Anda di halaman 1dari 21

REFERAT

“KETOASIDOSIS DIABETIKUM”

Pembimbing :
dr. Yanuar Wahyu Hidayat, Sp.A, M.Si, Med

Disusun Oleh:
Dela Putri Salsabilla-2013020002

KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR SOESELO SLAWI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

“KETOASIDOSIS DIABETIKUM”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Kesehatan Anak
Program Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Yang disusun oleh:


Dela Putri Salsabilla

Telah dipresentasikan dan disetujui :


Hari, tanggal : Jumat, 10 September 2021
Disahkan oleh dokter pembimbing :

dr. Yanuar Wahyu Hidayat, Sp.A, M.Si, Med

2
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya yang begitu besar

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul

“Ketoasidosis Diabetikum” pada kepaniteraan bidang Ilmu Penyakit Saraf di RSUD

DR. Soeselo, Slawi.

Penulis berharap laporan referat ini dapat menambah pengetahuan dan

memahami lebih lanjut mengenai “Ketoasidosis Diabetikum” serta salah satunya

untuk memenuhi tugas yang diberikan pada kepaniteraan bidang Ilmu Kesehatan

Anak di RSUD DR. Soeselo, Slawi.

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih banyak

kekurangan, oleh karena itu, segala kritik dan saran dari semua pihak yang

membangun guna menyempurnakan makalah ini sangat penulis harapkan. Demikian

yang penulis dapat sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai

pihak.

Sehubungan dengan pelaksanaan pembuatan sampai penyelesaian referat ini, dengan

rendah hati disampaikan terima kasih kepada pembimbing yang terhormat dr. Yanuar

Wahyu Hidayat, Sp.A, M.Si, Med

Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Slawi, September 2021

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi paling sering dari

diabetes mellitus. Ketoasidosis diabetik terjadi akibat defisiensi absolut dan relative

insulin yang beredar dan kombinasi peningkatan hormone-hormon kontra regulator

atau hormon kontra insulin. Kombinasi ini menyebabkan peningkatan produksi

glukosa oleh hati dan ginjal ( melalui glikogenolisis dan gluconeogenesis), serta

gangguan penggunaan glukosa di perifer menyebabkan hiperglikemi dan

hiperosmolalitas, dan peningkatan lipolysis serta ketogenesis. Hal-hal ini

menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolic. Sebagian bear anak-anak Indonesia

dengan diabetes mellitus datang pertama kali dengan ketoasidosis diabetik ke rumah

sakit.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Ketoasidosis Diabetikum (KAD) adalah gangguan metabolik yang disebabkan

oleh defisiensi insulin dan sekresi berlebih hormon kontrainsulin.

Trias KAD :

1. Hiperglikemia/kadar glukosa darah >200mg/dL (>11mmol/L)

2. Asidosis metabolik yaitu, pH<7,3 dan atau kadar bikarbonat darah (HCO3 -) <15

mEq/L, dan

3. Ketonemia dan ketonuria

(ADA,2020).

B. Epidemiologi

Angka pasti untuk kejadian ketoasidosis diabetikum tidak tersedia. Perkiraan

kejadian ketoasidosis diabetikum pada diabetes mellitus tipe 1 pediatrik di negara-

negara kaya sumber daya tampaknya 1-10% per tahun.

Ketoasidosis diabetik (KAD) saat awitan diabetes melitus tipe-1 (DM tipe1)

lebih sering ditemukan pada anak yang lebih muda (usia < 5 tahun) memiliki risiko 8x

lebih tinggi untuk mengalami KAD dibandingkan anak non-Asia pada usia yang

sama. Karena diagnosis diabetes pada anak yang lebih muda lebih sulit dan lebih

mungkin untuk tertunda (Usher-Smith, 2011).

C. Etiologi

Pada anak-anak, penyebab KAD bervariasi. Dapat terjadi ketika konsentrasi

insulin serum tidak memadai yakni karena defisiensi absolut atau menurunnya daya

5
kerja insulin dan peningkatan kadar hormon kontraregulasi atau kontrainsulin seperti

katekolamin, kortisol, glukagon, dan hormon pertumbuhan. Pada penderita baru dapat

disebabkan karena tidak diketahui menderita DM sebelumnya, sedangkan pada

penderita lama dapat disebabkan karena suntikan insulin yang terlewat, dosis

pemberian insulin yang tidak tepat dan infeksi adalah pencetus yang paling mungkin

terjadi,dan gangguan emosi lebih sering terjadi pada remaja yang lebih tua.

