Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN KASUS

STROKE HEMORAGIK

Oleh:
Anak Agung Ngurah Alit Jaya Wardhana (1871121046)
Ni Nyoman Putri Widyastiti (1871121062)

Pembimbing:
dr. I Wayan Kondra, Sp.S (K)

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN/SMF NEUROLOGI RSUD SANJIWANI GIANYAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan karunia-Nya, laporan kasus yang berjudul “Stroke Hemoragik” dapat
penulis selesaikan.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada:
1. dr. I Wayan Kondra, Sp.S (K) selaku pembimbing dan penguji yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk menyelesaikan laporan serta
membimbing penulis agar laporan dapat selesai tepat waktu.
2. dr. Tjok Istri Putra Parwati, Sp.S selaku kepala bagian/SMF Neurologi yang
telah memberikan arahan dan membimbing penulis untuk menyelesaikan
laporan ini.
3. dr. Ni Nyoman Wahyuni, Sp.S selaku supervisi yang telah membimbing dan
kepada penulis sehingga laporan ini bisa diselesaikan dengan baik.
4. Seluruh staf bagian/SMF Neurologi dan teman-teman dokter muda, yang telah
memberikan masukan dan dukungan.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
perbaikan selanjutnya dan semoga bermanfaat bagi pembaca.

Gianyar, 10 September 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................3
2.1 Definisi ........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi ...............................................................................................3
2.3 Faktor Risiko ................................................................................................4
2.4 Klasifikasi ....................................................................................................6
2.5 Patofisiologi .................................................................................................6
2.6 Manifestasi Klinis ........................................................................................7
2.7 Diagnosis ......................................................................................................9
2.8 Penatalaksanaan .........................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS ...............................................................................15
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................30
BAB V SIMPULAN ............................................................................................ 34
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................36

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun global, yang berlangsung dengan cepat dan lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian tanpa ditemukannya penyakit selain daripada gangguan vaskular,
tanpa didahului trauma atau infeksi. Berdasarkan kelainan patologisnya, stroke
dapat dibedakan menjadi stroke hemoragik dan stroke non hemoragik. Dalam
jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi biokimia
yang dapat merusakan atau mematikan sel-sel saraf otak. Kematian jaringan otak
dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan tersebut.1,2
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit
jantung koroner dan kanker baik di negara maju maupun negara berkembang.
Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga
meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen. Di Amerika Serikat,
sekitar 795.000 orang mengalami stroke yang baru atau berulang setiap tahunnya.
Dari jumlah tersebut, sekitar 610.000 merupakan serangan awal, dan 185.000
merupakan stroke berulang. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 87%
dari stroke di Amerika Serikat ialah stroke iskemik, 10% sekunder untuk
perdarahan intraserebral, dan lainnya 3% perdarahan subaraknoid. Menurut WHO
(World Health Organization) tahun 2012, kematian akibat stroke sebesar 51% di
seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar
16% kematian stroke disebabkan tingginya kadar glukosa darah dalam tubuh.
Insiden penyakit stroke hemoragik antara 15%-30%, sedangkan untuk kejadian
stroke iskemik sekitar 70-85%, dapat disempulkan bahwa kejadia stroke iskemik
lebih tinggi. Namun morbiditas dan mortalitas stroke hemoragik lebih tinggi
dibandingkan stroke non hemoragik.2,4,11
Kejadian stroke di Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan.
Risiko stroke meningkat 2 kali lebih besar pada usia lebih dari 55 tahun, serta angka
kematian yang disebabkan oleh stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia
penderita. Stroke paling banyak diderita pada usia lebih dari 65 tahun dan jarang
terjadi pada usia dibawah 40 tahun. Berdasarkan hasil RISKESDAS (Riset

1
Kesehatan Dasar) tahun 2013, prevalensi kasus stroke di Indonesia tercatat 12,1 per
1000 penduduk dengan usia 75 tahun keatas sebesar 43,1% dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis
kelamin lebih banyak pada laki-laki 7,1% dibandingkan dengan perempuan 6,8%.
Sekitar 80% penderita selamat dari fase akut stroke dan 50-70% diantaranya
menderita kecacatan yang bervariasi.3,4
Stroke hemoragik merupakan penyebab mortalitas dan morbilitas terbesar
di bidang neurologi, sehingga dalam pengenalan penyakit dan penatalaksanaan
yang cepat dan tepat maka akan mengurangi kejadian morbiditas dan mortalitas.
Sehingga dalam laporan kasus ini, dilaporkan satu kasus pasien dengan diagnosis
stroke hemoragik. Sesuai dengan SKDI 2012 bahwa stroke hemoragik masuk dalam
kompetensi 3B pada daftar penyakit neurologi yang harus dikuasai secara
menyeluruh oleh dokter umum, agar mampu membuat diagnosa klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter. Dokter
dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan serta merujuk ke spesialis yang
relevan. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik membahas laporan kasus
Stroke Hermoragik pada salah satu pasien di RSUD Sanjiwani Gianyar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Stroke
Stroke merupakan gejala atau tanda gangguan fungsi otak fokal atau global, yang
timbul mendadak atau berlangsung lebih dari 24 jam dan dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.1,2
Stroke terjadi akibat penyumbatan secara tiba-tiba aliran darah otak yang
disebabkan oleh penggumpalan, perdarahan, atau penyempitan pada pembuluh
darah arteri yang mensuplai otak, sehingga sel-sel otak mengalami kematian.1,3
Akibat gangguan vaskular ke otak maka akan timbul tanda dan gejala hilangnya
fungsi sistem saraf pusat fokal atau global yang berkembang cepat. Proses tersebut
akan menimbulkan defisit neurologik fokal secara mendadak.1,4,5

2.2 Epidemiologi Stroke


Stroke merupakan penyakit gangguan pembuluh darah yang berkontribusi 30%
terhadap kematian di seluruh dunia. Setiap tahunnya diperkirakan 750.000 orang
menderita stroke dengan angka kematian lebih dari 150.000 orang per tahun.
Sepertiga penderita stroke meninggal saat serangan (fase akut), sepertiga lagi
mengalami stroke berulang dan dari 50% yang selamat akan mengalami kecacatan.
Kematian akibat stroke pada wanita adalah 117 dari 100.000 dan 126 dari 100.000
untuk pria dengan umur diatas 35 tahun berdasarkan data Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) tahun 2003.3,4,5,6
Prevalensi Stroke di Indonesia tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan
(17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), dan Sulawesi Tengah (16,6%). Berdasarkan data
Riskesdas tahun 2013, kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan
adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun
yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-
laki (7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal,
prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah
pedesaan (5,7%).3,5,6

3
2.3 Faktor Risiko
Faktor risiko stroke dapat dibagi menjadi dua yaitu:7,8
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Orang yang berusia
lebih dari 65 tahun memiliki risiko stroke paling tinggi sebesar 71%, pada
usia 45 – 65 tahun sebesar 25% dan pada usia < 45 tahun sebesar 4%.
b. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, didapatkan bahwa laki-laki
1,25 kali lebih banyak menderita stroke dibandingkan perempuan.
c. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke daripada orang kulit
putih. Pada tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki
yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9%
sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang
berkulit hitam sebesar 58,7%.
d. Herediter
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, jantung, diabetes mellitus dan kelainan pembuluh darah.
Riwayat stroke dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota
keluarga pernah mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko terkena stroke.
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 – 6 kali.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko stroke karena menyebabkan
disfungsi endotel sehingga mempermudah terjadinya proses
aterosklerosis, ganguan RAAS, dan memicu terjadinya aterotrombosis.
Orang yang menderita hipertensi sistolik dan diastolik secara bersamaan
akan sangat berisiko terkena stroke. Makin tinggi tekanan darah
kemungkinan stroke makin besar karena memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak.

