Anda di halaman 1dari 78

PEMERIKSAAN DAN GAMBARAN RADIOLOGI

TUMOR PARU

Dosen Pembimbing:
dr. Rudolf Hamonangan Pakpahan, Sp.Rad(K)

Oleh:
Rezky Ilham Saputra : 140100156
Khairunisa Sinulingga : 140100160
Thariq May Ulfa : 140100049
Yohanna Fransisca Sinulingga : 140100099
Daniel Ivan Sembiring : 140100136

DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
PEMERIKSAAN DAN GAMBARAN RADIOLOGI
TUMOR PARU

Paper ini diajukan sebagai salah satu syarat


Untuk memperoleh kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter
Di Departemen Radiologi

Oleh:
Rezky Ilham Saputra : 140100156
Khairunisa Sinulingga : 140100160
Thariq May Ulfa : 140100049
Yohanna Fransisca Sinulingga : 140100099
Daniel Ivan Sembiring : 140100136

DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Pemeriksaan dan Gambaran Radiologi Tumor Paru”. Penulisan makalah ini
adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior
Program Pendidikan Dokter di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing dr. Rudolf Hamonangan Pakpahan, Sp. Rad (K) yang telah
meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan
makalah sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik ini maupun susunan bahannya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. iii
DAFTAR TABEL ................................................................................ vi
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Manfaat .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ...................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 4
2.1 Anatomi Saluran Pernapasan Bawah ....................................... 4
2.2 Histologi Bronkus dan Paru .....................................................
2.2 Tumor Paru .............................................................................. 7
2.2.1 Definisi .......................................................................... 7
2.2.2 Faktor Risiko ................................................................. 8
2.2.3 Klasifikasi ..................................................................... 9
2.2.4 Diagnosis ....................................................................... 11
2.2.4.1 Anamnesis....................................................... 11
2.2.4.2 Pemeriksaan Fisik ........................................... 12
2.2.4.3 Pemeriksaan Penunjang .................................. 12
2.2.4.4 Pemeriksaan Lainnya ...................................... 13
2.2.4.5 Pemeriksaan Radiologi ................................... 14
2.2.5 Diagnosis Banding ................................................................
2.2.6 Tatalaksana ...........................................................................
2.2.7 Komplikasi............................................................................
2.2.8 Pencegahan ...........................................................................
BAB III KESIMPULAN ....................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 55
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


2.1 Pembagian mediastinum .................................................. 4
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman


2.1 Nilai rata-rata HU pada beberapa zat .............................. 29
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Tumor paru merupakan salah satu tumor paling banyak ditemui di dunia.1 Tumor paru
terdiri dari tumor jinak dan ganas. Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya 2% dari seluruh
tumor paru, yang biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor
jinak jarang memberikan keluhan dan tumbuh sangat lambat. Tumor paru jinak yang sering
dijumpai adalah hamartoma.2 Tumor ganas (kanker) paru merupakan tumor yang paling
sering terjadi.3 Di dunia kanker paru menduduki peringkat pertama pada laki-laki, sebanyak
34,2%, sedangkan pada perempuan, kanker paru berada diperingkat ke-4 sebanyak 13,6%
setelah kanker payudara, kolorektal, dan leher rahim.4 Secara keseluruhan dalam waktu 5
tahun hanya 30% dari laki-laki dan 50% dari perempuan yang bertahan hidup dengan
penyakit lokal dan 5% pada pasien dengan penyakit yang sudah lanjut.5 Dari semua kanker,
kanker paru merupakan kanker yang menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (1,59
juta jiwa) dibandingkan jenis kanker lainnya.6 Di Indonesia kanker paru juga menjadi
peringkat pertama paling sering menyerang laki-laki. Dari data Globocan / IARC, pada tahun
2012, di Indonesia terdapat 25.322 kasus kanker paru-paru yang menimpa pria dan 9.374
kasus yang menimpa wanita.
Menurut Kemenkes, lebih dari 30% kematian akibat kanker disebabkan oleh 5 faktor
pencetus, yaitu indeks massa tubuh tinggi, kurangnya aktifitas fisik, kurang mengonsumsi
buah dan sayur, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol berlebih.4 Faktor risiko lain juga
bisa disebabkan karena terpapar asap rokok (perokok pasif), jenis kelamin, umur, terpapar
asbestos dan beberapa bungkus rokok yang digunakan per tahunnya.7 Merokok merupakan
faktor pemicu terbesar yang menyebabkan kematian pada kanker didunia.4 Indonesia
merupakan salah satu negara pengguna rokok 2 terbanyak di dunia. Berdasarkan data
riskesdas tahun 2007 sampai tahun 2013 menunjukkan sedikit peningkatan proporsi
masyarakat merokok setiap harinya dari 23,7% menjadi 24,3%. Prevalensi konsumsi
tembakau ditahun 2013 pada laki-laki lebih tinggi yaitu 66% dan perempuan 6,7%.8 Karena
banyaknya perokok di Indonesia inilah kemungkinan penyakit paru lebih sering terjadi
dibandingkan dengan penyakit lain.
Dibutuhkan sebuah strategi diagnosis untuk dapat mendiagnosis tumor paru sehingga
memungkinkan tatalaksana pasien dengan baik. Secara umum diagnosis tumor paru
ditegakkan dari riwayat perjalanan penyakit, gambaran klinis, pemeriksaan radiologi,
bronkoskopi, pemeriksaan patologi antomi, serta pemeriksaan laboratorium lainnya.
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang paling utama digunakan dalam
menegakkan diagnosa dan diagnosa dini. Dari prosedur radiologis, pemeriksaan awal untuk
suatu kecurigaan tumor paru meliputi chest x-ray posteroanterior dan lateral. Pemeriksaan ini
akan menyediakan informasi yang berkenaan dengan ukuran, lokasi anatomi, densitas, dan
komposisi dari tumor. CT scan digunakan pada tahap yang lebih jauh untuk melihat sifat
tumor dan untuk melihat apakah sudah melibatkan struktur sekitar atau belum, tujuannya
untuk mengidentifikasi jaringan lunak dan pembuluh darah di sekitarnya. Pada pemeriksan
CT scan indikasi penggunaannya yaitu untuk menentukan stadium pada tumor paru, nodul
paru yang soliter, massa, pelebaran massa pada mediastinum dan penyakit paru infiltratif.11
Yang mempersulit diagnosa kemudian adalah membedakan jinak dan ganas dari suatu
nodul yang soliter. Bayangan nodul soliter sering menjadi perdebatan dalam hal menentukan
keganasan. Ada yang menyatakan bahwa nodul ganas batasnya tidak jelas, berbenjol-benjol
atau ada nodul-nodul kecil sekitarnya sebagai gambaran satelit atau adanya gambaran kaki-
kaki infiltrasi (pseudopodi) yang berasal dari nodul tersebut.2 Oleh karena itu dibutuhkan
pemeriksaan yang komprehensif untuk mendiagnosis tumor paru secara benar.

1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan tumor paru.
2. Untuk mengetahui pemeriksaan radiologis tumor paru dari pemeriksaan X-ray,
USG, CT-scan, MRI, dan lain-lain.
3. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik senior program
pendidikan profesi kedokteran di Departemen Radiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 MANFAAT
Manfaat yang didapat dari penulisan makalah ini adalah:
1. Menambah wawasan kepada dokter umum yang bertugas di rumah sakit dalam
menegakkan diagnosis tumor paru.
2. Dapat menambah wawasan pembaca tentang tumor paru khususnya bagi
mahasiswa kedokteran.
3. Dapat melihat dan mengetahui aspek dalam bidang radiologi dalam menegakkan
diagnosis dari tumor paru.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Saluran pernapasan bagian bawah terdiri dari laring, trakea dan paru. Paru kanan
mempunai tiga lobus dan paru kiri mempunyari dua lobus.1

Gambar 2.1 (Traktus respiratorius bagian bawah); dilihat dari ventral. Trachea
memanjang dari kartilago krikoid hingga Bifurcatio tracheae. Panjang Trachea 10-13 cm dan
memanjang hingga 5 cm selama inspirasi dalam. Pangkal Trachea yang berada di kartilago
krikoid diproyeksikan ke vertebra cervicalis VII; bifurcatio Trachea menjadi dua bronkus
utama diproyeksikan ke vertebra thorakalis IV dan V. Sudut antara bronkus-bronkus utama
adalah 55o hingga 65o. Bronkus utama kanan (Bronchus principalis dexter) berukuran lebih
besar, berukuran panjang 1-2,5 cm, dan terletak hampir vertikal. Bronkus utama kiri
(Bronkus principalis sinister) hampir dua kali lipat panjangnya dan terletak lebih horizontal.
Karena posisi bronkus utama kanan yang hampir vertikal, benda asing lebih sering masuk ke
paru kanan selama inspirasi (aspirasi). Bronkus utama kanan terbagi menjadi tiga dan
bronkus utama kiri terbagi menjadi dua. Bronchus lobaris mencabangkan bronchus
segmentalis (Bronchi segmentales). Paru kanan mempunyai 10 segmen sehingga 10 bronchus
segmentales. Namun, pada paru kiri, tidak terdapat segmen 7 (Lihat Tabel 1).
Gambar 2. 1 Trakea

Tabel 1 Bronkus lobaris dan segmentalis

Segmen lobus kanan atas Segmen lobus kiri atas


Apical (Bronchus segmentalis apicalis) Apical-posterior (Bronchus segmentalis
apicoposterior)
Posterior (Bronchus segmentalis posterior) Anterior (Bronchus segmentalis anterior)
Anterior (Bronchus segmentalis anterior) Superior lingular (Bronchus lingularis
superior)
Inferior lingular (Bronchus lingularis
inferior)

Segmen lobus kanan tengah


Medial (Bronchus segmentalis medialis)
Lateral (Bronchus segmentalis lateralis)

Segmen lobus kanan bawah Segmen lobus kiri bawah


Superior (Bronchus segmentalis superior) Superior (Bronchus segmentalis superior)
Anterior (Bronchus segmentalis anterior) Anteromedial (Bronchus segmentalis
anterior)
Medial (Bronchus segmentalis medialis) Lateral (Bronchus segmentalis lateralis)
Lateral (Bronchus segmentalis lateralis) Posterior (Bronchus segmentalis posterior
Posterior (Bronchus segmentalis posterior

Bronchus kemudian bercabang 6-12 kali sebelum berlanjut sebagai bronchiolus.


Bronchiolus mempunyai diameter yang lebih kecil dari 1 mm dan tidak memiliki kartilago
dan kelenjar pada dindingnya. Setiap bronchiolus terkait dengan lobulus paru (lobulus
pulmonis) dan kemudian bercabang tiga hingga empat kali sebelum berlanjut sebagai
bronchiolus terminal (Bronchioli terminales). Bronchiolus ini merupakan segmen terakhir
dari bagian konduksi sistem respiratorik yang memiliki volume 150-170 ml. Setiap
bronchiolus terminalis membuka ke dalam asinus pulmonal (Acinus pulmonis) yang
membentuk 10 pembentukan Bronchioli respiratorii tambahan dengan Ductus dan Saculi
alveolares. Semua bagian asinus berisi alveoli sehingga asinus termasuk dalam bagian
pertukaran gas pada sistem respiratorik.

Gambar 2.2, A (Paru kanan, Pulmo dexter) dan B (Paru kiri, Pulmo sinister); dilihat
dari lateral. Paru kanan mempunyai tiga lobus (Lobi superior, medius dan inferior) yang
dipisahkan oleh Fissura obliqua (fisura mayor) dan Fissura horizontalis (fisura minor). Paru
kiri hanya mempunyai dua lobus (Lobi superior dan inferior) yang dipisahkan oleh Fissura
obliqua. Lingula pulmonis dari lobus superior setara dengan lobus medius paru kanan dan
membentuk perpanjangan seperti lidah di bagian inferior incisura cardiaca.
Gambar 2. 2 Paru kanan dan kiri dilihat dari lateral

Apeks paru (Apex pulmonis) adalah bagian kranial paru, dasar paru yang luas (Basis
pulmonis) adalah bagian kaudal paru. Permukaan paru ditutupi oleh Pleura visceralis dan
memiliki tiga baris permukaan. Facies costalis terletak di lateral dan berlanjut ke Margo
inferior sebagai Facies diaphragmatica (Gamber 2.4 dan 2.5). Di Margo anterior dan Margo
posterior yang tumpul, facies tersebut berlanjut sebagai Facies mediastinalis ke arah
Mediastinum.