Anak-anak yang memperoleh infus insulin subkutan terus menerus berada

pada risiko tertentu mengalami KAD jika pengiriman insulin terganggu, karena

mereka tidak memiliki depot insulin yang efektif dan akan menyebabakan kekurangan

insulin dengan sangat cepat. KAD paling mungkin terjadi pada tahun pertama setelah

dimulainya infus insulin subkutan terus menerus. Anak-anak dengan KAD sering

datang dengan muntah dan sakit perut, gejala yang disalahartikan sebagai

gastroenteritis atau keracunan makanan.

Anak-anak yang hanya menggunakan insulin analog juga berisiko mengalami

KAD onset cepat. Mengabaikan dosis malam insulin kerja panjang dapat

menyebabkan defisiensi insulin sepanjang malam dan biasanya menyebabkan anak

bangun dan muntah (Morris AD, 1997).

D. Klasifikasi

KAD diklasifikasikan berdasarkan derajat beratnya asidosis dan dibagi

menjadi:

KAD ringan : pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L

KAD sedang : pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L

KAD berat : pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L

6
Dapat disebut juga KAD berulang (rekuren) bila terjadi 3-4 episode KAD

dalam 4 tahun berturut.

E. Manifestasi Klinis

Gejala hiperglikemia, akibat defisiensi insulin, meliputi:

Poliuria - Peningkatan volume dan frekuensi buang air kecil

Polidipsia - Sering haus

Nokturia dan enuresis

Penurunan berat badan

Nyeri otot dan kram

Tanda dan gejala lain:

Muntah

Dehidrasi

Tanda-tanda infeksi penyerta (misalnya, infeksi saluran kemih atau saluran

pernapasan)

Kelemahan dan malaise nonspesifik yang mungkin mendahului gejala

hiperglikemia lainnya

Takikardia

Pengisian kapiler berkurang

Pernapasan kussmaul (tanda asidosis)

Bau keton pada napasnya

Gangguan kesadaran - Terjadi pada sekitar 20% pasien

Koma - Dapat terjadi pada 10% pasien

Nyeri perut - Biasanya tidak spesifik atau di lokasi epigastrium

(Edge JA, 2006).

7
F. Patofisiologi

Insulin adalah hormon yang penting dalam regulasi glukosa darah. Yakni

meningkatkan ambilan glukosa perifer, menghentikan glukoneogenesis di hati,

merangsang sintesis glikogen dan deposisi lemak perifer.

KAD terjadi ketika konsentrasi insulin serum tidak memadai akibat defisiensi

absolut maupun defisiensi relatif seperti kondisis stres, infeksi, asupan insulin yang

tidak memadai. Kombinasi adanya defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon

kontraregulasi akan menyebabkan pengambilan glukosa perifer terganggu dan kadar

hormon kontraregulasi utama yaitu, glukagon, kortisol, katekolamin, hormon

pertumbuhan meningkat. Berbagai konsekuensi metabolik akan mengikuti.

Glukagon akan merangsang glikogenolisis dan glukoneogenesis sehingga

produksi glukosa bertambah dan dibarengi dengan pengambilan glukosa perifer

terganggu menyebabkan hiperglikemia. Bila hiperglikemia terjadi di atas ambang

ginjal yaitu 170–200 mg/dL atau 9.4–11.1 mmol/L, menyebabkan diuresis osmotik

yang mana akan terjadi glukosuria atau adanya glukosa dalam urin. Pada diuresis

osmotik akan meningkatkan pengeluaran urin (poliuri) dan timbul rasa haus berlebih

(polidipsi) sehingga terjadi dehidrasi. Glukosuria menyebabkan keseimbangan kalori

negatif sehingga menimbulkan rasa lapar (polifagfi). Penggunaan glukosa oleh sel

menurun mengakibatkan produksi metabolisme energi menjadi menurun sehingga

tubuh menjadi lemah

Insulin menghambat aksi lipolitik kortisol dan hormon pertumbuhan, dengan

demikian, adanya defisiensi insulin akan meningkatkan kadar asam lemak yang

bersirkulasi. Hal ini akan menyebabkan asam lemak dioksidasi di hati, menghasilkan

badan keton asam yaitu beta hidroksibutirat dan asetoasetat, dari mana aseton

8
terbentuk secara spontan. Adanya badan keton yang bersirkulasi menyebabkan

asidosis dengan kontribusi tambahan dari kelebihan asam lemak dan asidosis laktat,

sebagai akibat dari perfusi jaringan yang buruk. Kondisi asidosis metabolik ini akan

dikompensasi tubuh dengan hiperventilasi atau pernapasan kussmaul. Namun

hiperventilasiyang terjadi terus menerus tidak lagi dapat mengkompensasi asidosis

metabolik, yang mna bersamaan dengan dehidrasi akan menyebabkan gagal ginjal dan

kolaps sirkulasi, bahlkan diikuti dengan koma dan kematian. ( Wolfsdorf JI, Glaser,

2018).