4
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis yang lebih
berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi
atrium/atrial fibrillation (AF) karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat
pembuluh darah di otak. AF yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke
4-7 kali. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup
jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko stroke.
d. Transient Ischemic Attack (TIA)
Sekitar 1 dari 100 orang dewasa akan mengalami paling sedikit 1 kali TIA
seumur hidup mereka. Jika diobati dengan benar, sekitar 1/10 dari
penderita kemudian akan mengalami stroke dalam 3,5 bulan setelah
serangan pertama, dan sekitar 1/3 akan terkena stroke dalam lima tahun
setelah serangan pertama. Risiko TIA untuk terkena stroke 35-60% dalam
waktu lima tahun.
e. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes
melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat
meningkatkan hipertensi, penyakit jantung, diabetes mellitus yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
f. Hiperkolesterolemia
Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan
membentuk plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat
pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar kolesterol total >
200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
g. Merokok
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh
tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung), sehingga merokok
mendorong terjadinya cedera endotel dan aterosklerosis.

5
2.4 Klasifikasi
Klasifikasi stroke berdasarkan kelainan patologis secara garis besar dibagi dalam 2
tipe yaitu:8,9
1. Ischemic stroke disebut juga infark atau stroke non-hemorragik
Stroke non-hemoragik ini biasanya disebabkan oleh gumpalan atau
penyumbatan dalam arteri yang menuju ke otak yang sebelumnya sudah
mengalami proses arterosklerosis. Ischemic stroke terdiri dari 3 macam, yaitu
embolic stroke, thrombotic stroke, dan hipoperfusi stroke.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik merupakan kerusakan pada pembuluh darah di otak,
perdarahan dapat disebabkan oleh tekanan darah tinggi dan aneurisma di otak.
Ada dua jenis stroke hemoragik yaitu perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarachnoid. Perdarahan intraventrikuler dapat terjadi secara primer atau
berhubungan dengan perdarahan intraserebral, perdarahan subarachnoid,
maupun cedera otak traumatik.

2.5 Patofisiologi
Gangguan aliran darah otak terjadi di dalam arteri-arteri yang membentuk sirkulus
Wilisi yaitu arteria karotis interna dan system vertebrobasilar beserta semua
cabang-cabangnya.9,10. Stroke dapat terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di
dalam otak. Pecahnya pembuluh darah di otak dibedakan menurut anatominya atas
perdarahan intraserebral dan subarachnoid. Sedangkan berdasarkan penyebabnya,
perdarahan intraserebral dibagi menjadi perdarahan intraserebral primer dan
sekunder. Perdarahan intraserebral primer disebabkan oleh hipertensif kronik yang
menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak.
Sedangkan perdarahan sekunder terjadi antara lain akibat anomali vaskular
kongenital, koagulopati, dan obat anti koagulan. Pada perdarahan intraserebral,
pembuluh yang pecah terdapat di dalam otak atau massa pada otak, sedangkan pada
perdarahan subarakhnoid, pembuluh yang pecah terdapat di ruang subarakhnoid, di
sekitar sirkulus Willisi. Pecahnya pembuluh darah dapat disebabkan oleh kerusakan
dinding arteri (arteriosklerosis), kelainan kongenital atau trauma.8,9

6
Sebagian besar Perdarahan Intraserebral (ICH) terjadi pada pasien dengan
hipertensi kronik. Hipertensi menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh
darah kecil terutama pada cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke
dalam basal ganglia dan kapsula interna. Proses tersebut mengakibatkan terjadinya
robekan dan reduplikasi pada tunika interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah tersebut menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak. 9,10
Pada pasien dengan tekanan darah normal dan pasien usia tua, ICH dapat
disebabkan adanya cerebral amyloid angiopathy (CAA). Keadaan ini disebabkan
adanya akumulasi protein ß-amyloid didalam dinding arteri leptomeningen dan
kortikal yang berukuran kecil dan sedang. Penumpukan protein ß-amyloid
menggantikan kolagen dan elemen-elemen kontraktil yang menyebabkan arteri
menjadi rapuh dan lemah, sehingga memudahkan terjadinya resiko ruptur spontan.
Berkurangnya elemen-elemen kontraktil disertai vasokonstriksi dapat
menimbulkan perdarahan masif, dan dapat meluas ke dalam ventrikel atau ruang
subarachnoid. Hal ini memiliki hubungan yang signifikan antara apolipoprotein E4
dengan perdarahan serebral yang berhubungan dengan amyloid angiopathy. Suatu
malformasi angiomatous (arteriovenous malformation/AVM) pada otak dapat
ruptur dan menimbulkan perdarahan intraserebral tipe lobular. Gangguan aliran
venous karena stenosis atau oklusi dari aliran vena akan meningkatkan terjadinya
perdarahan dari suatu AVM.11,12

1.6 Manifestasi Klinis


Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan, mayoritas penderita mengalami
nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan
koma. Pada anamnesis dan pemeriksaaan fisik biasanya ditemukan pasien dengan
hipertensi kronik. Herniasi uncal dengan hilangnya fungsi batang otak dapat terjadi.
2,5,7
Pasien secara bertahap mengalami pemulihan kesadaran dalam beberapa hari.
Berdasarkan letak perdarahannya, gejala yang dapat muncul adalah sebagai berikut:

7
1. Perdarahan Lobus
Perdarahan lobus dapat dibedakan ke dalam 4 gejala klinik yang membedakan letak
perdarahan, yaitu:
- Perdarahan lobus oksipital: sefalgia dapat terbatas di mata ipsilateral
disertai dengan hemianopia dengan atau tanda-tanda gangguan
minimal traktus kortikospinal pada sisi yang sama dengan defisit
pada pengelihatan.
- Perdarahan lobus temporal: dapat menimbulkan nyeri telinga
homolateral, disfasia lancer dengan pemahaman yang buruk tetapi
dengan repetisi yang baik, dan hemianopia atau kuadratanopia.
- Perdarhan lobus frontal: ditandai dengan hemiparesis kontralateral
serta sefalgia bifrontal.
- Perdarahan lobus parietal: ditandai dengan nyeri homolateral, defisit
sensorik kontralateral dan hemiparesis ringan.
2. Perdarahan Thalamus
Perdarahan thalamus pada hemisfer dominan dapat menimbulkan afasia, mirip pada
afasia transkortikal dengan anomia berat dan pemahaman serta repetisi yang cukup
baik setelah terjadinya mutisme. Bila perdarahan pada thalamus non-dominan maka
akan terjadi anosognosia. Perdarahan pada thalamus diawali dengan contralateral
hemisensory loss. Apabila mengenai kapsula interna maka akan terjadi hemiparesis
atau hemiplegia kontralateral. Apabila meluas keatas (substansia alba) maka akan
terjadi hemianopia. Perluasan ke arah medial melibatkan ventrikel III dan terjadilah
perdarahan intraventrikular. Perluasan kebawah akan mengenai subtalamus dan
mensensefalon bagian dorsal yang menyebabkan pupil mengecil dengan reaksi
lambat terhadap cahaya. Jika darah masuk ke dalam ventrikel III maka akuaduktus
Sylvii akan tersumbat dan terjadilah hidrosefalus obstruktif.
3. Perdarahan Putamen
Manifestasi awal adalah awitan yang sangat mendadak dengan hemiplegia, disertai
sefalgia, muntah, dan penurunan kesadaran. Terdapat pula defek hemisensorik,
gangguan gerak bola mata, dan hemianopia homonim. Lesi di hemisferium
dominan sering disertai afasia, bergantung pada arah perluasan lesi.

8
4. Perdarahan Mesensefalon
Perdarahan di daerah ini jarang sekali terjadi, apabila terjadi maka munculah
paralisis okulomotorius ipsilateral dengan tanda-tanda traktus kortikospinalis
kontralateral (sindrom Weber). Jika terjadi perluasan, maka gejala akan menjadi
bilateral.
5. Perdarahan Pons
Perdarahan pons dicirikan oleh koma dalam yang mendadak tanpa didahului nyeri
kepala, kematian terjadi dalam beberapa jam pertama. Seringkali bihemiparesis dan
rigiditas deserebrasi. Pada tahap lanjut, muncul prognosis buruk dengan faktor 5P:
paralysis, pulsus, parvus, pintpoint pupils, pyrexia, dan periodic respiration.
6. Perdarahan Medulla Oblongata
Perdarahan ini sangat jarang terjadi dan penderita segera meninggal dunia.
Perkecualiannya adalah hematom subependimal, yang dapat terjadi sebagai suatu
lesi massa, jika terapi biasanya pulih secara spontan.
7. Perdarahan Serebelum
Pada perdarahan serebelum tidak dapat dijumpai hemiparesis atau hemiplegia.
Klinis perdarahan serebelum akan tampak gejala seperti pendesakan tumor di fosa
posterior dan peningkatan tekanan intracranial.

1.7 Diagnosis
Diagnosis Stroke Hemoragik ditegakan secara komprehensif, dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang:1,4,8,9,10
1. Anamnesis
- Menanyakan keluhan serta gejala-gejala sebelum dan sesudah pasien
terkena stroke kepada keluarganya.
- Menanyakan riwayat pengobatan.
- Serta menanyakan berapa lama serangan terjadi.
2. Pemeriksaan fisik
- Memeriksa tekanan darah
- Pemeriksaan jantung
- Pemeriksaan neurologi umum awal, yaitu:
-

9
a. Derajat kesadaran
b. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c. Keparahan hemiparesis
- Pada pemeriksaan fisik, kita juga dapat membedakan stroke hemoragik
atau stroke non-hemoragik menggunakan sistem skoring sederhana
yaitu skor Siriraj, skor Slle, skor Greek, dan lainnya. Skor Siriraj
merupakan sistem skoring yang paling banyak digunakan, dimana
rumus yang digunakan, yaitu:
Skor Siriraj = (2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala)
+ (0,1 x Tekanan Diastolik) – (3 x Tanda ateroma)
– 12
Jika, nilai skor Siriraj lebih dari 1 (satu) mengindikasikan adanya
perdarahan intraserebral, sedangkan nilai dibawah -1 (minus satu)
mengindikasikan adanya infark serebri. Nilai antara 1 dan -1
menunjukan hasi belum jelas dan membutuhkan CT-Scan kepala.
Tabel 1. Skor Siriraj13
Variabel Gejala klinis Skor
Derajat kesadaran Sadar 0
Apatis 1
Koma 2
Muntah Iya 1
Tidak 0
Nyeri kepala Iya 1
Tidak 0
Atheroma Angina pectoris 1
Claudication intermiten 1
Diabetes mellitus 1
Tidak ada 0

10
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan Darah Lengkap yaitu: Jumlah sel darah merah, jumlah sel
darah putih, leukosit, trombosit, dan lain-lain.
- Pemeriksaan Darah Koagulasi, yaitu: PT (Protrombin Time), PTT
(Partial Tromboplastin time), dan INR (International normolized ratio).
- Pemeriksaan Kimia Darah, yaitu: kadar gula darah, profil lipid (HDL,
LDL, kolesterol, trigliserida).
4. Pemeriksaan Penunjang
- EKG (Elektrokardiografi)
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya faktor risiko
kelainan pada jantung yang dapat mencetuskan stroke.
- Foto Thorax
Foto thorax dilakukan untuk mengetahui gangguan pada jantung seperti
pembesaran pada jantung yang menandakan hipertensi sebagai faktor
risiko terjadinya stroke.
- CT Scan (Computerized Tomography Scanning)
CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi
menjadi hipodens dalam 3 minggu dan kemudian membentuk suatu
posthemorrhagic pseudocyst. Pada kasus stroke iskemik, warna otak
akan lebih banyak bewarna hitam, sedangkan stroke hemoragik lebih
banyak bewarna putih.
- MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI lebih akurat dari pada CT Scan karena mampu mendeteksi berbagai
kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil yang tidak
mungkin dijangkau dengan CT Scan. Kemudian dengan pemeriksaan
MRI juga dapat membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan
waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut stage II, dan
kronik. Tetapi pemeriksaan dengan alat ini mahal.

11
2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke hemoragik dilakukan secara kompherensif dengan prinsip
time is brain.6,7,8,9,14,15,16
 Terapi awal yang harus dilakukan:
- Letakkan kepala pasien pada posisi 30 ̊ dengan posisi kepala dan dada
pada satu bidang, kemudian ubah posisi tidur setiap 2 jam, dan
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
- Selanjutnya bebaskan jalan napas, kemudian beri oksigen 1-2 liter/menit
sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Apabila saturasi < 95%
berikan oksigen 2 l/menit. Jika perlu lakukan intubasi. Demam diatasi
dengan kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya. Jika
kandung kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter
intermiten).
- Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000 mL, dan elektrolit sesuai kebutuhan. Hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik, jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun dianjurkan melalui selang nasogastrik.
- Kadar gula darah >150 g/dl harus dikoreksi sampai batas gula darah
sewaktu 150 g/dl dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari
pertama. Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 g/dl atau < 80 g/dl dengan
gejala) diatasi segera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal
dan segera dicari penyebabnya.
- Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-
obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, dan
Mean Arterial Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali
pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark
miokard akut; gagal jantung kongestif; serta gagal ginjal. Penurunan
tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan:
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau
antagonis kalsium.

