Anda di halaman 1dari 35

Case Report Session

STROKE INFARK

OLEH:

FATHIA DELIZA

1740312203

Preseptor:

dr. Syarif Indra Sp.S (K)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUDP DR M.DJAMIL PADANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Definisi Stroke menurut WHO adalah gejala-gejala klinis gangguan fungsi

serebral secara fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat

menyebabkan kematian yang tidak mempunyai penyebab yang jelas selain dari

sebab vaskular.1 Secara garis besar, stroke dikategorikan dalam dua tipe, yaitu

stroke iskemik dan stroke hemoragik.2

Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah infark miokard

dan penyebab utama dari kecacatan secara global. Lebih dari 85% kejadian stroke

yang fatal terjadi pada negara dengan penghasilan rendah dan menengah, dengan

peningkatan lebih dari 100% dalam 4 dekade terakhir. Bila tidak di intervensi,

diperkirakan akan terjadi kematian secara global sebanyak 6.5 juta pada tahun

2015 dan 7.8 juta pada tahun 2030.3

Tercatat sebanyak 795.000 kasus stroke, yang diantaranya 610.000 kasus

stroke yang baru dan 185.000 kasus stroke yang berulang. Dari jumlah kasus

tersebut 87% kasus adalah stroke iskemik, 10% stroke hemoragik, dan 3% stroke

hemoragik subaraknoid.4

Sementara itu kasus stroke secara keseluruhan di Indonesia, stroke

iskemikmemiliki angka kejadian yang lebih tinggi yaitu sebesar 52,9%.

Sedangkan untuk kasus stroke yang disebabkan oleh perdarahan intraserebral

memiliki angka kejadian sebesar 38,5%.5 Sementara kasus di indonesia, angka

kejadian stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah sebesar 7,0 per mil

dan menurut gejala yang ditemukan sebesar 12,1 per mil. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kasus stroke yang sudah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan

adalah 57,9%. Prevalensi stroke tertinggi yang didiagnosis oleh nakes terdapat

pada provinsi Sulawesi Utara, diikuti dengan DIY, dan bangka belitung dengan

masing-masing prevalensi 10,8%, 10,3%, dan 9,7%. Sedangkan prevalensi stroke

tertinggi yang terdiagnosis atau dengan gejala oleh nakes adalah Sulawesi Selatan,

diikuti dengan DIY, dan Sulawesi Tengah dengan masing-masing prevalensi

17,9%, 16,9%, dan 16,6%.6Kota Padang, stroke menduduki posisi keempat setelah

jantung, hipertensi, dan umur tua sebagai 10 penyakit yang menyebabkan

kematian terbanyak di kota Padang dengan persentase sebesar 13,2% pada tahun

2011.

Faktor risiko pada setiap jenis stroke berbeda. Pada stroke hemoragik, faktor

risikonya adalah hipertensi, alkoholisme, penggunaan antikoagulan, dan

trombolitik. Sedangkan pada stroke iskemik terdapat 4 faktor risiko terbesar yaitu

hipertensi, dislipidemia, diabetes, dan merokok. Etiologi pada kedua jenis stroke

berbeda. Pada stroke hemoragik etiologi nya meliputi aneurisma, pecahnya

pembuluh darah, tumor otak dan malformasi dari arteriovenosus. Sedangkan pada

stroke iskemik, etiologinya adalah aterosklerosis, kardioemboli, dan vasospasme.5

1.2 Batasan Masalah

Laporan kasus ini membahas tentang definisi, epidemiologi, etiologi,

manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, komplikasi dan

prognosis dari stroke Infark.

1.3 Tujuan
Laporan kasus ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang definisi,

epidemiologi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding,

tatalaksana, komplikasi dan prognosis dari stroke infark.

1.4 Metode Penulisan

Penulisan laporan kasus ini berdasaran literatur seperti textbook, jurnal, dan

sumber lainnya, serta membandingkannya dengan kasus yang ditemui di bangsal

neurologi RSUD Dr. M. djamil Padang


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stroke

Definisi Stroke yang digunakan oleh WHO (diperkenalkan pada tahun 1970

dan masih digunakan) adalah gejala-gejala klinis gangguan fungsi serebral secara

fokal atau global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat menyebabkan

kematian yang tidak mempunyai penyebab yang jelas selain dari sebab vaskular.1

2.2 Klasifikasi stroke

Secara garis besar, stroke dimasukkan kedalam penyakit serebrovaskular.

Stroke diklasifikasikan sebagai dua bentuk utama yaitu stroke iskemik dan stroke

hemoragik. Kedua jenis stroke tersebut memiliki faktor risiko dan etiologi yang

berbeda.