9
G. Penegakan Diagnosis

Anamnesis

Adanya gejala klasik Diabetes Melitus Poliuria, Polidipsia, Polifagia

(3P). Perlu juga menanyakan adakah diagnosis Diabetes Melitus sebelumnya. Bila

sudah pernah terdiagnosis maka perlu ditanyakan apakah penggunaan insulin sudah

sesuai baik dosis dan waktu pemberian. Keluarga sering mengatakan adanya

penurun berat badan.

Pemeriksaan Fisik

Pasien biasanya datang dengan keluhan mual dan muntah serta sudah

tampak sangat lemah. Disertai demam dapat terjadi sejak beberapa hari

sebelumnya. Tampak sesak nafas, takikardi, Capillary Refill Time meningkat, nyeri

perut hebat, turgor kulit menurun dan bahkan adanya perubahan kesadaran.

Khasnya adalah terdapat bau keton dari mulutnya.

Pemeriksaan Penunjang

Nilai laboratorium yang diperlukan untuk mendiagnosis KAD adalah :

 Hiperglikemia/kadar glukosa darah >200mg/dL (>11mmol/L)

 pH vena kurang dari 7,3 dan kadar bikarbonat serum kurang dari

15 mEq/L (<15 mmol/L) atau Asidosis metabolik

 Ketonemia (darah b-hidroksibutirat dengan konsentrasi 3 mmol/L), dan

ketonuria.

 Hitung darah lengkap sering menunjukkan leukositosis.

 Elektrolit serum dengan perhitungan anion yang meningkat [Na-

(Cl+HCO3)] > 12 – 2 mEq/L.

10
 Peningkatan osmolalitas serum, konsentrasi nitrogen urea darah, dan

peningkatan kreatinin.

 EKG harus dilakukan. Karena pada KAD risikoterjadi aritmia

ventrikel.

 CT-Scan perlu dilakukan bila tingkat kesadaran menurun bahkan

berkembang menjadi koma. Secara bersamaan, mulai tindakan yang

tepat untuk mengelola edema serebral.

H. Penatalaksanaan

Pada pasien anak dengan ketoasidosis diabetikum, perawatan awal

harus mengikuti pedoman Bantuan Hidup Lanjutan Pediatrik. Dan perawatan

dilakukan di ruang intensif, dirawat oleh perawat berpengalaman dalam menangani

KAD, terdapat laboratorium yang memadai, yang memungkinkan evaluasi pasien

secara ketat, dan di konsultasikan ke ahli pediatrik. Prinsip resusitasi pertama yang

diterapkan yaitu, ABC.

Ada 5 prinsip penatalaksanaan KAD pada anak. Prinsip tersebut adalah

diagnosis KAD, koreksi cairan, pemberian insulin, koreksi asidosis dan elektrolit,

serta pemantauan. Penggantian cairan, insulin, dan elektrolit (kalium dan, dalam kasus

tertentu, bikarbonat) sangat penting dalam pengobatan ketoasidosis diabetikum. Pada

awal pengobatan ketoasidosis diabetikum, ketika kadar glukosa darah sangat tinggi,

anak dapat terus mengalami kehilangan cairan yang masif dan akan memperburuk

keadaan. Pengukuran ketat keseimbangan cairan sangat penting untuk pengobatan

yang optimal.

11
Tata laksana awal

• Amankan airway, breathing, circulation:

- Airway: amankan jalan napas. Jika perlu kosongkan isi lambung

- Breathing : berikan oksigen pada pasien.

-Circulation : pemantauan jantung sebaiknya menggunakan EKG untuk

mengevalusi adanya kemungkinan hiperkalemia atau hipokalemia. Pasang

kateter intravena (IV) dengan kristaloid (NaCl atau Ringer laktat) 10-20

mL/kg diberikan selama 30 menit. Diberikan cairan kristaloid sampai kadar

glukosa darah turun menjadi 250-300 mg/dL atau, 12-15 mmol/L.

