Anda di halaman 1dari 70

Laporan Kasus

Stroke Iskemik Tipe Emboli dengan Ensefalopati Sepsis

Oleh:

Muhammad Hakim
NIM. 2130912310061

Pembimbing:
dr. Steven, M.Si, Med, Sp.S

DEPARTEMEN/KSM NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN ULM/RSUD ULIN
BANJARMASIN
Juli, 2022
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................4

BAB III LAPORAN KASUS........................................................................34

BAB IV PEMBAHASAN..............................................................................54

BAB V PENUTUP.........................................................................................61

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................62

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa

kelumpuhan saraf (deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak

atau perdarahan pada otak. 1


Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh

disfungsi cerebral fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih, yang

dapat menyebabkan disabilitas atau kematian yang disebabkan oleh perdarahan

spontan atau suplai darah yang tidak adekuat pada jaringan otak secara mendadak.

Pembagian stroke berdasarkan patologi anatomi dan manifestasi klinisinya yaitu

akibat sumbatan disebut stroke non-hemoragik (iskemik) dan akibat perdarahan

disebut stroke hemoragik. Stroke iskemik mencakup transient ischemic attack,

stroke-in-evolution, thrombotic stroke, embolic stroke, dan stroke akibat kompresi

seperti tumor, abses, dan granuloma.2

Stroke iskemik merupakan oklusi akut dari pembuluh darah intrakranial

yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke wilayah otak yang disuplai.

Stroke iskemik merupakan disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark fokal

serebral, spinal maupun retinal. Stroke iskemik ditandai dengan hilangnya

sirkulasi darah secara tiba-tiba pada suatu area otak, dan secara klinis

menyebabkan hilangnya fungsi neurologis dari area tersebut. Stroke iskemik akut

disebabkan oleh thrombosis atau emboli pada arteri cerebral.2,3 Stroke iskemik

adalah tipe yang paling sering ditemukan, 85% dari seluruh kasus stroke.

Sedangkan stroke hemoragik mencakup 15% dari seluruh kasus stroke.4

1
2

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit

jantung koroner dan kanker pada negara maju ataupun negara berkembang. Satu

dari 10 kematian disebabkan oleh stroke. Data World Stroke Organization

menunjukkan bahwa setiap tahunnya ada 13,7 juta kasus baru penyakit stroke, dan

sekitar 5,5 juta kematian terjadi akibat stroke. Menurut data Riskesdas pada tahun

2018 dinyatakan bahwa prevalensi stroke berdasarkan diagnosis dokter pada

penduduk umur ≥15tahun provinsi dengan pasien stroke tertinggi terjadi di

Provinsi Kalimantan Timur sebesar 14,7% dan terendah ada di Provinsi Papua

sebesar 4,1%. Prevalensi pasien stroke berdasarkan diagnosis dokter meningkat

seiring dengan bertambahnya usia, tertinggi ada pada usia ≥75tahun yaitu sebesar

50,2%.5,6,7

Faktor resiko stroke terbagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat

dimodifikasi dan faktor resiko yang dapat dimodifikasi yaitu merokok, obesitas,

komordibitas. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu usia, jenis

kelamin, berat badan lahir rendah (BBLR) dan ras. Serangan stroke dapat terjadi

tiba-tiba, umumnya karena pasien tidak mengetahui gejala terjadinya serangan

stroke dan tidak melakukan upaya yang tepat untuk megurangi stroke.8

Pencegahan merupakan salah satu cara yang paling efektif dan efisien untuk

mengurangi angka kejadian stroke. Pedoman pengendalian stroke di Indonesia

menyebutkan bahwa deteksi dini faktor risiko stroke sangat berperan dalam upaya

pengendalian dan menentukan prognosis stroke 5 tahun yang akan datang. The

George Institute for Global Health menjelaskan bahwa strategi praktis dalam
3

mengatasi beban akibat stroke harus difokuskan pada pencegahan dan penanganan

berdasarkan faktor risiko.2

Ensefalopati adalah penurunan status mental atau tingkat kesadaran sebagai

akibat proses penyakit di luar otak. Kata ensefalopati berasal dari bahasa yunani

„En =inside”, “kefahl= head” dan pauos= suffering”. Ensefalopati adalah suatu

gangguan metabolisme yang menyeluruh pada sel neuron atau sel glia sehingga

menimbulkan gangguan kesadaran, kemampuan kognitif atau perilaku.9

Ensefalopati dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain infeksi, toksin,

kelainan metabolik dan iskemik. Ensefalopati akut adalah suatu keadaan dimana

gangguan fungsi otak terjadi secara mendadak akibat gangguan homeostasis

metabolik atau akibat zat zat yang bersifat toksik.10 Sepsis adalah suatu proses

inflamasi yang dicetuskan oleh infeksi. Sepsis menurut beratnya merupakan

spektrum penyakit dari SIRS (systemic inflammatory response syndrome) sampai

MODS (multiple organ dysfunction syndrome). Keterlibatan SSP (susunan saraf

pusat) pada sepsis menimbulkan ensefalopati dan nuropati perifer. Sepsis

asscociated ensephalopathy (SAE) adalah istilah yang menggambarkan disfungsi

otak yang berhubungan dengan sepsis.11

Berikut disajikan sebuah laporan kasus seorang perempuan usia 71 tahun

dengan diagnosis stroke iskemik tipe embolik dengan ensefalopati sepsis yang

dirawat di ruang Stroke Center pada 4 Juli – 10 Juli 2022 di RSUD Ulin

Banjarmasin.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. Stroke Iskemik

A. Definisi

Stroke sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak

dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih

dari 24 jam, atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan

peredaran darah otak. Stroke adalah manifestasi klinis akut akibat disfungsi

neurologis pada otak, medulla spinalis, dan retina baik sebagian atau menyeluruh

yang menetap selama ≥24 jam atau menimbulkan kematian akibat gangguan

pembuluh darah. Stroke yang disebabkan oleh infark (dibuktikan melalui

pemeriksaan radiologi, patologi, atau bukti lain yang menunjukkan iskemi otak,

medulla spinalis, atau retina) disebut stroke iskemik baik oleh karena adanya

penebalan jaringan pembuluh darah yang bersangkutan (trombus) ataupun oleh

karena gumpalan darah dari sistem organ lainnya yang masuk ke pembuluh darah

otak yang bersangkutan (embolus). Stroke perdarahan dapat disebabkan oleh

perdarahan intrakranial atau subaraknoid.3,12

B. Epidemiologi

Stroke memiliki tingkat mortalitas yang tinggi sebagai penyakit terbanyak

yang menyebabkan kematian. Angka kejadian stroke rata-rata berkisar 1,5-4 per

1000 penduduk per tahun. Hasil Riskesdas menunjukkan stroke merupakan

penyebab kematian utama di Indonesia dan merupakan pembunuh nomor 1 di RS

4
5

pemerintah.
6

Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 dari 1000 populasi dan meningkat

seiring bertambahnya usia. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2018, menunjukkan prevalensi kejadian stroke di Indonesia yaitu sebesar 10,9%

pada usia ≥15 tahun. Hasil riset ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan

prevalensi stroke di Indonesia, untuk hasil Riskesdas tahun 2013 sebesar 7%.

Provinsi Kalimantan Selatan termasuk dalam prevalensi tinggi untuk kasus stroke

yaitu 12,7% pada usia ≥15 tahun. Prevalensi stroke di Kalimatan Selatan tahun

2018 mengalami peningkatan dibanding hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013,

yaitu sebesar 9,2%. Kemudian untuk prevalensi stroke di Indonesia tahun 2018

berdasarkan jenis kelamin, laki-laki 11% dan perempuan 10,9%. Kejadian stroke

jenis iskemik sebanyak 85% dan sisanya yaitu 15% adalah stroke akibat

perdarahan.6,7,13

C. Etiologi dan Klasifikasi

Berdasarkan perjalanannya stroke dibagi menjadi 2 yaitu stroke hemoragik

(perdarahan) dan stroke iskemik (infark). Pada stroke iskemik disebabkan oleh

aliran darah yang terhenti yang dapat disebabkan oleh emboli, thrombosis, atau

hipoperfusi. Stroke iskemik dibagi berdasarkan penyebab, yaitu stroke

arterotrombotik, stroke emboli, dan stroke lakunar.14,15

1. Stroke Trombotik

Ruptur dari plak arterosklerotik merupakan penyebab utama dari stroke

trombotik. Faktor trombogenik dapat muncul akibatnya adanya luka dan

hilangnya sel endotelial, hal ini menyebabkan aktivasi platelet dan

aktivasi clotting cascade. Terdapat kecenderungan plak atheromatous untuk


7

terbentuk pada percabangan dan cekungan arteri otak. Tempat yang paling sering

yaitu :14,15

 Arteri karotis interna, pada pangkalnya yang berasal dari arteri carotis

communis

 Arteri vertebralis pars cervicalis dan pada peralihannya yang membentuk

arteri basiler

 Pada batang maupun percabangan utama arteri serebri medial

 Pada arteri cerebri posterior

 Arteri serebri anterior di lengkungan yang memutari korpus kallosum

2. Stroke Emboli

Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi

ateromatus yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan

kecil dapat terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat

lain dalam aliran darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk

dilewati dan menjadi tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti,

mengakibatkan infark jaringan otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen.

Emboli merupakan 32% dari penyebab stroke non hemoragik.14,15

3. Stroke Lakunar

Stroke lakunar terjadi akibat oklusi di arteri lentikulostria atau oklusi di arteri

basilar atau vertebral yang berpenetrasi ke otak, menembus kapsula interna, basal

ganglia, thalamus, korona radiata, dan daerah paramedian dari batang otak. Stroke

lakuner biasanya berhubungan dengan kombinasi antara hipertensi,

atherosklerosis dengan diabetes melitus. Secara klinis, stroke lakunar dapat


8

menunjukkan lebih banyak gejala minor dibandingkan stroke iskemik

lainnya.14,16,17

Sedangkan pada Stroke hemoragik dapat disebabkan oleh aneurisma,

hipertensi, amyloidosis, koagulopati, penggunaan terapi antikoagulan, malformasi

arterio-venosa. Walaupun begitu, salah satu penyebab paling sering pada stroke

hemoragik adalah rupturnya aneurisma intrakranial.15,18

Ada beberapa klasifikasi yang telah dibuat untuk mempermudahkan dalam

penggolongan penyakit pembuluh darah otak. Stroke iskemik dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:12,19

1. Transcient Ischaemic Attack (TIA): Defisit neurologis membaik dalam waktu

kurang dari 24 jam.

2. Reversible Ischaemic Neurological Deficit (RIND): Defisit neurologis

membaik kurang dari satu minggu.

3. Stroke in evolution atau progressing stroke: Kelainan neurologis yang

menunjukan perburukan secara tahap demi tahap dalam waktu beberapa jam

dan makin lama makin berat.

4. Completed stroke: Kelainan neurologis yang menetap dan tidak berkembang

lagi yang timbul dalam waktu beberapa menit hingga beberapa jam yang

diakibatkan kurangnya atau tidak adanya aliran darah pada salah satu arteri

otak atau cabang-cabangnya secara mendadak.


9

D. Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya stroke dapat dikelompokkan menjadi:7,20,21,22

1. Faktor risiko yang tidak dapat dirubah (unmodified)

a. Jenis kelamin

Insidensi stroke pada pria lebih besar 1,25 dibandingkan pada wanita.