12
- Jika terjadi hipotensi yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg atau diastolik
≤70 mmHg, segera berikan NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam,
dilanjutkan 500 mL selama 4 jam, dan 500 mL selama 8 jam atau sampai
hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan darah
sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥ 110 mmHg.
- Jika kejang, berika diazepam 5-20 mg iv pelan selama 3 menit,
maksimal 100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per
oral (fenitoin, karbamazepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu,
diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
- Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, berikan manitol bolus
intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit. Jika dicurigai fenomena
rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30
menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan pemantauan
osmolalitas (<320 mmol) sebagai alternatif, kemudian dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
 Terapi khusus:
Diberikan agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika
didapatkan afasia).
Terapi Stroke Hemoragik
 Terapi umum
- Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma
>30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan
klinis cenderung memburuk.
- Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau
15-20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP
>130 mmHg, dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal
jantung, tekanan darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10
mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10
menit) maksimum 300 mg, enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam,
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral.

13
- Jika didapatkan tanda peningkatan tekanan intrakranial, posisi kepala
dinaikkan 300 dengan posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol, dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
- Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau
inhibitor pompa proton. Komplikasi saluran napas dicegah dengan
fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
 Terapi khusus
- Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator.
Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu
pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan perdarahan
serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, dan perdarahan lobar >60 mL dengan
tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.
Tindakan bedah beupa VP-Shunting.
- Antifibrinolitik menghambat aktivasi plasminogen menjadi plasmin,
mencegah penghancuran fibrin dan menjaga stabilitas benang-benang
fibrin sehingga akan mengurangi jumlah perdarahan. Obat yang
termasuk golongan antifibrinolitik adalah analog lisin (asam
aminokaproat dan asam traneksamat). Namun, penggunaan
berkepanjangan (> 7 hari) dari antifibrinolitik dikaitkan dengan risiko
peningkatan iskemik serebral.
- Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun
gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau malformasi
arteri-vena (AVM).

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : NWL
Umur : 58 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bukit Jangkrik, Gianyar
Suku : Bali
Bangsa : Indonesia
Agama : Hindu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status : Menikah
No. RM : 636498
Tanggal pemeriksaan : 27 Agustus 2019
Tanggal MRS : 27 Agustus 2019

3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Lemas pada tubuh bagian kanan
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sanjiwani Gianyar tanggal 27 Agustus 2019
pada pukul 01.00 WITA dengan keluhan lemas pada tubuh bagian kanan
sejak 1 hari SMRS (26/8/2019) pukul 17.00 wita. Keluhan dirasakan pasien
secara tiba-tiba, dan terus menerus pada tangan dan kaki kanan sehingga
pasien tidak bisa berjalan. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala saat
sedang meyapu dirumahnya, kemudian separuh tubuh kanan pasien tiba-
tiba terasa lemas dan sulit digerakkan, kemudian suami dan anak pasien
membawa kembali ke tempat tidur namun sesudah sampai di tempat tidur
saat ditanyakan kembali pasien mulai tidak menjawab pertanyaan dan
kesadaran pasien dikatakan menurun oleh keluarga. Akhirnya suami pasien
memustuskan untuk membawa pasien ke rumah sakit. Tidak ada faktor
yang memperingan keluhan pasien. Pasien juga mengeluhkan mual disertai

15
muntah sebanyak 1 kali, serta sakit kepala. Keluhan lain seperti kejang
disangkal pasien.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami keluhan serupa. Pasien
memiliki riwayat hipertensi yang diketahui sejak 4 tahun yang lalu dan
tidak terkontrol serta Diabetes Melitus sejak 5 tahun lalu dengan
pengobatan rutin glibenclamid 5mg. Riwayat penyakit kronis seperti
penyakit jantung disangkal pasien.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Dikeluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat keluhan serupa, ibu
pasien memiliki riwayat Hipertensi. Riwayat penyakit kronis lain seperti
penyakit jantung dan diabetes mellitus disangkal pasien.
e. Riwayat Pribadi dan Sosial
Lahir : 16-4-1961 Kinan/Kidal : kinan
Mulai Bicara : tidak ingat Makanan : normal
Gagap : tidak pernah Minuman Keras : tidak
Mulai Jalan : tidak ingat Merokok : tidak
Mulai Membaca : tidak ingat Kawin : ya (1x)
Jalan Waktu Tidur : tidak pernah Anak :2
Ngompol : tidak pernah Abortus : tidak
Pendidikan : SMP Kontrasepsi : ada

Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga, pasien tinggal bersama suami
dan kedua anaknya. Pasien tidak mempunyai riwayat merokok ataupun
minum minuman beralkohol.

3.3 Pemeriksaan Fisik


a. Status Present
Berat badan : 65 kg
Tinggi badan : 157 cm
Kesadaran : GCS: E3V5M5
Tekanan Darah : 180/140 mmHg

16
Nadi : 98 x/menit
Frekuensi Napas : 20 x/menit
Temperatur : 36,5oC
Kelainan Jiwa : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada
Kaku doserebrasi : Tidak ada
Afasia motorik : (-)
Afasia sensorik : (-)
Afasia amnestik : (-)
Agraphia : (-)
Aleksi : (-)
Apraksi : (-)
Mata : Anemis -/-, ikterus -/-, Reflek pupil +/+, 2/2mm
isokor
Hidung : dbn
Telinga : dbn
Tenggorok : dbn
Leher : dbn, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Arteri karotis komunis dekstra : dbn
- Arteri karotis komunis sinistra : dbn
Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Hepar : dbn
Lien : dbn
Genitalia : dbn
Hernia : (-)
Hemoroid : (-)
Abdomen : Bising usus (+) normal, distensi (-), hepar dan lien (dbn)
Ekstremitas : Keempat ekstremitas teraba hangat, edema (-)

17
b. Status Neurologis
- Kranium : Bentuk : normochepali
Fontanel : dbn
Perkusi : dbn
Transiluminasi : (-)
Simetris :+
Palpasi : dbn
Auskultasi : Bruit (-)

- Saraf otak:
Nervus Kranialis

Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra


Subjektif : dbn dbn
Objektif : dbn dbn

Nervus II Okuli Dextra Okuli Sinistra


Visus : 6/60 6/60
Lapang Pandang
 Kampus : dbn dbn
 Hemianopsia : - -
 Skotom : - -
 Fundus Okuli : tde tde
 Buta Warna : tde tde

