksemia, angina, dispnea, trombositopenia, gangguan

fungsi hati, ikterus, takikardi, palpitasi, rasa panas dan kemrahan pada

wajah, rasa tidak nyaman yang menyeluruh, peningkatan BUN dan

kreatinin, mual muntah, sakit kepala, demam, penurunan volume urin,

kekakuan, nyeri punggung, peningkatan kadar K serum.


f. Interaksi obat

Saquinavir, ritonavir, obat penurun tekanan darah lain, penyekat ,

fentanil, digoksin, fnitoin, rifampicin, simetidin, imunosupresan,

dantrolen Na, tandospiron sitrat, nitrogliserin, relaksan otot.

g. Dosis

Pengobatan darurat pada krisis hipertensi akut sela op 2-10 mcg/kg/mnt

secara infuse iv drip sampai tekanan darah yang diinginkan tercapat dan

dosis kemudian disesuaikan sambil memantau tekanan darah. Untuk

menurunkan tekanan darah secara cepat 10-30 mcg/kg IV. Hipertensi

darurat 0,5-6 mcg/kg BB/mnt secara infus IV drip dengan kecepatan rata

rata 0,5 mcg/kg BB/mnt sampai Tekanan darah yang diinginkan

tercapai sambil memantau tekanan darah

9. Parasetamol (17,18,22)

a. Komposisi

Setiap tablet mengandung parasetamol 500 mg

b. Indikasi

sebagai analgetik antipiretik. Secara umum suhu tubuh yang dapat

dikatakan demam bila suhu rektal >38,00C, suhu oral >37,80C, ataupun

suhu aksila >37,20C, dan demam tinggi bila suhu tubuh >40,50C.
c. Interaksi Obat

Dapat mengurangi kadar serum dengan antikonvulsan (misalnya

fenitoin, barbiturat, karbamazepin). Dapat meningkatkan efek

antikoagulan warfarin dan koumarin lainnya yang penggunaannya lama.

Penyerapan Accelerated dengan metoclopramide dan domperidone.

Dapat meningkatkan kadar serum dengan probenesid. Dapat

meningkatkan kadar kloramfenikol serum

d. Dosis

Dosis untuk orang dewasa lebih dari 50 kg, 1 gr setiap 4-6 jam,

maksimal 4 g sehari

e. Kontra Indikasi

hipersensitivitas, insufisiensi hepatoseluler. Gagal hati atau penyakit hati

aktif

f. Efek Samping

Berpotensi Fatal: Sindrom Stevens-Johnson, nekrolisis epidermal toksik,

pustulosis exantematous generalisata akut, nekrosis tubular ginjal akut

dan hepatotoksisitas penggunaan jangka panjang.

10. Natrium Diklofenak (17,18)

a. Komposisi

Tiap tablet mengandung 50 mg natrium diklofenak.


b. Indikasi

Obat ini biasa digunakan untuk penyakit rematik, gangguan

musculoskeletal, gout akut.

c. Interaksi obat

Penggunaan bersamaan dengan antikoagulan dapat memperparah

pendarahan saluran cerna .

Penggunaan dengan metotreksat meningkatkan toksisitas glikosida

jantung.

Pengunaan dengan diuretic (hidroklorotiazid) meningkatkan kadar

kalium dalam serum, dengan triamterene meningkatkan resiko

kerusakan ginjal.

Penggunaan bersamaan dengan kuinolon dapat meningkatkan resiko

stimulasi sistem saraf pusat (misalnya kejang)

Penggunaan dengan kortikosteroid dapat meningkatkan resiko ulser

saluran cerna.

d. Dosis

Oral dibutuhkan dosis 75-150 mg sehari dalam dosis 2-3 dosis terbagi

e. Perhatian

Pemberian obat ini dapat menimbulkan efek samping pada saraf seperti

sakit kepala 3-9%), depresi, insomnia, cemas, pada sistem pencernaan

terjadi gangguan pada saluran cerna bagian atas (20%) tukak lambung,

pendarahan saluran cerna (17).