Namun, karena usia wanita relatif lebih panjang daripada pria, maka angka

kematian akibat stroke pada wanita lebih tinggi dibanding pria.

b. Usia

Kemunduran sistem pembuluh darah meningkat seiring dengan

bertambahnya usia yang secara tidak langsung juga meningkatkan kemungkinan

untuk terserang stroke. Berdasarkan statistik yang didapatkan dari tahun ke tahun,

diketahui bahwa risiko terjadinya stroke pada seseorang meningkat sebanyak dua

kali lipat setelah menginjak usia 55 tahun. Hal ini berkaitan dengan adanya proses

degenerasi (penuan) serta penurunan elastisitas pembuluh darah pada lanjut usia

yang seringkali dikarenakan oleh kondisi aterosklerosis.

c. Ras

Orang kulit hitam mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan orang kulit

putih.

d. Riwayat keluarga

Riwayat keluarga / hereditas sangat berperan pada beberapa faktor risiko

terjadi nya stroke seperti hipertensi, diabetes, penyakit jantung dan kelainan

pembuluh darah.
10

2. Faktor resiko yang dapat dirubah (Modified)

a. Obesitas

Obesitas merupakan faktor resiko terjadinya hipertensi, diabetes dan

hiperlipidemia yang juga merupakan faktor resiko terjadinya stroke. Obesitas

merupakan salah satu faktor resiko utama pada penyakit kardiovaskular. Resiko

terjadi nya stroke iskemik pada orang dengan obesitas meningkat tiga kali lipat.

b. Alkohol

Peningkatan konsumsi alkohol akan meningkatkan resiko terjadi nya

perdarahan otak, selain itu alkohol juga dapat mengganggu metabolism tubuh,

sehingga terjadi dyslipidemia, diabetes millitus, mempengaruhi berat badan dan

tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lainnya. Konsumsi

alkohol berlebihan meningkatkan resiko terkena stroke 2-3 kali.

c. Merokok

Merokok dapat meningkatkan resiko stroke hingga 50%. Semakin banyak

konsumsi rokok dalam sehari akan meningkatkan resiko terjadinya stroke

iskemik. Hal ini berlaku untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa).

Aktivitas merokok menstimulasi terjadinya aterosklerosis lewat zat-zat yang

dikandungnya, seperti: nikotin dan karbon monoksida yang merusak dinding

pembuluh darah sehingga kolesterol dan platelet terprofokasi untuk menempel

pada dinding tersebut dan membentuk plak patologis.

d. Hipertensi

Hipertensi berperanan penting dalam proses terjadinya infark dan

perdarahan otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi mempercepat
11

arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli pada/dari pembuluh

darah besar. Hipertensi secara langsung dapat menyebabkan arteriosklerosis

obstruktif, yang menyebabkan terjadinya infark lakuner dan mikroaneurisma.

Baik hipertensi sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko

terjadinya stroke. Stroke meningkat saat sistolik diatas 115 mmHg dan diastolic

diatas 75 mmHg. Setiap kenaikan 20 mmHg pada sistolik dan 10mmHg pada

diastolic meningkatkan angkat kematian hingga dua kali lipat. Dan setiap

penurunan 10 mmHg sistolik dan 5 mmHg diastolic dapat menurunkan angka

kematian hingga 40%.

e. Hiperlipidemia

Tinggi nya kadar kolesterol dalam darah dapat merusak dinding pembuluh

darah dan juga menyebabkan penyakit jantung koroner. Low density lipoprotein

(LDL) yang tinggai dapat mengakibatkan penimbunan kolesterol di dalam sel

yang dapat memicu terjadinya pengerasan dinding pembuluh darah arteri yang

disebut aterosklereosis. LDL akan membentuk plak di dalam pembuluh darah dan

dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun otak. Kadar kolesterol

total >200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31 – 2,9 kali.

f. Diabetes

Diabetes mellitus merupakan faktor resiko dalam proses terjadinya stroke

iskemik. Pada penderita diabetes mellitus, terjadi hiperviskositas darah, kerusakan

kronik aliran serta autoregulasi darah otak, disfungsi sel endotel,

hiperkoagulabilitas, terganggunya sintesa prostasiklin yang menyebabkan

meningkatnya agregasi trombosit, serta kemungkinan disfungsi otot polos


12

arterioler kortikal dan endotelium yang penting untuk kolateral. Diabetes millitus

dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis, karena dapat menyebabkan

penebalan pada pembuluh darah otak yang berukuran besar sehingga diameter

pembuluh darah mengecil yang akhirnya menyebabkan gangguan aliran darah

otak yang berujung pada keamtian sel-sel otak. Pada pasien dengan riwayat TIA

atau stroke, impaired glucose tolerance (pre-diabetes) akan meningkatkan resiko

stroke hingga dua kali lipat.

g. Penyakit Kardiovaskular

Berbagai penyakit kardiovaskular dapat meningkatkan risiko stroke. Yang

paling sering adalah atrial fibrilasi (AF), Hampir setengah dari stroke

kardioemboli adalah disebabkan oleh AF, karena memudahkan terjadinya

penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh

darah di otak. Selain AF, penyakit katup jantung juga cukup berperan seperti

stenosis mitral. Left atrial enlargement juga merupakan faktor risiko pada stroke.

Menurut studi oleh Framingham, setiap penambahan 10 mm pada ukuran atrial

kiri, akan meningkatkan risiko stroke dua kali lipat.

h. Infeksi

Penyakit infeksi seperti sistemik lupus eritematosus (SLE) dan meningitis

dapat menjadi faktor risiko terjadinya stroke trombotik oleh karena terbentuknya

eksudat yang berujung pada pembentukan plak pada sirkulasi darah sistemik.

i. Pemakaian Obat-obatan

Konsumsi berlebihan dari obat-obatan seperti kokain dapat menjadi faktor

risiko terjadinya stroke. Obat-obatan lain yang juga berperan adalah heroin,
13

amphetamine, LSD, PCP dan marijuana.

E. Patofiologi

Vaskularisasi pada serebri berasal dari arteri karotis interna dan arteri

vertebralis. Arteri karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak

melalui percabangan utamanya, arteri serebri media dan arteri serebri anterior

serta arteri koroidalis anterior (sirkulasi anterior). Kedua arteri vertebralis

bergabung di garis tengah pada batas kaudal pons untuk membentuk arteri

basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebellum, serta

sebagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, arteri serebri posterior

(sirkulasi posterior). Sirkulasi posterior dan anterior berhubungan melalui sirkulus

arteri Willisi.23,24
14

Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat memicu terbentuknya

aterosklerosis. Arteri yang mengalami arterosklerosis kehilangan sebagian besar

distensibilitasnya, dan karena daerah di dinding pembuluhnya berdegenerasi,

pembuluh menjadi mudah robek. Pada tempat penonjolan plak ke dalam aliran

darah, pemukaan plak yang kasar dapat menyebabkan terbentuknya bekuan darah

dan memicu terbentuknya trombus atau embolus sehingga dapat menyumbat

semua aliran darah di dalam arteri dengan tiba-tiba. Stroke iskemik disebabkan

oleh kekurangan suplai darah dan oksigen ke otak, stroke hemoragik disebabkan

oleh pendarahan atau kebocoran pembuluh darah. Oklusi iskemik menghasilkan

kondisi trombotik dan emboli di otak. Pada trombosis, aliran darah dipengaruhi

oleh penyempitan pembuluh darah akibat aterosklerosis. Penumpukan plak pada

akhirnya akan menyempitkan ruang vaskular dan membentuk gumpalan,

menyebabkan stroke trombotik.23,24

Pada stroke emboli, penurunan aliran darah ke daerah otak disebabkan oleh

emboli, menyebabkan stres berat dan kematian sel sebelum waktunya (nekrosis).

Nekrosis diikuti oleh gangguan membran plasma, pembengkakan organel dan

kebocoran isi seluler ke ruang ekstraseluler, dan penurunan fungsi neuronal. Hal-

hal lainnya yang berkontribusi terhadap patologi stroke adalah peradangan,

kegagalan energi, kehilangan homeostasis, asidosis, peningkatan kadar kalsium

intraseluler, eksitotoksisitas, toksisitas yang dimediasi radikal bebas, sitotoksisitas

yang dimediasi sitokin, aktivasi komplemen, gangguan sawar darah-otak, aktivasi

sel glia, stres oksidatif dan infiltrasi leukosit. Ketika terjadi gangguan aliran darah

ke otak yang menyebabkan aliran darah < 18 ml/100gr/menit maka hal ini akan
15

menjadi fase kritis untuk terjadi kerusakan sel otak. Bila aliran darak ke otak

hanya 8 ml/100 gr/menit maka akan terjadi kematian sel otak (neuronal death)

dalam 15 menit setelah terjadi hambatan aliran darah.24,25

F. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala stroke yang umum termasuk sebagai berikut:

1. Onset mendadak dari hemiparesis, monoparesis, atau (jarang) quadriparesis

2. Defisit hemisensorik

3. Kehilangan penglihatan bermata atau binokular

4. Defisit lapang pandang

5. Diplopia

6. Disartria

7. Wajah terkulai

8. Ataxia

9. Vertigo (jarang terisolasi)

10. Nistagmus

11. Afasia

12. Penurunan tingkat kesadaran secara tiba-tiba

Meskipun gejala tersebut dapat terjadi sendiri, mereka lebih mungkin terjadi

dalam kombinasi. Tidak ada gambaran riwayat yang membedakan stroke iskemik

dari stroke hemoragik, meskipun mual, muntah, sakit kepala, dan perubahan

tingkat kesadaran yang tiba-tiba lebih sering terjadi pada stroke hemoragik.3,12

G. Diagnosis

1. Anamnesis
16

Anamnesis untuk menentukan stroke adalah bertanya mengenai bagaimana

permulaan serangan, waktu serangan (akut atau kronis), adanya tanda defisit

neurologi fokal (lumpuh separuh, kesemutan separah badan, gangguan

penglihatan, tidak bisa bicara dll), berapa kali serangan yang dialami, mencari

faktor risiko penyakit vaskular seperti diabetes, hipertensi, dan lain sebagainya.

Untuk membedakan antara stroke iskemik atau perdarahan dengan cara bertanya

mengenai sakit kepala sebelum lumpuh, perjalanan gejala, mual muntah, kejang

dan penurunan kesadaran.12,26

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien stroke untuk membantu

penegakkan diagnosis antara lain adalah:12

a. Pemeriksaan Tanda Vital

Pada serangan akut stroke, seringkali ditemukan peristiwa penurunan

kesadaran yang mengakibatkan penurunan glasgow coma scale (GCS). Selain itu,

tekanan darah juga penting untuk diperiksa dikarenakan hipertensi merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya serangan stroke.

b. Pemeriksaan Rangsang Meningeal

Rangsang meningeal diperiksa untuk menghilangkan dugaan diagnosis

banding lainnya seperti dugaan meningitis, ensefalitis, ataupun

meningoensefalitis. Pada kasus stroke, rangsang meningeal tidak ditemukan.

c. Pemeriksaan 12 Saraf Kranial

Perhatikan apakah terdapat respon patologis dari saraf kranial I sampai

dengan XII. Adanya respon patologis pada saraf kranial tertentu dapat
17

menunjukkan letak serta luas lesi yang terjadi.

d. Pemeriksaan Refleks Fisiologis dan Motorik

Pada kasus stroke lesi upper motor neuron (UMN) ditemukan kondisi

hiperrefleks disertai peningkatan tonus. Namun pada fase akut dapat ditemukan

gejala klinis menyerupai lesi lower motor neuron (LMN) yaitu hiporefleks yang

disertai penurunan tonus. Kekuatan motorik pada kasus stroke tipikal akan

mengalami penurunan pada tungkai sisi kontralateral lesi, baik sebagai paresis

ataupun plegia.

e. Pemeriksaan Refleks Patologis

Pada kasus stroke dan penyakit lesi UMN lainnya, dapat ditemukan adanya

refleks patologis seperti tanda positif Babinski, Chaddock, Gordon, ataupun

Oppenheim.

f. Tanda Peningkatan Tekanan Intrakranial

1) Muntah Proyektil

2) Nyeri Kepala

3) Penurunan Kesadaran

4) Kejang

3. Pemeriksaan Penunjang

Semua pasien dengan suspek stroke akut harus dilakukan beberapa

pemeriksaan saat masuk ke unit gawat darurat, meliputi:12

a. Elektrokardiografi (EKG)

b. Pencitraan otak: CT-scan nonkontras atau MRI

c. Pemeriksaan laboratorium :
18

1) Darah : hematologi rutin, gula darah sewaktu, fungsi ginjal (ureum,

kreatinin), activated partial thrombin time (APTT), prothrombin time (PT),

INR, fibrinogen.