Gambar 2.3, A (Paru kanan) B (Paru kiri); dilihat dari medial. Hilum pulmonis
adalah tempat masuk yang terletak di medial untuk bronkus utama dan struktur neurovaskular
ke paru, yang juga disebut sebagai akar paru (Radix pulmonis). Di Hilum, Pleura visceralis
bercampur ke dalam Pleura parietalis dan kedua bagian melapisi cavitas pleura. Lipatan
pleura ini meluas di bagian inferior ke Lig. pulmonale.
Gambar 2. 3 Paru kanan dan kiri dilihat dari medial

Orientasi topografi bronkus utama dalam kaitannya dengan pembuluh darah besar di
hilum paru berbeda untuk kedua paru. Pada paru kanan, Broncus principalis adalah struktur
paling superior dan Vv. Pulmonales terletak di anterior. Sebaliknya, bronkus utama paru kiri
terletak di bawah A. pulmonalis. Ketika menyayat Radix pulmonis, hilum sering
menunjukkan beberapa nodus limfe (Nodi Lymphoidei tracheobronchiales), yang normalnya
bewarna hitam akibat endapan asap karbon. Facies mediastinalis berbentuk cekung (lebih
tampak pada sisi kiri) oleh jantung (Impresio cardiaca). Kedua paru menunjukkan lekukan
yang disebabkan oleh pembuluh darah yang bersebelahan atau pada sisi kiri esofagus.
Lekukan ini dengan baik menunjukkan hubungan topografis paru dengan organ-organ di
sekitarnya, namun lekukan ini, sama seperti tepi-tepi paru, hanya tampak di paru yang
terfiksasi (artefak fiksasi).

1. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. 23 ed. Sugiharto L, editor.


Jakarta: EGC; 2010.

2.2 Histologi Bronkus dan Paru

1. Bronkus

Secara pembagian anatomi dari bronkus yaitu, dimulai dari trakea yang terbagi menjadi 2
bronkus primer yang memasuki hilus beserta arteri, vena, dan pembuluh limfe. Bronkus
primer membentuk 3 bronkus sekunder (Lobaris) dalam paru kanan dan 2 lobaris pada paru
kiri. Bronkus lobaris ini terus bercabang dan membentuk lobus tersier(Segmental) lalu
bercabang lagi menjadi segmen bronco pulmonal. Keberadaan segmen paru seperti ini dapat
mempermudah reseksi jaringan paru tanpa mempengaruhi jaringan sehat di sekitarnya.

Bronkus tersier membentuk cabang yang semakin kecil disebut bronkiolus. Setiap
bronkiolus memasuki sebuah lobules paru tempat bronkiolus bercabang membentuk 5- 7
bronkiolus terminalis.

Secara histology bronkus, cincin kartilago sepenuhnya mengelilingi lumen bronkus, tetapi
seiring dengan mengecilnya diameter bronkus , cincin kartilago secara perlahan digantikan
dengan lempeng kartilago hialin. Pada lamina propria bronkus, terdapat berkas menyilang
otot polos yang tersusun spiral, yang menjadi lebih jelas terlihat di cabang bronkus yang lebih
kecil. Kontraksi lapisan otot polos ini bertanggung jawab atas tampilan berlipat mukosa
bronkus yang diamati pada sediaan histologist.

Lamina propria juga mengandung serat elastin dan memiliki banyak kelenjar serosa dan
mukosa, dengan saluran yang bermuara ke dalam lumen bronkus .

2. Bronkiolus
Bronkiolus memiliki diameter 5mm atau kurang, terbentuk setelah generasi kesepuluh
percabangan dan tidak memiliki kartilago maupun kelenjar dalam mukosanya. Pada
bronkiolus yang lebih besar epitelnya tersusun atas epitel bertingkat silindris bersilia, tetapi
semakin memendek dan sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis
kuboid di bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Jadi dilihat dari susunannya, bagian sub
mukosa terdiri atas otot polos tanpa adanya kartilago ataupun kelenjar dan pada jaringan
adventitia terdapat adanya nodul limfatik dan vena

Keterangan :

CT : Jaringan Ikat
Fibrosa

E : Epitel respiratorik

Tanda Panah : Otot


polos

3. Bronkiolus terminalis

Pada bagian mukosa terdiri atas lapisan pseudostratified columnar epithelium dengan sel
goblet . pada lapisan sub mukosa terdapat lapisan otot polos dan tidak adanya kartilago
ataupun kelenjar. Sel-sel goblet pada lapisan ini menghilang tetapi sel epitel bronkus
terminalis juga mnegandung sejumlah besar sel kolumnar lain yaitu sel clara yang berfungsi
untuk sekresi surfaktan, detoksifikasi, dan sekresi peptide antimikroba.
4. Bronkiolus respiratorius

Setiap bronkiolus terminalis bercabang menjadi 2 atau lebih bronkiolus respiratorius yang
berfungsi sebagai daerah peralihan antara bagian konduksi dan bagian respiratorik sistem
pernafasan. Mukosa bronkus respiratorius secara structural identik dengan mukosa
bronkiolus terminal, kecuali dindingnya yang banyak diselingi oleh banyak alveolus tempat
terjadinya pertukaran gas. Semakin ke sdistal di sepanjang bronkiolus ini, jumlah alveolusnya
semakin banyak, dan jarak diantaranya semakin pendek. Diantara alveolus, epitel
bronkiolusnya terdiri atas epitel kuboid bersilia, meskipun silia dapat tidak dijumpai dibagian
yang lebih distal. Otot polos dan jaringan ikat elastic terdapat di bawah epitel bronkiolus
respiratorius.
5. Duktus alveolaris

Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius , jumlah muara alveolus ke dalam dinding
bronkiolus semakin banyak. Bronkiolus respiratorius bercabang menjadi saluran yang disebut
duktus alveolaris yang sepenuhnya dilapisi oleh muara alveoli.duktus alveolaris dan alveolus
dilapisi oleh sel alveolus gepeng yang sangat halus. Di lamina propria yang mengelilingi
tepian alveolus terdapat anyaman sel otot polos, yang menghilang di ujung distal duktus
alveolaris. Duktus alveolaris bermuara ke dalam atrium di dua saccus alveolaris atau lebih.
Serat elastin dan reticular membentuk jalinan rumit yang mengelilingi muara atrium, saccus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat reticular berfungsi sebagai penunjang yang mencegah
pengembangan berlebih dan kerusakan kapiler halus dan septa alveolar yang tipis.

6. Alveolus

Alveolus merupakan envaginasi mirip kantong berdiameter sekitar 200 µm di bronkiolus


respiratorius, ductus alveolaris, dan saccus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas
terbentuknya struktur berongga dalam paru. Alveolus merupakan tempat pertukaran O2 dan
CO2. Setiap 2 alveolus yang bersebelahan memiliki dinding yang disebut septum
intralveolus. Satu septum memiliki sel dan matriks ekstrasel jaringan ikat, terutama serat
elastin dan kolagen, yang diperdarahi oleh sejumlah besar jalinan kapiler tubuh. Udara dalam
alveolus dipisahkan dari darah kapiler oleh 3 komponen yaitu lapisan permukaan dan
sitoplasma sel alveolus, lamina basal yang menyatu dari sel alveolus dan sel endotel kapiler,
dan sitoplasma sel endotel.

Sel endotel kapiler sangat tipis sehingga sering salah artikan sebagai sel alveolus tipe I.
sel ini bersifat kontinu dan tidak bertingkap. Berkumpulnya inti dan organel lain
menyebabkan sisa daerah sel menjadi sangat tipis sehingga efisiensi perukaran gas
meningkat. Ciri utama sitoplasma di bagian sel yang tipis adalah banyak vesikel pinositotik.

Sel alveolus tipe I merupakan sel yang sangat tipis melapisi permukaan alveolus. Sel ini
menempati 97% dari permukaan alveolus. Organel sel semua berkumpul dekat inti sehingga
sebagian besar daerah sitoplasma hampir bebas dari organel dan mengurangi ketebalan sawar
darah dan udara. Fungsi utama sel ini adalah membentuk sawar dengan ketebalan minimal
yang dapat dilalui gas dengan mudah.

Sel alveolus tipe II tersebar di antara sel-sel alveolus tipe I dengan taut kedap an
desmosom yang menghubungkannya dengan sel tersebut. Sel tipe II berbentuk kuboid yang
biasanya berkelompok dengan jumlah 2-3 di sepanjang permukaan alveolus. Sel ini
menampilkan ciri sitoplasma bervesikel yang khas atau berbusa. Vesikel ini disebabkan
adanya badan lamella yang tetap terpelihara dan terdapat dalam jaringan yang dipersiapkan
untuk studi mikroskop electron. Badan berlamel menghasilkan materi yang menyebar di atas
permukaan alveolus berupa surfaktan paru, membentuk lapisan ekstrasel yang menurunkan
tegangan permukaan.

Sel makrofag alveolus ditemukan dalam alveolus dan septum interalveolus.Puluhan juta
monosit bermigrasi setiap hari dari mikrovaskular ke dalam jaringan paru, tempat sel ini
memfagositosis eritrosit
yang hilang akibat
kerusakan kapiler dan
partikel udara yang telah
memasuki alveolus.

Dinding Alveolus

A: Dinding antar alveoli

C: Kapiler
I : Sel Alveolus tipe I

II: Sel Alveolus tipe II

M:Makrofag

2.3 Tumor Paru


2.3.1 Definisi
Tumor adalah suatu benjolan atau pembengkakan yang abnormal dalam tubuh yang
disebabkan oleh berbagai penyakit seperti keganasan dan infeksi. Tumor paru merupakan
tumor pada jaringan paru yang bersifat jinak ataupun ganas.11 Tumor ganas paru merupakan
tumor yang berasal dari tumor ganas epitel primer saluran pernafasan yang menginvasi
struktur jaringan disekitarnya dan dapat menyebar keseluruh tubuh melalui aliran darah dan
sistem limfatik.
2.3.2 Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko penyebab tumor ganas paru yakni:20-22

2.3.3 Klasifikasi
2.3.4 DIAGNOSA

Tujuan pemeriksaan diagnosis adalah untuk menentukan jenis histopatologi kanker,


lokasi tumor serta penderajatannya yang selanjutnya diperiukan untuk menetapkan kebijakan
pengobatan.

 Deteksi dini
Keluhan dan gejala penyakit ini tidak spesifik, seperti batuk darah, batuk kronik, berat
badan menurun dan gejala lain yang juga dapat dijurnpai pada jenis penyakit paru lain.
Penemuan dini penyakit ini berdasarkan keluhan saja jarang terjadi, biasanya keluhan yang
ringan terjadi pada mereka yang telah memasuki stage II dan III. Di Indonesia kasus kanker
paru terdiagnosis ketika penyakit telah berada pada staging lanjut. Dengan rneningkatnya
kesadaran masyarakat tentang penyakit ini, disertai dengan meningkatnya pengetahuan dokter
dan peralatan diagnostik maka pendeteksian dini seharusnya dapat dilakukan.

Sasaran untuk deteksi dini terutama ditujukan pada subyek dengan risiko tinggi yaitu:

1. Laki -laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok

2. Paparan industri tertentu dengan satu atau lebih gejala: batuk darah, batuk kronik, sesak
napas,nyeri dada dan berat badan menurun.

Golongan lain yang perlu diwaspadai adalah perempuan perokok pasif dengan salah satu
gejala di atas dan seseorang yang dengan gejala klinik : batuk darah, batuk kronik, sakit dada,
penurunan berat badan tanpa penyakit yang jelas. Riwayat tentang anggota keluarga dekat
yang menderita kanker paru juga perlu jadi faktor pertimbangan.

Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk deteksi dini ini, selain pemeriksaan klinis adalah
pemeriksaan radio toraks dan pemeriksaan sitologi sputum. Jika ada kecurigaan kanker paru,
penderita sebaiknya segera dirujuk ke spesialis paru agar tindakan diagnostik lebih lanjut
dapat dilakukan lebih cepat dan terarah.
 Prosedur diagnostik
A. Anamnesis :
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,
terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan
utama dan perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu
tegaknya diagnosis.
Keluhan utama dapat berupa :
• Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen)
• Batuk darah
• Sesak napas
• Suara serak
• Sakit dada
• Sulit / sakit menelan
• Benjolan di pangkal leher
• Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang
hebat.

Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar
paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau
patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas seperti :

• Berat badan berkurang

• Nafsu makan hilang

• Demam hilang timbul

• Sindrom paraneoplastik, seperti "Hypertrophic pulmonary osteoartheopathy", trombosis


vena perifer dan neuropatia.

B. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik mencakup tampilan umum (performance status) penderita yang


menurun, penemuan abnormal pada pemeriksaan fisik paru seperti suara napas yang
abnormal, benjolan superfisial pada leher, ketiak atau dinding dada, tanda pembesaran hepar
atau tanda asites, dan nyeri ketok di tulang.

C. Pemeriksaan Patologi Anatomi


Pemeriksaan patologi anatomi mencakup pemeriksaan sitologi dan histopatologi,
pemeriksaan imunohistokimia untuk menentukan jenis tumor (mis. TTF-1 dan lain-lain),
dan pemeriksaan petanda molekuler, seperti mutasi EFGR, yang dilakukan apabila
fasilitasnya tersedia.

D. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin, seperti Hb, leukosit, trombosit, serta fungsi hati, dan fungsi
ginjal.

E. Pemeriksaan Radiologis
Hasil pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan penunjang yang mutlak
dibutuhkan untuk menentukan lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan stadium
penyakit berdasarkan sistem TNM. Pemeriksaan radiologi paru yaitu Foto toraks PA/lateral,
bila mungkin CT-scan toraks, bone scan, Bone survey, USG abdomen dan Brain-CT
dibutuhkan untuk menentukan letak kelainan, ukuran tumor dan metastasis.

a. Foto toraks
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila masa tumor dengan
ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler,
disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll. Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah
invasi ke dinding dada, efusi pleura, efusi perikar dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan
keterlibatan KGB untuk menentukan N agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.

Kewaspadaan dokter terhadap kemungkinan kanker paru pada seorang penderita penyakit
paru dengan gambaran yang tidak khas untuk keganasan penting diingatkan. Seorang
penderita yang tergolong dalam golongan resiko tinggi (GRT) dengan diagnosis penyakit
paru, harus disertai difollowup yang teliti. Pemberian OAT yang tidak menunjukan perbaikan
atau bahkan memburuk setelah 1 bulan harus menyingkirkan kemungkinan kanker paru,
tetapi lain masalahnya pengobatan pneumonia yang tidak berhasil setelah pemberian
antibiotik selama 1 minggu juga harus menimbulkan dugaan kemungkinan tumor dibalik
pneumonia tersebut.

Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan
pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto
toraks agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan
bersifat produktif, dan/atau cairan serohemoragik.

b. CT-Scan toraks

Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada foto
toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara lebih
tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik, bahkan
bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang
tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan
stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga
ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.

c. Pemeriksaan radiologik lain

Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak mampu mendeteksi telah
terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan radiologik lain, misalnya
Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak, bone scan dan/atau
bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh. USG abdomen
dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain dalam rongga
perut.

F. Pemeriksaan khusus
a. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah pemeriksan dengan tujuan diagnostik sekaligus dapat
dihandalkan untuk dapat mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada
tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya masa intrabronkus atau perubahan mukosa
saluran napas, seperti terlihat kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol,
hiperemis, atau stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya
di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan atau kerokan
bronkus.
b.Biopsi aspirasi jarum

Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat
mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi
aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.

c. Transbronchial Needle Aspiration (TBNA)

TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila
tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk
sitologi dan informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.

d.Transbronchial Lung Biopsy (TBLB)

Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka
biopsi paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.

e.Biopsi Transtorakal (Transthoraxic Biopsy, TTB)

Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan
flouroscopic angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral
dapat dilakukan TTB dengan tuntunan CTscan.

f. Biopsi lain

Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa
yang dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di
paru belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker.
Punksi dan biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.

g.Torakoskopi medik

Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura
parietal dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.

h.Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah.
Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan
tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan
inhalasi NaCl 3% untuk merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan
yang diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi
Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera
tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal
alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalamformalin 4%

G. Pemeriksaan Invasif Lain


Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi dan tindakan
bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka
dibutuhkan agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila
dari semua cara pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak
dapat ditegakkan.

Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan : 1. Jenis
histologis.

2. Derajat (staging).

3.Tampilan (tingkat tampil, "performance status").

Sehingga jenis pengobatan dapat dipilih sesuai dengan kondisi penderita.

H. Pemeriksaan lain
a. Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan.
b. Pemeriksaan biologi molekuler
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling sederhana
dapat menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker
paru,seperti protein p53, bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi
molekuler adalah menentukan prognosis penyakit.
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thoraks X-Ray
Pemeriksaan foto thoraks atau chest X-ray merupakan pemeriksaan radiologi yang
paling sering dilakukan, bersifat non-invasif yang menghasilkan gambaran thoraks dan organ
dalam. Untuk menghasilkan foto thoraks x-ray, bagian thoraks terkena radiasi langsung dari
mesin sinar X kemudian gambar akan diproduksi di film atau komputer digital (Nabili, 2017).
Daya tembus sinar X berbeda-beda sesuai dengan benda yang dilaluinya. Benda-benda yang
mudah ditembus oleh sinar X akan menghasilkan gambaran hitam (radiolusen), sedangkan
benda-benda yang sulit ditembus oleh sinar X akan menghasilkan gambaran putih
(radioopak).
Berdasarkan mudah tidaknya ditembus oleh sinar X, maka bagian tubuh dapat
dibedakan atas:

a. Radiolusen (hitam), contoh: gas dan udara.


b. Radiolusen sedang (Moderately radioluscent), contoh: jaringan lemak.
c. Keputih-putihan (Intermediate), contoh: jaringan ikat, otot, cairan atau darah,
kartilago, epitel.
d. Radioopak sedang (Moderately radiopaque), contoh: tulang, struktur yang mengalami
kalsifikasi.
e. Radioopak (putih), contoh: logam-logam berat.8

Indikasi dan Teknik Pengambilan Foto Thoraks


A. Posisi PA
Foto thoraks yang paling sering dilakukan untuk pemotretan rutin (screening).
Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi PA:

1) Pasien berdiri di antara film dan sumber sinar.


2) Pasien membelakangi sumber sinar dengan dada bagian ventral menempel pada film.
3) Tangan pasien tolak pinggang dan siku di kedepankan. Ini bertujuan agar skapula
tidak menutup lapangan paru.
4) Sinar diarahkan dengan sentrasi pada vertebra torakal 6-7
5) Pasien inspirasi maksimal dan tahan napas.
B. Posisi AP
Pada pasien sakit berat, pada anak kecil dan bayi. Adapun teknik pengambilan foto
thoraks posisi AP:

1) Pasien berbaring di meja pemotretan, tangan atau lengan ke atas.


2) Film diletakkan di bawah punggung.
3) Sinar datang dari anterior dengan sentrasi vertebra torakal 6-7.
C. Posisi Lateral
Indikasi rutin untuk melihat kelainan mediastinum, untuk melihat kelainan yang tidak
jelas pada posisi PA, untuk mencari diagnosis yang pada posisi PA masih belum tampak, dan
untuk pemotretan jantung. Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi lateral:

1) Pasien dengan bagian atas terbuka berdiri antara film dengan sumber sinar, dengan
bagian lateral thoraks menempel pada film.
2) Tangan pasien diangkat ke atas atau diletakkan di atas kepala dengan sentrasi sinar
vertebra torakal 6-7.
3) Pasien inspirasi maksimal dan tahan napas.
D. Posisi Top Lordotik
Untuk melihat kelainan pada puncak paru dan melihat lobus medius paru. Adapun
teknik pengambilan foto thoraks posisi top lordotik:

1) Pasien berdiri di antara film dengan sumber sinar, menghadap ke arah sumber sinar.
2) Pasien berdiri 30 cm di depan kaset dengan punggung menempel pada kaset.
3) Tepi atas/puncak kaset berada 1 inchi di atas bahu.
4) Sinar diarahkan (sentrasi) ke manubrium sterni.
E. Posisi Oblique
Untuk melihat kelainan yang pada pemotretan posisi PA atau lateral masih belum
jelas. Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi oblique:

1) Pasien berdiri di antara film dengan sumber sinar dengan bagian ventral thoraks
sebelah kiri/kanan menempel pada kaset dan membentuk sudut 45 dengan kaset.
2) Lengan yang dekat dengan film diletakkan di atas kepala, yang sebelahnya lagi
bertolak pinggang dengan siku di belakang.
3) Sentrasi sinar di vertebra torakal 6-7.
F. Posisi Lateral Dekubitus
Untuk melihat cairan dalam kavum pleura yang sedikit jumlahnya, kurang dari 100-
200 cc atau pada posisi PA belum dapat ditentukan adanya cairan dalam kavum pleura.
Adapun teknik pengambilan foto thoraks posisi lateral dekubitus:

1) Pasien berbaring di meja pemotretan pada sisi kanan/kiri tergantung bagian mana
yang akan diperiksa.
2) Lengan diletakkan di atas kepala.
3) Sinar disentrasikan pada vertebra torakal 6-7 dari arah anterior/posterior.9

Kriteria Kelayakan Foto


Foto thoraks harus memenuhi beberapa kriteria tertentu sebelum layak untuk dibaca.
Adapun kriteria-kriteria tersebut yaitu:
A. Faktor kondisi

Faktor yang menentukan kualitas sinar X selama di kamar rontgen (tempat ekspos).
Adapun faktor kondisi meliputi waktu/lama exposure dalam satuan millisecond (ms), arus
listrik tabung dalam satuan milliAmpere (mA), dan tegangan tabung dalam satuan
kilovolt (kV). Ketiga hal tersebut akan menentukan kondisi foto apakah:
1) Cukup : normal.
2) Kurang : bila foto thoraks terlihat putih (samar-samar).
3) Lebih (kondisi keras) : bila foto thoraks terlihat sangat hitam.
Dalam membuat foto thoraks ada 2 kondisi yang dapat sengaja dibuat, tergantung
bagian mana yang ingin diperiksa, yaitu:

a) Kondisi pulmo (kondisi cukup) / Foto dengan kV rendah


Cara mengetahui apakah suatu foto rontgen pulmo kondisinya cukup baik atau
tidak:

i. Melihat lusensi udara yang terdapat di luar tubuh.


ii. Memperlihatkan vertebra torakalis:
- Pada proyeksi PA kondisi cukup: tampak vertebra torakalis I-IV.
- Pada proyeksi PA kondisi kurang: hanya tampak vertebra torakalis I.
b) Kondisi kosta (kondisi keras) / Foto dengan kV tinggi
Cara mengetahui apakah suatu foto rontgen pulmo kondisinya keras atau
tidak:
i. Pada foto kondisi keras, infiltrat pada paru tidak terlihat lagi. Cara
mengetahuinya adalah membandingkan densitas pulmo dengan jaringan
lunak. Pada kondisi keras, densitas keduanya tampak sama.
ii. Memperlihatkan vertebra torakalis:
- Pada proyeksi PA kondisi keras: tampak sampai vertebra torakalis V-
VI.
- Pada proyeksi PA kondisi kurang: yang tampak vertebra torakalis I-
XII. Selain itu, densitas jaringan lunak dengan kosta terlihat mirip.
B. Inspirasi cukup
Foto dengan inspirasi cukup yaitu diafragma setinggi vertebra toracalis X dan kosta
VI anterior memotong dome diafragma.

C. Posisi sesuai
Posisi standar yang paling banyak dipakai adalah posisi PA dan lateral. Foto thoraks
biasanya juga diambil dalam posisi erect (berdiri). Cara membedakan posisi PA dan AP
adalah sebagai berikut:

1) Pada foto AP, skapula terletak di dalam bayangan thoraks, sementara pada foto PA,
skapula terletak di luar bayangan thoraks.
2) Pada foto AP, klavikula terlihat lebih tegak dibandingkan dengan foto PA.
3) Pada foto PA, jantung terlihat lebih jelas.
4) Pada foto AP, gambaran vertebra terlihat lebih jelas.
D. Simetris
Untuk melihat kesimetrisan foto, jarak sendi sternoklavikularis kanan dan kiri
terhadap garis mediana adalah sama.

E. Foto thoraks tidak boleh terpotong.8

Cara Membaca Foto Thoraks


Foto thoraks bisa dibaca dari luar ke dalam, atas ke bawah dan sebagainya. Urutan
pembacaan dari luar ke dalam:

a. Soft tissue : nilai ketebalan, ada swelling atau tidak.


b. Tulang : ada tidaknya diskontinuitas, lesi litik dan sklerotik.
c. Pleura : ada tidaknya cairan atau udara di kavum pleura, nilai sinus costophrenicus
dan sinus cardiophrenicus.
d. Pulmo : parenkim paru, corakan bronkovaskuler, keadaan hilus.
e. Jantung : letak, bentuk, dan ukuran. Hitung Cardio Thoracic Ratio (CTR) dengan cara
perbandingan diameter transversal jantung dengan diameter transversal rongga
thoraks. Normalnya pada posisi PA adalah < 0,5.
f. Diafragma : bagian kanan lebih tinggi dari kiri.

Gambaran Foto Thoraks Normal10

Gambar 2.5 Foto thoraks PA. Gambar 2.6 Foto thoraks AP.

Gambar 2.7 Foto thoraks lateral. Gambar 2.8 Foto thoraks lordotik.
Gambar 2.9 Foto thoraks dekubitus kiri.Gambar 2.10 Foto thoraks dekubitus kanan.

Gambar 2.11 Foto thoraks oblique.