11. Amitriptillin (17,18,22)

a. Komposisi

Tiap tablet mengandung 10 mg, 25 mg amitriptyline

b. Indikasi

obat ini diindikasikan untuk orang depresi yang disertai gangguan cemas

dan gejala somatic dengan meningkatkan konsentrasi sinaps dari

serotonin dan/ atau norepinefrin dalam CNS melalui penghambatan

pengambila norepinefrin dan serotonin (4).

c. Interaksi Obat

Meningktakan efek amfetamin, antikolinergik, sedative, hipnotik,

etanol, karbamazepin, tolazolamid, klorpropamid, warfarin.

Amitriptilin menghambat respon antihipertensif betanidin, clonidine.

d. Dosis

Dosis yang digunakan untuk orang yang telah lanjut usia adalah 10-25

mg.

e. Efek samping

Bengkak, gagal jantung kongestif, hipertensi, takikardia, aritmia,

hypotensi, myocardial infark, demam, infeksi, sepsis, perubahan berat

badan, asma, depresi pernapasan.

12. Diazepam (17,18,22)

a. Komposisi

Tiap tablet mengandung 2 mg dan 5 mg diazepam


b. Indikasi

Digunakan untuk kondisi psikosomatis, efek merelaksasi otot pada

kejang.

c. Interaksi Obat

Pemberian dengan alkohol, anestetik, analgetik, antihistamin,

antipsikotik dapat meningkatkan efek sedatif.

Pemberian dengan antibakteri (rifampicin) dapat meningkatkan

metabolisme diazepam.

Pemberian dengan obat-obat antiulkus (simetidin) menghambat

metabolisme benzodiazepine (menaikkan kadar plasma), meprazol

menghambat metabolisme diazepam (menaikan kadar plasma)

d. Dosis

setengah dosis dewasa (1 mg)

e. Kontra Indikasi

Depresi pernafasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufiensi

pulmoner akut, glaucoma sudut sempit akut, serangan asma akut,

trimester pertama kehamilan, bayi premature, tidak boleh digunakan

sebagai terapi tunggal pada depresi atau ansietas yang disertai depresi.

f. Efek samping

Efek pada susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo,

sakit kepala, mimpi buruk dan efek amnesia.


Efek lain : gangguan pada saluran pencernaan atau kenaikan berat

badan, mulut kering, salivasi, sekresi bronkial atau rasa pahit pada

mulut.

13. Micardis (17)

a. Komposisi

Telmisartan

b. Indikasi

Hipertensi esensial

c. Kontra indikasi

Obstruksi sal empedu, gangguan fungsi hati atau ginjal berat, intoleransi

fruktosa herediter, hamil, laktasi.

d. Perhatian

Hipertensi renovaskular, gangguan fungsi ginjal, transplantasi ginjal,

deplesi vol intravascular, gagal jantung kongesif, aldosteronisme primer

stenosis katup aorta dan mitral, kardiomiopati hipertrofi obstruktif,

hiperkalemia, gangguan fungsi hati, tukak lambung atau tukak

duodenum atau kelainan patologis lain pada GI, kardiopati iskemik.

e. Efek samping

Gangguan GI, infeksi saluran nafas atas, kecemasan, gangguan daya

penglihatan, vertigo, eksema, berkeringan banyak, kram nyeri tungkai,

tendinitis, gejala yang menyerupai influenza, nyeri dada dan punggung,

mialgia, ISK.
f. Interaksi obat

Obat anti hipertensi lain; digoksin, warfarin, hidroklortiazid,

glibenklamid, ibu profen, paracetamol, simvastatin, amlodipin,;

antagonis reseptor angiotensin II, litium

g. Dosis

Dewasa 40 mg 1x/hari. Maks 80 mg 1x/hari

14. Vitamin K 24

a. Indikasi

Vitamin K digunakan dalam pengobatan dan pencegahan pendarahan

terkait dengan kekurangan vitamin K, biasa digunakan reverse

hypoprothrombinaemia dan pendarahan disebakan oleh terapi

antikoagulan.

b. Efek Samping

Vitamin K dosis intravena telah menyebabkan reaksi parah menyerupai

hipersensitivitas atau anafilaksis, gejala sudah termasuk berkeringat,

nyeri dada, dyspnoea, sianosis, dan kolaps kardiovaskular

c. Interaksi Obat

Penurunan efek antikoagulan oral

d. Dosis

Dosis vitamin K 0,5 sampai 5 mg dengan injeksi intravena lambat atau

sampai 5 mg secara oral.