Nervus III, IV, VI OD OS


 Gerakan bola mata : normal normal
 Kedudukan bola mata : di tengah di tengah
 Nistagmus : - -
 Ptosis : - -
 Pupil
Lebar : 2 mm isokor 2 mm isokor

18
Bentuk : bulat bulat
RC Langsung : + +
RC Tidak Langsung : + +
Reaksi pupil konvergensi : + +
Deviasi Konjugasi : – –
Doll’s eye phenomena : – –
Strabismus : – –

Nervus V Kanan Kiri


 Motorik
Membuka & menutup mulut : dbn dbn
Palpasi Otot Masseter & Temporalis : dbn dbn
Kulit : dbn dbn
 Reflek Kornea
Langsung : dbn dbn
Tidak Langsung : dbn dbn
 Reflek Masseter : dbn dbn
 Trismus :- -
 Reflek menetek :- -
 Nyeri tekan :- -

Nervus VII Kanan Kiri


Motorik
 Otot-otot wajah saat istirahat : dbn dbn
 Mengerutkan dahi : dbn dbn
 Menutup mata : dbn dbn
 Meringis : dbn dbn

 Bersiul/mencucur : dbn dbn


 Indera pengecap :
- Asam : tde
- Asin : tde

19
- Pahit : tde
- Manis : tde

Nervus VIII Kanan Kiri


Auditorius
 Mendengar suara berbisik : dbn dbn
 Uji garpu tala : tde tde
 Test Rinne : tde tde
 Tes Weber : tde tde
 Test Scwabach : tde tde
 Tinnitus : - -
 Keseimbangan : - -
 Vertigo : - -

Nervus IX, X,XI,XII


 Palatum mole : dbn
 Menelan : dbn
 Disartria :+
 Disfoni :-
 Lidah:
- Tremor : -
- Atrofi : -
- Fasikulasi : -
- Ujung lidah : normal
 Ujung lidah saat dijulurkan : tremor (-), deviasi (-)
- Mengangkat bahu : (+)
- Fungsi M.Streno-kleido-mastoideus : (+)

Anggota atas : Kanan Kiri


 Simetri : + +
 Tenaga : 444 555

20
 Tonus : Menurun Normal
 Trofik : Normal Normal
 Refleks
Refleks Fisiologis
- Biceps : ++ ++
- Triceps : ++ ++
- Radius : ++ ++
- Ulna : ++ ++
Refleks Patologis
- Hoffmann-Trommer : - -
 Sensibilitas
- Perasa raba : dbn dbn
- Perasa nyeri : dbn dbn
- Perasa suhu : tde tde
- Propioseptif : dbn dbn
- Vibrasi : tde tde
- Streognosis : dbn dbn
- Grafestesia : dbn dbn
 Koordinasi
- Telunjuk-telunjuk : dbn
- Telunjuk hidung : dbn
- Diadokhokinesis : dbn
 Vegetatif
- Vasomotorik : dbn dbn
- Sudomotorik : dbn dbn
- Pilo-arektor : dbn dbn
 Gerakan involunter
- Tremor : - -
- Khorea : - -
- Ballismus : - -
- Mioklonus : - -
- Atetosis : - -

21
- Distonia : - -
- Spasmus : - -
Badan :
Nyeri tekan pada saraf : tde
Keadaan tulang punggung : tde
Keadaan otot-otot : tde
Refleks :
o Abdominal atas : +
o Abdominal bawah : +
o Kremaster : tde
o Anus : tde
Sensibilitas
 Perasa raba : dbn
 Perasa nyeri : dbn
 Perasa suhu : tde
Vegetatif
 Miksi : dbn
 Rektum : dbn
 Genitalia : tde
 Gerakan involunter : (-)

Anggota bawah : Kanan Kiri


 Simetri : + +
 Tenaga : 333 555
 Tonus : Menurun Normal
 Trofik : Normal Normal
 Refleks
Refleks Fisiologis :
 Lutut (KPR) : ++ ++
 Achilles (APR): ++ ++
 Babinski : - -
 Oppenheim : - -

22
 Chaddock : - -
 Gordon : - -
 Schafer : - -
 Mendel bechterew : - -
 Rosolimo : - -
 Klonus
Paha : normal normal
Kaki : normal normal
 Sensibilitas
 Perasa raba : dbn dbn
 Perasa nyeri : dbn dbn
 Perasa suhu : tde tde
 Propioseptif : dbn dbn
 Vibrasi : tde tde
 Greafestesia : dbn dbn
 Koordinasi
 Tumit-lutut : dbn dbn
 Jalan menuruti garis : tde tde
 Romberg : tde tde
 Vegetatif
 Vasomotorik : dbn dbn
 Sudomotorik : dbn dbn
 Pilo-arektor : dbn dbn
 Bladder : dbn
 Bowel : dbn
 Gerakan involunter
 Tremor : - -
 Khorea : - -
 Distonia : - -
 Spasmus : - -

23
3.4 Skor SIRIJAJ

SS = (2,5 x 1) + (2 x 1) + (2 x 1) + (0,1 x 140) – (3 x 1) - 12


= 5,5

Hasil perhitungan skor siriraj 5,5 menunjukan bahwa kemungkinan pasien


mengalami stroke hemoragik.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


a. Darah Lengkap (27/8/19)
WBC : 11,9 103/μL (H)
RBC : 5,64 103/μL (H)
HGB : 15,4 g/dL (N)
HCT : 45,8% (N)
MCV : 81,3 fL (N)
MCH : 27,3 pg (N)
MCHC : 33,6 g/dL (N)
PLT : 273 103/μL (N)
b. Kimia Darah (27/8/19)
GDS : 176 mg/dL (H)
Ureum : 25 mg/dL (N)
Creatinin : 0,7 mg/dL (N)
c. Elektrolit (27/8/19)
Na : 141 mmol/L (N)
K : 3,6 mmol/L (N)
Cl : 104 mmol/L (N)
d. Lipid Profile (28/8/19)
Chol. Total : 191 mg/dl (N)
Trigliserida : 202 mg/dl (H)
HDL : 47 mg/dl (N)
LDL Driek : 109 mg/dl (N)
Asam Urat : 4,3 mg/dl (N)

24
e. EKG (27/8/19)

Kesan :
Sinus rhythm

f. CT-Scan Kepala (27/8/19)

Kesan:
- Tampak lesi hiperdens berdensitas darah pada intraventrikel kiri

25
3.6 Resume
Pasien perempuan, usia 58 tahun, kinan, datang ke IGD RSUD Sanjiwani
Gianyar tanggal 27 Agustus 2019 pada pukul 01.00 WITA dengan keluhan lemas
separuh tubuh bagian kanan sejak 1 hari SMRS. Keluhan dirasakan pasien secara
tiba-tiba dan dirasakan terus menerus pada tangan hingga kaki kanan sehingga
pasien tidak bisa berjalan. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala saat
menyapu, kemudian separuh tubuh kanan lemas sulit digerakkan, kemudian suami
dan anak pasien membawa kembali ke tempat tidur namun sesudah sampai di
tempat tidur saat ditanyakan kembali pasien mulai tidak menjawab pertanyaan dan
kesadaran pasien dikatakan menurun oleh keluarga. Tidak ada faktor yang
memperingan keluhan pasien. Keluhan lainnya pasien juga mengeluhkan suaranya
menurun, mual, dan muntah sebanyak 1 kali, serta kejang disangkal.

Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan:


 Status present: tekanan darah: 180/140 mmHg, nadi: 98 kali/menit, RR: 20
kali/menit, tax: 36,5 oC.
 Status generalis: dalam batas normal.
 Status neurologis menunjukkan: GCS: E3V5M5, tenaga pada extremitas
kanan atas dan bawah terkesan lateralisasi ke kanan dengan tonus hipotoni
(flaksid). Reflek fisiologis pada ekstremitas kanan kiri didapatkan
mengalami normal.

3.7 Diagnosa
Diagnosa Topik : Lesi di kapsula interna sinistra
Diagnosis Klinis ` : Hemiparesis Dextra
Diagnosis Banding : Stroke Hemoragik ec Intra Ventrikel
Hemoragik
Stroke Hemoragik ec Intra Cerebral
Hemoragik
Stroke Hemoragik ec Subarachnoid
Hemoragik
Stroke Non Hemoragik

26
Diagnosa Kerja : Stroke Hemoragik ec Intra Ventrikel
Hemoragik

3.8 Penatalaksanaan
O2 ~ 2 lpm
IVFD NaCl 0,9% 20 ~ tpm
Head up 30°
Citicolin 2 x 250 mg (iv)
Ranitidin 2 x 50 mg amp (iv)
VitB1B6B12 1x1 gram (im)
Paracetamol 2x 1 gr (iv)
Amlodipine 1x10 mg (PO)
3.9 Perkembangan Pasien

Subjektif Objektif Diagnos Penatalaksanaan


is
Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm
28/8/2019 TD: 220/120 mmHg , N: 90 (IVH)
Keluhan: x/menit H-III  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 20 x/menit, Tax: 36,7 ºC  Head up 30°
tubuh kanan Status Generalis: dbn
(+), Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
Mual/muntah GCS : E4V5M6
(+/-), sakit MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
kepala (+), NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
BAK dan BAB Motorik
(+/+), Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 2x 1 gr (iv)
makan/minum 444 555 ↓ N N N
(+ /+) menurun.
 Amlodipin 1x10mg (PO)
333 555 ↓ N N N

R.Fisiologis R. Patologis
++ ++ - -
++ ++ - -
Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm
29/8/2019 TD: 220/100 mmHg , N: 80 (ICH) H-
Keluhan: x/menit IV  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 18 x/menit, Tax: 36,5 ºC  Head up 30°
Status Generalis: dbn
tubuh kanan
Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
(+), GCS : E4V5M6
MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)

27
Mual/muntah NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
Motorik
(+/-), sakit
Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 2x 1 gr (iv)
kepala (+), 444 555 ↓ N N N
 Amlodipin 1x10mg (PO)
BAK dan BAB 333 555 ↓ N N N

(+/+),
R.Fisiologis R. Patologis
makan/minum ++ + + - -
(+ /+) ++ + + - -

Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm


30/8/2019 TD: 220/120 mmHg , N: 80 (ICH) H-
Keluhan: x/menit V  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 18 x/menit, Tax: 36,5 ºC  Head up 30°
Status Generalis: dbn
tubuh kanan
Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
(+), GCS : E4V5M6
MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Mual/muntah (-
NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
/-), sakit kepala Motorik
Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 2x 1 gr (iv)
(+), BAK dan 444 555 ↓ N N N
BAB (+/+),
 Amlodipin 1x10mg (PO)
333 555 ↓ N N N
makan/minum  Ramipril 2 x 5mg (PO)
(+ /+) R.Fisiologis R. Patologis
++ + + - -
++ + + - -

Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm


31/8/2019 TD: 200/60 mmHg , N: 80 (ICH) H-
Keluhan: x/menit VI  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 20 x/menit, Tax: 36,6 ºC  Head up 30°
Status Generalis: dbn
tubuh kanan
Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
(+), GCS : E4V5M6
MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Mual/muntah (-
NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
/-), sakit kepala Motorik
Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 2x 1 gr (iv)
(+), BAK dan 444 555 ↓ N N N
BAB (+/+),
 Amlodipin 1x10mg (PO)
333 555 ↓ N N N
makan/minum  Ramipril 2 x 5mg (PO)
(+ /+) R.Fisiologis R. Patologis
++ + + - -
++ + + - -

28
Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm
1/9/2019 TD: 170/100 mmHg , N: 80 (ICH) H-
Keluhan: x/menit VII  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 20 x/menit, Tax: 36,9 ºC  Head up 30°
Status Generalis: dbn
tubuh kanan
Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
(+), GCS : E4V5M6
MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Mual/muntah (-
NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
/-), sakit kepala Motorik
Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 3x 1 gr (iv)
(+), BAK dan 444 555 ↓ N N N
 Amlodipin 1x10mg (PO)
BAB (+/+), 333 555 ↓ N N N
makan/minum  Ramipril 2 x 5mg (PO)
(+ /+) R.Fisiologis R. Patologis  Diazepam 1 x 5mg k/p
++ + + - -
++ + + - -

Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm


2/9/2019 TD: 120/80 mmHg , N: 80 (ICH) H-
Keluhan: x/menit VIII  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 20 x/menit, Tax: 36 ºC  Head up 30°
Status Generalis: dbn
tubuh kanan
Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
(+), GCS : E4V5M6
MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Mual/muntah (-
NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
/-), sakit kepala Motorik
Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 3x 1 gr (iv)
(+), BAK dan 444 555 ↓ N N N
 Amlodipin 1x10mg (PO)
BAB (+/+), 333 555 ↓ N N N
makan/minum  Ramipril 2 x 5mg (PO)
(+ /+) R.Fisiologis R. Patologis  Diazepam 1 x 5mg k/p
++ + + - -
++ + + - -

Tanggal Status Present: SH  O2 ~ 2 lpm


3/9/2019 TD: 150/60 mmHg , N: 80 (ICH) H-
Keluhan: x/menit IX  IVFD NaCl 0,9% ~ 20 tpm
Lemas separuh RR: 20 x/menit, Tax: 36 ºC  Head up 30°
Status Generalis: dbn
tubuh kanan
Status Neurologis:  Citicolin 2 x 250 mg (iv)
(+), GCS : E4V5M6
MS : (-)  Ranitidin 2 x 50 mg (iv)
Mual/muntah (-
NC : RP+/+ isokor  VitB1B6B12 1x1 gr (im)
/-), sakit kepala Motorik
Tenaga Tonus Trofik  Paracetamol 3x 1 gr (iv)
(+) membaik, 444 555 ↓ N N N
BAK dan BAB
 Amlodipin 1x10mg (PO)
333 555 ↓ N N N