Gambar 2.1 Klasifikasi Stroke

Stroke iskemik terjadi karena suplai darah yang tidak adekuat dari satu

bagian otak maupun semua bagian otak dikarenakan adanya suatu sumbatan

tromboemboli yang menyebabkan bagian distal mengalami iskemia. Stroke

iskemik berdasarkan penyebab terseringnya dapat dibagi kedalam dua klasifikasi

utama yaitu trombosis dan emboli. Kedua jenis ini menyebabkan terjadinya oklusi

dari pembuluh darah, baik terbentuknya trombus lokal pada plak aterosklerosis
maupun gumpalan embolus. Trombus maupun emboli, keduanya bertanggung

jawab atas 65% dari keseluruhan kasus stroke.9 Kejadian stroke iskemik yang

disebabkan trombosis merupakan sepertiga kasus stroke iskemik secara

keseluruhan. Sedangkan kejadian stroke iskemik yang disebabkan emboli,

meliputi seperempat kasus stroke iskemik secara keseluruhan.10

Gambar 2.2 Daerah-daerah predileksi (area merah gelap) arterosklerosis pada sirkulasi

arteri intrakranial

Selain disebabkan karena adanya trombus, emboli juga berperan dalam

menyebabkan terjadinya stroke iskemik. Embolisasi merupakan mekanisme yang

sering terjadi pada pasien dengan atrium fibrilasi. Pada Pasien atrium fibrilasi

akan meningkatkan risiko terjadinya stroke lima kali lebih besar. Sebagai

tambahan, 45% kasus stroke yang disebabkan oleh emboli merupakan hasil dari

atrium fibrilasi. Walaupun demikian, kejadian stroke iskemik juga bisa

disebabkan oleh penyakit lain, sebagai contoh adalah penyakit moya-moya.7

Manifestasi klinik dari stroke dapat terjadi secara tiba-tiba dan tanpa

peringatan. Manifestasi ini timbul dengan cepat dan defisit neurologis yang terjadi
lebih dari 24 jam. Manifestasi klinik inilah yang membedakan stroke dengan TIA

(Transient Ischemic Attack). Pada TIA, defisit neurologis yang timbul akan hilang

sebelum 24 jam. Timbulnya defisit neurologik tergantung pada aliran dari

pembuluh darah kolateral. Stroke iskemik dapat diklasifikasikan sebagai stroke

sirkulasi anterior atau posterior tergantung pembuluh darah yang terkena.7,10

2.3 Faktor risiko

Faktor risiko dari stroke iskemik diklasifikasikan dalam dua bentuk utama

yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah.

a. Faktor risiko yang tak dapat diubah

1. Usia

Usia adalah salah satu faktor risiko yang penting dari stroke. Insiden

stroke akan meningkat pada individual dengan usia diatas 55 tahun.15 Setengah

dari insiden stroke timbul pada pasien dengan usia 70-75 tahun. Walaupun

demikian, 3-4% angka insiden stroke dapat terjadi pada usia yang lebih muda

yaitu pada usia 15-45 tahun. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cyntia et al.

yang dilakukan di RSUD solok selatan, sebanyak 81,25% insiden stroke terjadi

pada penderita dengan usia lebih dari 50 tahun dengan distribusi 45,83% stroke

iskemik dan hanya sebanyak 18,75% penderita dengan usia dibawah 50 tahun

dengan distribusi 15,63% stroke iskemik.5,16

2. Jenis kelamin

Secara jenis kelamin pria memiliki faktor risiko sebesar 25% untuk

terjadinya stroke dibandingkan wanita. Walaupun demikian, jumlah insiden stroke

pada wanita lebih banyak dibandingkan pada pria. Ini dikarenakan, wanita

memiliki masa hidup yang lebih panjang dibandingkan pria.


3. Ras dan etnis

Terdapat perbedaan yang besar dari faktor risiko terjadinya stroke dari

setiap etnis atau ras. Etnis asli Afrika memiliki potensial terjadinya semua jenis

stroke dibandingkan dengan etnis kaukasia. Etnis Afrika memiliki faktor risiko

1,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan etnis Kaukasia dan faktor risiko tersebut

lebih tinggi lagi pada stroke hemoragik. Selain itu, dari hasil yang dilaporkan

bahwa etnis Asia Timur dan Afrika Amerika memiliki faktor risiko yang lebih

tinggi dibandingkan dengan etnis Kaukasia.10

4. Riwayat keluarga dan Genetik

Data dari Framingham Heart Study (FHS) menyebutkan bahwa kejadian

stroke pada individu akan meningkat sebanyak 3 kali apabila terdapat riwayat

orang tua terkena stroke pada usia 65 tahun. Individu dengan kuintil tertinggi pada

FRS dengan terdapat riwayat kejadian stroke pada orang tua pada usia 65 tahun

memiliki faktor risiko sebesar 25% untuk terjadinya stroke. Bila dibandingkan

dengan individu dengan kuintil tertinggi pada Framingham Risk Score (FRS) tapi

tidak terdapatnya riwayat keluarga hanya memiliki faktor risiko sebesar 7,5%

untuk terjadinya stroke.4

b. Faktor risiko yang dapat diubah

1. Hipertensi

Tekanan darah adalah salah satu faktor risiko yang penting pada stroke

baik pada stroke iskemik maupun stroke hemoragik. Tekanan darah yang tinggi

atau hipertensi berkontribusi dalam patogenesis stroke melalui inisiasi dan

akselerasi dari vaskulopati intraserebral. 11 Hipertensi juga dapat memperburuk

keadaan aterosklerosis sehingga dapat meningkatkan kejadian stroke 3 sampai 4


kali lipat. Selain itu, risiko ini semakin meningkat pada pasien dengan isolated

systolic hypertension.3 Kejadian hipertensi juga tidak terlepas dari faktor usia.

Kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia.11

2. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus (DM) diperkirakan meningkatkan risiko terjadinya

stroke iskemik sebesar 2 sampai 4 kali dibandingkan dengan individual tanpa

diabetes. DM juga akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas setelah

terjadinya stroke.16 Selain itu, kejadian DM pada pasien stroke akan meningkatkan

risiko terjadinya rekurensi dari stroke tersebut.

3. Fibrilasi atrium

Fibrilasi atrium merupakan suatu supraventrikular takiaritmia yang

ditandai dengan aktivasi dan kontraksi atrium yang cepat dan tak terkoordinasi.8

Kontraksi yang abnormal dari jantung akan menyebabkan aliran darah yang tidak

laminar pada atrium kiri. Aliran darah yang terganggu akan menyebabkan

terbentuknya bekuan darah, sehingga apabila bekuan darah tersebut lepas dari

tempat melekatnya akan menyebabkan embolisasi pada arteri serebri atau bagian

lain dari arteri.12

Kejadian fibrilasi atrium meningkatkan risiko stroke sebanyak 5 kali lipat

pada semua umur.4 Sementara itu, rata-rata 15% dari seluruh kejadian stroke

dihubungkan dengan fibrilasi atrium tanpa adanya penyakit katup jantung. 9 Risiko

terjadinya emboli pada penderita fibrilasi atrium juga akan semakin meningkat

apabila terdapat hubungan dengan faktor risiko stroke lainnya seperti hipertensi,

DM, dan usia diatas 75 tahun.11


4. Dislipidemia

Ketidakseimbangan lipid darah juga berperan dalam peningkatan risiko

terjadinya stroke walaupun tidak memainkan peranan yang penting.18

Ketidakseimbangan ini berupa penurunan maupun penaikan dari beberapa profil

lipid pada darah. Peningkatan kadar LDL dapat menyebabkan terjadinya

penimbunan kolesterol didalam sel sehingga terjadi pengerasan pada endotel

pembuluh darah, proses ini disebut aterosklerosis. Ini dikarenakan fungsi LDL

yang bersifat membawa kolesterol dari hati kedalam sel. Sedangkan fungsi HDL

yaitu membawa koleterol dari dalam sel menuju hati, sehingga apabila terjadi

penurunan pada kadar HDL maka akan menyebabkan tertimbunnya kolesterol di

dalam sel dan pada akhirnya akan mendukung terjadinya pembentukan plak.4

2.4 Patogenesis dan patofisiologi stroke infark

Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, stroke infark terjadi

ketika tidak adekuatnya suplai darah pada salah satu bagian otak. Tidak

adekuatnya suplai ini dapat terjadi karena adanya hambatan pada aliran darah

menuju otak yang dapat disebabkan oleh adanya trombosis maupun emboli. Pada

dasarnya, pembentukan plak aterosklerosis-lah yang memudahkan terjadinya

kedua hal tersebut.

Aterosklerosis adalah inflamasi kronik pada tunika intima pembuluh darah

yang disebabkan oleh akumulasi lipid sehingga terjadi penebalan ke dalam lumen

pembuluh darah. Aterosklerosis memiliki peranan penting sebagai penyebab dari

beberapa penyakit seperti infark miokard, stroke iskemik, dan penyakit arteri

perifer. Erosi atau ruptur pada plak aterosklerosis ini akan menyebabkan

terbentuknya trombus sehingga memudahkan terjadinya iskemik akut.14


Aterosklerosis sering mengenai bagian bifurkasio arteri, ini dikarenakan

turbulensi yang besar pada daerah tersebut. Turbulensi yang besar pada daerah

bifurkasio akan menyebabkan terbentuknya lesi pada daerah ini sehingga

memudahkan terjadinya penyelipan lipid kedalam intima.Lokasi tersering

ditemukannya plak aterosklerosis pada pembuluh darah otak terdapat pada arteri

basilaris, arteri karotis interna, arteri serebral posterior, arteri serebral anterior,

dan arteri serebral media.15

Pembentukan plak aterosklerosis bergantung kepada beberapa faktor

risiko. Faktor risiko ini dapat dibagi menjadi risiko mayor dan risiko minor.

Faktor risiko mayor dibagi menjadi dua yaitu, faktor risiko yang dapat diubah dan

tidak dapat diubah. Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan meliputi usia,

jenis kelamin, riwayat keluarga dan kelainan genetik. Dan pada faktor risiko yang

dapat dikendalikan meliputi hiperlipidemia, hipertensi, merokok, dan diabetes.