1. Tentukan kebutuhan cairan dan rumatan untuk 48 jam.

Perhitungan kebutuhan cairan pada penderita KAD dilakukan dengan

menghitung derajat dehidrasi.

Tabel 1. Derajat Dehidrasi

12
Tabel 2. Kehilangan cairan berdasarkan derajat dehidrasi

Tabel 3. Kebutuhan cairan per hari.


Bila terdapat renjatan :Jika terdapat keadaan syok maka dapat diberikan NaCl

0,9% atau RL sebanyak 20 mL/kg BB bolus melalui infus secepatnya dan dapat

diulang kembali sesuai dengan respons klinis penderita.

Terapi Insulin

Mulai pemberian insulin 1-2 jam setelah pemberian cairan. Pemberian insulin

sejak awal tata laksana meningkatkan risiko hipokalemia. Jenis insulin yang boleh

diberikan adalah short acting atau rapid acting dengan rute pemberian insulin adalah

intravena (IV). Lakukan flushing pada karet infus sebelum terpasang pada pasien.

Dosis insulin yang digunakan: 0,05-0,1 U/kgBB/jam. Pada penderita yang sensitif

terhadap insulin maka dapat diberikan dosis yang lebih rendah yaitu sebesar 0,05

unit/kgBB/jam. Pemberian insulin bolus tidak dianjurkan karena akan meningkatkan

risiko terjadinya edema serebri. Insulin akan menurunkan kadar gula darah sekitar 36-

90 mg/dL/jam.

13
Cara pengencerannya adalah:

5 Unit insulin diencerkan dalam 50 mL NaCl (1mL = 0,1 U)

Pertahankan dosis insulin tetap 0,05-0,1 U/kgBB/jam sampai KAD teratasi (pH >

7,30, bikarbonat > 15 mEq/L. Untuk mencegah penurunan glukosa darah yang terlalu

cepat selama asidosis belum teratasi, maka tambahkan cairan Dektrosa 5% dalam

cairan intravena (Dekstrosa 5% ditambahkan pada NaCl 0,9%).

Terapi Kalium

Koreksi elektrolit yang terpenting adalah natrium, kalium dan fosfat. Pada

KAD sering terjadi pseudohiponatremia, hiperkalemi dan hiperfosfatemia. Pada KAD

terjadi pseudohiponatremia karena dua faktor; Pertama, karena sebagian besar glukosa

tertahan di ruang ekstraseluler mengakibatkan perpindahan cairan secara osmotik

sehingga terjadi proses dilusi hiponatremia. Kedua, karena terjadi peningkatan fraksi

lemak dalam serum sehingga terkesan terjadi penurunan konsentrasi natrium dalam

darah.

Pada semua pasien KAD perlu koreksi kalium, kecuali jika terdapat gagal

ginjal. Jika pasien hipokalemia: mulai pemberian kalium saat resusitasi cairan awal

sebelum pemberian insulin atau berikan setelah cairan resusitasi bersamaan dengan

mulai pemberian insulin.

Pemeriksaan EKG dapat membantu menentukan hiperkalemia atau

hipokalemia. Kalium dapat diberikan bersamaan dengan pemberian cairan rehidrasi

maka konsentrasi yang digunakan adalah 20 mEq/L dan jika pemberian kalium

disertai dengan insulin intravena maka konsentrasi yang dianjurkan adalah 40 mEq/L.

Selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan kadar kalium plasma. Jenis

preparat kalium yang digunakan sebaiknya adalah kalium fosfat bersama-sama

14
dengan kalium klorida atau asetat untuk mencegah terjadinya asidosis hiperkloremia

dan hipokalsemia. Contoh: kalium fosfat diberikan 20 mEq/L sedangkan kalium

klorida juga 20 mEq/L. Pemberian kalium harus dilakukan secara terus menerus

selama pasien mendapatkan cairan intravena. Kecepatan penggantian kalium tidak

boleh melebihi 0,5 mEq/kgBB/jam. Jika hipokalemia menetap meskipun penggantian

kalium sudah pada kecepatan maksimal maka dosis insulin dapat diturunkan.