29
(+/+),  Ramipril 2 x 5mg (PO)
R.Fisiologis R. Patologis
makan/minum
++ + + - -  Diazepam 1 x 5mg k/p
(+ /+) ++ + + - -

30
BAB IV

PEMBAHASAN

Pasien perempuan, usia 58 tahun, kinan, datang ke IGD RSUD Sanjiwani


Gianyar tanggal 27 Agustus 2019 pada pukul 01:00 WITA dengan keluhan lemas
pada tubuh bagian kanan sejak 1 hari SMRS (26/8/2019) pukul 17.00 wita.
Keluhan dirasakan pasien secara tiba-tiba, dan terus menerus pada tangan dan kaki
kanan sehingga pasien tidak bisa berjalan. Awalnya pasien mengeluhkan nyeri
kepala saat sedang meyapu dirumahnya, kemudian separuh tubuh kanan pasien
tiba-tiba terasa lemas dan sulit digerakkan, kemudian suami dan anak pasien
membawa kembali ke tempat tidur namun sesudah sampai di tempat tidur saat
ditanyakan kembali pasien mulai tidak menjawab pertanyaan dan kesadaran pasien
dikatakan menurun oleh keluarga. Tidak ada faktor yang memperingan keluhan
pasien. Keluhan lainnya pasien juga mengeluhkan suaranya menurun, mual, dan
muntah sebanyak 1 kali, serta kejang disangkal.
Pasien pada kasus memiliki faktor risiko yaitu riwayat hipertensi yang tidak
terkontrol dan Diabetes Meliitus. Berdasarkan teori, faktor risiko stroke dibagi
menjadi faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi. Faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan faktor
keturunan (genetik). Sedangkan faktor risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, riwayat stroke sebelumnya,
obesitas, hiperkolesterolemia, dan merokok. Hipertensi meningkatkan resiko
terkena stroke sebanyak 6 kali, semakin tinggi tekanan darah pasien, kemungkinan
stroke akan semakin besar, karena terjadinya kerusakan pada dinding pembuluh
darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan bahkan pecahnya pembuluh
darah di otak. Berdasakan uraian diatas, pada kasus telah menunjukan kesesuaian
dengan teori.2,,4,5,6
Berdasarkan anamnesis, pasien mengekeluhkan lemas pada separuh tubuh
kanan yang dirasakan mendadak, serta keluhan lain yaitu nyeri kepala, mual,
muntah dan kesadaran menurun. Menurut teori, pada anamnesis pasien stroke
hemoragik dapat ditemukan adanya riwayat hipertensi kronik. Gejala yang dapat
timbul yaitu kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi atau mati rasa, mata

31
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh, tidak dapat berbicara atau
menjadi bingung. Pada stroke hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak
dapat menimbulkan gumpalan darah yang akan berakhir pada peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Hal tersebut akan menyebabkan penekanan pada substansio
retikularis diensefalon yang berakhir dengan penurunan kesadaran yang cepat, serta
dapat disertai gejala peningkatan TIK yang lain seperti nyeri kepala, mual, muntah,
dan kejang.1,2,9,10
Pada pemeriksaan fisik pasien, ditemukan tekanan darah: 180/140 mmHg,
nadi: 98 kali/menit, RR: 20 kali/menit, tax: 36,5oC. Status generalis dalam batas
normal. Status neurologis saat pemeriksaan menunjukkan GCS: E3V5M5, tenaga
pada extremitas kanan atas dan bawah terkesan lateralisasi ke kanan dengan tonus
hipotoni (flaksid). Reflek fisiologis pada ekstremitas kanan dan kiri didapatkan
normal. Berdasarkan teori, gejala neurologis yang muncul berbeda-beda tergantung
lokasi dari perdarahan yang terjadi. Pada pemeriksaan fisik dapat dibedakan antara
stroke hemoragik atau stroke non-hemoragik menggunakan sistem skoring
sederhana yaitu skor Siriaj yang umumnya digunakan. Jika, nilai skor siriaj lebih
dari satu mengindikasi adanya perdarahan intraserebral, sedangkan nilai dibawah -
1,2
1 (minus satu) mengindikasikan adanya infark serebri. Pada kasus skor Siriraj
didapatkan 5,5.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien berupa pemeriksaan
darah lengkap, gula darah, lipid profile, fungsi ginjal, elektrolit, elektrokardiografi,
foto thorax, dan CT-Scan kepala. Hasil pemeriksaan darah lengkap pasien WBC
dan RBC yang meningkat. Pada hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan gula
darah sewaktu yang meningkat. Hasil pemeriksaan elektrolit didapatkan dalam
batas normal. Hasil pemeriksaan lipid profile didapatkan trigliserida yang
meningkat. Hasil elektrokardiografi menunjukkan gambaran sinus rhytm. Hasil
pemeriksaan CT-scan kepala ditemukan adanya gambaran lesi hiperdens pada
intraventrikel kiri. Berdasarkan teori, CT-Scan kepala merupakan gold standar
untuk mendiagnosis stroke serta untuk membedakan antara stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik. Adanya lesi hiperdens merupakan khas untuk stroke
hemoragik. CT-scan kepala dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan
akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minggu dan kemudian membentuk suatu

32
posthemorrhagic pseudocyst. Pada kasus stroke iskemik, lesi pada otak akan lebih
banyak bewarna hitam, sedangkan pada lesi stroke hemoragik lebih bewarna putih.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diatas
dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami stroke hemoragik, serta antara kasus
dengan teori telah menunjukan kesesuaian.1,2,9,10
Penatalaksanaan pada kasus yang diberikan adalah O2 2 lpm, head up 300,
IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm, citicolin 2 x 250 mg (iv), ranitidin 2 x 50 mg (iv), vitamin
B1B6B12 1x1 gram (im), paracetamol 2 x 1 gr iv, dan amlodipine 1x10 mg (PO).
Berdasarkan teori penatalaksanaan stroke secara umum adalah 6B.
Breathing, dilakukan pembebasan jalan nafas dan oksigenasi dijaga tetap baik.
Blood, dilakukan pemantauan tekanan darah serta diberikan cairan untuk menjaga
sirkulasi. Brain, yaitu menurunkan tekanan intracranial dengan memposisikan
pasien head up 30 dengan posisi lurus dapat memperbaiki venous return sehingga
penurunan tekanan vena jugularis. Bladder yaitu kebutuhan cairan dan elektrolit,
fungsi ginjal dan miksi. Bowel yaitu pada pasien dilakukan pemantauan kebutuhan
kalori, nutrisi. Kemudian Bone and Skin, pada pasien dilakukan mobilisasi. Prinsip
penatalaksanaan stroke hemoragik dilakukan secara kompherensif dengan prinsip
time is brain. Penatalaksanaan awal dilakukan head up 300 dengan posisi kepala
dan dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam dan mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan napas dengan
memberikan oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah.
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 mL dan
elektrolit sesuai kebutuhan. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan
pemberian obat-obatan sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan,
kecuali bila tekanan sistolik ≥220 mmHg, diastolik ≥120 mmHg, Mean Arterial
Blood Pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu
30 menit), atau didapatkan infark miokard akut dan gagal jantung kongestif serta
gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta, penyekat
ACE, atau antagonis kalsium. Jika didapatkan tanda peningkatan tekanan
intrakranial, diberikan manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit.