2) Sedangkan untuk di ruangan direncanakan pemeriksaan: gula darah puasa dan

2 jam postprandial, profil lipid, C-reactive protein (CRP), laju endap darah,

dan pemeriksaan atas indikasi seperti : enzim jantung (troponin/CKMB),

serum elektrolit, analisis hepatik dan dapat dilakukan pemeriksaan tambahan

berupa darah elektrolit, viskositas darah dan homocystein.

Abnormalitas jantung dan EKG sering ditemukan pada pasien dengan stroke

akut. Prevalensi segmen QT memanjang, depresi ST dan inversi gelombang T

lebih sering ditemukan pada stroke iskemik akut, terutama jika mengenai insular

korteks. Hal ini membuktikan bahwa semua pasien stroke akut dan TIA harus

diperiksa EKG 12 jalur.

H. Tatalaksana

Target managemen stroke iskemik akut adalah untuk menstabikan

pasien dan menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya

pencitraan dan pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah

pasien tiba. Keputusan penting pada management akut ini mencakup perlu

tidaknya intubasi, pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau

keuntungan dari pemberian terapi.12,19,27,28,29

1. Penatalaksanaan keperawatan

Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan

mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi hasil


19

yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48 sampai 72 jam.

Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas dalam

fase akut ini.

 Pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi telungkup dengan kepala

tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan vena serebral berkurang.

 Intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke

masif, kerena henti pernafasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan

pada situasi ini.

 Pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi, atelektasis,

pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan refleks jalan napas,

immobilitas, atau hipoventilasi.

 Jantung diperiksa untuk abnormalitas dalam ukuran dan irama serta tanda gagal

jantung kongestif.

2. Penatalaksanaan Medis

Tindakan medis terhadap pasien stroke meliputi diuretik untuk menurunkan

edema serebral, yang mencapai tingkat maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark

serebral. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau

memberatnya trombosis atau embolisasi dari trombosit dapat diserepkan karena

trombosit memainkan peran sangat dalam pembentukan trombus dan embolisasi.

Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam:

a. Pengelolaan umum

1) Breathing

Jalan nafas harus terbuka lega, hisap lendir dan slem untuk mencegah
20

kekurangan oksigen dengan segala akibat buruknya. Dijaga agar oksigenasi dan

ventilasi baik agar tidak terjadi aspirasi (apabila ada gigi palsu = dibuka). Intubasi

dilakukan pada pasien dengan GCS < 8.

2) Blood

Tekanan darah pada stroke akut seringkali mengalami kenaikan sebagai

mekanisme kompensasi tubuh, dan kemudian baru kembali normal setelah 2-3

hari. Oleh karena itu, peningkatan tekanan darah pada fase akut stroke tidak perlu

dikoreksi, kecuali apabila tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan/atau diastolik >

120 mmHg (stroke iskemik) ATAU sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 100

mmHg (stroke hemoragik). Pada keadaan diatas pun tekanan darah tidak

diperbolehkan untuk diturunkan secara tiba-tiba dan harus secara perlahan.

Ambang batas penurunan tekanan darah adalah sampai 180/100-105 mmHg pada

pasien dengan riwayat hipertensi kronis, dan 160-180/90-100 mmHg pada pasien

yang tidak mempunyai riwayat hipertensi.

Obat-obat yang dapat dipergunakan antara lain adalah: Nicardipin (0,5 – 6

mcg/kg/menit infus kontinyu), Diltiazem (5 – 40 μg/Kg/menit drip), nitroprusid20

(0,25 – 10 μg/Kg/menit infus kontinyu), nitrogliserin (5 – 10 μg/menit infus

kontinyu), labetolol 20 –80 mg IV bolus tiap 10 menit, dan kaptopril 6,25 – 25 mg

oral / sub lingual. Seperti halnya tekanan darah, pada fase akut stroke juga

ditemukan kenaikan kadar gula darah. Namun, kadar gula darah (GD) yang tinggi

terbukti memperburuk kerusakan otak yang terjadi sehingga peninggian kadar

gula darah pada fase akut stroke harus segera diturunkan hingga senormal

mungkin. Pemberian insulin reguler dengan skala luncur dengan dosis GD > 150
21

– 200 mg/dL 2 unit, tiap kenaikan 50 mg/dL dinaikkan dosis 2 unit insulin sampai

dengan kadar GD > 400 mg/dL dosis insulin 12 unit.

3) Brain

Bila didapatkan kenaikan tekanan intrakranial dengan tanda nyeri kepala,

muntah proyektil dan bradikardi relatif, penanganan harus segera dilakukan. Obat

yang dapat digunakan antara lain adalah manitol 20% 1 - 1,5 gr/kgBB dilanjutkan

dengan 6 x 100 cc (0,5 gr/Kg BB), dalam 15 – 20 menit dengan pemantauan

osmolalitas antara 300 – 320 mOsm. Peningkatan suhu tubuh juga harus dihindari

karena dapat menstimulasi pelepasan neurotransmiter eksitatorik dan zat radikal

bebas, dimana dapat menyebabkan kerusakan BBB serta menghambat pemulihan

metabolime enersi sekaligus memperbesar inhibisi terhadap protein kinase.

Hipotermia ringan 30°C atau 33°C mempunyai efek neuroprotektif. Bila terjadi

kejang, segera berikan antikonvulsan diazepam i.v secepat mungkin agar tidak

terjadi kondisi hipoperfusi otak yang berkelanjutan.

4) Bladder

Bila terjadi retensi urine, dilakukan pemasangan kateter; pastikan alat dan

bahan dalam kondisi steril untuk menghindari terjadinya infeksi saluran kemih.

Kateter Foley seringkali digunakan dalam katerisasi pasien stroke dikarenakan

kemudahannya untuk dipasang dan sifat drainasenya yang terus menerus (jangka

panjang).

5) Bowel

Kebutuhan cairan dan kalori perlu diperhatikan. Hindari obstipasi dan

pertahankan defekasi yang teratur. NGT dipasang kepada pts apabila terdapat
22

kesulitan untuk menelan makanan. Kekurangan albumin pada pts juga perlu

diperhatikan karena dapat memperberat edema otak.

b. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya

1) Stroke iskemik

Pada peristiwa stroke iskemik, dilakukan penanganan sebagai berikut:

a) Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)

Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya utama

yang dilakukan pada kasus stroke iskemik. Obat trombolisis linea pertama yang

sudah di setujui oleh FDA adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen

activator) dengan dosis 0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus &

sisanya infus kontinyu dalam 60 menit). Penggunaan rt-PA hanya dapat bekerja

secara optimal apabila diberikan dalam kurun waktu 3 jam sejak serangan,

sehingga pasien stroke iskemik yang ditangani dengan onset awal saja yang dapat

dijadikan kandidat pemberian.

b) Prevensi terjadinya trombosis susulan

Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua kelas

pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi trombosit.

Pemberian heparin diberikan secara intravena dimulai dengan bolus 5000 Unit

dan selanjutnya diberikan 10.000 – 15.000 Unit per hari dengan mempertahankan

APTT 1 1⁄2 - 2 1⁄2 (satu setengah sampai dua setengah) kali normal selama 2-3

hari dan kemudian diberikan oral antikoagulan (warfarin) dengan target INR 2-3.

Dosis warfarin yang diberikan adalah: hari I - 8mg, hari II - 6mg, hari ketiga
23

dilakukan penyesuaian dosis. Biasanya dalam 2-3 hari setelah optimalisasi dosis

warfarin, pemberian heparin dihentikan dan pengobatan diteruskan dengan oral

antikoagulan. Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama berisiko

mengalami trombosis vena dalam dan emboli paru. Sebagai prevensi atas

terjadinya peristiwa tersebut, diberikan heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau

LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10 hari. Obat anti agregasi trombosit yang diberikan

pada pasien stroke iskemik adalah Aspirin 160 – 325 mg/hari 48 jam setelah

peristiwa stroke atau Clopidogrel 75 mg/hari.

c) Proteksi neuronal/ sitoproteksi

Obat-obat neuroproteksi diberikan untuk membantu proses inhibisi kaskade

iskemik pada daerah penumbra pasien.

2) Stroke Hemoragik

a) Pengelolaan konservatif

b) Perdarahan intra serebral dan Subarachnoid

c) Pengelolaan operatif

C. Fase Pasca Akut

Sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan

pencegahan terulangnya stroke:

a. Terapi Preventif

Bertujuan untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,

dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke.

Kurangi seminimal mungkin faktor risiko terutama yang dapat dimodifikasi,

seperti menghindari rokok, obesitas, stres, mengontrol penyakit metabolik


24

(diabetes, hipertensi, dan kolesterol) tinggi dengan teratur.

b. Rehabilitasi

Stroke sering menyebabkan kecacatan pada pasien, agar kecacatan tidak terus

berkembang maka dilakukan penanggulangan untuk membatasi kecacatan yang

timbul sebaik mungkin. Penanggulangan terhadap kecacatan pasien akibat

peristiwa stroke dapat dilakukan dengan diadakannya rehabilitasi. Proses

rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:

1) Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan

2) Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan tangan

3) Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, serta

4) Edukasi keluarga pasien mengenai cara merawat pasien di rumah

I. Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi

edema serebral ,transformasi hemoragik dan kejang.27

1. Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun

agak jarang(10-20%).

2. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark , hal ini

diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit, tanpa

adanya trombolitik.

3. Insiden kejang berkisar antara 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan.

J. Prognosis

Pada studi kasus stroke Framingham dan Rochester total mortalitas pada

hari ke 30 pasca stroke adalah 28%, sedangkan pada kasus stroke iskemik pasca
25

30 hari stroke dengan mortalitas 19% dan angka bertahan hidup selama 1 tahun

pasca stroke iskemik adalah 77%. Untuk prognosis stroke iskemik akut bervariasi

tergantung dari individu, bagaimana keparahan stroke dan apakah pasien memiliki

komorbid dan komplikasi pasca-stroke. Kematian yang diakibatkan langsung oleh

stroke biasanya terjadi pada mingu-minggu awal pasca awitan. 35% kematian

terjadi pada 10 hari pertama masuk rumah sakit. Pada fase akut kematian oleh

karena stroke terutama disebabkan oleh terjadinya herniasi transtorial akibat

meningkatnya tekanan intrakranial. Kebanyakan pasien mengalami perbaikan

fungsi neurologis setelah stroke iskemik akut, tetapi pemahaman dalam perjalanan

waktu dan tingkat perjalanannya masih terbatas. Dari berbagai penelitian

didapatkan bahwa perbaikan status fungsional tampak nyata pada 3 bulan pertama

dan mencapai tingkat maksimal dalam 6 bulan pasca stroke akut dan hanya sedikit

perubahan yang terjadi setelah interval waktu ini. Dikatakan pada penelitian

terdahulu bahwa reorganisasi fungsi neurologis terjadi dalam 3-6 bulan pasca

stroke dan perubahan diluar waktu itu adalah tidak berarti.19,30

II. Ensefalopati Sepsis

A. Definisi

Ensefalopati adalah suatu gangguan metabolisme yang menyeluruh pada sel

neuron atau sel glia sehingga menimbulkan gangguan kesadaran, kemampuan

kognitif atau prilaku. Ensefalopati dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara

lain infeksi, toksin, kelainan metabolik dan iskemik. Ensefalopati akut adalah

suatu keadaan dimana gangguan fungsi otak terjadi secara mendadak akibat

gangguan homeostasis metabolik atau akibat zat-zat yang bersifat toksik. 10 Sepsis
26

adalah suatu proses inflamasi yang dicetuskan oleh infeksi. Sepsis menurut

beratnya merupakan spektrum penyakit dari SIRS (systemic inflammatory

response syndrome) sampai MODS (multiple organ dysfunction syndrome).