Terapi kondisi Asidosis

Umumnya asidosis teratasi dengan pemberian cairan dan insulin. Terapi

bikarbonat dapat menyebabkan asidosis SSP paradoksikal dan meningkatkan risiko

terjadinya hipokalemia. Bikarbonat dapat digunakan pada kondisi hiperkalemia berat

atau jika pH darah < 6,8. Dosisnya adalah 1-2 mEq/kg BB diberikan IV selama lebih

dari 60 menit (Fagan,2008).

Pemantauan

Pemantauan pada pasien KAD meliputi:

• Tanda vital (kesadaran, frekuensi nadi, frekuensi napas, tekanan darah, suhu)

tiap jam.

• Balance cairan tiap jam (jika terdapat penurunan kesadaran maka perlu

dipasang kateter urin).

• Pada KAD berat, monitoring dengan EKG membantu untuk mendeteksi

adanya hiperkalemia atau hipokalemia.

• Pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler tiap jam.

• Pemeriksaan laboratorium: elektrolit, ureum, hematokrit, glukosa darah dan

analisis gas darah harus diulang tiap 4-6 jam (pada kasus yang berat elektrolit

15
harus diperiksa tiap jam). Peningkatan leukosit dapat disebabkan oleh stres

dan belum tentu merupakan tanda infeksi.

• Observasi tanda-tanda edema serebri, meliputi tiba-tiba sakit kepala hebat,

perubahan tanda-tanda vital (bradikardia, hipertensi, apnea), muntah, kejang,

perubahan status neurologis (iritabilitas, mengantuk, inkontinensia) atau tanda

neurologis spesifik (parese saraf kranial-opthalmoplegia, pelebaran pupil dan

respon pupil terganggu), menurunnya saturasi oksigen.

• Pemantauan keton urin untuk memantau kondisi asidosis.

I. Diagnosis Banding

 Pankreatitis

 Asidosis Metabolik

Asidosis metabolik adalah gangguan klinis yang ditandai dengan

peningkatan keasaman plasma.

Tanda dan gejala neurologis meliputi:

 Kelumpuhan saraf kranial

 Edema retina dapat terlihat pada konsumsi metanol

 Kelesuan, stupor, dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik yang parah.

 Berkenaan dengan sistem kardiovaskular, dapat mempengaruhi aritmia ventrikel

yang berpotensi fatal, dapat mengurangi kontraktilitas jantung dan respon

inotropik terhadap katekolamin, mengakibatkan hipotensi dan gagal jantung

kongestif.

 Takipnea , hiperpnea, dan pernapasan kussmaul.

 Intoksikasi Salisilat

16
Intoksikasi salisilat telah dilaporkan pada penggunaan topikal gel

tumbuh gigi yang mengandung salisilat pada bayi. Berdasarkan tinjauan literatur,

Greene et al memperkirakan asupan harian metil salisilat yang diperbolehkan

menjadi 11 mg/kg/hari. Percy Medicine mengandung bismut subsalisilat sebagai

bahan aktif dan digunakan sebagai pereda sembelit. Pada hasil pemeriksaan akan

didapatakan kelainan asam-basa, dan elektrolit dan dapat dikelompokkan menjadi

beberapa fase.

 Fase 1 toksisitas ditandai dengan hiperventilasi akibat stimulasi pusat

pernapasan langsung, yang menyebabkan alkalosis respiratorik dan alkaluria.

Kalium dan natrium bikarbonat diekskresikan dalam urin. Fase ini dapat

berlangsung selama 12 jam.

 Pada fase 2, asiduria paradoksikal dengan adanya alkalosis respiratorik

lanjutan terjadi ketika kalium yang cukup telah hilang dari ginjal. Fase ini

dapat dimulai dalam beberapa jam dan dapat berlangsung 12-24 jam.

 Fase 3 meliputi dehidrasi, hipokalemia, dan asidosis metabolik progresif.

Fase ini dapat dimulai 4-6 jam.

Gejala yang dapat muncul :

 Mual

 Muntah,

 Diaphoresis, dan tinnitus

Merupakan tanda dan gejala paling awal dari toksisitas salisilat. Gejala

dan tanda awal lainnya adalah vertigo, hiperventilasi, takikardia, dan hiperaktif.