Gambaran foto thorax tumor ganas paru

1. NSCLC (non small cell lung cancer)


a. Karsinoma sel squamosa

Gambar . Foto proyeksi PA/L tumor squamous cell carcinoma NSCLC.1


Cavitating Bronchogenic Carcinoma, Sel Skuamosa. Tampak gambaran
thick-walled cavity di lobus bawah paru kanan kanan (panah putih) dengan nodul
di tepi dalam kavitas. Terdapat gambaran air-fluid level. Ini adalah karsinoma sel
skuamosa, tumor primer paru.1

b. Adenocarcinoma

Gambar Foto proyeksi PA adenocarcinoma pada paru.2

Pada foto thorax PA menunjukkan adenocarcinoma paru. Dijumpai


adanya rounded light spot pada paru kanan atas (sisi kiri gambar) pada tingkat
tulang rusuk kedua. Titik terang memiliki batas yang tidak teratur dan pinggir
yang suram serta densitas tulang yang tidak sama.2

2. SCLC (small cell lung cancer)

Gambar Foto proyeksi PA Small cell lung cancer pada Paru.3


Pada foto thorax PA menunjukkan tampak adanya nodul di paru kanan (kepala
panah), Tampak gambaran opaque yang konveks di daerah paratrakeal kanan
(panah) yang merupakan limfadenopati mediastinum ipsilateral.3

1. LearningRadiology – Lung mass [internet]. LearningRadiology.com 2018 [cited 7


Juni 2018] Available from :
http://www.learningradiology.com/notes/chestnotes/bronchogeniccarcinoma.htm.
2. Gordon A. Starkebaum, MD, Professor of Medicine, Division of Rheumatology,
University of Washington School of Medicine, Seattle, WA. Also reviewed by David
Zieve, MD, MHA, Medical Director, Brenda Conaway, Editorial Director, and the
A.D.A.M. Editorial team. Available from :
https://medlineplus.gov/ency/imagepages/1597.htm

Gambaran Foto Toraks Tumor Jinak Paru

Tumor jinak paru jarang dijumpai, hanya sekitar 2% dari seluruh tumor paru, biasanya
ditemukan kebetulan pada pemeriksaan rutin, karena tumor jinak jarang memberi keluhan
dan tumbuh lambat sekali. Tumor jinak paru yang sering dijumpai adalah hamartroma. Jenis
tumor jinak lainnya yang lebih jarang adalah fibroma, kondroma, lipoma, hemangioma,
tumor neurogenik, papiloma, leiomiofibroma, dan lain-lain.

1. Hamartroma

Hamartroma merupakan tumor jinak paru yang pertambahan besarnya berlangsung


dengan sangat lambat. Tumor ini jarang terdapat pada anak-anak, biasanya di atas umur 40
tahun. Sebagian besar (90%) ditemukan di perifer paru dan sebagian lagi di sentral
(endobronkial). Hamartoma sebagian besar terdiri dari massa kartilago hialin dengan jaringan
ikat myxoid, sel adiposa, sel otot polos, dan celah yang dilapisi dengan epitel pernapasan.
(medscape).
Bentuk tumor bulat atau bergelombang (globulated) dengan batas yang tegas.
Hamartomas biasanya asimtomatik dan biasanya ditemukan sebagai lesi koin insidental pada
radiografi toraks rutin (X-ray toraks). Pada foto toraks, hamartoma pulmonal secara khas
tampak sebagai nodul paru soliter yang terdefinisi dengan baik; mereka mungkin
menunjukkan berbagai pola kalsifikasi, termasuk pola popcorn yang tidak teratur, membelit,
atau pola lengkung, atau bahkan kombinasi dari semua 3 pola. Biasanya ukuran tumornya
kurang dari 4 cm dan sering mengandung kalsifikasi berbentuk bercak-bercak garis atau
gambaran pop corn. Kalsifikasi ini akan bertambah dengan bertambah besarnya tumor.
Pembentukan kavitas tidak pernah terjadi.

a. b.

a. Foto toraks posteroanterior (PA) pada seorang pria menunjukkan lesi koin insidental di
lapangan tengah paru kanan dengan kalsifikasi popcorn. b. Foto toraks posteroanterior (PA)
menunjukkan temuan insidental nodul paru soliter yang berdekatan dengan hilum kiri.

2. Papiloma

Papiloma merupakan tumor jinak paru yang jarang dijumpai. Tumor ini berhubungan
dengan infeksi Human Papiloma Virus. Tumor ini dapat terjadi pada anak-anak maupun
dewasa. Lokasi tersering tumor adalah di saluran nafas besar dan hal ini dapat menyumbat
jalan napas.

3. Hemangioma

Hemangioma adalah tumor jinak paru yang disebabkan oleh proliferasi pembuluh
darah yang tidak normal. Tumor ini jarang dijumpai dan sering terjadi pada wanita.
1. USG
Ultrasonografi (USG) merupakan suatu alat diagnostik noninvasif dengan menggunakan
gelombang suara frekuensi tinggi diatas 20.000 hertz (20 kilohertz) untuk menghasilkan
gambaran struktur organ di dalam tubuh, tetapi yang dimanfaatkan dalam teknik
ultrasonografi (kedokteran) hanya gelombang suara dengan frekuensi 1-10Mhz.8

A. Prinsip Kerja Ultrasonografi


Menurut Snelius ada beberapa konsep dasar tentang gelombang suara, dimana gelombang
yang datang akan dapat mengalami beberapa kejadian, yaitu:8

1) Gelombang yang datang tegak lurus dengan bidang tertentu maka akan dipantulkan
tegak lurus pula, tetapi bila membentuk sudut tertentu (sudut datang), akan
dipantulkan dengan besar sudut keluar sama dengan sudut datang.
2) Dalam bidang yang berlapis, gelombang akan diteruskan (dihambat). Semakin dalam
lapisan, intensitas gelombang makin kecil, sehingga untuk mendapatkan intensitas
yang stabil/tetap diperlukan amplifikasi tiap lapisan.
3) Gelombang akan dibiaskan/dihambat dengan sudut bias tertentu.
4) Gelombang dapat dihambat 100%. Apabila gelombang mengenai benda/organ keras,
maka gelombang dihambat 100% sehingga pada permukaan benda akan tampak
lengkung (arch sign) dan memberi gambaran posterior acoustic shadow pada bagian
belakang benda tersebut.

Hasil pemeriksaan USG toraks yang baik tergantung pada keterampilan dan pengalaman
operator (pemeriksa) juga didukung oleh alat yang baik. Kadang-kadang USG sudah baik tapi
karena salah pemakaian probe (transduser) hasil yang didapat tidak optimal. Gambaran yang
ditampilkan USG toraks bersifat dinamis sebagian besar didasarkan pada analisis artefak.
Keakraban dengan berbagai artefak dan kecakapan teknis adalah kebutuhan dasar untuk
pemeriksaan USG toraks.Posisi pasien yang akan diperiksa tidak diharuskan dalam keadaan
tidur terlentang seperti pada pemeriksaan CT scan dan MRI. Pemeriksaan USG toraks ini
sangat bergantung keterampilan individu operator maka hasil gambaran USG toraks tidak
sama tepat seperti imaging lain. Gambaran optimal tergantung pada pilihan penempatan
pemeriksa sesuai posisi pasien.8

B. Terminologi pada USG8


1) Putih (hyperechoic/hyperechoigenic) : tulang, otot padat
2) Abu-abu (hypoechoic) : hepar, otak, uterus, ren
3) Hitam (anechoic/anechoigenic) : cairan dan sejenisnya

C. Display Mode’s
Echo dalam jaringan dapat diperlihatkan dalam bentuk:8
1) A- mode L : dalam sistem ini, gambar yang berupa defleksi vertikal pada osiloskop.
Besar amplitudo setiap defleksi sesuai dengan energi eko yang diterima transduser
(untuk mendeteksi objek yang diam, dan probe dalam keadaan diam).
2) B- mode: pada layar monitor (screen) eko nampak sebagai suatu titik dan garis terang
dan gelapnya bergantung pada intensitas eko yang dipantulkan dengan sistem ini
maka diperoleh gambaran dalam dua dimensi berupa penampang irisan tubuh, cara ini
disebut B Scan (Untuk deteksi objek diam, dan probe digunakan dengan bergerak.
Memperlihatkan semua jaringan yang dilewati oleh scan ultrasound. Jika diamati
dengan cepat akan terlihat secara real time).

M- mode : alat ini biasanya digunakan untuk memeriksa jantung. Tranduser tidak
digerakkan. Disini jarak antara transduser dengan organ yang memantulkan eko selalu
berubah, misalnya jantung dan katupnya (Untuk objek bergerak dan probe bergerak (contoh:
scanning jantung). Hasilnya berupa garis gelombang biasanya untuk ultrasound).

Ultrasonografi pada Tumor Paru

Pemeriksaan ultrasonografi pada tumor paru terutama kanker paru, terutama


digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan biopsy ataupun untuk melihat penyebaran
kanker ke lymph nodes dengan menggunakan endobronchial ultrasonography ataupun
endoscopic esophageal yang berfungsi untuk melihat pembesaran lymph nodes, dan untuk
melakukan biopsy pada lymph nodes tersebut.
Gambar diatas, diambil pada seorang wanita 71 tahun yang didiagnosa metastasis
KPKBSK. Dari gambar terlihat penebalan pleura parietalis (tanda panah atas) dan tampak
adanya massa pada pleura (tanda panah lurus).

2.1 Gambaran paru normal pada CT Scan

Sama seperti foto Rontgen toraks, CT scan pada toraks dilihat dengan posisi kanan
pasien berhadapan dengan sisi kiri pengamat dan sebaliknya. Lung window dipilih untuk
memaksimalkan kemampuan melihat abnormalitas di parenkim paru dan untuk
mengidentifikasi anatomi bronkus yang normal dan abnormal. Struktur mediastinal biasanya
tampak sebagai densitas putih yang homogen.

CT scan menampakkan anatomi toraks yang lebih detail daripada yang didapatkan
oleh foto Rontgen. Pada CT scan, paru biasanya dilihat dari 3 bidang; yaitu aksial, sagital dan
koronal. Pembuluh darah terlihat pada hampir seluruh perjalannya dari hilum ke permukaan
pleura. Bronkus dan bronkiolus juga dapat dilihat, dengan catatan, bronkus normal terlihat
lebih kecil daripada arteri pulmonalis yang menyertainya (Gambar 2.1).1
Gambar 2. 4 Hubungan bronkus-arteri. Hubungan yang normal antara bronkus (panah putih solid) dan arteri pulmonalis
(panah pitih putus-putus) yang menyertainya, yaitu biasanya ukuran arteri lebih besar dari bronkus.

2.1.1 Trakea1

Trakea biasanya berukuran oval dan berdiameter 2 cm. Pada kebanyakan orang,
terdapat ruang yang terlihat di bawah lengkung aorta dan di atas arteri pulmonaliss yang
dinamakan aortopulmonary window (Gambar 2.2). Bagian ini merupakan petunjuk yang
penting, karena ini adalah lokasi yang sering untuk munculnya pembesaran kelenjar getah
bening. Pada tingkat yang sama atau agak sedikit dibawah struktur ini, trakea bercabang dua
pada karina menjadi bronkus utama kanan dan kiri. Sedikit lebih inferior terdapat bronkus
utama kanan dan kiri serta bronkus intermedius. Bronkus utama kanan tampak sebagai
struktur sirkular dan mengandung udara yang menjadi tubular saat bronkus lobus atas paru
terlihat. Tidak terdapat apa-apa di posterior bronkus intermedius kecuali jaringan paru
(Gambar 2.3).
Gambar 2. 5 Carina pada potongan koronal. Trakea (T) mengalami bifurkasi pada karina (C) ke bronkus utama kanan
dan kiri. Setelah asal dari bronkus lobus kanan atas (panah putih terputus-putus), bronkus intermedius (BI) bercabang
menjadi bronkus lobus kanan bawah (panah hitam putus-putus) dan bronkus lobus tengah (tidak nampak). Bronkus lobus kiri
atas ditunjukkan dengan panah hitam solid. Aortopulmonary window (panah putih solid) berada antara aorta (Ao) dan arteri
pulmonalis (PA).

Gambar 2. 6 Bronkus intermedius. Distal pada asal dari bronkus lobus atas adalah potongan bronkial pendek yang
dinamakan bronkus intermedius (panah hitam solid). Bronkus intermedius terbagi menjadi bronkus untuk lobus tengah dan
bawah pada gambar yang lebih kaudal. Normalnya, di posterior bronkus intermedius tidak ada apa-apa kecuali hanya
jaringan paru. Bronkus utama kiri ditunjuk oleh panah hitam terputus-putus.

2.1.2 Fisura1

Tergantung pada ketebalan irisannya, fisura akan tampak sebagai garis putih yang
tipis atau sebagai sebuah pita avaskular yang memiliki tebal kira-kira 2 cm (Gambar 2.4).
Fisura minor berjalan di potongan horizontal yang sama dengan gambar CT aksial jadi,
normalnya dia tidak terlihat, kecuali pada potongan sagital atau koronal. Seperti fisura mayor,
lokasi dari fisura minor dapat ditunjukkan sebagai zona avaskular antara lobus atas dan
tengah kanan (Gambar 2.4, A).