Keterlibatan SSP (susunan saraf pusat) pada sepsis menimbulkan ensefalopati dan

nuropati perifer. Sepsis asscociated ensephalopathy (SAE) adalah istilah yang

menggambarkan disfungsi otak yang berhubungan dengan sepsis. SAE (Septic

associated Enchephalopaty) merupakan suatu sindrom gejala yang terdiri atas

gangguan fungsi otak yang menyeluruh/diffuse yang terjadi dalam hubungannya

dengan infeksi tetapi terbukti tidak ada infeksi langsung pada SSP baik secara

klinis maupun laboratoris.11

B. Etiopatogenesis

Etiologi ensefalopati pada sepsis masih belum sepenuhnya diketahui. SAE

merupakan sekumpulan gejala ensefalopati pada penderita sepsis, yang

penyebabnya tidak dapat dijelaskan hanya sebagai akibat disfungsi organ paru,

hepar, ginjal maupun jantung. Pada awalnya ensefalopati pada sepsis didefinisikan

sebagai gangguan fungsi otak yang terjadi akibat adanya mikroorganisme dan

toksinnya di dalam darah, namun definisi ini menjadi tidak akurat karena

seringkali tidak ditemukan adanya mikroorganisme atau produknya di dalam

darah pada penderita ensefalopati sepsis.11 Patogenesis ensefalopati pada sepsis

multifaktor dan hipotesis-hipotesis yang mendukung untuk menjelaskan

pathogenesis ensefalopati pada sepsis belum konklusif. Ensefalopati pada sepsis

melibatkan kerusakan otak tingkat seluler, mitokondrial dan disfungsi endotel,

gangguan neurotransmisi, maupun gangguan pengaturan homeostasis kalsium di


27

dalam jaringan otak.31 SAE mungkin terjadi akibat mekanisme mediator inflamasi

pada otak atau akibat respon sitotoksik pada sel sel otak terhadap mediator

tersebut. Patogenesis ensefalopati pada sepsis dari berbagai hasil penelitian dapat

di rangkum pada gambar berikut:32

C. Gambaran Klinis

Pada SAE gambaran klinis yang tampak terdiri atas gambaran penyakit yang

mendasari yaitu sepsis dan gambaran klinis ensefalopati. Gambaran sepsis dapat

berupa SIRS, sepsis, sepsis berat, syok sepsis maupun gagal multi organ. SAE

merupakan gambaran gangguan yang menyeluruh/diffus pada fungsi serebri.

Disfungsi otak pada SAE dapat berupa deteorisasi fungsi kortikal yang cepat

seperti

disorientasi, delirium, confusion, gangguan kognitif, gangguan memori dan koma.

Gejala ensefalopati pada sepsis bukan merupakan gejala yang terjadi akibat
28

demam yang tinggi karena ensefalopati tidak membaik hanya dengan obat

antipiretik.11,31,33

Berdasarkan perjalanan penyakit dan patofisiologi ensefalopati pada sepsis dapat

diklasifikasikan menjadi 2 yaitu:1

a. Early septic enchephalopathy: gejala ensefalopati yang timbul sebelum terjadinya

gagal multi organ

b. Late septic enchephalopathy (ensefalopati yang timbul bersamaan dengan gagal

multiorgan, hipotensi dan phenomena sistemik yang lainnya).

Konsep early dan late ini dibuat karena tidak semua ensefalopati pada

sepsis dapat dijelaskan akibat adanya disfungsi hati atau ginjal, hipotensi ataupun

hipoksia. Secara klinis SAE menunjukkan gambaran gejala ensefalopati yang

pada prinsipnya terdiri atas: (1) disfungsi otak menyeluruh atau multifokal, (2)

defisit neurologi tidak terlokalisasi: temuan gejala neurologis pada umumnya

simetris; multifokal mioklonus, tremor, (3) gangguan kesadaran/penurunan

kesadaran: respon yang melambat, disorientasi, delirium, koma. (4) gambaran lain

yang dapat

bervariasi yaitu hiperrefleksia, kejang umum atau fokal.11 Pada sekitar 70%

penderita dengan ensefalopati pada sepsis menunjukkan gejala berupa disfungsi

saraf perifer yang disebut sebagai “ critical illness polyneuropati”. Gejala ini

lebih lambat pulih dibandingkan gejala ensefalopati.33


29

Tidak ada tes untuk diagnosis SAE yang spesifik, bahkan dengan

pemeriksaan histopatologi sekalipun tidak ada yang patognomonik untuk SAE.

Oleh karena itu SAE merupakan diagnosis eksklusi, dalam arti harus dibuktikan

baik secara klinis maupun laboratorium, tidak ada infeksi langsung pada SSP

(seperti meningitis, abses intrakranial atau empyema), dibuktikan tidak ada trauma

kepala, embolisme

maupun reaksi/intoksikasi obat. Beberapa kondisi medis harus disingkirkan

sebelum diagnosis SAE ditegakkan antara lain: penggunaan obat obatan, infeksi

SSP, gangguan elektrolit, kelainan SSP.11

D. Pemeriksaan Penunjang

1) EEG

EEG merupakan penunjang yang paling sensitif untuk menegakkan diagnosis

SAE. Gambaran EEG pada penderita SAE dapat normal atau menunjukkan

abnormalitas yang ringan, reversibel dan diffuse seperti perlambatan (slowing)

yang ringan. Hampir 50% pasien sepsis yang tidak menunjukkan gejala klinis

perubahan kesadaran, namun menunjukkan gambaran EEG yang abnormal.32,33,35

Gambaran EEG pada SAE dapat diurut berdasarkan beratnya ensefalopati sebagai

berikut:

a) Normal

b) Excessive theta (gelombang theta 4-8Hz)


30

c) Predominantly delta (gelombang delta <4 Hz yang diffuse)

d) generalized triphasic wave

e) Suppression atau burst suppression patern.

Derajat abnormalitas dari EEG paralel dengan beratnya derajat klinis

ensefalopati. Theta wave tampak pada ensefalopati ringan, TW dan supression

hanya tampak pada penderita dengan penyakit yang sangat berat.11,33,35 Pada studi

terhadap penderita bakterimia di rumah sakit ditemukan sebesar 87%

menunjukkan gambaran EEG abnormal dan sebesar 70% terdiagnosis secara

klinis dengan gejala neurologi berupa lethargi sampai koma. Dilaporkan pada

penderita bakterimia, mortalitas berhubungan secara langsung dengan beratnya

abnormalitas pada gambaran EEG yaitu 0% pada EEG normal, 19% dengan

gelombang theta pada EEG, 36% dengan gelombang delta dan 67% dengan

supression atau burst supression. Walaupun gambaran EEG dihubungkan dengan

mortalitas, namun tidak ada gambaran EEG yang patognomonik untuk SAE.

Pemeriksaan EEG dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis SAE

karena untuk menyingkirkan status epileptikus non konvulsif.31

2) Punksi Lumbal

Lumbal punksi harus dilakukan pada penderita dengan sistemic inflammatory

response syndrome (SIRS) untuk menyingkirkan meningitis. Hasil analisa cairan

serebrospinal (CSS) pada SAE biasanya normal tetapi kadang kadang dapat

menunjukkan peningkatan protein yang ringan. Hitung sel dan kadar glukosa CSS

normal walaupun pada pasien yang otopsinya menunjukkan mikroabses pada

otak.11,31,33
31

3) Brain Imaging

Pada SAE gambaran CT-scan biasanya normal dan gambaran MRI juga

sering tidak khas. Pada MRI seringkali menunjukkan adanya edema vasogenik.

Sharshar et al, melakukan MRI kepala pada 9 penderita sepsis. Lima dari pasien

tersebut menunjukkan adanya lesi pada substansia alba (leukoencephalopathy)

yang khas ditandai dengan hiperintensitas pada MRI dengan peningkatan

perivascular space disekitarnya. Gambaran ini berhubungan dengan kerusakan

BBB. Beratnya lesi leukoencephalopathy berhubungan dengan prognosis

neurologi yang dievaluasi dengan GCS. Brain imaging dapat membantu

mendiagnosis SAE dan dapat menyingkirkan kelainan neurologi yang lain. 31,36

Bozza FA, pada penelitiannya dengan tehnik MRI untuk menilai morfologi dan

metabolisme otak pada model murine sepsis, membuktikan bahwa pada model

murine sepsis ditemukan adanya

edema vasogenik maupun sitotoksik, dan kerusakan neuronal.37

E. Tatalaksana

Tidak ada terapi spesifik terhadap ensepalopati pada sepsis (SAE).

Tatalaksana SAE pada prinsipnya adalah mengendalikan penyakit infeksi yang

mendasari (underlying infectious illness), mengendalikan gagal multi organ dan

menjaga homeostasis metabolisme serta pada saat yang sama menghindarkan

penggunaan obat obatan yang bersifat neurotoksik. Pasien meninggal lebih sering

akibat beratnya masalah sistemik atau gagal organ lain dibandingkan dengan

masalah pada otak. Oleh karena itu sangatlah penting mencegah proses infeksi

berlanjut dan mencegah terjadinya gagal multiorgan.32,38


32

1. Terapi utama ensefalopati pada sepsis adalah pemberian antibiotika yang

adekuat sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. Kalau belum ada hasil

kultur penggunaan antibiotika disesuaikan dengan pengetahuan lokal tentang

resistensi bakteri. Antibiotika mungkin gagal pada beberapa keadaan; pertama

mungkin karena resistensi, kedua mungkin karena antibiotika bekerja terlalu

lambat sehingga proses inflamasi berlanjut, ketiga bakteri yang mati dapat

memicu pelepasan sitokin inflamasi.32,33,38

2. Pertahankan tekanan darah agar tetap optimal untuk mempertahankan cerebral

blood flow tetap optimal. Apabila terjadi syok septik segera harus diatasi.

Monitoring yang berkesinambungan terhadap tanda vital, Sp O2 (pulse

oxymetry) dan balans cairan.33,38

3. Gangguan metabolik yang terjadi juga harus diatasi seperti dehidrasi, gangguan

keseimbangan elektrolit, dan gangguan metabolik yang lain (asidosis,

alkalosis).38

4. Mencegah terjadinya hipoksia dengan hiperventilasi. Hiperventilasi terkontrol

dapat membantu dalam menurunkan tekanan intrakranial yang meningkat.

Pembuluh darah cerebral paling sensitif terhadap perubahan tekanan CO2

arterial. Tekanan intrakranial akan turun dalam hitungan menit dari saat onset

hiperventilasi meskipun mekanisme buffer di dalam CSS dan cairan

ekstraseluler akan kembali normal sebagai efek hiperventilasi baru terjadi

dalam beberapa jam.38


33

5. Kejang harus diterapi dengan obat antiepilepsi sesuai dengan alur tatalaksana

kejang dan status epileptikus yang disepakati.33 Obat anti epilepsi yang dapat

digunakan untuk menghentikan kejang akut adalah:

a.Diazepam/lorazepam/midazolam: pemberian bisa melalui rektal atau

intravena

b. Phenobarbital secara intravena

c. Phenythoin secara intravena

6. Pemberian kortikosteroid masih merupakan hal yang kontroversi. Adanya

defisiensi produksi steroid oleh kelenjar adrenal pada sepsis dapat dijelaskan

sebagai akibat nekrosis hemorragic pada kelenjar adrenal yang memicu krisis

Addison dan dapat menimbulkan kematian. Pemberian kortikosteroid dosis

tinggi pada saat awal sepsis berat sebagai antiinflamasi dikatakan tidak ada

manfaatnya. Perhatian diberikan apabila terdapat defisisensi adrenal pada

sepsis berat. Pemberian kortikosteroid tidak dihubungkan dengan

meningkatnya komplikasi infeksi, perdarahan gastrointestinal maupun

perubahan status mental. Dua meta-analisis mendukung bahwa hidrokortison

dosis rendah selama 5-11 hari pada penderita sepsis berat atau syok sepsis

secara bermakna menurunkan durasi syok dan menurunkan angka kematian.