Saat toksisitas berlanjut, agitasi, delirium, halusinasi, kejang, lesu, dan pingsan

dapat terjadi. Hipertermia merupakan indikasi toksisitas berat, terutama pada

anak kecil.
17
Indeks kecurigaan toksisitas salisilat yang tinggi diperlukan, dengan

pengenalan segera tanda dan gejala klinis keracunan salisilat, seperti tinitus,

hiperventilasi, takikardia, dan asidosis metabolik. Perawatan dini dapat mencegah

kerusakan organ dan kematian. Perawatan termasuk ABC untuk membatasi

penyerapan, meningkatkan eliminasi, mengoreksi kelainan metabolisme, dan

memberikan perawatan suportif. Tidak ada penawar khusus yang tersedia untuk

salisilat.

 Asidosis laktat

 Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik. (HHS)

HHS ditandai dengan hiperglikemia, hiperosmolaritas, dan dehidrasi

tanpa ketoasidosis yang signifikan. Kebanyakan pasien datang dengan dehidrasi

berat dan defisit neurologis fokal. Gambaran klinis HHS dan KAD tumpang

tindih.

Tanda-tanda vital yang berhubungan dengan HHS meliputi:

 Takikardia

 Hipotensi

 Takipnea

 Hipertermia, jika ada infeksi

Temuan pemeriksaan fisik dan tanda-tanda yang berhubungan dengan

HHS meliputi:

 Perubahan status mental, kebingungan

 Kelesuan

 Penampilan buruk

 Selaput lendir//mukosa kering

18
 Mata cekung

 Turgor kulit menurun

 Pengisian ulang kapiler yang buruk

 Anhidrosis

 Pengeluaran urin menurun

 Koma

Menurut konsensus yang diterbitkan oleh American Diabetes Association,

penegakan diagnostik HHS bila hasil pemeriksaan penunjang meliputi:

 Kadar glukosa plasma 600 mg/dL atau lebih

 Osmolalitas serum efektif 320 mOsm/kg atau lebih besar

 Dehidrasi berat, hingga rata-rata 9L

 PH serum lebih besar dari 7,30

 Konsentrasi bikarbonat lebih besar dari 15 mEq/L

 Ketonuria

 Beberapa perubahan dalam kesadaran.

(Wolfsdorf JI, Glaser,2018)

J. Prognosis

Prognosis sangat baik jika pemberian cairan dan terapi insulin dimulai segera
setelah diagnosis tegak (Wei,Y.2020).

19
DAFTAR PUSTAKA

Edge JA, Dunger DB. Variations in the management of diabetic


ketoacidosis in children. Diabet Med. 1994 Dec. 11(10):984-6.

Fagan MJ, Avner J, Khine H. Initial fluid resuscitation for patients


with diabetic ketoacidosis: how dry are they?. Clin Pediatr (Phila). 2008 Nov.
47(9):851-5

Gummin DD, Mowry JB, Spyker DA, Brooks DE, Beuhler MC, Rivers
LJ, et al. 2018 Annual Report of the American Association of Poison Control
Centers' National Poison Data System (NPDS): 36th Annual Report. Clin
Toxicol (Phila). 2019 Dec. 57 (12):1220-1413.

Morris AD, Boyle DI, McMahon AD, et al. Adherence to insulin


treatment, glycaemic control, and ketoacidosis in insulin-dependent diabetes
mellitus. The DARTS/MEMO Collaboration. Diabetes Audit and Research in
Tayside Scotland. Medicines Monitoring Unit. Lancet. 1997 Nov 22.
350(9090):1505-10.

Usher-Smith JA, Thompson MJ, Sharp SJ, Walter FM. Factors


associated with the presence of diabetic ketoacidosis at diagnosis of diabetes
in children and young adults: a systematic review. BMJ. 2011 Jul 7.
343:d4092.

Wei Y, Wu C, Su F, Zhang H, Zhang J, Zheng R. Clinical


characteristics and outcomes of patients with diabetic ketoacidosis of
different severity. Medicine (Baltimore). 2020 Nov 6. 99 (45):e22838

Wolfsdorf J, Craig ME, Daneman D, et al. Diabetic


ketoacidosis. Pediatric Diabetes. 2018 Feb. 8(1):28-43.

Wolfsdorf J, Glaser N, Sperling MA; American Diabetes
Association. Diabetic ketoacidosis in infants, children, and adolescents: a
consensus statement from the American Diabetes Association. Diabetes
Care.  2006;29(5):1150–1159 (ADA 2020)

20
Wolfsdorf JI, Glaser N, Agus M, et al. ISPAD Clinical Practice
Consensus Guidelines 2018: Diabetic ketoacidosis and the hyperglycemic
hyperosmolar state. Pediatr Diabetes.

21

Anda mungkin juga menyukai