Gambar 2. 7 Fisura terlihat pada potongan aksial dan koronal. A. Fisura mayor terlihat sebagai garis putih yang tipis
pada potongan aksial di paru kanan (panah putih solid), dan fisura minor, berjalan secara miring (oblik) pada potongan ini,
terlihat sebagai zona avaskular (panah putih putus-putus). B. Penampakan dari fisura terbalik pada potongan koronal di paru
kanan. Fisura minor (panah putih putus-putus) terlihat sebagai garis dan fisura mayor (panah putih solid) berjalan secara
miring pada potongan ini. RLL, Right lower lobe; RML, right middle lobe; RUL, right upper lobe.

2.1.3 Hilum2

CT scan merupakan alat yang baik untuk melihat struktur hilum. Untuk melihat
hilum, dipakai dua window, yaitu; lung window untuk melihat batas-batas hilum dan anatomi
bronkus, serta soft tissue/mediastinal window untuk melihat struktur hilum, nodus limfatikus
dan massa.

Bronkus lobaris dan segmentalis dapat terlihat secara konsisten melalui CT scan.
Keberadaan mereka membuat pengamat dapat mengenali dan mengidentifikasi tingkatan dari
hilum. Mengenalinya adalah kunci dari menginterpretasi hilum menggunakan CT scan.
Bronkus sebaiknya dilihat dahulu sebelum melihat hilum.

Di beberapa lokasi, garis batas hilum cukup konsisten sehingga diagnosis dari
adenopati atau massa pada hilum dapat ditegakkan hanya dengan melihat keabnormalitasan
dari garis batas hilum saja, dilihat menggunakan lung window. Namun di tempat lain, garis
batas dapat bervariasi tergantung dari ukuran dan posisi dari arteri dan vena pulmonalis. Di
lokasi-lokasi ini, CT scan dengan kontras diperlukan untuk diagnosis yang akurat.

2.1.3.1 Hilum atas

 Hilum kanan
CT scan potongan aksial di tingkat distal trakea atau karina menunjukkan bronkus
segmentalis apikal dari lobus kanan atas. Dia dikelilingi oleh beberapa pembuluh
darah yang memiliki ukuran yang sama (Gambar 2.5). Di kedua sisi, massa atau
limfadenopati dapat dengan mudah dikenali. Apapun yang lebih besar daripada
pembuluh darah pulmonaris dianggap abnormal (Gambar 2.6).
 Hilum kiri
Bronkus segmentalis apikal-posterior dan arteri serta vena yang berkaitan memiliki
penampilan yang sama pada sisi kanan di tingkat ini (Gambar 2.5)

Gambar 2. 8 Hilum bagian atas: anatomi normal. A, Perkiraan tingkat scan pada B. B, CT scan potongan aksial dengan
lung window pada tingkat sedikit di atas carina menunjukkan bronkus segmentalis apikal dari lobus kanan atas dengan
beberapa pembuluh darah di sekitarnya yang memiliki ukuran yang sama. Di kiri, bronkus segmentalis apikal-posterior (Ap-
post) dari lobus kiri atas dan arteri serta vena yang berkaitan memiliki penampilan yang sama.
Gambar 2. 9 Hilum atas abnormal pada dua pasien. A, pada pasien dengan sarcoidosis dan adenopati hilum bilateral, CT
scan dengan kontras pada hilum bagian atas menunjukkan pembesaran lodus limfatikus (panah). Di kanan, sebuah nodus
yang besar tampak di sebelah anterior dari bronkus segmentalis apikal (Ap seg) pada lobus kanan atas. Di kiri, sebuah nodus
limfatikus yang membesar tampak di lateral pembuluh darah pulmonaris. B, pada pasien dengan karsinoma di lobus kanan
atas, pembesaran lodus limfatikus (panah) tampak di sebelah anterior dari bronkus segmentalis apikal dari lobus kanan atas.

2.1.3.2 Bronkus lobaris kanan atas dan segmen lobus kiri atas

 Hilum kanan
Kira-kira 1 cm distal dari carina, bronkus lobus kanan atas biasanya tampak
seluruhnya, bersama dengan cabang segmentalis anterior dan posteriornya. Semuanya
pada umumnya dapat dilihat pada tingkat yang sama (Gambar 2.7, A-C). Segmen
anterior biasanya berada tepat pada bidang potongan scan, biasanya terlihat dengan
panjang 1 atau 2 cm. Segmen posterior biasanya sedikit membentuk sudut ke arah
cephal, di luar bidang potongan scan dan mungkin tidak dapat terlihat. Jika tidak
terlihat, cobalah mencarinya di tingkat yang lebih tinggi.
Anterior dari bronkus lobus kanan atas, trunkus anterior (arteri pulmonalis
yang menyuplai sebagian besar lobus atas) menghasilkan opasitas oval dengan ukuran
yang bervariasi tetapi lebih sering memiliki ukuran yang sama dengan bronkus utama
kanan, tampak di tingkat yang sama (Gambar 2.7, D). Cabang vena lobus atas (vena
posterior) berada di sudut antara segmen anterior dan posterior. Dinding posterior dari
bronkus lobus atas biasanya berbatasan langsung dengan parenkim paru dengan
ketebalan 2 atau 3 mm.
Di anterior hilum kanan pada tingkat ini, massa atau pembesaran nodus
limfatikus dapat diidentifikasi jika opasitas jaringan lunak dengan ukuran lebih besar
daripada trunkus anterior terlihat (Gambar 2.8). Hal ini dapat dikonfirmasi dengan
injeksi kontras. Di posterior, penebalan dinding dari bronkus lobus atas atau bronkus
utama (Gambar 2.9) atau adanya jaringan lunak opak di belakangnya hampir selalu
abnormal.
 Hilum kiri
Di sisi kiri, di tingkat yang sama atau lebih jauh sedikit, segmen apikal-
posterior dan anterior dari lobus kiri atas biasanya terlihat (Gambar 2.7, A-C). Pada
beberapa pasien, segmen anterior terlihat pada tingkat yang lebih bawah. Penjelasan
mengenai pembuluh darah sekitar dijelaskan di gambar. Limfadenopati dapat dilihat
dan berelasi terhadap semua truktur ini dan lebih mudah untuk dilihat dengan bantuan
kontras (Gambar 2.8, A dan B).

Gambar 2. 10 Bronkus lobus kanan atas dan segmen lobus kiri atas: anatomi normal. A, perkiraan tingkat scan pada
B-D. B, hilum kanan: tampak bronkus lobus kanan atas (right upper lobe, RUL) seluruhnya, bersamaan dengan segmen
anterior (ant seg) dan posterior (post seg). Hilum kiri: di sisi kiri, segmen apikal-poterior (Ap-post seg) dan anterior tampak
keduanya. Ap-post seg tampak pada potongan melintang sedangkan segmen aterior dirahkan ke anterior. C dan D CT scan
pada tingkat ini di pasien yang berbeda dari B. Hilum kanan: RUL muncul dari bronkus utama kanan (right main bronchus,
RMB) tepat di bawah carina. Segmen anterior (Ant seg) dan posterior (Post seg) muncul dari RUL. Dinding posterior dari
RUL berkontak langsung dengan parenkim paru dengan ketebalan beberapa mm. Trunkus anterior terletak di anterior RUL.
Sebuah cabang vena lobus atas (Post vein) berada di sudut antara segmen anterior dan posterior. Cabang vena superior
berada di anteriornya. Hilum kiri: bronkus utama kiri (left main bronchus, LMB) berada di dalam mediastinum. Pada pasien
ini, bronkus segmentalis anterior terlihat pada titik di mana dia berpisah dari segmen apikal-posterior (A-P seg). D bronkus
segmentalis lobus kiri atas berada di lateral cabang utama dari arteri pulmunaris kiri (left pulmonary artery, LPA),
menghasilkan bentuk konveks di hilum posterior, dan vena pulmonaris superior, menghasilkan bentuk konveks di anterior.
Arteri yang memberi suplai kepada segmen anterior dari LUL nampak di sebelah medial dari segmen anterior itu sendiri dan
berada berdekatan dengan vena. PA, main pulmonary artery.

Gambar 2. 11 Adenopati hilum pada tiga pasien dengan tingkat scan yang sama dengan sebelumnya C dan D. A.
pasien dengan sarkoidosis, terdapat adenopati yang luas (panah) di tingkat yang sama dengan RUL dan segmen A-P. Di
kanan, nodus tampak sebagai struktur yang tidak opak di anterior dan lateral. Opasitas jaringan lunak di posisi vena posterior
di kanan terlalu besar untuk mempresentasikan sebuah pembuluh darah. Di kiri, terdapat pembesaran nodus di lateral dan
posterior hilum yang mana dapat dibedakan dari LPA yang opak. B, terdapat kalsifikasi nodus yang luas, sekunder dari
sarkoidosis di lokasi yang sama dengan A. C, pembesaran nodus limfatikus (panah) setingkat dengan RUL, hanya di sisi
kanan.
Gambar 2. 12 Karsinoma bronkogenik dengan massa di hilum kanan. A, karsinoma yang besar menyebabkan
penyempitan dari bronkus lobus atas dan obstruksi dari segmen anterior dan posterior. Trunkus anterior (panah kecil),
terletak di anterior bronkus, menjadi sempit dan dikelilingi oleh tumor. Terdapat juga penebalan dari dinding belakang
bronkus lobus atas (panah besar) dan bronkus utama kanan. B, di tingkat yang lebih bawah, bronkus intermedius menjadi
sempit dan dinding posteriornya mengalami penebalan (panah). Massa ini juga menginvasi mediastinum, mengelilingi dan
menyempitkan arteri pulmonaris kanan.

2.1.3.3 Bronkus intermedius dan bronkus lobus kiri atas

 Hilum kanan
Di bawah tingkat dari bronkus lobus kanan atas, tampak bronkus intermedius
sebagai struktur oval yang lusen (Gambar 2.10). Di sebelah anterior dan lateral
bronkus, siluet hilum mungkin akan bervariasi tampilannya, karena adanya variasi
dari ukuran dan posisi dari vena-vena pulmonalis. Kumpulan jaringan lemak dan
nodus berukuran normal kadang berdiameter lebih dari 10 mm biasanya terlihat di
tingkat bifurkasi dari arteri pulmonalis kanan, terletak di anterior dan lateral dari
bronkus intermedius (Gambar 2.10).
Massa yang berada di posterior hilum dapat segera didiagnosa tanpa injeksi
kontras karena adanya penebalan dari dinding posterior bronkus tersebut (Gambar
2.9); penebalan dinding posterior dari bronkus intermedius merupakan temuan yang
sering pada pasien dengan massa di hilum kanan, terutama jika itu merupakan kanker
paru.
Diagnosa massa yang berada di anterior dan lateral hilum pada tingkat ini pada
umumnya membutuhkan penggunaan kontras (Gambar 2.11). Jaringan lunak dan
nodus yang normal tidak selayaknya dianggap sebagai massa hilum (Gambar 2.10).
 Hilum kiri
Bronkus lobus kiri atas biasanya tampak pada tingkat yang sama dengan
bronkus intermedius. Biasanya tampak sepanjang aksisnya, memanjang secara
anterior dan lateral dari asalnya dengan sudut 10o hingga 30o (Gambar 2.10). Nodus
limfatikus normal (<5 mm) biasanya tampak di sebelah medial dari arteri pulmonalis
kiri dan di sebelah lateral dari bronkus. Karena hanya arteri berbentuk oval tersebut
yang mengokupasi daerah lateral hilum, maka lobulasi dari lateral hilum (lebih dari
satu konveksitas) mengindikasikan sebuah massa atau limfadenopati (Gambar 2.11
dan 2.12).
Biasanya parenkim paru hanya berbatasan langsung dengan bronkus pada
tingkat yang dimana tampak bronkus lobus kiri atas (Gambar 2.10 dan Gambar
2.13B). Perbatasan ini disebut left retrobronchial stripe. Ketebalan dari dinding
bronkus ini berkisar 2 hingga 3 mm. Penebalan dari garis ini atau terdapatnya jaringan
lunak yang opak di belakangnya, mengindikasi pembesaran nodus limfatikus atau
penebalan dinding bronkus (Gambar 2.12). Namun di 10% individu yang normal,
parenkim paru tidak berbatasan langsung dengan dinding bronkus karena posisi dari
arteri pulmonalis intralobural yang terletak tepat di sebelah aorta. Ini tidak selayaknya
diinterpretasi sebagai abnormalitas.
Biasanya bronkus lingularis juga tampak di paru kiri, setingkat dengan
bronkus intermedius (Gambar 2.13, A-D). Bronkus lingularis biasanya tampak pada
tingkat di dekat permukaan bawah dari bronkus lobus kiri atas, yang mana darinya dia
berasal; dua segmennya (superior dan inferior) kadang-kadang dapat terlihat (Gambar
2.13). Bronkus segmen superior dari lobus bawah biasanya dapat terlihat di tingkat
ini, berjalan ke arah posterior. Nodus limfatikus biasanya nampak di sebelah medial
arteri. Pada tingkat ini lobulasi signifikan dari garis batas hilum lateral
mengindikasikan sebuah massa atau adenopati (Gambar 2.14)
Gambar 2. 13 Bronkus intermedius dan bronkus lobus kiri atas yang normal. A, Perkiraan tingkat scan pada B dan C.
B dan C, dinding bronkus intermedius (BI) berbatasan langsung dengan parenkim paru. Di sebelah anterior dan lateral dari
BI, hilum tersusun atas arteri pulmonalis kanan (right pulmonary artery, RPA) dan vena pulmonalis superior (superior
pulmonary veins, sup veins). Nodus limfatikus normal dan jaringan lemak tampak di sebelah anterolateral hilum, di antara
pembuluh darah yang opak. Di kiri, bronkus utama kiri (left main bronchus, LMB) dan bronkus lobus kiri atas (left upper
lobe, LUL) tampak. Vena pulmonalis superior kiri berada di anterior dan medial bronkus LUL, dan cabang interlobaris atau
menurun dari arteri pulmonalis kiri (left pulmonary artery, LPA) membentuk jaringan lunak oval yang opak di sebelah
posterior bronkus LUL.
Gambar 2. 14 Bronkus intermedius dan bronkus lobus kiri atas yang abnormal. Pada pasien dengan non-Hodgkin’s
lymphoma dan adenopati hilum bilateral (panah), pembesaran nodus limfatikus dapat dengan jelas dibedakan dari pembuluh
darah pulmonalis yang opak.