Kortikosteroid menurunkan tekanan intrakranial terutama pada edema

vasogenik karena efeknya bermanfaat pada pembuluh darah. Kortikosteroid

kurang bermanfaat pada edema sitotoksik.38

7. Osmotic agent meliputi manitol, urea, sorbitol, glicerol dan larutan saline

hipertonik. Larutan saline hipertonik tampaknya lebih baik dalam menurunkan


34

tekanan intrakranial pada ensefalopati akut dibandingkan dengan osmotic

agent yang lain. Larutan saline hipertonik berhubungan dengan rendahnya

mortalitas dan sekuele neurologis dibandingkan dengan manitol pada anak

dengan ensefalopati nontraumatik. Namun belum cukup bukti untuk

menjadikan hal ini sebagai protap.39

8. Restriksi cairan. Efek restriksi cairan sangat minimal pada edema serebri dan

dikhawatirkan jika restriksi yang dilakukan berlebihan dapat menimbulkan

hipotensi yang lebih memperburuk outcome neurologis.

9. Untuk mencegah dan mengatasi peningkatan tekanan intrakranial akibat edema

serebri, dianjurkan pasien diposisikan tidur terlentang dengan elevasi kepala

15-30° untuk membantu drainage vena dan mencegah kompresi vena leher.

K. Prognosis

Mortalitas meningkat seiring dengan beratnya gambaran abnormal pada EEG.

Mortalitas yang dihubungkan dengan SAE berkisar antara 16-63% jika GCS

menurun dari 15 sampai 8.Ensefalopati dapat reversibel seiring dengan

sembuhnya penderita dari sepsis namun dalam jangka Panjang dilaporkan dapat

menimbulkan gejala sisa berupa gangguan kognitif.32


BAB III

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Ny. S

Umur : 71 tahun

Alamat : Jl. KS Tubun, Banjarmasin

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Suku : Banjar

Status perkawinan : Kawin

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Masuk RS : 04 Juli 2022

Masuk SC : 05 Juli 2022

No. RM : 00-99-97-83

B. Anamnesis

Sumber : Anamnesis dilakukan dengan keluarga pasien

(alloanamnesis).

Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

35
36

Riwayat Penyakit Sekarang

Ny. S berusia 71 tahun dengan keluhan penurunan kesadaran. Pasien

mengalami penurunan kesadaran pada hari Senin 04/07/2022 pukul 17.00 WITA

saat sedang beristirahat dan tidak melakukan aktivitas apapun dirumah.

Sebelumnya pada hari Minggu 03/07/2022 pukul 21.00 WITA, pasien mengalami

demam tinggi mencapai suhu 40°C serta pasien tiba-tiba tidak bisa menggerakan

tangan dan kaki sebelah kanan (mengalami kelemahan). Saat pasien mengalami

penurunan kesadaran, keluarga pasien mengaku pasien hanya dapat membuka

mata, tidak merespon ketika dipanggil. Pasien dibawa menggunakan mobil

menuju RS pada pukul 19.00 WITA ditempuh selama 10-15 menit, selama

perjalanan pasien masih mengalami penurunan kesadaran. Ketika sudah sampai di

IGD Rumah Sakit pada pukul 19.15 WITA, pasien masih tidak ada perbaikan dan

pasien muntah-muntah. Pasien masuk ke ruang Stroke Center pada pukul 23.30

WITA dan sudah mulai ada perbaikan, ketika pasien dipanggil sudah bisa

merespon namun hanya satu dua kata selain itu pasien juga masih tidak mampu

mengangkat/menggerakan tangan dan kaki sebelah kanan, pasien juga masih

demam dengan suhu 38°C, merasa mual, pusing, serta tidak bisa menelan

sehingga dilakukan pemasangan NGT. Sejak masuk ke ruangan Stroke Center

pasien mengalami sulit tidur, BAB normal, BAK dengan menggunakan kateter,

untuk makan dan minum menggunakan NGT. Keluhan lain seperti sakit kepala,

kejang, sesak, nyeri ulu hati, riwayat kepala terbentur disangkal. Pasien memiliki

ulcus decubitus sebesar telapak tangan sejak bulan Mei dan rutin dibersihkan

dirumah oleh perawat dua kali seminggu.


37

Riwayat Penggunaan Obat :

1. Lisnopril

2. Omeprazole

3. Paracetamol

Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami stroke satu kali. Stroke pertama pada bulan juni

2022 sekitar dua minggu sebelum pasien mengalami keluhan lagi, pasien

mengalami kelemahan di tangan dan kaki sebelah kanan serta bibir sempat

mencong kearah kanan namun dapat pulih dan kembali normal kurang dari 24

jam. Riwayat pasien pernah melakukan operasi 2 kali, di pinggul tanggal

07/01/2022 dan di lutut 23/05/2022. Ulkus decubitus pasien muncul sejak bulan

April atau tiga minggu sebelum pasien melakukan operasi kedua.

TIA(+), HT(+), Maag(+), DM(-), Kolesterol(-), Asam Urat(-)

Riwayat Penyakit Keluarga :

HT(+), Stroke (-), Maag(-), DM(-), Kolesterol(-), Asam Urat(-)

Riwayat Sosial dan Kebiasaan:

Pasien tidak merokok dan tidak meminum alkohol, untuk pola makan tidak

teratur, biasanya hanya 3-5 sendok nasi dan ditambah dengan kue.

C. Pemeriksaan Fisik (05 Juli 2022)

1. Keadaan Umum :

Keadaan Sakit : Tampak sakit berat

Kesadaran : Somnolen
38

GCS : E3V2M6

Tekanan darah : 95/57 mmHg

Nadi : 95 kali/menit

Respirasi : 40 kali/menit

Suhu : 38.2 ºC

SpO2 : 97% nrm 15 lpm

2. Kepala/Leher

Mata : Ptosis (-), konjungtiva pucat (-), sklera ikterik (-), pupil isokor

diameter 3 mm/3 mm, reflex cahaya langsung (+/+), reflex

cahaya tidak langsung (+/+)

Mulut : Lesi pada mukosa bibir (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)

3. Thoraks

Pulmo : Bentuk normal, simetris kanan dan kiri, retraksi (-), suara napas

vesikuler, wheezing (-), ronki (-), stridor (-)

Cor : SI dan SII tunggal, murmur (-)

4. Abdomen : Cembung (-), bising usus (+), timpani di seluruh

lapang abdomen, supel, nyeri tekan (-), hepar lien dan massa

tidak teraba, shifting dullness (-), undulasi (-), nyeri ketok ginjal

(-)

5. Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tidak ada edema, tidak terdapat

atrofi pada ekstremitas bagian bawah kiri dan kanan


39

D. Status Neurologis

a. Meningeal Sign : Kaku kuduk (-/-) Laseque sign (-/-) Kernig (-/-)

Brudzinski 1 (-/-) Brudzinski 2 (-/-) Brudzinski 3 (-/-)

Brudzinski 4 (-/-)

b. Reflex fisiologis : Biceps (+2/+2), Triceps (+1/+2), Achilles (+1/+1),

Patella (+2/+2)

c. Reflex patologis : Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-), Oppenheim

(-/-), Hoffman (-/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),

Schaeffer (-/-)

d. Pemeriksaan Motorik, Atrofi, Tonus, Gerak, dan Sensorik


Ekstremitas atas Ekstremitas bawah
Pemeriksaan Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Motorik +2 +5 +2 +5
Atrofi - - - -
Tonus otot Hipotoni Hipotoni Hipotoni Hipotoni
Bebas Bebas
Gerak Terbatas Terbatas
Terbatas Terbatas
Gerakan involunter - - - -
Sensorik + + + +
Sulit Sulit Sulit Sulit
Sensasi nyeri
dievaluasi dievaluasi dievaluasi dievaluasi
Sensasi suhu TDL TDL TDL TDL
Sensasi getar TDL TDL TDL TDL

E. Pemeriksaan Nervus Kranialis

Nervus Cranialis Kanan Kiri


N. I Daya Penghidu (+) (+)
Daya Penglihatan (+) (+)
N. II Medan Penglihatan (+) (+)
Pengenalan warna TDL TDL
Ptosis - -
Gerakan Mata (+) (+)
40

Ukuran Pupil 3 mm 3 mm
Bentuk Pupil bulat bulat
Refleks Cahaya (+) (+)
Refleks Akomodasi Sde Sde
N. III Strabismus Divergen - -
N. IV Gerakan Mata Ke Lateral Bawah - -
Strabismus Konvergen - -
Menggigit - -
Membuka Mulut (+) (+)
N. V Sensibilitas Muka (+) (+)
Refleks Kornea (+) (+)
Trismus -
Gerakan Mata Ke Lateral - -
N. VI Strabismus Konvergen - -
Diplopia - -
Kedipan Mata (+) (+)
Lipatan Nasolabial Simetris
Sudut Mulut Simetris
Mengerutkan Dahi (+) (+)
Mengerutkan Alis (+) (+)
Menutup Mata (+) (+)
N. VII Meringis (+) (+)
Menggembungkan pipi (+) (+)
Daya Kecap Lidah 2/3 Depan TDL TDL
Mendengar Suara Berbisik Sde Sde
Mendengar Detik Arloji TDL TDL
N. VIII Tes Rinne TDL TDL
Tes Weber TDL TDL
Tes Schwabach TDL TDL
Arkus Faring Sde Sde
Daya Kecap Lidah 1/3 Belakang TDL TDL
Refleks Muntah (+) (+)
N. IX Suara Sengau (-) (-)
Tersedak (-) (-)
Arkus Faring Sde Sde
N. X Bersuara (+) (+)
Menelan (-) (-)
Memalingkan Kepala (+) (+)
N. XI Sikap Bahu (+) (+)
Mengangkat Bahu (+) (+)
Sikap Lidah Sde
N. XII Tremor Lidah (-)
Menjulurkan Lidah (+)
41

F. SIRIRAJ SCORE

Gejala dan Tanda Penilaian Indeks Skor


Kesadaran  0: compos mentis
1: somnolen X2,5 2,5
  2: semikoma/koma
Muntah 0: tidak
  1: ya X2 2
Nyeri Kepala (dalam 2 jam) 0: tidak X2 0
  1: ya
Tekanan darah (diastol) 57 mmHg x0,1 5,7
Ateroma: 0: tidak x-3 0
o Diabetes Melitus 0 : tidak
o Angina pectoris  
o Klaudikasio intermiten  
Konstanta   -12 -12
Total skor SSS  -1,8
Kesimpulan : Stroke Iskemik

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium di RSUD Ulin Banjarmasin

Hasil Nilai
Pemeriksaan Satuan
04/07/2022 Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11.7 12.0 – 16.0 g/dl
Leukosit 13.2 4.0 – 10.5 ribu/ul
Eritrosit 3.83 4.00 – 5.30 juta/ul
Hematokrit 34.6 37.0 – 47.0 %
Trombosit 460 150 – 450 ribu/ul
RDW-CV 14.7 12.11 – 14.0 %
MCV, MCH, MCHC
MCV 90.3 75.0 – 96.0 fl
MCH 30.5 28.0 – 32.0 pg
MCHC 33.8 33.0 – 37.0 %
HITUNG JENIS
Basofil% 0.2 0.0 – 1.0 %
Eosinofil% 0.4 1.0 – 3.0 %
42

Neutrofil% 76.8 50.0 – 81.0 %


Limfosit% 14.7 20.0 – 40.0 %
Monosit% 7.9 2.0 – 8.0 %
Basofil# 0.03 < 1.00 ribu/ul
Eosinofil# 0.05 < 3.00 ribu/ul
Neutrofil# 10.18 2.50 – 7.00 ribu/ul
Limfosit# 1.94 1.25 – 4.00 ribu/ul
Monosit# 1.04 0.30 – 1.00 ribu/ul
KIMIA
DIABETES
Gula darah 96 <200.00 mg/dl
sewaktu
HATI DAN PANKREAS
SGOT 28 5 – 34 u/l
SGPT 7 0 - 55 u/l
GINJAL
Ureum 20 0 – 50 mg/dl
Kreatinin 0.44 0.57 – 1.11 mg/dl
ELEKTROLIT
Natrium 134 136 – 145 Meq/L
Kalium 4.1 3.5 – 5.1 Meq/L
Chlorida 103 98 – 107 Meq/L

Kesimpulan :