Dalam pengobatan kekurangan vitamin K pendarahan di

neonatus, phytomenadione dapat diberikan dalam dosis

1 mg intravena, subkutan, atau intramuskular;

dosis lebih lanjut dapat diberikan jika perlu. Sebagai profilaksis

ukuran, dosis tunggal 0,5 sampai 1 mg mungkin

diberikan secara intramuskular kepada bayi yang baru lahir, atau 2 mg

secara oral diikuti dengan dosis kedua 2 mg setelah 4 sampai 7 hari

15. Aricept (17)

a. Komposisi

Donepezil HCl

b. Indikasi

Terapi simtomatik penyakit Alzheimer ringan, sedang, & berat.

c. Perhatian

Kondisi abnormal pada jantung, riwayat penyakit tukak atau pasien yg

sedang menerima terapi obat AINS, riwayat asma & penyakit obstruksi

paru. Dapat mengganggu kemampuan mengemudi kendaraan atau

menjalankan mesin. Hamil & laktasi.

d. Efek samping

Diare, kram otot, lelah, mual, muntah, insomnia, sakit kepala, anoreksia,

halusinasi, agitasi, perilaku agresif, depresi, ketidaknormalan, somnolen,


sinkop, pusing, ggn pd perut, ruam kulit, pruritus, inkontinensia urin,

nyeri, penurunan BB, ekimosis, infeksi.

e. Interaksi Obat

Anestesia, ketokonazol, kuinidin, deksametason, fenobarbital,

rifampisin, fenitoin, karbamazepin, obat dengan aktivitas antikolinergik,

suksinilkolin, penyekat neuromuskuler lain atau agonis kolinergik

seperti betanekol.

f. Kontra indikasi

Hipersensitivitas terhadap derivat piperidin.

g. Dosis

Dewasa dan lanjut usia penyakit Alzheimer ringan sampai sedang awal

5 mg/ hari pada malam hari (sebelum istirahat). Dosis dapat

ditingkatkan hingga 10 mg/ hari sekurang kurangnya 1 bulan, untuk

penilaian klinis terapi pada dosis 5 mg/ hari. Maksimal 10 mg/hari.

Penyakit Alzheimer berat 10 mg/ hari hanya sesudah diberikan dosis

harian 5 mg selama 4-6 minggu. Jika tidak dapat ditoleransi, kurangi

dosis hingga 5 mg.


BAB IV

PEMBAHASAN

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progresi cepat,

berupa defisit neurologis fokal dan global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau

langsung menimbulkan kematian dan semata-mata disebabkan oleh gangguan

peredaraan darah otak non traumatik. Stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke non

hemoragik (iskemia) dan stroke hemoragik (pendarahan).

Stroke non hemoragik (iskemik) disebabkan oleh oklusi fokal pembuluh darah

otak yang menyebabkan turunnya suplai oksigen dan glukosa ke bagian otak yang

mengalami oklusi. Munculnya tanda dan gejala fokal atau global pada stroke

disebabkan oleh penurunan aliran darah otak. Oklusi dapat berupa trombus, embolus,

atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia pada salah satu daerah

percabangan pembuluh darah di otak tersebut.

Studi kasus dilakukan pada Tuan. S, berusia 58 tahun merupakan pasien

dengan diagnosis Non hemoragik stroke. Pasien tersebut masuk rumah sakit pada

tanggal 9 juli 2017 dengan keluhan utama keluhan nyeri kepala disertai lemah

separuh badan, terutama pada tangan dan kaki kiri mual (+), muntah (+) 2x dirasakan

sejak 1 hari yang lalu. Pasien tidak memiliki riwayat terdahulu.

Pada tanggal 9 juli 2017 pasien mendapatkan pengobatan infus futrolit,

citicolin, ranitidin, pletaal, plasminex, neurobion, Vit. K serta perdifin. Pemberian

infus futrolit pada pasien, kami anggap kurang tepat atau irasional dikarenakan tidak
adanya data klinik kadar elektrolit pasien untuk menentukan larutan infus yang cocok

digunakan pada pasien Non hemoragik stroke dan infus futrolit dikontraindikasikan

pada pasien hipertensi.

Pemberian terapi untuk nyeri ulu hati akibat stress disini adalah ranitidin

injeksi dengan dosis 50mg/2mL pada tanggal 9 juli 2017. Pemberian terapi dikatakan

tidak rasional karena ranitidin diindikasikan pada pasien yang mengalami tukak

lambung. Adapun data klinis menunjukkan bahwa pasien tidak mengalami nyeri ulu

hati (18).