Gambar 2. 15 Adenopati pada hilum kiri (setingkat dengan bronkus LUL). A, pembesaran nodus limfatikus (panah)
tampak di posterior hilum, di belakang bronkus LUL, dan di antara aorta dan LPA. B dan C, nodus limfatikus yang
membesar (panah) berada di posterior bronkus (yakni di daerah garis retrobronkial (retrobronchial stripe)) dan mencegahnya
berbatasan langsung dengan parenkim paru.
Gambar 2. 16 Bronkus intermedius dan bronkus lingularis normal. A, perkiraan tingkat scan pada B-D. B, pada tingkat
di bawah Gambar 2.10, bronkus intermedius (BI) tampak oval dan lusen serta berbatasan langsung dengan paru di posterior.
Di kiri, bronkus LUL tampak, memanjang secara anterior dan lateral dari LMB. Bagian posterior dari dinding bronkus
berbatasan dengan parenkim paru pada tingkat ini (retrobronchial stripe). Bronkus lingularis (Ling) muncul dari sisi bawah
LUL lalu terbagi menjadi dua cabang, lingular superior (sup Ling) dan inferior (inf Ling). C dan B, di tingkat yang sedikit
lebih rendah dari B. Hilum kanan: di kanan, arteri pulmonalis interlobaris (interlobar pulmonary artery, IPA) dan vena-vena
pulmonalis superior (sup vein) berada di anterior dan leteral dari BI. Cabang dari arteri tersebut mengarah ke posterior.
Hilum kiri: di bawah tingkat bronkus LUL, bronkus lingular bercabang menjadi segmen superior dan inferior. Bagian
proksimal dari bronkus lobus kiri bawah (left lower lobe, LLL) tampak bersamaan dengan cabang pertamanya, segmen
superior (sup seg). Vena pulmonalis superior kiri berada di sebelah anterior dan medial dari bronkus dan cabang dari IPA
kiri berada di posterior dari bronkus lingular dan lateral dari bronkus LLL. Arteri lingularis (Ling art) mengiringi bronkus
lingularis.
Gambar 2. 17 Pasien dengan sarkoidosis. Di kanan terdapat pembesaran nodus limfatikus (panah besar) di dekat BI dan
arteri pulmonalis (superior segment right lower lobe artery, SS art). Di kiri pembesaran nodus limfatikus tampak di medial
dan lateral dari arteri pulmonalis interlobular dan posterior dari bronkus lingularis (Ling). SS, superior segment left lower
lobe bronkus; Ling art, lingular artery.

2.1.3.4 Bronkus lobus kanan tengah dan bronkus lobus kiri bawah

 Hilum kanan
Bronkus lobus kanan tengah tampak di tingkat setelah bronkus intermedius
(Gambar 2.15). Karena kemiringannya, hanya sebagian segmennya yang nampak di
tiap tingka pada CT scan, ini tidak selayaknya dimisinterpretasi sebagai obstruksi
bronkus. Sering, segmen superior dari bronkus lobus kanan bawah muncul pada
tingkat ini (Gambar 2.15).
Hilum kiri pada tingkat bronkus lobus kiri atas atau bronkus lingular (Gambar
2.13) dapat muncul sebagai cermin dari hilum kanan pada tingkat bronkus lobus
kanan tengah, dan perbandingan dari dua sisi ini biasa dilakukan. Tetapi, bronkus
lobus kiri atas atau bronkus lingularis biasanya tampak 1 hingga 2 cm di atas bronkus
lobus kanan tengah.
 Hilum kiri
Pada tingkat yang sama dengan bronkus lobus kanan tengah, bronkus basal
dari lobus kiri bawah biasanya tampak (Gambar 2.15), walaupun di beberapa pasien,
segmen superior dari bronkus ini dapat terlihat.
Gambar 2. 18 A, perkiraan tingkat scan pada B-E, RML, right middle lobe. B, bronkus RML menunjukkan pembagiannya
ke medial dan lateral. Bronkus RML memanjang ke inferior, anterior dan lateral dengan sudut kira-kira 45o. Bronkus RLL
juga tampak pada tingkat ini, mempercabangkan segmen superiornya ke arah posteriolateral. Arteri pulmonalis interlobaris
berada di lateral bronkus. Di kiri bronkus LLL tampak bersamaan dengan segmen pendek dari cabang superiornya. Arteri
lobus bawah berada di lateral dari bronkus LLL. RLL, right lower lobe; LLL, left lower lobe.

2.1.3.5 Bronkus lobus bawah

 Hilum kanan dan kiri


Pada tingkat ini, kedua hilum simetris secara relatif dan membandingkan
keduanya sangat membantu. Bronkus lobus bawah di kedua paru mempercabangkan
segmen-segmennya secara bervariasi di tiap individu (Gambar 2.16).
Di tingkat bronkus lobus bawah, di kedua sisi, dinding anterior dari bronkus
biasanya berbatasan langsung dengan parenkim paru, dengan arteri berada di lateral
dan vena berada di posterior dan medial (Gambar 2.15). Pembesaran nodus limfatikus
dapat diidentifikasi pada tingkat ini di anterior bronkus.
Segmen-segmen dari bronkus lobus bawah bercabang dengan variasi yang
tinggi (Gambar 2.16). Namun mengidentifikasi keseluruhannya tidak harus karena
tidak signifikan secara klinis.
Gambar 2. 19 Segmen-segmen basal. A, perkiraan tingkat scan pada B. B, di kanan tampak segmen medial, anterior,
lateral dan posterior dari bronkus lobus kanan bawah. Percabangan ini bervariasi. IPV berada di mosterior dan medial dari
bronkus. Cabang-cabang arteri pulmonalis menyertai tiap-tiap segmen bronkus. Di kiri segmen anteromedial, lateral dan
posterior tampak. Anatomi vaskularnya sama dengan yang di kanan. IPV, inferior pulmonary vein.

2.2 Gambaran Tumor Paru pada CT Scan

2.2.1 Nodul/massa soliter di paru-paru1

Perbedaan antara nodul dan massa adalah ukurannya. Secara umum, ukuran di bawah
3 cm dinamakan nodul sedangkan di atas 3 cm dinamakan massa. Dalam mengevaluasi suatu
nodul soliter paru, pertanyaan kritis yang harus dijawab adalah: apakah nodul tersebut jinak
atau ganas? Jika kemungkinan besar jinak, maka hanya perlu dilakukan pemantauan, namun
apabila kemungkinan besar ganas, maka diperlukan terapi agresif yang mungkin dapat
menimbulkan resiko dalam morbiditas maupun mortalitas.

Tanda-tanda nodul paru yang jinak dan ganas:


 Ukuran lesi
Nodul yang lebih kecil dari 4 mm jarang menunjukkan perilaku yang ganas. Massa
yang lebih besar dari 5 cm memiliki 95% kemungkinan menjadi ganas (Gambar 2.17).

Gambar 2. 20 Terdapat nodul berukuran 1.8 cm di lobus kanan atas paru (panah putih) pada seorang laki-laki 53
tahun dengan gejala hemoptisis. Setelah dilakukan biopsi, pasien didiagnosa dengan adenokarsinoma paru.

 Kalsifikasi
Terdapatnya kalsifikasi biasanya dapat dideteksi menggunakan CT scan. Lesi dengan
pola kalsifikasi sentral, laminar atau difus biasanya jinak.
 Batas
Terdapatnya lobulasi, spikulasi dan kekusutan menandakan keganasan.

Gambar 2. 21 Karsinoma bronkogenik di lobus kanan atas. Terdapat massa sebesar 3.2 cm yang berspikulasi
di lobus kanan atas (panah putih). Ukuran yang relatif besar dan batas yang ireguler pada massa ini menunjukkan
kepada keganasan. Setelah dilakukan biopsi, didapati adenokarsinoma paru

 Perubahan ukuran dalam kurun waktu tertentu


Hal ini membutuhkan foto-foto CT scan sebelumnya sehingga dapat dilakukan
pemantauan dan dapat membandingkan ukuran nodul dari waktu ke waktu.
Keganasan cenderung memiliki pertambahan ukuran dengan laju yang tidak terlalu
cepat sebagaimana yang terjadi pada proses inflamasi (perubahan dalam hitungan
minggu) maupun dengan laju yang terlalu lama sebagaimana yang terjadi pada nodul
jinak (tidak ada perubahan dalam setahun atau lebih).
o Large cell carcinoma, tumbuh paling cepat
o Squamous cell carcinoma dan small cell carcinoma cenderung tumbuh agak
kurang cepat
o Adenocarninoma tumbuh paling lambat

Temuan radiologi harus disesuaikan dengan temuan klinis. Saat ada tanda dan gejala klinis
yang muncul, maka kemungkinan bahwa lesi tersebut untuk menjadi ganas meningkat.

2.2.1.1 Karsinoma bronkogenik

Jumlah nodul di paru dapat membantu mengarahkan diagnosa. Untuk nodul paru
ganas, kanker primer biasanya muncul sebagai nodul soliter, sedangkan metastatik ke paru
dari organ lain muncul sebagai nodul multipel. Tabel 2.1 merangkum manifestasi klasik dan
kecenderungan pertumbuhan dari empat tipe karsinoma bronkogenik berdasarkan tipe sel.