04 Juli 2022 : Anemia + Leukositosis + Trombosis + Eosinopenia +

Limfopenia + Neutrofilia + Hiponatremia

b. Foto Thorax

Pemeriksaan foto thorax AP pada 4 Juli 2022


43

Interpretasi :

- Cor : Tidak tampak pembengkakan, massa, hematoma dan

emphysema subcutan pada soft tissue. Tidak tampak atherosclerosis

arcus aorta, tidak tampak deviasi trakea, tampak perbesaran jantung CTR

52%, tampak perselubungan homogen pada mediastinum

- Pulmo : Tampak peningkatan corakan bronkovaskular paru kanan,

Tampak bercak opasitas ireguler lapang bawah paru kanan dan lapang

atas paru kiri

- Sinus : Sinus costophrenicus dan cardiophrenucus kanan tajam,

sinuskar costophrenicus kiri sulit dinilai

- Diafragma : Diaphragma domeshape, menandakan inspirasi adekuat

Kesan : Cardiomegaly tanpa lung edem, bronkopneumoni

c. CT scan (05 Juni 2022)


44

Interpretasi :

- Sulkus dan girus normal

- Ventrikel normal, tidak ada perdarahan intraventrikel, dan tidak ada massa

- Terdapat infark cerebri pada regio ganglia basalis sinistra

- Tidak terdapat edema cerebri dan tidak ada massa

- Tidak terdapat fraktur

Kesan : Lesi infark cerebri pada regio ganglia basalis sinistra

d. EKG
45

Interpretasi :

- Frekuensi 95x/menit

- Irama : Normosinus

- Frekuensi : 87 x/menit

- Aksis : Normoaxis

- Interval P-R : normal

- Kompleks QRS : normal

H. Diagnosis

Diagnosis klinis : DOC + Hemiparesis Dextra + Ulkus Dekubitus

Diagnosis topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia basalis sinistra

Diagnosis etiologi : Stroke iskemik tipe emboli + Ensefalopati sepsis

Diagnosis banding : Stroke iskemik tipe trombotik, SCH, SDH

I. Penatalaksanaan IGD (04 Juli 2022)

a. Cek GDS Stick


46

b. O2 Nasal Canule 2-4 lpm

c. IVFD Asering 50ml 20 tpm

d. Inj Omeprazole 1x40 mg

e. Inj Ceftriaxone 2x19 mg

f. Inf Paracetamol 3x1 gr K/P Febris

J. Prognosis

Ad vitam : Dubia ad Bonam

Ad Functionam : Dubia ad Malam

Ad Sanationam : Dubia ad Malam

K. Follow Up

Follow up dari tanggal 06 Juli – 11 Juli 2022 pukul 06.30 WITA (pada saat

pasien di rg. Stroke Center RSUD Ulin Banjarmasin).

06 Juli 2022
Subjective Demam, Sulit tidur, BAB tidak ada, Pusing, Mual
Objective Kesadaran: Somnolen, GCS : E3V2M6
TD ; 95/57 mmHg, N: 95 kali/menit; RR: 40 kali/menit; T:
38,2oC; SpO2: 97 % nrm 10 lpm
RCL +/+ RCTL +/+ Isokor 2mm/2mm
Status neurologis:
‐ Rangsang meningeal (-)
‐ Nervus cranialis: (-)
‐ Refleks fisiologis:
BPR +1/+2, TPR +1/+2, KPR sde/+1, APR sde/+1
Motorik superior +2/+5, motorik inferior +2/+4
Gerak superior T/BT, gerak inferior T/BT
Sensoris superior +/+ sensoris inferior +/+
Tonus superior hipo/hipo tonus inferior hipo/hipo
Atrofi keempat ekstremitas -
Refleks patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-),
Oppenheim (-/-), Hoffman (+/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),
Schaeffer (-/-)
N. Cranialis:
I. +/+
47

II. +/+ (afferent)


III. +/+ (efferent), GBM Sde
IV. GBM Sde
V. Reflek kornea +/+
VI. GBM Sde
VII. Parase -
VIII. +/+
IX. -
X. Sde
XI. TPZ (-), SCM (-)
XII. +
Diagnosis Klinis : Riwayat DOC + Hemiparesis dextra +
Ulkus Dekubitus
Diagnosis Topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia
Assesment basalis sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik tipe embolik +
Ensefalopati sepsis
1. Inf Asering 10 tpm
2. Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P
3. Inj Citicoline 2x500 mg
4. Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg
Planning 5. Inj Ceftriaxone 2x1 mg
6. Inj Ceftazidine 2x1 mg
7. Inj Dexamethason 2x1/2
8. PO Laxadine 3x15cc
9. PO Clobazam 0-0-5 K/P
07 Juli 2022
Subjective Demam, Sulit tidur, BAB tidak ada
Objective Kesadaran: Somnolen, GCS : E3V2M6
TD ; 97/62 mmHg, N: 100 kali/menit; RR: 23 kali/menit; T:
38,7oC; SpO2: 98 % nasal canule 3 lpm
RCL +/+ RCTL +/+ Isokor 3mm/3mm
Status neurologis:
‐ Rangsang meningeal (-)
‐ Nervus cranialis: (-)
‐ Refleks fisiologis:
BPR +2/+2, TPR +1/+1, KPR sde/+1, APR sde/+1
Motorik superior +2/+5, motorik inferior +2/+5
Gerak superior T/BT, gerak inferior T/BT
Sensoris superior +/+ sensoris inferior +/+
Tonus superior hipo/hipo tonus inferior hipo/hipo
Atrofi keempat ekstremitas -
Refleks patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-),
Oppenheim (-/-), Hoffman (+/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),
Schaeffer (-/-)
48

N. Cranialis:
I. +/+
II. +/+ (afferent)
III. +/+ (efferent), GBM +/+
IV. GBM +/-
V. Reflek kornea +/+
VI. GBM +/-
VII. Parase -
VIII. +/+
IX. -
X. Sde
XI. TPZ (-), SCM (-)
XII. +
Diagnosis Klinis : Riwayat DOC + Hemiparesis dextra +
Ulkus Dekubitus
Diagnosis Topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia
Assesment basalis sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik tipe embolik +
Ensefalopati sepsis
1. Inf Asering 10 tpm
2. Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P
3. Inj Citicoline 2x500 mg
4. Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg
Planning 5. Inj Ceftriaxone 2x1 mg
6. Inj Ceftazidine 2x1 mg
7. Inj Dexamethason 2x1/2
8. PO Laxadine 3x15cc
9. PO Clobazam 0-0-5 K/P
08 Juli 2022
Subjective Sulit tidur, BAB tidak ada
Objective Kesadaran: Composmentis, GCS : E4V5M6
TD ; 104/77 mmHg, N: 87 kali/menit; RR: 31 kali/menit; T:
37,1oC, SpO2: 99 % nasal canule 2 lpm
RCL +/+ RCTL +/+ Isokor 3mm/3mm
Status neurologis:
‐ Rangsang meningeal (-)
‐ Nervus cranialis: (-)
‐ Refleks fisiologis:
BPR +1/+2, TPR +1/+2, KPR sde/+1, APR +1/+1
Motorik superior +3/+5, motorik inferior +2/+5
Gerak superior T/BT, gerak inferior T/BT
Sensoris superior +/+ sensoris inferior +/+
Tonus superior hipo/hipo tonus inferior hipo/hipo
49

Atrofi keempat ekstremitas -


Refleks patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-),
Oppenheim (-/-), Hoffman (+/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),
Schaeffer (-/-)
N. Cranialis:
I. +/+
II. +/+ (afferent)
III. GBM +/+, +/+ (efferent)
IV. GBM +/+
V. Refleks Kornea +/+
VI. GBM +/+
VII. Parase -
VIII. +/+
IX. Sde
X. Gag refleks -
XI. TPZ (+/+), SCM (+/+)
XII. Sde
Diagnosis Klinis : Riwayat DOC + Hemiparesis dextra +
Ulkus Dekubitus
Diagnosis Topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia
Assesment basalis sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik tipe embolik +
Ensefalopati sepsis
1. Inf Asering 10 tpm
2. Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P
3. Inj Citicoline 2x500 mg
4. Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg
Planning 5. Inj Ceftriaxone 2x1 mg
6. Inj Ceftazidine 2x1 mg
7. Inj Dexamethason 2x1/2
8. PO Laxadine 3x15cc
9. PO Clobazam 0-0-5 K/P
09 Juli 2022
Subjective Sulit tidur, BAB tidak ada
Objective Kesadaran: Composmentis, GCS : E4V5M6
TD: 126/89 mmHg, N: 72 kali/menit; RR: 21 kali/menit; T:
36,7oC, SpO2: 99 % nasal canule 2 lpm
RCL +/+ RCTL +/+ Isokor 3mm/3mm
Status neurologis:
‐ Rangsang meningeal (-)
‐ Nervus cranialis: (-)
50

‐ Refleks fisiologis:
BPR +1/+2, TPR +1/+2, KPR+1/+2, APR +1/+2
Motorik superior +3/+5, motorik inferior +2/+5
Gerak superior T/BT, gerak inferior T/BT
Sensoris superior +/+ sensoris inferior +/+
Tonus superior eu/eu tonus inferior eu/eu
Atrofi keempat ekstremitas -
Refleks patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-),
Oppenheim (-/-), Hoffman (+/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),
Schaeffer (-/-)
N. Cranialis:
I. +/+
II. +/+ (afferent)
III. GBM +/+, +/+ (efferent)
IV. GBM +/+
V. Refleks Kornea +/+
VI. GBM +/+
VII. Parase -
VIII. +/+
IX. Sde
X. Gag refleks +
XI. TPZ (+/+), SCM (+/+)
XII. -
Diagnosis Klinis : Riwayat DOC + Hemiparesis dextra +
Ulkus Dekubitus
Diagnosis Topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia
Assesment basalis sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik tipe embolik +
Ensefalopati sepsis
1. Inf Asering 10 tpm
2. Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P
3. Inj Citicoline 2x500 mg
4. Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg
5. Inj Ceftriaxone 2x1 mg
Planning
6. Inj Ceftazidine 2x1 mg
7. Inj Dexamethason 2x1/2 mg
8. PO Laxadine 3x15cc
9. PO Clobazam 0-0-5 K/P

11 Juli 2022
Subjective Sulit tidur, BAB tidak ada
51

Kesadaran: Composmentis, GCS : E4V5M6


TD: 153/76 mmHg, N: 55 kali/menit; RR: 20 kali/menit; T:
35.2oC, SpO2: 99 % RA
RCL +/+ RCTL +/+ Isokor 3mm/3mm
Status neurologis:
‐ Rangsang meningeal (-)
‐ Nervus cranialis: (-)
‐ Refleks fisiologis:
BPR +2/+2, TPR +2/+2, KPR sde/+1, APR +1/+1
Motorik superior +3/+5, motorik inferior +2/+5
Gerak superior T/B, gerak inferior T/B
Sensoris superior +/+ sensoris inferior +/+
Tonus superior hipo/hipo tonus inferior hipo/hipo
Atrofi keempat ekstremitas -
Refleks patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-),
Objective
Oppenheim (-/-), Hoffman (+/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),
Schaeffer (-/-)
N. Cranialis:
I. +/+
II. +/+ (afferent)
III. GBM +/+, +/+ (efferent)
IV. GBM +/+
V. Refleks Kornea +/+
VI. GBM +/+
VII. Parase -
VIII. +/+
IX. Sde
X. Gag refleks +
XI. TPZ (+/+), SCM (+/+)
XII. -
Diagnosis Klinis : Riwayat DOC + Hemiparesis dextra +
Ulkus Dekubitus
Diagnosis Topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia
Assesment basalis sinistra
Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik tipe embolik +
Ensefalopati sepsis
Planning 1. Inf Asering 10 tpm
2. Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P
3. Inj Citicoline 2x500 mg
4. Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg
5. Inj Ceftriaxone 2x1 mg
52