Pemberian neurobion injeksi pada tanggal 9 sampai 18 juli 2017, sebagai

suplemen vitamin kami anggap kurang tepat atau tidak rasional karena merujuk dari

indikasi obat tersebut yaitu terapi defisiensi vitamin B1,B6, B12 misalnya beri-beri,

neuritis perifer dan neuralgia serta untuk pengobatan penyakit karena kekurangan

vitamin B1, B6, dan B12 seperti polyneuritis dan tidak ada data penunjuang seperti

homosistein yang menunjunkan bawa pasien mengalami defisiensi vitamin B1, B6,

B12 serta dapat menimbulkan efek neuropati perifer dalam pemakaian jangka

panjang (17).

Pemberian Vit. K pada tanggal 9 sampai 18 agustus sebaiknya obat tersebut

tidak perlu diberikan karena data lab pasien tidak menunjukkan adanya kekurangan

vitamin K dimana Vitamin K juga dapat menyebabkan penggumpalan darah.

Pemberian obat untuk mengatasi keluhan gelisah dan susah tidur pasien yaitu

diberikan obat kapsul PDNA (Paracetamol, Diazepam, Natrium Diklofenak,

Amitriptilin) dan amitriptilin tidak rasional karena penggunaan diazepam dan


amitriptilin secara bersamaan dapat meningkatkan efek samping seperti pusing,

mengantuk, kebingungan, dan kesulitan berkonsentrasi. Beberapa orang, terutama

orang tua, juga mungkin mengalami penurunan pemikiran, penilaian, dan koordinasi

motorik. Harus diperhatikan untuk menghindari aktivitas yang membutuhkan

kewaspadaan mental (17,22).

Pemberian obat anti hipertensi yaitu perdifin dan micardis menurut kami

kurang tepat atau irasional sebaiknya untuk pasien iskemik stroke diberikan

antihipertensi satu saja karena tekanan darah pasien harus dikontrol tidak boleh

terlalu rendah. Antihipertensi pada pasien stroke sebaiknya diberikan obat golongan

ACEI, Diuretik atau Valsartan.

Pemberian citicolin injeksi pada tanggal 9 sampai 18 juli sudah tepat karena

citicolin berperan sebagai neuroprotektan yang memperbaiki membrane sel dengan

cara menambah sintesis phosphotidylcholine yang merupakan komponen utama

membrane sel di otak. Citicolin juga berperan meningkatakan aliran darah otak,

oksigen, dan menurunkan kadar resistensi vaskuler.

Penatalaksanann non hemoragik stroke pada pasien menggunakan clopidogrel

sudah tepat tapi waktu pemberiannya tidak rasional dimana data menunjukkan

clopidogrel hanya di berikan pada tanggal 10 juli 2017, sebaiknya diberikan pada

awal pasien masuk untuk riwayat aterosklerosis oleh stroke iskemik dan untuk

mengurangi kekentalan darah dan membantu mencegah pembekuan darah di arteri

(21).
Pemberian obat pada pasien Tn. R masih ada yang kurang tepat atau tidak

rasional berdasarkan pemberian obat yang tidak perlu dan tidak sesuai indikasi pada

pasien seperti infuse futrolit, ranitidin, neurobion, racikan PDNA (paracetamol,

diazepam, natrium diklofenak, amitriptilin), amitriptilin, vitamin K, perdifin, micardis

dan ariceft
BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah

Sakit TK.II Pelamonia , dapat disimpulkan bahwa :

1. Berdasarkan hasil pemeriksaan Tn. R terdiagnosis non hemoragik stroke

2. Pemberian obat pada pasien Tn. R masih ada yang kurang tepat atau tidak

rasional berdasarkan pemberian obat yang tidak perlu dan tidak sesuai

indikasi pada pasien seperti infuse futrolit, ranitidine, neurobion, racikan

PDNA (paracetamol, diazepam, natrium diklofenak, amitriptilin), amitriptilin,

vitamin K, perdifin, micardis dan ariceft

V.2 Saran

Agar kelengkapan data pasien lebih diperhatikan oleh petugas yang

bertanggung jawab sehingga memudahkan dalam pemantaun terapi pengobatan,

dan dibutuhkan apoteker klinik diruangan yang memiliki kemampuan bekerja dan

berdiskusi dalam tim dengan tenaga profesi kesehatan lainnya untuk

mendapatkan pengobatan yang rasional.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dipiro, J.T. et al. Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition. The McGraw-