33
Terapi khusus dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu citikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia). Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan
letak perdarahan yaitu pada kondisi pasien yang semakin memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat perdarahan
intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatan
tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi.9,10 Terapi antifibrinolitik (asam
aminokaproat dan asam traneksamat) bekerja dengan menghambat aktivasi
plasminogen menjadi plasmin, mencegah penghancuran fibrin dan menjaga
stabilitas benang-benang fibrin sehingga akan mengurangi jumlah perdarahan.
Namun, penggunaan berkepanjangan (> 7 hari) dari antifibrinolitik dikaitkan
dengan risiko peningkatan iskemik serebral.14,15,16 Secara umum penatalaksanaan
pada kasus sudah sesuai dengan teori.

34
BAB V
KESIMPULAN

Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami


ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke
dalam jaringan otak, yang angka kejadiannya sekitar 15% sampai 20% dari semua
stroke. Prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya
umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia 75
tahun keatas 43,1% dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu sebesar
0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki (7,1%)
dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal, prevalensi
stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan daerah pedesaan
(5,7%).
Secara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko stroke yang dapat
dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium),
diabetes mellitus, merokok, mengkonsumsi alkohol, hiperlipidemia, dan obesitas.
Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis
kelamin, ras/suku, dan faktor genetik. Gejala yang dialami penderita stroke
hemoragik berbeda-beda tergantung lokasi pendarahannya. Namun secara umum,
dapat ditemukan gejala berupa tingkat kesadaran yang berubah atau koma, terdapat
tanda peningkatan tekanan intrakranial seperti nyeri kepala dan penurunan
kesadaran, serta terdapat pula defisit neurologi fokal, kesulitan memahami dan
menggunakan bahasa (afasia). Diagnosis stroke hemoragik dapat ditegakkan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang CT-Scan kepala
yang merupakan gold standard dalam pemeriksaan stroke. Penatalaksanaa stroke
hemorgik dapat dibagi menjadi penatalaksanaan awal keadaan umum pasien
dengan memperhatikan 6B (Breath, blood, brain, bladder, bowel, bone and skin),
dan penatalaksaan khusus dengan obat-obatan untuk Intracerebral Hemorrhage
(ICH) dan Subarachnoid Hemorrhage (SAH).
Pada kasus pasien perempuan berusia 58 tahun didiagnosis dengan stroke
hemoragik. Diagnosis tersebut ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis,

35
dan pemeriksaan CT-Scan kepala yang mengarah pada stroke hemoragik.
Penatalaksanaan pada kasus yang diberikan adalah O2 2 lpm, head up 300, IVFD
NaCl 0,9 % 20 tpm, citicolin 2 x 250 mg (iv), ranitidin 2 x 50 mg (iv), vitamin
B1B6B12 1x1 gram (im), paracetamol 2 x 1 gr iv, dan amlodipine 1x10 mg (PO).

36
DAFTAR PUSTAKA

1. A. Arifputera, C. Tanto and T. Anindhita, "Stroke," in Kapita Selekta


Kedokteran Edisi IV Jilid 2, Jakarta, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2016, pp. 975-980.

2. L. Ginsberrg, Lecture Notes Neurologi Edisi Kedelapan, Jakarta: Erlangga


Medical Series, 2007.

3. RIKERDAS, "Riset Kesehatan Dasar," Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, 2013.

4. G. N. Ngoerah, "Neuro-Imaging CT-Scan Kranium Cerebral," in Dasar-dasar


Ilmu Penyakit Saraf, Denpasar-Bali, Udayana University Press, 2017, pp.
231-240.

5. K. E. Misulis and T. C. H. Head, "Disorders-Vaskular Disease," in Netter's


Concise Neurology, China, Elsevier, 2008, pp. 208-269.

6. M. Baehr and M. Frotscher, "Suplai Darah dan Gangguan Vaskular Sistem


Saraf Pusat," in Diagnosis Topik Neurologi Duus: Anaomi, Fisiologi,
Tanda dan Gejala Edisi 4, Jakarta, EGC, 2014, pp. 372-436.

7. A. Aliah, F. Kuswara, R. A. Limoa and G. Wuysang, "Gangguan Peredaran


Darah Otak," in Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua, Bulaksumur,
Yogjakarta, Gadjah Mada University Press, 2009, pp. 79-116.

8. P. Sidharta, "Stroke," in Neurologi Klinis dalam Praktek Umum, Jakarta,


Penerbit Dian Rakyat, 2012, pp. 260-294.

9. R. D. Soetikno, "Kepala-Wajah "Stroke"," in Radiologi Emergensi, Bandung,


Refika Aditama, 2013, pp. 19-28.

10. M. Bahrudin, "Stroke," in Neurologi Klinis, Malang, UMM Press, 2016, pp.
239-304.

11. Satyanegara, M. Z. Arifin, R. Y. Hasan, S. Abubakar, N. Yuliatri, H. Prabowo,


Y. Sionno, I. A. Widjaya and R. R. Rahardja, "Gangguan Vaskuler Otak,"
in Ilmu Bedah Saraf Satyanegara, Jakarta, Gramedia, 2014, pp. 345-390.

12. J. Misbach, R. Lamsudin, A. Allah, Basyiruddin, A. Y. Alfa, S. Harris, N.


Nurimaba, S. Islam and M. Bustami, Guideline Stroke Tahun 2011,
Pekanbaru: Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (Perdossi),
2011.

37
13. Priska, A.A.B.N Nuartha. Sistem Skoring Diagnostik untuk Stroke: Skor
Siriraj. Denpasar: Program Studi Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. Vol. 42 no.10, 2015.

14. French K. F., White J. & Hoesch R. E. (2012). Treatment of intracerebral


hemorrhage with tranexamic acid after thrombolysis with tissue
plasminogen activator. Neurocritical care, 17(1), pp.107-111.

15. Baharoglu, M. I., Germans, M. R., Rinkel, G. J., Algra, A., Vermeulen, M.,
van Gijn, J., & Roos, Y. B. (2013). Antifibrinolytic therapy for aneurysmal
subarachnoid haemorrhage. Cochrane Database of Systematic Reviews,
(8).

16. Nangoy, E., Gan, S., Pertiwi, J. M., & Mahama, C. N. (2018). Evaluasi
Penggunaan Obat Pada Pasien Stroke Yang Dirawat Di Rsup Prof. Dr. Rd
Kandou Manado. Jurnal Sinaps, 1(3), 38-50.

38

Anda mungkin juga menyukai