Tabel 2.1 Karsinoma pada paru berdasarkan tipe sel

Tipe sel dan manifestasi klinis Representasi gambar


Squamous cell carcinoma
- Lokasi primer berada di sentral
- Muncul di bronkus segmentalis atau
lobaris
- Menyebabkan obstruksi bronkus yang
menyebabkan pneumonitis obstruktif atau
atelektasis
- Cenderung tumbuh dengan cepat
Adenocarcinoma
- Lokasi primer berada di perifer
- Biasanya soliter kecuali dalam kasus
adenokarsinoma difus, muncul sebagai
nodul multipel
- Pertumbuhannya paling lambat
Small cell carcinoma
- Lokasi primer di sentral
- Kebanyakan mengandung granul
neurosekretori yang menyebabkan asosiasi
antara small cell carcinoma dengan
sindrom paraneoplastik seperti sindrom
Cushing maupun SiADH
Large cell carcinoma
- Diagnosis eksklusi untuk lesi yang bukan
nonsmall cell carcinoma, squamous cell
carcinoma maupun adenocarcinoma
- Lesi perifer yang lebih besar
- Tumbuh dengan sangat cepat

Mengenali karsinoma bronkogenik:

 Dapat dikenali secara visual pada tumor itu sendiri (apakah berupa nodul atau massa)
o Karsinoma bronkogenik yang paling sering adalah adenokarsinoma
o Perhatikan batas-batasnya apakah reguler atau tidak, dan perhatikan adanya pola-
pola tertentu (lihat Gambar 2.18)
o Massa dapat menimbulkan kavitasi, sering pada squamous cell carcinoma (walaupun
kavitasi dapat juga muncul dengan adenocarcinoma), dan biasanya memiliki dinding
yang relatif tebal dengan batas dalam yang ireguler dan berbentuk noduler (Gambar
2.19)
Gambar 2. 22 Batas luar lesi berspikulasi dan memiliki dinding yang tebal. Batas dalam dari kavitas berbentuk nodul.
Gambaran-gambaran ini menunjukkan keganasan yang membentuk kavitasi. Ini adalah squamous cell carcinoma

 Dapat dicurigai dengan adanya efek dari obstuksi bronkial (seperti pneumonitis dan/atau
atelektasis)
Obstruksi bronkial paling sering disebabkan oleh squamous cell carcinoma. Lesi
endobronkial dapat menyebabkan derajat obstruksi bronkial yang bervariasi dan dapat
menyebabkan pneumonitis atau atelektasis.
Dikatakan pneumonitis karena paru yang tersumbat mengalami konsolidasi tapi
jarang terinfeksi (walaupun bisa). Atelektasis sekunder karena lesi endobronkial yang
menyumbat menggambarkan perpindahan fisura atau struktur mediastinum yang mobil ke
arah paru yang mengalami atelektasis dan kadang-kadang nampak massa yang menyumbat
itu sendiri.
 Dapat dicurigai dengan mengenali efek baik dari ekstensi langsung maupun dari
penyebaran metastatik ke paru, rusuk atau organ lain
o Destruksi iga oleh karena ekstensi langsung dari tumor. Pancoast tumor (kanker paru
apikal) biasanya menyebabkan destruksi dari satu atau lebih dari tiga iga pertama di
sisi yang terkena.
o Adenopati hilar. Biasanya unilateral dan ipsilateral terhadap lokasi tumor.
o Adenopati mediastinal. Dapat menjadi manifestasi dari small cell carcinoma dengan
nodul paru perifer menjadi tak nampak.
o Nodul lainnya di paru. Salah satu manifestasi dari diffuse adenocarcinoma adalah
adanya nodul multipel di seluruh lapangan pandang kedua paru dan hal ini dapat
menyerupai lesi metastatik.
o Efusi pleura. Biasanya terdapat penyebaran tumor secara limfogen apabila ada efusi
pleura.
o Metastase ke tulang. Dapat menghasilkan gambaran berupa osteolitik dan
osteoblastik.

2.2.1.2 Nodul soliter yang jinak

 Granuloma
Tuberkulosis dan histoplasmosis biasanya menghasilkan nodul <1 cm yang
terkalsifikasi, walaupun dapat mencapai hingga 4 cm. Saat terkalsifikasi biasanya
jinak. Granuloma tuberkulosis biasanya terkalsifikasi secara homogen.
Histoplasmosis dapat mengandung kalsifikasi sentral, target atau laminar (Gambar
2.20)

Gambar 2. 23 Histoplasmosis (panah putih) dapat mengandung kalsifikasi sentral atau bentuk target (panah hitam) atau bisa
juga laminar.

 Hamartoma
Tumor paru yang terletak di perifer. Berupa jaringan paru yang
terdisorganisasi, karakteristiknya mengandung lemak dan terkalsifikasi pada
pemeriksaan CT scan. Kalsifikasi klasik yang terjadi pada hamartoma bernama
kalsifikasi popcorn.
Gambar 2. 24 Hamartoma paru. Tumor yang terletak di perifer, mengandung lemak dan mengalami kalsifikasi.
Kalsifikasi klasik dari hamartoma disebut kalsifikasi popcorn (panah putih).D, hemidiafragma kanan.

2.2.2 Tumor Metastatik di Paru1

2.2.2.1 Penyebaran secara hematogen

Gambaran nodul multipel di paru paling sering disebabkan oleh lesi metastatik yang
menyebar secara hematogen. Nodul multipel metastatik biasanya memiliki ukuran yang
sedikit berbeda-beda, hal ini mengindikasikan embolisasi tumor yang berlangsung dalam
waktu yang berbeda-beda.

Biasanya berbatas tegas dan ukurannya bervariasi mulai dari mikronodul hingga
massa yang besar. Tidak mungkin menentukan lokasi primer tumor hanya dari melihat
gambaran radiologinya saja karena semua nodul metastatik nampak serupa. Cara yang terbaik
untuk menentukannya adalah melalui pengambilan jaringan, baik itu melalui bronkoskopi
ataupun melalui biopsi perkutan.

2.2.2.2 Penyebaran secara limfogen

Pada penyebaran secara limfogen, tumor tumbuh di dalam dan menyumbat saluran
limfatik di paru. Pada pemeriksaan radiologi, hal ini menimbulkan pola yang menyerupai
edema interstisial paru karena gagal jantung yaitu terdapatnya Kerley B lines, penebalan
fisura dan efusi pleura.

Temuannya mungkin hanya unilateral atau hanya melibatkan satu lobus. Bila hal ini
terjadi maka kemungkinan lesi metastatik karena penyebaran limfogen lebih besar
dibandingkan gagal jantung kongestif, yang mana biasanya terjadi secara bilateral (Gambar
2.22). Keganasan yang paling sering menyebabkan penyebaran limfogen ke paru adalah
tumor yang berasal dari dada, pankreas atau bahkan paru itu sendiri.

Gambar 2. 25 Karsinoma bronkogenik dengan penyebaran limfogen. Gambaran CT Scan yang muncul dari karsinoma
yang menyebar secara limfogen menyerupai pola yang dihasilkan oleh edema interstisial paru karena gagal jantung. Yang
membedakan keduanya adalah penyebaran karsinoma secara limfogen terjadi unilateral. Terdapat adenopati hilum dan
mediastinum yang luas (panah hitam solid) pada karsinoma paru. Pola interstisial paru kanan lebih menonjol dari pada paru
kiri dan terdapat penebalan garis septa (Kerley B lines) (panah putih solid), disertai dengan efusi pleura kanan (panah hitam
putus-putus).

2.2.3 Perubahan pada Struktur Bronkus2

Terdapatnya tumor paru dapat menyebabkan perubahan pada struktur bronkus. Patologi
bronkus yang terjadi adalah: (1) penebalan dinding bronkus, (2) terdapatnya massa
endobronkial, dan (3) penyempitan atau obstruksi dari lumen bronkus.

 Penebalan dinding bronkus


Mudah diperiksa menggunakan CT di daerah dimana bronkus hilum berbatasan
langsung dengan parenkim paru: dinding posterior dari bronkus utama kanan, bronkus
lobus atas baik paru kanan maupun kiri dan dinding posterior dari bronkus
intermedius. Penebalan dinding bronkus yang halus dapat disebabkan proses
inflamasi, edema pulmonal atau infiltrasi tumor (Gambar 2.9), sedangkan penebalan
yang terlokalisasi atau terlobulasi biasanya mengindikasikan indiltrasi tumor atau
pembesaran nodus limfatikus (Gambar 2.12)
 Massa endobronkial
Lebih mudah didiagnosa dengan potongan yang tipis. Massa endobronkial polipoid
dapat tampak bulat atau terlobulasi (Gambar 2.23) dan di beberapa kasus cenderung
melebarkan bronkus yang mereka berada di dalamnya.

Gambar 2. 26 Metastasis endobronkial dari karsinoma kolon. Lesi endobronkial fokal (panah) tampak di dalam bronkus
utama kiri. Ini merepresentasikan metastasis endobronkial.

 Penyempitan atau obstruksi lumen bronkus


Dapat terjadi karena tumor endobronkial (Gambar 2.24) atau kompresi oleh massa
ekstrinsik (Gambar 2.9). Perubahan tiba-tiba dari diameter bronkus biasanya
mengindikasikan infiltrasi tumor sirkumferensial atau sebuah massa endobronkial
(Gambar 2.24). Pada pasien dengan tumor yang muncul di sentral (biasanya
squamous cell carcinoma atau small-cell carcinoma), abnormalitas bronkus
(penyempitan atau obstruksi) umum ditemukan di CT (Gambar 2.9 dan 2.24).
Gambar 2. 27 Karsinoma bronkogenik dengan obstruksi bronkus lobus kiri atas. A dan B , terdapat terminasi tiba-tiba
dari bronkus lobus kiri atas, disertai dengan konsolidasi dan kolaps distal dari lobus kiri atas. Tampilan ini merupakan
indikasi kuat dari karsinoma bronkogenik.

2.2.4 Pembesaran Nodus Limfatikus2

Penyebab paling sering dari massa hilum atau pembesaran nodus limfatikus adalah
karsinoma bronkogenik. Massa di hilum dapat tampak iregular karena infiltrasi lokal pada
parenkim paru.

Saat karsinoma muncul di perifer paru dan terdapat abnormalitas hilum karena
metastasis limfogen, massa hilum dapat tampak halus dan berbatas tegas daripada massa
hilum karena tumor primer. Pasien dengan massa sentral dan obstruksi bronkial sering
menunjukkan abnormalitas parenkim paru perifer. Pada pasien dengan metastasis nodus
hilum, abnormalitas bronkus pada CT biasanya merefleksikan kompresi eksternal karena
pembesaran nodus hilum, tetapi invasi bronkial bisa juga terjadi.

Pada pasien dengan karsinoma bronkogenik, pembesaran nodus hilum yang tampak
pada CT mungkin tidak disebabkan oleh metastasis nodus. Pembesaran nodus hiperplastik
sering terjadi pada pasien dengan kanker paru, terutama saat ada obstruksi bronkial dan
pneumonia distal atau atelektasis.

Daftar Pustaka
1. Herring W. Learning Radiology: Recognizing The Basics. 3 ed. Philadelphia: Elsevier;
2016.

2. Webb WR, Brant WE, Major NM. Fundamentals of Body CT. 4 ed. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2015.

Gambaran MRI pada Paru Normal

Pada gambaran paru normal harus dijumpai kedua paru yang terisi udara secara
normal dan menempel pada dinding dada pada semua sisi. Pleura menunjukkan gambaran
intensitas sinyal yang homogen dan tidak ada kumpulan cairan. Struktur paru normal dan
tampak corakan vaskular yang normal. Tidak ada nodul atau perselubungan.
Mediastinum ditengah dan dengan lebar yang normal. Tidak ada bukti adanya massa
di kompartemen anterior, sentral, maupun posterior. Regio hilus di kedua sisi tidak ada
kelainan, dan bronkus utama tampak normal. Tidak ada limfoadenopati maupun massa di
perihilar.
Jantung ortotopik dan memiliki konfigurasi normal. Rongga jantung dalam ukuran
normal. Pembuluh darah utama intratoraks tidak ada kelainan, dan ukuran pembuluh darah
supra-aorta terlihat normal. Tulang-tulang daerah toraks dan jaringan lunak tidak
menampakkan kelainan.
Data Penting
1 Sudut bifurfikasi trakea:
 Sekitar 55−65°
2 Diameter bronkus utama:
a Kanan sekitar 15 mm
b Kiri sekitar 13 mm
3 Diameter aorta:
 < 4 cm
a Ascending aorta:
a1 Setingkat bifurfikasi trunkus pulmoner: 3.2 cm ± 0.5 cm
a2 Setingkat aortic root: 3.7 cm ± 0.3 cm
b Aortic arch: 1.5 cm ± 1.2 cm
c Descending aorta: 2.5 cm ± 0.4 cm
Perbandingan diameter ascending aorta ke descending aorta = 1.5:1
4 Diameter superior vena cava:
a Setingkat aortic arch: 1.4 cm ± 0.4 cm
b Setingkat bifurfikasi trunkus aorta: 2 cm ± 0.4 cm
5 Diameter arteri pulmoner:
a Trunkus pulmoner: 2.4 cm ± 0.2 cm
b Arteri pulmoner kanan proksimal: 1.9 cm ± 0.3 cm
c Arteri pulmoner kiri: 2.1 cm ± 0.4 cm
6 Mediastinum:
 Timus 1−2 cm dalam diameter transversal
Jantung:
Dimensio rongga jantung:
7 Atrium kanan:
 Diameter transversal maksimum: 4.4 cm
a Setingkat aortic root: 1.9 cm ± 0.8 cm
b Setingkat mitral valve: 3.2 cm ± 1.2 cm
c Ditengah-tengah ventrikel: 2.8 cm ± 0.4 cm
8 Atrium kiri:
a Diameter anteroposterior maksimal: 4−5 cm
a1 Setingakat aortic root: 2.4 cm ± 4.5 cm
a2 Setingkat mitral valve: 2.9 cm ± 4.9 cm
b Diameter transversal maksimal: 9 cm
b1 Setingkat aortic root: 5.5 cm ± 8.4 cm
b2 Setingkat mitral valve: 4.9 cm ± 9.1 cm
9 Sudut antara bidang midsagital dan septum = 38° (meningkat jika ada
penambahan tekanan atau volume ventrikel)
10 Ketebalan septum ventrikel:
 Sekitar 5−10 mm
11 Ketebalan perikardium:
 1−2 mm
12 Ketebalan mioocardium:
 10−12 mm
REFERENSI:
Moeller, T. B. and Reif, M. D. E. Normal Findings in CT and MRI.
ThiemeStuttgart, New York. 2000.