Sedangkan faktor risiko minor yaitu, kegemukan, kurangnya aktivitas, stres, dan

lain-lain.20 Lesi aterosklerosis diklasifikasikan dalam 3 bentuk tahapan yaitu,

endapan lemak atau fatty streak, plak fibrosa atau plak ateromatosa, dan lesi

komplikata.17
Gambar 2.3 Proses pembentukan plak aterosklerosis.14

Proses aterosklerosis biasanya diam selama berbulan-bulan, tahun, dan

bahkan beberapa dekade, dan kemungkinan tidak akan timbul gejala klinis yang

bermakna. Bagaimanapun juga apabila suatu saat permukaan plak rusak, oklusi

trombotik dari arteri dapat terjadi. Terjadinya ruptur atau erosi pada plak akan

menstimulasi aterotrombosis dengan cara pemaparan material-material

trombogenik yang terdapat didalam plak, seperti fosfolipid, faktor-faktor jaringan,

molekul-molekul matriks kepada faktor-faktor koagulasi dan trombosit. Agrerasi

trombosit yang terbentuk pada permukaan yang tepapar bersifat stabil dikarenakan

terdapatnya benang-benang fibrin. Faktor-faktor jaringan, yang diekspresikan

pada sel otot polos vaskular dan makrofag yang terdapat pada plak aterosklerosis

adalah inisiator primer dari kaskade koagulasi darah yang mengarah kepada

formasi fibrin. Aterostrombus akan meluas dengan cepat dan bisa menyumbat

lumen pembuluh darah dalam hitungan menit, yang nantinya akan menyebabkan

iskemia dan infark.6


Gambar 2.4 Langkah-langkah utama kaskade iskemia serebral

Oklusi akut yang terdapat pada pembuluh darah otak akan menyebabkan

terjadinya penurunan aliran darah kepada bagian otak yang bersangkutan.

Besarnya pengurangan aliran darah otak bergantung kepada fungsi aliran darah

kolateral dan ini bergantung pada anatomi vaskular setiap individu, daerah

terjadinya oklusi, dan tekanan darah sistemik. Aliran darah otak (CBF) normalnya

berkisar 50mL/100 g jaringan otak per menit.

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Manifestasi klinis yang ditemukan sesuai pada bagian otak yang terjadi

iskemia. Tampilan umum yang sering terjadi adalah kelumpuhan yang lateral pada

kaki atau lengan, kelemahan otot wajah, kelainan berbicara (afasia atau disartria),
kehilangan penglihatan (kehilangan penglihatan monokular atau homonymous

hemianopia), penurunan kesadaran, ataksia, diplopia, vertigo, dan nyeri kepala.10

Langkah pertama dalam mengidentifikasi stroke dengan benar adalah

penilaian neurologis yang cepat dan menyeluruh yang terdiri dari riwayat dan

pemeriksaan neurologis. Tanda-tanda vital harus dinilai lebih sering, dengan

perhatian terpusat pada tekanan darah dan denyut jantung. Penilaian kadar glukosa

darah juga penting untung dinilai dikarenakan kedua kondisi hipoglikemi dan

hiperglikemi dapat bermanifestasi klinis seperti defisit neurologis akut, yang

menyerupai stroke. Berdasarkan pemeriksaan fisik, beberapa cara yang telah

divalidasi dapat menilai temuan klinis dari pasien. Beratnya stroke sangat

bergantung kepada besarnya volume otak yang terpengaruh. Sebagaimana skoring

yang telah dikeluarkan oleh NHISS (The National Institute of Health Stroke

Scale), skor ini membantu untuk menentukan derajat stroke dan prediktor

keluaran (outcome) pada pasien stroke. Apabila didapatkan total skor 5

diindikasikan sebagai stroke derajat ringan, total skor 6-20 diindikasikan sebagai

stroke derajat sedang, dan total skor 20 diindikasikan sebagai stroke derajat

berat.13

Terdapat beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yang

diantaranya adalah pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan radiologi. Pada

pemeriksaan laboratorium meliputi tes glukosa darah, penilaian panel

metabolisme dasar, pemeriksaan darah lengkap, enzim jantung, dan penilaian

koagulasi. 12 sadapan EKG. Setelah pasien dalam kondisi stabil, pemeriksaan

seperti profil lipid dan hemoglobin A1c seharusnya dilaksanakan untuk penilaian

faktor risiko.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan CT-Scan

otak tanpa kontras bila dicurigai adanya stroke. Selain itu pemeriksaan CT-

Angiography dengan atau tanpa penilaian perfusi dapat dilakukan untuk penilaian

aliran darah bilamana terjadi oklusi vascular.

Di Indonesia tidak semua rumah sakit memiliki peralatan seperti Ct-Scan.


Tes diagnostik pengganti yang dapat digunakan adalah Algoritma Stroke Gadjah
Mada (ASGM) dan Siriraj Stroke Score (SSS).21
Tabel 2.1 ASGM
Tabel 2.2Siriraj Stroke Score
SSS = 2,5 (kesadaran) + 2 (muntah) + 2 (nyeri kepala) + 0,1 (tekanan darah
sistolik) – 3(atheroma) -12
Poin
Kesadaran Sadar 0
Mengantuk & 1
stupor 2
Semikoma dan
koma
Muntah/nyeri Tidak 0
kepala dalam 2 Ya 1
jam
Atheroma/riwayat Tidak ada 0
diabetes, angina Satu atau lebih 1
Jika SSS >1 diagnosis perdarahan serebral
<-1 diagnosis infark serebral
-1hingga 1 diagnosis meragukan
2.6 Penatalaksanaan

Tatalaksana yang komprehensif dibutuhkan dalam penanganan kasus stroke

infark maupun stroke hemoragik. Pentalaksanaan ini sendiri dapat dibagi menjadi

dua yaitu tatalaksana umum dan tatalaksana khusus pada stroke infark menurut

guideline stroke tahun 2011 oleh perdossi.14

A. tatalaksana Umum di IGD dan Ruang rawat

1. Stablisasi jalan nafas dan pernafasan

2. Stabilisasi hemodinamik

3. Pengendalian peninggian tekanan intrakranial

4. Pengendalian kejang

5. Pengendalian suhu tubuh

6. Terapi cairan

7. Nutrisi
B. Tatalaksana khusus stroke infark

1. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut

2. Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak

direkomendasikan pada kebanyakan kasus stroke iskemik

3. Pemberian terapi trombolisis pada stroke akut

4. Pemberian antikoagulan

5. Pemberian antiplatelet

Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24 sampai 48

jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik

akut.