6. Inj Ceftazidine 2x1 mg


7. Inj Dexamethason 2x1/2 mg
8. PO Laxadine 3x15cc
9. PO Clobazam 0-0-5 K/P

12 Juli 2022
Subjective Sulit tidur, BAB tidak ada
Kesadaran: Composmentis, GCS : E4V5M6
TD: 121/74 mmHg, N: 58 kali/menit; RR: 25 kali/menit; T:
36.7oC, SpO2: 96 % nasal canule 3 lpm
RCL +/+ RCTL +/+ Isokor 3mm/3mm
Status neurologis:
‐ Rangsang meningeal (-)
‐ Nervus cranialis: (-)
‐ Refleks fisiologis:
BPR +1/+2, TPR +1/+2, KPR sde/+1, APR +1/+1
Motorik superior +3/+5, motorik inferior sde/+5
Gerak superior T/B, gerak inferior T/B
Sensoris superior +/+ sensoris inferior +/+
Tonus superior eu/eu tonus inferior eu/eu
Atrofi keempat ekstremitas -
Refleks patologis: Babinski (-/-), Chaddock (-/-), Gonda (-/-),
Objective
Oppenheim (-/-), Hoffman (+/-), Tromner (-/-), Gordon (-/-),
Schaeffer (-/-)
N. Cranialis:
I. +/+
II. +/+ (afferent)
III. GBM +/+, +/+ (efferent)
IV. GBM +/+
V. Refleks Kornea +/+
VI. GBM +/+
VII. Parase -
VIII. +/+
IX. +
X. Gag refleks +
XI. TPZ (+/+), SCM (+/+)
XII. -
Assesment Diagnosis Klinis : Riwayat DOC + Hemiparesis dextra +
Ulkus Dekubitus
Diagnosis Topis : Lesi infark cerebri pada regio ganglia
basalis sinistra
53

Diagnosis Etiologi : Stroke iskemik tipe embolik +


Ensefalopati sepsis
1. Inf Asering 10 tpm
2. Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P
3. Inj Citicoline 2x500 mg
4. Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg
Planning 5. Inj Ceftriaxone 2x1 mg
6. Inj Ceftazidine 2x1 mg
7. Inj Dexamethason 2x1/2 mg
8. PO Laxadine 3x15cc
9. PO Clobazam 0-0-5 K/P
BAB IV

PEMBAHASAN

Telah dilakukan analisis status data dan anamnesis kepada keluarga Ny. S,

usia 65 tahun yang dirawat di ruangan stroke center RSUD Ulin Banjarmasin

dengan keluhan penurunan kesadaran. Pasien mengalami penurunan kesadaran

pada hari Senin 04/07/2022 pukul 17.00 WITA saat sedang beristirahat dan tidak

melakukan aktivitas apapun dirumah. Sebelumnya pada hari Minggu 03/07/2022

pukul 21.00 WITA, pasien mengalami demam tinggi mencapai suhu 40 °C serta

pasien tiba-tiba tidak bisa menggerakan tangan dan kaki sebelah kanan

(mengalami kelemahan). Saat pasien mengalami penurunan kesadaran, keluarga

pasien mengaku pasien hanya dapat membuka mata, tidak merespon ketika

dipanggil. Pasien dibawa menggunakan mobil menuju RS pada pukul 19.00

WITA ditempuh selama 10-15 menit, selama perjalanan pasien masih mengalami

penurunan kesadaran. Ketika sudah sampai di IGD Rumah Sakit pada pukul 19.15

WITA, pasien masih tidak ada perbaikan dan pasien muntah-muntah. Pasien

masuk ke ruang Stroke Center pada pukul 23.30 WITA dan sudah mulai ada

perbaikan, ketika pasien dipanggil sudah bisa merespon namun hanya satu dua

kata selain itu pasien juga masih tidak mampu mengangkat/menggerakan tangan

dan kaki sebelah kanan, pasien juga masih demam dengan suhu 38 °C, merasa

mual, pusing, serta tidak bisa menelan sehingga dilakukan pemasangan NGT.

Sejak masuk ke ruangan Stroke Center pasien mengalami sulit tidur, BAB normal,

54
55

BAK dengan menggunakan kateter, untuk makan dan minum menggunakan NGT.

Keluhan lain seperti sakit kepala, kejang,


56

sesak, nyeri ulu hati, riwayat kepala terbentur disangkal. Pasien memiliki ulcus

decubitus sebesar telapak tangan sejak bulan Mei dan rutin dibersihkan dirumah

oleh perawat dua kali seminggu. Pasien mempunyai riwayat TIA (+), HT(+),

Maag(+), Ulkus decubitus (+). Pasien tidak merokok dan tidak meminum alkohol,

untuk pola makan tidak teratur, biasanya hanya 3-5 sendok nasi dan ditambah

dengan kue.

Pada kasus ini ditemukan kondisi pasien dalam keadaan penurunan kesadaran

atau DOC serta kelemahan pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

pada sisi kanan tubuh pasien atau hemiparesis dextra. Maka berdasarkan teori,

kondisi klinis tersebut dapat dikaitkan dengan terjadinya suatu kejadian stroke.

Stroke adalah sindroma klinis yang ditandai oleh disfungsi serebral fokal atau

global yang berlangsung 24 jam atau lebih, yang dapat menyebabkan disabilitas

atau kematian yang disebabkan oleh perdarahan spontan atau suplai darah yang

tidak adekuat pada jaringan otak secara mendadak. Stroke dibagi atas dua, yaitu

stroke iskemik (non-hemoragik) yang disebabkan oleh kekurangan suplai darah

dan oksigen ke otak karena adanya infark, serta stroke hemoragik yang

disebabkan oleh pendarahan atau kebocoran pembuluh darah. Berdasarkan teori,

pasien yang mengalami stroke iskemik biasanya datang dengan riwayat gejala

neurologis fokal yang muncul secara mendadak. Manifestasi defisit neurologis

yang dapat ditemukan diantaranya hemiparesis, defisit hemisensorik, gangguan

penglihatan, disartria, wajah terkulai, ataxia, penurunan tingkat kesadaran secara

tiba-tiba, dan lainnya. Tidak ada gambaran riwayat yang membedakan stroke

iskemik dari stroke hemoragik, meskipun mual, muntah, sakit kepala, dan

56
57

perubahan tingkat kesadaran yang tiba-tiba lebih sering terjadi pada stroke

hemoragik.3,12

Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien juga didapatkan bahwa pasien

mengalami Anemia + Leukositosis + Trombosis + Eosinopenia + Limfopenia +

Neutrofilia + Hiponatremia yang artinya telah terjadi suatu keadaan metabolisme

yang tidak normal pada pasien sehingga akan sangat berpengaruh terhadap

kondisi kesadaran dan keadaan pasien. Ensefalopati yaitu suatu gangguan

metabolisme yang menyeluruh pada sel neuron atau sel glia sehingga

menimbulkan gangguan kesadaran, kemampuan kognitif atau prilaku.

Ensefalopati dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain infeksi, toksin,

kelainan metabolik dan iskemik. Ensefalopati akut adalah suatu keadaan dimana

gangguan fungsi otak terjadi secara mendadak akibat gangguan homeostasis

metabolik atau akibat zat-zat yang bersifat toksik. 10 Sepsis adalah suatu proses

inflamasi yang dicetuskan oleh infeksi. Sepsis menurut beratnya merupakan

spektrum penyakit dari SIRS (systemic inflammatory response syndrome) sampai

MODS (multiple organ dysfunction syndrome). Keterlibatan SSP (susunan saraf

pusat) pada sepsis menimbulkan ensefalopati dan nuropati perifer. Sesuai dengan

kedua teori tersebut dapat diketahui dengan jelas penyebab terjadinya kondisi

klinis pada pasien.11

Pada pemeriksaan penunjang CT-Scan didapatkan hasil infark cerebri pada

regio ganglia basalis sinistra, sulkus dan girus normal, ventrikel normal, tidak ada

perdarahan intraventrikel, tidak ada massa dan tidak terdapat edema cerebri.

Untuk perbedaan antara stroke non hemoragik/iskemik dan stroke hemoragic


58

dilakukan pemeriksaan CT scan sebagai gold standard. Pada pemeriksaan CT scan

akan didapatkan hasil gambaran yang abnormal berbeda antara stroke hemoragik

dan non-hemoragik/iskemik. Lesi berupa perdarahan akan didapatkan pada stroke

hemoragik sedangkan lesi iskemik atau infark otak akan didapatkan pada stroke

non-hemoragik.40

Penatalaksanaan terapi awal yang diberikan kepada pasien yaitu mendapatkan

infus asering 500 ml 10 tpm.  Cairan infus ini mampu membantu mencukupi gizi

dan nutrisi yang diperlukan oleh penggunanya. Kandungan dan komposisi

Asering Setiap 1000 mL larutan mengandung Calcium Chloride 2H20 0.20 g,

Potassium Chloride 0.30 g, Sodium Chloride 6.00 g, Sodium Acetate 3H20 3.80

g. Sodium Chloride merupakan garam yang berperan dalam memelihara tekanan

osmosa dan jaringan. Potassium Chloride dan Calcium Chloride adalah garam

yang berperan memelihara keseimbangan elektrolit dalam darah dan jaringan.

Sodium Acetate sebagai prekursor bicarbonate. Ion acetate dalam  metabolisme 

dirubah menjadi bicarbonate.41

Pada pasien ini juga diberikan Infus paracetamol flash. Paracetamol memiliki

fungsi sebagai analgesik antipiretik. Merupakan pilihan pertama saat terjadi

demam. Sediaan paracetamol dipasaran adalah Tablet 500 mg dan 650 mg. Sirup

120 mg/ 5 mL.Drops 60 mg/ 0,6 mL. Karena belum terdapat sediaan suspensi,

maka dari itu produk yang akan dibuat dalam bentuk sediaan suspensi

paracetamol. Suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat

dalam bentuk halus dan tidak larut. Beberapa pasien yang tidak bisa menelan obat

atau pada pasien anak lebih suka obat bentuk cair dari pada bentuk tablet. bentuk
59

cair memudahkan pasien untuk menelan obat, pemberian dosis takaran obat dalam

bentuk cair lebih mudah dari pada bentuk padat terutama untuk pasien anak- anak,

dan menghilangkan atau menutupi rasa tidak enak (pahit) dari jenis-jenis obat

tertentu bila dalam bentuk suspensi ada tambahan zat pemanis yang disukai anak-

anak.41

Pada pasien ini juga diberikan Injeksi citicoline 2x500 mg yang merupakan

bentuk vitamin B kolin yang dapat ditemukan pada semua sel. Obat ini berfungsi

mencegah kerusakan otak (neuroproteksi) dan membantu pembentukkan

membran sel di otak (neurorepair). Citicoline memainkan peran penting dalam

perbaikan neuron dengan mendukung energi yang diproduksi di neuron. Hal ini

yang kemudian akan mendukung perbaikan dan pemeliharaan membran sel,

pembentukkan bahan kimia, dan propagasi impuls listrik. Semua ini sangat

diperlukan untuk mendukung fungsi yang lebih luas dari otak seperti memori,

motorik, fungsi kognitif, berpikir, dan proses pengambilan keputusan. Pemberian

citicoline berguna sebagai neuroproteksi pada iskemik karena sifatnya sebagai

bahan pengadaan kardiolipin dan sfingomielin, sumber fosfatidilkholin serta

stimulasi sintesis glutation sebagai antioksidan endogen dan menjamin

keseimbangan aktivitas neurotransmisi Na+K+-ATPase antar sel di sistem saraf

pusat.41

Pasien diberikan obat omeprazole 1x40 mg. Omeprazole merupakan obat

golongan proton pump inhibitor (PPI) yang digunakan untuk pengelolaan

penyakit yang berhubungan dengan peningkatan asam lambung, seperti ulkus

peptikum, gastritis akibat infeksi Helicobacter pylori, dan gastroesophageal


60

reflux disease (GERD). Omeprazole yang merupakan obat golongan PPI memiliki

keunggulan dibandingkan dengan obat penurun asam lain dalam segi toleransinya,

keamanan, serta kemampuan penghambatan asam. Dari segi farmakologi,

omeprazole bekerja mensupresi asam pada fase akhir, memiliki efek

penghambatan sampai 72 jam, dan bersifat ireversibel. Interaksi obat omeprazole

dengan obat lainnya berhubungan dengan mekanisme farmakokinetiknya, yaitu

dimetabolisme oleh enzim sitokrom P450 2C19 di hepar. Omeprazole umumnya

ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling sering dilaporkan terkait