Gambaran MRI Pada Tumor Paru Jinak dan Ganas

1. Karsinoma dan Nodul Bronkogenik


1.1. Karsinoma Bronkogenik
Teknik imajing harus dapat mendeteksi, mengkarakterisasi dan staging massa
malignan. Staging berdasarkan klasifikasi tumor, nodus dan metastasis (TNM).
MRI bisa menjadi imaging yang baik atau tidak baik untuk staging karsinoma
bronkogenik. Tumor primer akan tampak hipointense sampai isointense
dibandingkan otot paravertebral. Setelah pemberian Gd, gambaran enhancement
yang kuat dapat diobservasi (Gambar 1 dan 2). Akan tampak gambaran homogen
untuk tumor dengan diameter < 3 cm (Tumor T1) (Gambar 1), sedangkan
karsinoma yang lebih besar juga akan menunjukkan nekrosis sentral. (Gambar 2).
Tumor T2 (>3 cm) terlihat jelas oleh MRI seperti halnya pada X-RAY dan CT
apabila terlokasi di perifer paru.

Gambar 1 Karsinoma bronkogenik neuroendokrin perifer (T1). T1-W1 setelah


kontras menunjukkan sebuah nodul kecil di lobus atas kiri paru dengan
enhancement yang kuat (tanda panah)
Gambar 2. Karsinoma bronkogenik paru kanan. (a) T2-W1 menunjukkan massa
berlobulasi dan efusi pleura yang luas; (b) T1-W1 post kontras menunjukkan
heterogenitas tumor dan infiltasi mediastinum.

Keuntungan MRI lainnya yaitu dapat menilai adanya infiltrasi pada struktur
sekitar, seperti mediastinum, dinding dada dan pembuluh darah besar yang
berhubungan dengan staging (T3 dan T4). Infiltrasi pleura parietal adalah salah
satu kriteria untuk tumor T3. Gambaran T2-W pada orientasi koronal atau sagital
menghasilkan gambaran terbaik untuk evaluasi penebalan pleura, luasnya kontak
antara tumor dan pleura, dan diferensiasi antara pleura visceral dan parietal.
Intensitas sinyal yang tinggi dari tumor pada gambaran T2-W terlihat kontras
dengan otot dinding dada. MRI juga sangat cocok untuk menilai infiltrasi
langsung pada mediastinum (tumor T3 dan T4). Harapan bahwa MRI dapat
mengungguli CT belum dapat terbukti. Walaupun perubahan lapisan lemak
mediastinum sangat mudah terlihat karena resolusi kontras yang tinggi, namun
penyebab adanya perubahan ini belum jelas apakah karena proses malignansi atau
inflamasi. Infiltrasi yang luas pastinya sangat mudah terlihat, namun infiltasi
ringan sulit ditemukan.
Kontak langsung antara tumor dan mediastinum bukanlah suatu tanda yang pasti
untuk menilai infiltrasi. Sebagai tambahan, hilangnya batas lemak juga bukanlah
tanda spesifik. Tanda infiltrasi mediastinum yang dapat direseksi adalah, 1)
kontak antara tumor dan mediastinum <3 cm, 2) kontak dengan aorta <90%
kelilingnya, 3) adanya lapisan lemak yang terlihat antara tumor dan struktur
sekelilingnya. Tanda definitif untuk tumor besar yang tidak dapat direseksi (T4)
lebih sulit ditentukan, karena penatalaksaannya tergantung pada dokter bedah dan
lingkungan individual pasien. Penggunaan kontras tidak menampakkan
keuntungan evaluasi. Pengambilan gambar dalam bidang koronal dan sagital
memfasilitasi gambaran infiltasi aortopulmonary window dan rongga subkarina.
Hal ini juga merupakan evaluasi untuk infiltrasi langsung pada karina dan
bronkus, yang membutuhkan pengukuran jarak antara tumor dan karina.
MRI menjadi pilihan modalitas untuk investigasi tumor sulkus superior
(Pancoast). Pengambilan gambar koronal dan sagital menggunakan supresi lemak
dan imajing T1-W setelah kontras direkomendasikan (Gambar 3). Infiltasi melalui
apeks paru didiagnosis atas dasar adanya perluasan langsung tumor menuju lemak
ektrapleura dan sambungan cervico-thoracic. Infiltasi langsung dan keterlibatan
pembuluh darah besar serta pleksus brakhialis lebih baik tergambar di MRI
daripada CT.

.
Gambar 3. Tumor Pancoast dengan infiltasi pada dinding dada dan sambungan
cervico-thoracic. Fat-suppressed T1-WI setelah kontras menunjukkan massa
dengan infiltrasi pada pleura dan jaringan lunak.

1.2.Nodul Pulmoner
Perbedaan yang kontras antara nodul dan parenkim disekelilignya adalah
keuntungan MRI, yang mungkin dapat mengimbangi resolusi spatial yang
rendah(Gambar 2). Banyak teknik yang dapat digunakan untuk deteksi nodul
pulmoner. Secara umum, penilaian gabungan intensitas sinyal dan enhancement
kontras digunakan untuk menggolongkan suatu nodul menjadi jinak atau ganas.
Sebagai gold standard adalah T2-W TSE yang dapat mendeteksi metastasis
pulmoner dengan sensitivitas 84%. Gambaran pre-kontras secara umum
diperlukan untuk deteksi nodul. Pengambilan gambar dinais selama dan setelah
administrasi kontras disarankan agar dapat menggolongkan nodul. Nodul
malignan dikarakteristikkan sebagai peningkatan intensitas sinyal yang cepat
selama pelepasan pertama kontras. Ketika ada suatu nodul <3 cm, akan muncul
gambaran enhancement homogen yang kuat tanpa nekrosis yang signifikan.
Namun granuloma menunjukkan suatu gambaran enhancement yang lebih lemah
secara siginifikan. Kista khususnya tidak menunjukkan enhancement dan
mengikuti karakteristik cairan (sinyal T1 rendah dan sinyal T2 tinggi).

2. Patologi pada Pleura


2.1.Massa Jinak
Massa jinak pada pleura termasuk didalamnya lipoma, fibroma, dan rounded
atelectasis. Lipoma khususnya menunjukkan karakteristik sinyal seperti lemak
subkutan pada semua rangkaian. Fibroma pleura isotense terhadap otot pada T1-
W dan iso-hingga hyperintense pada gambaran T2-W, dan menampakkan
enhancement paska kontras Gadolinium. Rounded atelectasis memiliki gambaran
morfologi khusus: tanda ekor komet, yang menggambarkan perjalanan pembuluh
darah dan bronkus menjadi massa berbentuk ovoid atau berbentuk baji. Mereka
memiliki karakteristik sinyal yang sama dengan fibroma.
2.2.Massa Ganas
Keganasan primer pleura adalah mesotelioma, yang sering dihubungkan dengan
efusi pleura. Banyak disebabkan oleh paparan asbestosis sehingga gambaran plak
pleura terkalsifikasi menjadi penanda untuk etiologi ini. MRI kurang sensitif
daripada CT untuk demonstrasi kalsifikasi ini. Secara umum, mesotelioma adalah
suatu proses difus pada pleura dengan intensitas sinyal yang sedikit meningkat
pada T1-W dan sedikit meningkat pada T2-W (Gambar 4). Kebanyakan
mesotelioma akan menunjukkan enhancement stelah pemberian kontras (Gambar
4). MRI lebih baik daripada CT dalam penilaian perluasan foci pleural multipel
dan infiltrasi dinding dada, diafragma dan peritoneum. Metastasis pleura sekunder
dari karsinoma payudara, paru, lambung, ginjal, dan uterus lebih sering terjadi.
Sering tampak sebagai gambaran penebalan pleura nodular difus atau sebagai
massa padat besar dan efusi yang mirip dengan mesotelioma.
Gambar 4. Pnemonia aspirasi berkonsolidasi pada paru kiri. (a) T2-W1
menunjukkan infiltrat homogen dengan intensitas sinyal yang tinggi dan efusi
pleura, (b) T1-W1 setelah kontras menunjukkan infiltrasi homogen dengan
enhancement yang kuat dan positif bronchoaerogram (tanda panah).

REFERENSI:
Reimer, Peter, et al., eds. Clinical MR Imaging: A Practical Approach. Springer Science &
Business Media, 2010.

2.2.5 Diagnosis Banding


Beberapa diagnosis banding dari kanker paru antara lain:

I. tumor mediastinum
J. metastasis tumor di paru
K. tuberculoma.

2.2.6 Tatalaksana Tumor Paru

1. Operasi Dilakukan pada tumor yang terlokalisir. Segmentektomi, lobektomi,


bilobektomi, atau pneumonektomi merupakan jenis-jenis operasi yang mungkin
dilakukan pada pasien kanker paru.

2. Radioterapi

a. Dilakukan pada pasien yang tidak mau dilakukan operasi

b. Tindakan dilakukan atas pertimbangan untuk menekan metastasis


c. Digunakan sebagai terapi paliatif (simtomatik) terhadap gejala obstruksi dan
hemoptisis.

Tetapi perlu diingatkan bahwa radioterapi mempunyai efek samping seperti


esofagitis.

3. Kemoterapi

Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Obat-obat


kemoterapi yang diberikan berdasarkan jenis kanker paru tersebut.

KPKSK tipe limited-stage diobati dengan tujuan kuratif, berupa kombinasi


kemoterapi dan radiasi dengan angka keberhasilan terapi sebesar 20% sedangkan
tipe extensive-stage diobati dengan kemoterapi dengan angka respon terapi inisial
sebesar 60-70% dan angka respon terapi komplit sebesar 20-30%. Reseksi bedah
bermanfaat pada kanker paru derajat IA,IB, IIA dan IIB. Sedangkan pada derajat
IIIA, IIIB dan IV hampir tidak pernah dilakukan tindakan operasi. Namun
penelitian terbaru membuktikan tindakan operasi dapat dilakukan bersama-sama
dengan kemoterapi dan radioterapi neoajuvan pada kanker paru derajat IIIA
Pemilihan obat.

Kebanyakan obat sitostatik mempunyai aktivitas cukup baik pada


KPKBSK dengan tingkat respon antara 15-33%. Kombinasi beberapa sitostatik
telah banyak diteliti untuk meningkatkan respon pengobatan mengingat
penggunaan obat tunggal tidak mencapai remisi komplit. Beberapa obat yang
digunakan pada pengobatan kanker paru.

Rekomendasi Tatalaksana Kanker Paru :


1. Modalitas utama sebagian besar KPBSK (stadium I-II dan stadium IIIA yang
masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan) adalah pembedahan .

2. Reseksi bedah dapat dilakukan setelah kemoterapi neoadjuvan dan/atau dengan


kemoterapi adjuvant pada pasien stadium IB, II, IIIA, dan IIIB .

3. Pilihan utama pembedahan adalah lobektomi, tetapi pada pasien dengan


komorbiditas kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan
segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan .

4. Flexible bronchoscopy dilakukan untuk menilai sebab dan luas stenosis saluran
pernapasan, dan permeabilitas saluran bronchial distal dari stenosis .

5. Radiasi diberikan pada lesi primer dengan tujuan kuratif pada stadium IA, IB,
IIA, dan IIIA, jika terdapat kontraindikasi pembedahan .

6. Regimen Continuous hyperfractionated accelerated radiotherapy (CHART)


merupakan pilihan utama regimen terapi radiasi .

7. Pada pasien dengan KPBSK stadium IIB, diberikan terapi radiasi tunggal pada
lesi primer dan lesi metastasis ipsilateral dan KGB supraklavikula .

8. Terapi kemoterapi adjuvan diberikan pada KPBSK stadium IIA, IIB dan IIIA,
sedangkan pada stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan
pengobatan jika tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60%; WHO 0-2).

9. Pada terapi stadium IV, pasien dengan tampilan umum 0-1 dapat diberikan
kombinasi 2 obat kemoterapi, sedangkan pada pasien dengan tampilan umum 2,
dapat diberikan 1 obat kemoterapi.

10. Pada keganasan adenokarsinoma dengan hasil pemeriksaan uji mutasi gen
EGFR positif, Geflitinib dan Erlotinib merupakan obat kemoterapi lini pertama
sebagai monoterapi.
11. Terapi kombinasi, kemoterapi dan terapi radiasi, diberikan dengan tujuan
pengobatan pada pasien dengan tampilan umum baik (Karnofsky >60%) dengan
kontraindikasi bedah.

12. Regimen terapi kombinasi terbaik adalah concurrent therapy.

13. Pada KPKSK stadium terbatas, kombinasi dari kemoterapi berbasisplatinum


dan terapi radiasi toraks adalah pilihan utama.

14. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah
concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal
kemoterapi

15. Pada KPKSK stadium lanjut, modalitas utama adalah terapi kombinasi
Alternatif lain adalah terapi radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi metastasis.

2.2.7 Komplikasi

2.2.8 Pencegahan

Anda mungkin juga menyukai