6. Untuk mengurangi edema diberikan manitol 0,25-0.50 gr/ kgbb,

selama > 20 menit, diulangi setian 4-6 jam dengan target ≤ 310

mosm/l.

7. Diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg dan diikuti oleh

fenitoin, loading dose 15-20 mg/kb dengan kecepatan maksimun

50 mg/menit dapat diberikan bila terjadi kejang pada pasien

2.7 Prognosis

Prognosis setelah terjadinya stroke tergantung kepada usia, etiologi stroke itu

sendiri, derajat keparahan deifisit neurologis dan tingkat ketergantungan, dan

beban komorbiditas, pada penelitian kohort yang dilakukan di US terdapat 10.000

pasien yang dirawat dengan stroke iskemik, memiliki tingkat mortalitas pada

tahun pertama dan tahun keempat secara berturut-turut sebesar 24,5% dan 41.3 %,

dan dengan tingkat kekambuhan sebesar 8.0 % dan 18.1 % secara berurutan.

Kematian yang lebih awal biasanya terjadi dikarenakan komplikasi neurologis


seperti edema serebri, dan peningkatan tekanan intrakranial atau komplikasi medis

dari ketergantungan dan imobilisasi. Mortalitas jangka panjang biasanya

disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. 2/3 penderita stroke yang bertahan

mempunyai disabilitas kronik. Sebagai tambahan, pasien dengan stroke

meningkatkan risiko untuk terjadinya infark miokard, trombosis vena dalam,

infeksi traktus urinarius, fraktur pinggang, pneumonia. Komplikasi umum pada

stroke dalam jangka waktu yang lebih panjang adalah gangguan kognitif dan

demensia, depresi dan sindroma nyeri kronik.20


BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :

Nama : Tn. A

Jenis Kelamin : laki - laki

Umur : 55 tahun

MR : 00350386

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : PNS

Suku : Minang

Alamat : Padang

Tgl masuk : 03 November 2018

Alloanamnesis :

Seorang pasien, Tn. A, laki-laki laki berumur 55 tahun dirawat di bangsal

Neurologi RSUDP M.Djamil Padang pada tanggal 03 November 2018 dengan:

Keluhan Utama :

 Muntah hitam, lumpuh anggota gerak kiri, tidak bisa menelan

Riwayat Penyakit Sekarang:

 muntah hitam sejak 1 hari lalu

 Pasien sulit menelan sejak 1 hari yang lalu

 Tampak oleh keluarga anggota gerak kiri kurang aktif bergerak dibandingkan

kanan
 Kejang tidak ada

 bicara pelo ada

Riwayat Penyakit Dahulu:

 Riwayat hipertensi sebelumnya ada

 Riwayat stroke ada, 3 minggu yang lalu

 DM tidak ada

Riwayat penyakit keluarga :

 ibu, ayah, dan adik pasien juga mendertita penyakit stroke, dan hipertensi.

Riwayat pribadi dan sosial :

 Pasien seorang pegawai negeri sipil dengan aktifitas harian ringan-berat

 Pasien tidak merokok

 pasien tidak minum alkohol.

PEMERIKSAAN FISIK

I. Umum (3 November 2018)

Keadaan umum : buruk

Kesadaran : somnolen (GCS 9 : E3, M5, V1)

Nadi/ irama : 115 x/menit

Pernafasan : 30x/menit

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Suhu : 36,8oC

Keadaan gizi : sedang

Rambut : hitam beruban tidak mudah dicabut dan tidak rontok

Kulit dan kuku : sianosis (-)

Turgor kulit : baik


II. Status internus

Kelenjar getah bening

Leher : tidak teraba pembesaran KGB

Aksila : tidak teraba pembesaran KGB

Inguinal : tidak teraba pembesaran KGB

Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, ø 3

mm/ø 3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+

Toraks

Paru

Inspeksi : normochest, simetris kiri dan kanan keadaan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri sama dengan kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : suara nafas bronchovesikuler, ronkhi (+/+), wheezing (+/+)

Jantung

Inspeksi : ictus cordis tak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : batas jantung kiri : 1 jari medial LMCS RIC V, kanan : LSD,

atas : RIC II.