dengan terapi omeprazole melibatkan traktus gastrointestinal,  misalnya diare dan

mual, serta efek pada sistem saraf pusat, misalnya sakit kepala dan pusing. Selain

itu, penggunaan PPI seperti omeprazole juga telah dikaitkan dengan peningkatan

risiko infeksi tertentu, termasuk pneumonia, serta peningkatan risiko kanker

lambung.41

Pasien diberikan obat injeksi ceftazidime 2x1mg. Ceftazidime adalah

antibiotik sefalosporin generasi ketiga. Seperti sefalosporin generasi ketiga

lainnya, ia memiliki aktivitas spektrum luas terhadap bakteri Gram-positif dan

Gram-negatif. Tidak seperti kebanyakan agen generasi ketiga, aktif melawan

Pseudomonas aeruginosa, namun memiliki aktivitas yang lebih lemah terhadap

mikroorganisme Gram-positif. Ceftazidime biasanya dicadangkan untuk

pengobatan infeksi yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa. Ini juga

digunakan dalam terapi empiris neutropenia demam, dalam kombinasi dengan

antibiotik lain. Dosis biasa adalah 1-2 g IV/IM setiap 8-12 jam (2 - 3 kali),
61

meskipun ini dapat bervariasi tergantung indikasi, tingkat keparahan infeksi,

dan/atau fungsi ginjal.41

Pasien diberikan obat injeksi dexamethasone 2x1/2mg. Dexamethasone

adalah obat antiradang yang digunakan pada berbagai kondisi peradangan, seperti

reaksi alergi, penyakit autoimun, atau radang sendi. Selain itu, obat ini bisa

dikombinasikan dengan obat lain untuk menangani multiple myeloma.

Dexamethasone merupakan obat kortikosteroid yang bekerja dengan menghambat

pengeluaran zat kimia tertentu di dalam tubuh yang bisa memicu peradangan.

Obat ini juga memiliki efek imunosupresan atau penekan sistem kekebalan

tubuh.41

Pasien diberikan obat per oral laxadine 3x15ml. Laxadine merupakan obat

pencahar yang menginduksi gerakan peristaltik usus dan melunakkan feses

sehingga membantu melancarkan proses Buang Air Besar (BAB) serta

menghambat penyerapan air berlebih dari feses. Laxadine mengandung beberapa

bahan aktif yang mendukung dengan mekanisme kerja sebagai berikut :41

1. Phenolphtalein adalah senyawa organik yang memiliki efek sebagai pencahar

pada usus dengan merangsang jaringan mukosa usus dan mengendurkan otot-

ototnya. Senyawa ini juga umum digunakan sebagai indikator pH di

laboratorium.

2. Parafin cair memiliki sifat emolien atau dapat bertindak sebagai pelumas dan

menjaga kotoran tetap lunak sehingga sering digunakan untuk mengobati

sembelit.
62

3. Gliserin digolongkan sebagai obat pencahar jenis osmotik yaitu kerjanya

dengan menarik air dari jaringan sekitar menuju feses sehingga feses

mengandung cukup air untuk dikeluarkan.

Komposisi laxtadine yaitu phenolphtalein 55 mg, paraffin liquidum 1200 mg,

glycerin 378 mg.41

Pasien diberikan obat Klobazam 0-0-5 K/P. Klobazam termasuk golongan

benzodiazepin yang bekerja berdasarkan potensiasi inhibisi neuron dengan asam

gama-aminobutirat (GABA) sebagai mediator. Klobazam memiliki efek

antikonvulsi, ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, dan amnestik. Clobazam adalah

1,5-benzodiazepin, yang berarti bahwa cincin diazepinnya memiliki atom nitrogen

pada posisi 1 dan 5 (bukan seperti biasa 1 dan 4). Seperti 1,5-benzodiazepin

lainnya (arfendazam, lofendazam, misalnya), ia memiliki afinitas yang lebih kecil

untuk situs pengikatan 1-alosterik pada reseptor GABAA dibandingkan dengan

1,4-benzodiazepin. Ia memiliki afinitas selektif untuk situs 2, di mana ia memiliki

aktivitas agonis.41
63
BAB V

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus dengan nama Ny. S usia 71 tahun datang ke

IGD RSUD Ulin dengan penurunan kesadaran dan kelemahan anggota tubuh

ekstremitas atas dan ekstremitas bawah sisi kanan. Berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik serta penunjang didapatkan diagnosis mengarah pada stroke

iskemik tipe embolik dengan ensefalopati sepsis. Pasien mendapatkan terapi

pengobatan Inf Asering 10 tpm, Inf Paracetamol Flash 3x1mg K/P, Inj Citicoline

2x500 mg, Inj Omeprazole/Ranitidine 1x40 mg, Inj Ceftriaxone 2x1 mg, Inj

Ceftazidine 2x1 mg, Inj Dexamethason 2x1/2 mg, PO Laxadine 3x15cc, PO

Clobazam 0-0-5 K/P. Pasien berada di ruangan stroke center RSUD Ulin

Banjarmasin mulai tanggal 05/07/22 sampai tanggal 13/07/22 lalu dilanjutkan

rawat jalan.

64
DAFTAR PUSTAKA

1. Junaidi, Iskandar. Stroke, waspadai ancamannya. Yogyakarta: Penerbit Andi;


2011

2. Sultradewi Kesuma NMT, Krismashogi Dharmawan D, Fatmawati H.


Gambaran faktor risiko dan tingkat risiko stroke iskemik berdasarkan stroke
risk scorecard di RSUD Klungkung. Intisari Sains Medis. 2019;10(3):720–9.

3. Budianto P, Prabaningtyas H, Putra SE, Mirawati diah K, Muhammad F,


Hafizan M. Stroke iskemik akut : dasar dan klinis. 2021. 84 p.
4. Lisiswanti R, Putra FIE. Multi Media Campaign Akronim F.A.S.T dalam
Mengurangi Mortalitas dan Morbiditas Kegawatdaruratan Penyakit Stroke.
2016

5. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, Blaha MJ, et al.
Update: A report from the American Heart Association. Circulation.
2014;129:2-7.

6. Lindsay MP, Norrving B, Sacco RL, Brainin M, Hacke W, Martins S, et al.


World Stroke Organization (WSO): Global Stroke Fact Sheet 2019. Int J
Stroke. 2019;14(8):806–17.

7. Kemenkes RI. Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehat
RI. 2018;53(9):1689–99.

8. Boehme AK, Esenwa C, Elkind MSV. Stroke Risk Factors, Genetics, and
Prevention. Circ Res. 2017;120(3):472–95.

9. Papadopoulos MC, Davies C, Moss RF, Tighe D, Bennett ED.


Pathophysiology of septic encephalopathy. Crit Care Med. 2000; 28(8): 3019-
24.

10. David RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson B, editor. Clinical
Pediatric Neurology. 3 rd ed. USA : Demos Medical Publishing; 2009: p.117-
27.

11. Davies NW, Sharief MK, Howard RS. Infection-associated encephalopathies-


their investigation, diagnosis and treatment. J Neurol, 2006; 253: 833-45.

12. Menteri Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor Hk.01.07/Menkes/394/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Tata Laksana Stroke Dengan. 2019;1–151.

65
66

13. Go AS, Mozaffarian D, Roger VL, Benjamin EJ, Berry JD, Blaha MJ, et al.
Update: A report from the American Heart Association. Circulation.
2014;129:2-7.

14. Philadelphia W. Merritt’s Neurology. Neurology Asia. 2010;15(1):101.

15. Malani PN. Harrison’s principles of internal medicine. JAMA. 2012 Nov
7;308(17):1813-4

16. Adams HP, Bendixen BH, Kappelle LJ, Biller J, Love B, Gordon DL, Marsh
EE, Toast Investigators. Classification of subtype of acute ischemic stroke.
stroke. 1993 Jan;24(1):35-41.

17. Fisher CM. Lacunar strokes and infarcts: a review. Neurology. 1982 Aug
1;32(8):871

18. Ropper A, Samuels M, Klein J. Adams and Victor's Principles of Neurology


10th
19. Jauch EC, Saver JL, Adams HP, Bruno A, Connors JJB, Demaerschalk BM,
et al. Guidelines for the early management of patients with acute ischemic
stroke: A guideline for healthcare professionals from the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke. 2013;44(3):870–947.

20. WSO. 11 Jan 2022. cited 20 May 2022 Available from: https://www.world-
stroke.org/news-and-blog/news/wso-global-stroke-fact-sheet-2022

21. Cornelis E, Sengkey LS. Rehabilitasi Medik Pada Pasien Stroke Non
Hemoragik Dengan Disartria. Ilmu Kedokt Fisik dan Rehabil Fak Kedokt
Univ Sam Ratulangi Manado. 2017.

22. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,


Handler J, et al. 2014 Evidence-based guideline for the management of high
blood pressure in adults: Report from the panel members appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA - J Am Med Assoc.
2014;311(5):507–20.

23. Wijaya AK. Patofisiologi stroke non-hemoragik akibat trombus. E-Jurnal


Med Udayana. 2013;2(10):1–14.

24. Kuriakose D, Xiao Z. Patophysiology and treatment of stroke: Present status


and future perspectives. Int J Mol Sci. 2020;21(20):1–24.

25. Ntaios G, Hart RG. Embolic stroke. Circulation. 2017;136(25):2403–5.

26. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Panduan


Praktik Klinis Neurologi. Jakarta; 2016. h. 122-126.
67

27. Heiss WD, Thiel A, Grond M, Graf R. Which targets are relevant for therapy
of acuteischemic stroke. Stroke 1999; 30: 1486-9.
28. Brunner, Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. 2002 8th ed. EGC.

29. Widiastuti P, Ngurah Nuartha AAB. Sistem skoring diagnostik untuk stroke:
skor Siriraj. CDK. 2015;42(10):776-9.

30. Campbell B, Khatri P. Stroke. The Lancet; 2020.

31. Zampiere FG, Park M, Machado FS, Azevedo LCS. Sepsis-associated


encephalopathy: not just delirium. Clinics. 2011; 66(10): 1825-31

32. Siami S, Annane D, Sharshar T. The encephalopathy in sepsis. Crit Care Clin.
2008; 24: 67-82.

33. Wilson JX, Young GB. Sepsis –associated encephalopathy: evolving


concepts. Neurol J Southest Asia. 2003; 8: 65-76.

34. Papadopoulos MC, Davies C, Moss RF, Tighe D, Bennett ED.


Pathophysiology of septic encephalopathy. Crit Care Med. 2000; 28(8): 3019-
24.

35. Orlikowski D, Sharshar T, Annane D. The brain in sepsis. Advances in


sepsis. 2003; 3(1).

36. Sharshar T, Hopkinson NS, Orlikowski D, Annane D. Science review: the


brain in sepsis-culvrit and victim. Critical care. 2005;9: 37-44. Available
from: http://ccforum.com/content/9/1/37

37. Flierl MA, Rittirsch D, Huber-Lang MS, Stahel PF. Pathophysiology of


septic encephalopathy: anunsolved puzzle. Critical Care. 2010; 14:165.

38. Nguyen HB, River EP, Abrahamian FM, Moran GJ, Abraham B, Trzeciak S,
et al. Severe sepsis and septic shock: review of the literature and Emergency
Department management guidelines. Annals of Emergency Medicine.
2006;48(1): 28-52.

39. Gwer S, Gatakaa H, Mwai L, Idro R, Newton CR. The role for osmotic
agents in children with acute ancephalopathies: a systematic review. BMC
Pediatrics. 2010; 10 (23).

40. Blumenfeld H. Neuroanatomy through Clinical Cases. 2th Ed. Sunderland:


Sinauer Associates, Inc. Publishers. 2010

41. Pusat Informasi Obat Nasional (PIO Nas). Badan Pom RI.2022
68

Anda mungkin juga menyukai