Hill Companies. United States of America. 2009

2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan


Penelitian dan Pengembangan kesehatan. Jakarta. 2013. Hal. V, 91-92. [Available
as PDF]

3. Bruno,A., Kaelin,D,L., Yilmaz, E,Y., The subacute stroke patient: hours 6 to 72


after stroke onset. In cohen SN. Management of ischemic stroke. McGraw Hill.
2000.pp.53-87

4. Hacke,W., Kaste,M., Bogousslavsky,J. Topoograpic classification of ischemic


stroke prophylaxis and Treatment European stroke initiative recomendacion
2003

5. Sudoyo, W.A. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing. Jakarta.
2009.

6. Reslina,I., Dedy,A., dan Armenia, 2015. Hubungan pengobatan stroke dengan


jenis stroke dan jumlah jenis obat. Jurnal IPTEKS terapan research

7. Dipiro J. Talbert R. Pharmacotherapy Principle & Pratice. McGraw-Hill


Companies.new York. 2008

8. Kabi, G. Y. C. R., Rizal, T. dan Mieke, A. H. N. K., 2015. Gambaran faktor


risiko pada penderita stroke iskemik yang dirawat inap neurologi RSUPProf. Dr.
R. D. Kandou Manado Periode Juli 2012-Juni 2013. Jurnal e-Clinic, 3(1).

9. Khairunnisa, N. dan Fitriyani., 2014. Hemiperase Sinistra, Parese Nervus VII,


IX, X, XII e.c Stroke Non Hemoragik. Medula, 2(3),

10. Holistic Health Solution. Stroke di Usia Muda. Grasindo. Jakarta.2011. Hal. 9-10

11. Stroke Non Hemoragik Gejala, Diagnosa & Terapi Stroke Iskemik
JEVUSKA.html. diakses pada 22 agustus 2017

12. AHA journal, Stroke. http://stroke.ahajournals.org/content/44/8/2361. diakses


pada 22 agustus 2017
13. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. 2012. ISO Indonesia, Vol. 47. PT.ISFI,
Jakarta.

14. Wijaya, A.K., Patofisiologi Stroke Non-Hemoragik Akibat Trombus. Bagian


SMF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Bali. 2013

15. Reynolds, James E.F. 1996, Martindale The Extra Pharmacopoeia Twenty-
Eight Edition. Royal Pharmaceutical Society, London. English. 1996of applied
science and education. Vg.Il (67-75)

16. Victo, D. A., 2005. Cerebrovasculer Diseasea in Principles of Neurology 8th


Edition. Mc Graw Hill Proffesional, New York.

17. BIP. 2014. MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 14 2014/2015. PT.
Bhuana Ilmu Populer, Jakarta.

18. Sweetman, S. C., 2009. Martindale: The Complete Drug Reference. 36th ed.
Pharmaceutical Practice, London

19. Marie, A. C. B., Terry, L. S., Barbara, G. W., Patrick, M. M., Jill, M. K. dan
Joseph, T. D., 2016. Pharmacoterapy Principles & Practice. Mc Graw Hill
Education, New York.

20. Chung, C.S., Neurovascular Disorder in Textbook of Clinical Neurology. W.B


Saunders Company. Philadelphia. 1999

21. Koda, K. M. A., Lloyd, Y. Y., Brian, K. A., Robin, L.C., B. Joseph, G., Wayne,
A. K. & Bradley, R.W., 2009. Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs.
Ninth Ed. Philadelphia: Wolters Kluwer.

22. McEvoy, GK. AHFS Drug Information. Amer Soc of Health System. 2005

23. Okthavia, S. W., 2014. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Terhadap
Tingkat Self Esteem Pada Penderita Pasca Stroke. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Perkembangan, 3(2).

24. Sweetman, S.C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference 36th Edition.
Pharmaceutical Press. United Kingdom

25. Anonim, 2012. Highlights of prescribing information for ARICEPT tablets and
ARICEPT orally disentegrating tablet.

Anda mungkin juga menyukai