Auskultasi : irama ireguler, bising jantung tidak ada, murmur tidak ada

Abdomen

Inspeksi : distensi tidak ada

Palpasi : perabaan supel, hepar dan lien tak teraba

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus dalam batas normal


Korpus vertebrae

Inspeksi : deformitas tidak ada

Palpasi : gibus tidak ada

Alat kelamin : tidak diperiksa

Anus : tidak diperiksa

III. Status neurologikus

1. Tanda rangsangan selaput otak

· Kaku kuduk : (-)

· Brudzinsky I : (-)

· Brudzinsky II : (-)

· Tanda Kernig : (-)

2. Tanda peningkatan tekanan intracranial (-)

Pupil isokor, ø 3 mm/ø 3 mm, reflek cahaya +/+, reflek kornea +/+

3. Pemeriksaan nervus kranialis

1. Pemeriksaan nervus kranialis

N. I (Olfaktorius) (sulit dinilai)

Penciuman Kanan Kiri


Subjektif
Objektif (dengan bahan)

N. II (Optikus) (sulit dinilai)

Penglihatan Kanan Kiri


Tajam penglihatan
Lapangan pandang
Melihat warna
Funduskopi
N. III (Okulomotorius)

Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis (-) (-)
Gerakan bulbus Doll’s eye movement -/-
Strabismus
Nistagmus
Ekso/endotalmus
Pupil

· Bentuk Bulat, 3 mm Bulat, 3 mm

· Refleks cahaya (+) (+)

· Refleks akomodasi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Tidak diperiksa Tidak diperiksa


· Refleks konvergensi

N. IV (Troklearis)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah
Sikap bulbus
Diplopia - -

N. VI (Abdusen)

Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Sikap bulbus Ortho Ortho
Diplopia - -

N. V (Trigeminus)

Kanan Kiri
Motorik

· Membuka mulut

· Menggerakkan rahang

· Menggigit

· Mengunyah
Sensorik
· Divisi oftalmika

- Refleks kornea (+) (+)

- Sensibilitas Sulit dinilai Sulit dinilai


· Divisi maksila

- Refleks masetter

- Sensibilitas
· Divisi mandibular

- Sensibilitas

N. VII (Fasialis)

Kanan Kiri
Raut wajah Plika nasolabialis kanan lebih datar
Sekresi air mata (+) (+)
Fissura palpebral
Menggerakkan dahi
Menutup mata
Mencibir/ bersiul
Memperlihatkan gigi
Sensasi lidah 2/3 depan
Hiperakusis

N. VIII (Vestibularis)

Kanan Kiri
Suara berisik
Detik Arloji
Refleks okuloauditorik
Rinne tes
Weber tes
Schwabach tes

- Memanjang

- Memendek
Nistagmus

- Pendular

- Vertikal

- Siklikal
Pengaruh posisi kepala

N. IX (Glossopharyngeus)

Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang
Refleks muntah (Gag Rx)

N. X (Vagus)

Kanan Kiri
Arkus faring
Uvula
Menelan
Artikulasi
Suara
Nadi Ireguler
N. XI (Asesorius)

Kanan Kiri
Menoleh ke kanan
Menoleh ke kiri
Mengangkat bahu kanan
Mengangkat bahu kiri

N. XII (Hipoglosus)

Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam
Kedudukan lidah dijulurkan
Tremor - -
Fasikulasi - -
Atrofi - -

v Pemeriksaan koordinasi dan keseimbangan

Keseimbangan Koordinasi
Romberg test Tidak dilakukan Jari-jari Tidak

dilakukan
Romberg test Tidak dilakukan Hidung-jari Tidak

dipertajam dilakukan
Stepping gait Tidak dilakukan Pronasi-supinasi Tidak

dilakukan
Tandem gait Tidak dilakukan Tes tumit lutut Tidak

dilakukan
Rebound phenomen Tidak

dilakukan

v Pemeriksaan fungsi motorik

a. Badan Respirasi Normal

Duduk Normal
b. Berdiri dan Gerakan spontan Normal

berjalan Tremor -

Atetosis -

Mioklonik -

Khorea -
c. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan
Kekuatan
Trofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Tonus Eutonus Eutonus Eutonus Eutonus

v Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Tidak Dilakukan
Sensibilitas nyeri +
Sensiblitas termis Tidak Dilakukan
Sensiblitas sendi dan posisi Tidak Dilakukan
Sensibilitas getar Tidak Dilakukan
Sensibilitas kortikal Tidak Dilakukan
Stereognosis Tidak Dilakukan
Pengenalan 2 titik Tidak Dilakukan
Pengenalan rabaan Tidak Dilakukan

v Sistem refleks

a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri


Kornea (+) (+) Biseps ++ ++
Berbangkis Triseps ++ ++
Laring KPR ++ ++
Masetter APR ++ ++
Dinding perut Bulbokvernosus
· Atas Cremaster
· Tengah Sfingter
· Bawah
b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan Tungkai
Hoffmann-Tromner (-) (-) Babinski (-) ()
Chaddocks (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha
Klonus kaki

v Fungsi otonom

- Miksi : menggunakan kateter

- Defekasi :+

- Sekresi keringat: +

v Fungsi luhur

Kesadaran Tanda Dementia


Reaksi bicara Tidak dilakukan Reflek glabela
Fungsi Intelek Tidak dilakukan Reflek snout
Reaksi emosi Tidak dilakukan Reflek menghisap
Reflek memengang
Reflek palmomental
ASGM : Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (-), babinski (+),

Kesan : Stroke hemoragik

SSS : (2,5x1) + (2x0) + (2x0) + (0,1x80) - (3x1) – 12 = -4,5

Kesan : stroke iskemik

3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Hemoglobin 21,6 g/dl


Leukosit 8480/mm3
Trombosit 240.000/mm3
Hematokrit 40 %
GDS 145 mg/dl
Ur/Cr 38 / 0,9 mg/dl
3.2 Pemeriksaan Tambahan

- EKG

AF, Irreguler, HR 120-1300 x/menit, T inverted (-), LVH (-)

Kesan : Atrial Fibrilasi Rapid Ventrikular Respon (RVR)

- Brain CT Scan tanpa Kontras : tampak lesi hipodens didaerah temporal

parietal sinistra, sulki menyempit, diferensiasi white and grey matter

mengabur, sistem ventrikel baik.

- Kesan : infark di temporoparietal sinistra

Diagnosis :

Diagnosis Klinis : Penurunan kesadara (somnolen) + parese N.VII dekstra

tipe sentral

Dianosis Topik : temporo parietal sinistra

Diagnosis Etiologi : Kardio Emboli

Diagnosis Sekunder : AF RVR

Hipokalemia
Bronkopneumoni

Prognosis :

Quo ad vitam : bonam

Quo ad sanam : dubia ad bonam

Quo ad fungsionam : bonam

Terapi :

- Umum : Elevasi kepala 300

O2 8l/menit

IVFD tutofusin 12j/kolf

NGT MC RG II 1800/kkal

kateter

- Khusus : manitol 20% tapp off

Ceftriaxon 1x2 g (IV)

Digoxin 1x0,5 mg (IV)

Ranitidin 2x 50 (IV)
BAB IV

DISKUSI

Telah dirawat seorangpasien, Ny. J, perempuan umur 68 tahun dirawat di

bangsal Neurologi RSUP M. Djamil Padang pada tanggal 22 April 2018 dengan

diagnosis klini Penurunan kesadara (somnolen) + parese N.VII dekstra tipe

sentral, diagnosis topic temporo parietal sinistra, diagnosis etiologi kardioemboli

serebri dan diagnosis sekunder AF RVR + Bronkopneumoni. Diagnosis ini

ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang.

Berdasarkan anamnesis dengan keluarga diketahui bahwa pasien datang

dengan penurunan kesadaran sejak 6 jam sebelum masuk rumah sakit, terjadi tiba-

tiba saat pasien bangun tidur. Pasien sulit dibangunkan pasien tidak menyahut tapi

masih membuka mata saat dibangunkah oleh keluarga. Tampak oleh keluarga

anggota gerak kanan kurang aktif bergerak dibandingkan kiri. Muntah tidak ada,

kejang tidak ada. Pasien memiliki riwayat penyakit jantung ada tapi keluarga tidak

mengetahui nama penyakitnya dan kontrol tidak teratur

Kelemahan anggota gerak pada satu sisi disebut dengan hemiparesis

disebabkan oleh kerusakan pada hemisfer kontralateral. Salah satu penyebab

hemiparese adalah gangguan peredaran darah otak (Stroke). Hal ini ditandai

dengan hemiparesis yang terjadi tiba-tiba, yang dapat dibedakan dengan

hemiparesis yang disebabkan oleh massa di otak yang biasanya terjadi secara

progresif dan lambat. Selain itu adanya mulut mencong dan plika nasolabialis

kanan yang datar menandakan keterlibatan nervus kranialis VII.


Diagnosis pada kasus ini dibantu dengan sistem scoring dari algoritma

stroke gajah mada (ASGM) dan siriraj score (SSS), yang di gunakan untuk

membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik, dan pada skrore tersebut

didapatkan kesan stroke iskemik. Faktor resiko pada pasein ini adalah usia dan

penyakit jantung.

Pada kasus ini pasien mengalami penurunan kesadaran, tidak ada nyeri

kepala, hal ini mengarah pada stroke hemoragik. Penyumbatan pembuluh darah

merupakan 80 % penyebab dari kasus stroke. Penyumbatan sistem arteri

umumnya disebabkan oleh terbentuknya trombus pada ateromatous plaque pada

bifurkasi dari arteri karotis. Aterosklerosis menimbulkan bermacam-macam

menifestasi klinis seperti lumen pembuluh darah yang menyempit mengakibatkan

insufisiensi aliran darah atau terbentuknya trombus yang kemudian terlepas

sebagai emboli yang selanjutnya bisa menyebabkan oklusi mendadakpembuluh

darah karena terjadinya trombus atau perdarahan aterom.

Adanya penyakit jantung berupa artrial fibrilasi akan menyebabkan terjadinya

kontraksi yang abnormal dari jantung akan menyebabkan aliran darah yang tidak

laminar pada atrium kiri. Aliran darah yang terganggu akan menyebabkan

terbentuknya bekuan darah, sehingga apabila bekuan darah tersebut lepas dari

tempat melekatnya akan menyebabkan embolisasi pada arteri serebri sehingga

terjadi stroke. Kejadian atrial fibrilasi meningkatkan risiko stroke sebanyak 5 kali

lipat pada semua umur.Sementara itu, rata-rata 15% dari seluruh kejadian stroke

dihubungkan dengan atrial fibrilasi. Risiko terjadinya emboli pada penderita atrial
fibrilasi juga akan semakin meningkat apabila terdapat hubungan dengan faktor

risiko stroke lainnya seperti hipertensi, DM, dan usia diatas 75 tahun.

Terapi umum yang diberikan adalah elevasi kepala 30˚, IVFD Ringer

Laktat dan makanan biasa rendah garan 1800 kkal. Tujuan dari elevasi kepala

adalah untuk menghindari oklusi vena jugularis sehingga tidak meningkatkan

tekanan intrakranial. Terapi khusus untuk pasien ini adalah injeksiciticolin 2x 500

mg untuk meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak , amlodipin 5 mg

sebagai obat anti hipertensi, neurodex 1 x 1 tab dan asam folat 1 x 1 tab.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ, Elkind MSV,
et al, 2013. An updated definition of stroke for the 21st century. Stroke,
44: 2064-2089.
2. Ropper AH, Samuels MA, Klein JP, 2014. Adam’s and victor’s principles
of neurology. New York: McGraw-Hill Education.
3. Hanchaiphiboolkul S, Puthkhao P, Towanabut S, Tantirittisak T,
Wangphonphatthanasiri K, Termglinchan T, et al, 2014. Factors predicting
high estimated 10-year stroke risk: thai epidemiologic stroke study.
Journal of Stroke & Cerebrovascular Disease, 27(3): 1969-1974.
4. Dinata CA, Safrita Y, Sastri S, 2013. Gambaran faktor risiko dan tipe
stroke pada pasien rawat inap di bagian penyakit dalam RSUD Kabupaten
Solok Selatan periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan
Andalas: hal 57-67
5. Ferri FF, 2015. Ferri’s clinical advisor 2015: 5 books in 1. Philadelphia:
Elsevier.
6. Zivin JA, 2012. Ischemic cerebrovascular disease. Dalam (Goldman L,
Schafer AI, eds) Goldman-Cecil Medicine, 24th edition. Philadelphia:
Elsevier, 2310-2320.
7. Crocco TJ, Goldstein JN, 2014. Stroke. Dalam (Marx JA, Hockberger RS,
Walls RM, Biros MH, eds) Rosen’s Emergency Medicine: Concept and
Clinical Practice. Philadelphia: Elsevier, 1363-1374.
8. Hisham MS, Bayraktutan U, 2013. Epidemiology, pathophysiology, and
treatment of hypertension in ischaemic stroke patients. Journal of Stroke
and Cerebrovascular Disease, 22(7): e4-e14.
9. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP, 2012. Clinical neurology. New
York: McGraw Hill Lange.
10. Canavan M, McGrath E, O’Donnell M, 2013. Stroke. Dalam (Hoffman R,
Silberstein LE, Heslop H, Weitz J, Anastasi J, Benz EJ, eds) Hematology
Basic Principles and Practice. Philadelphia: Elsevier, 2067-2075.
11. Biller J, Love BB, Schneck MJ, 2012. Vascular diseases of the nervous
system ischemic cerebrovascular disease. Dalam (Daroff RB, et al)
Bradley’s Neurology in Clinical Practice. Philadelphia: Elsevier, 1003-
1053.
12. Lindgren A, 2014. Risk factors. Dalam (Norrving B, eds) Oxford
Textbook of Stroke and Cerebrovascular Disease. Oxford: Oxford
University Press, 9-18.
13. Mitchell RN, Schoen FJ, 2010. Blood vessels. Dalam (Kumar V, Abbas
AK, Fausto N, Aster JC, eds) Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease, 8th edition. Philadelphia: Elsevier, 496-506.
14. Hansson GK, Hamsten A, 2012. Atherosclerosis, thrombosis, and vascular
biology. Dalam (Goldman L, Schafer AI) Goldman-Cecil Medicine, 24th
edition. Philadelphia: Elsevier, 409-412.
15. Qureshi AI, Caplan LR, 2014. Intracranial atherosclerosis. The Lancet,
383(9921): 984-998.
16. Mardjono M, Sidharta P, 2012. Neurologi klinis dasar : Mekanisme
Gangguan Vaskular Susunan Saraf. Jakarta, hal 296-273.
17. Brown CT, 2014. Penyakit aterosklerotik koroner. Dalam (Price SA,
Wilson LM, eds) Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6. Penerjemah: Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita
Wulansari, dan Dewi Asih Mahanani. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC, 576-580.
18. Moheet AM, Katzan I, 2010. Stroke, Disease management project 2010.
19. Pokdi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
stroke tahun 2011. 1-132.
20. Mcgrath E, canavan L, O’donell M, Stroke. Dalam (Hoffman R, Benz EJ,
Silberstein LE, Heslop HE, Weitz JI, Anastasi J, et al ) Hematology: Basic
Practice and Principles. Philadephia : Elsevier. 2017; 2122-2141.
21. Singh H, Gupra JB, Gupta MS, Aggarwal R. Assesment of utility of Siriraj
Stroke Score (SSS) di BD Sharma PGIMS hospital, Rohtak, India. Med J
Indones.2001:10(3);164-8.

Anda mungkin juga menyukai