Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN KASUS Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik Oleh: Nadira Juanti Pratiwi NIDM :

Pembimbing : Dr. Irfan Taufik, Sp.S KEPANITERAAN SARAF RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PONDOK KOPI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA 2017

2 STATUS NEUROLOGI RSIJ PONDOK KOPI SUB DEPARTEMEN NEUROLOGI I. IDENTITAS PASIEN Nama
Umur Jenis Kelamin Alamat Tempat Periksa : Ny. H : 74 Tahun : Perempuan : Pondok Kopi : IGD II. ANAMNESIS 1.
Keluhan Utama : Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS 2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang diantar
keluarganya ke IGD RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien tidak mau makan selama > 24 jam, hanya minum air putih, sebelum mengalanmi
penurunan kesadaran, pasien masih dapat merespon jika dipanggil dan mengeluh nyeri pada kepalanya dan disertai
muntah yang kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran dan tidak dapat merespon jika dipanggil. 3. Riwayat
Penyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang lalu dan hiperkolesterolemia 4. Riwayat Penyakit
Keluarga : Riwayat stroke, diabetes mellitus, hipertensi, asma, hiperkolesterolemia dan alergi obat atau makanan
dalam anggota keluarga disangkal. 5. Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi : Sehari-hari pasien hanya tidur-tiduran di
rumah saja dan sudah tidak bekerja III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Pasien Kesadaran : GCS 9 (E2V3M4)
Tekanan darah : 120/70 mmhg Nadi : 95 x/ menit

3 Pernafasan : 24x/ menit Suhu : 36,5 o C Kepala : normocephali Leher : pergerakan baik, jejas (-), memar (-)
Thoraks Jantung : S 1-2 reguler, murmur (-), gallop (-) Paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, jejas (-), memar (-), supel, nyeri tekan (-) bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema (-) Akral Dingin (-) Status Psikikus tidak dilakukan Cara berpikir : Perasaan hati : Tingkah laku :
Ingatan : Kecerdasan : 2. Status Neurologis A. Tanda rangsang meningeal Kaku kuduk : (-) Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-) Laseque : (-) Kernig : (-) B. Kepala Bentuk : normocephali Nyeri tekan : (-) Pulsasi : (-) Simetri : (+)
C. Leher Sikap Pergerakan : normal : dapat digerakkan D. Nervi kranialis N. I (Olfaktorius) tidak dilakukan N. II
(Optikus) tidak dilakukan Tajam penglihatan : Lapang penglihatan : Melihat warna : Penglihatan ganda :

4 N.III (Okulomotorius) Sela mata : 2 cm / 2 cm Pergerakan bulbus : Strabismus : (-) / (-) Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-) Pupil Besarnya : Isokor Bentuknya : bulat / bulat Refleks cahaya : ± Melihat kembar : tidak
dapat dinilai N. IV (Trokhlearis) tidak dapat dinilai Pergerakan mata: (ke bawah ke dalam) Sikap bulbus : Melihat
kembar : N. V (Trigeminus) Membuka mulut : tidak dapat dilakukan Mengunyah : tidak dapat dilakukan Menggigit :
tidak dapat dilakukan Refleks kornea : (+) Sensibilitas muka : tidak dapat dilakukan N. VI (Abducen) tidak dapat
dinilai Pergerakan mata (ke lateral) : Sikap bulbus : Melihat kembar : N. VII (Facialis) Mengerutkan dahi : + Menutup
mata : - Memperlihatkan gigi : tidak dapat dinilai N. VIII (Vestibulokokhlearis) tidak dilakukan Detik arloji : Suara
berbisik : Tes Swabach : Tes Rinne : Tes Weber : N. IX (Glossofaringeus) tidak dilakukan Perasaan lidah (1/3
belakang) :

5 Sensibilitas faring : N. X (Vagus) tidak dilakukan Arkus faring : Berbicara : Menelan : Nadi : Refleks okulokardiak :
N. XI (Accesorius) tidak bisa dilakukan Mengangkat bahu : Memalingkan kepala : N. XII (Hipoglossus) tidak bisa
dilakukan Pergerakan lidah : Tremor lidah : Artikulasi : E. Badan dan Anggota gerak 1. Badan Respirasi :
thorakoabdominal Gerak kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai Sensibilitas Taktil : tidak bisa dilakukan Nyeri :
(+)/(+) Suhu : tidak dilakukan Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan 2. Anggota gerak atas Motorik Pergerakan
Kekuatan Trofi Tonus Refleks fisiologis Biseps : (+) / (+) Triseps : (+) / (+) Refleks patologis Hoffman Tromner : (-) / (-
) : tidak dapat dinilai : tidak dapat dinilai : normotrofi / normotrofi : normotonus / normotonus 3. Anggota gerak bawah
Motorik Pergerakan : tidak dapat dinilai Kekuatan : tidak dapat dinilai Trofi : normotrofi / normotrofi

6 Tonus : normotonus / normotonus Refleks fisiologis Patella : (+) / (+) Achilles : (+) / (+) Refleks patologis Babinski :
(+) / (+) Chaddock : (-) / (-) Oppenheim : (-) / (-) Klonus Paha : (-) / (-) Kaki : (-) / (-) Sensibilitas Taktil : tidak bisa
dilakukan Nyeri : (+) / (+) Suhu : tidak dilakukan Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan F. Koordinasi, gait, dan
keseimbangan tidak dilakukan Cara berjalan : Tes Romberg : Disdiadokinesis : Ataksia : Rebound phenomenon :
Dismetri : G. Gerak abnormal Tremor : (-) / (-) Athetose : (-) / (-) Mioklonik : (-) / (-) Chorea : (-) / (-) H. Alat vegetatif
Miksi Defekasi Refleks anal Refleks kremaster Refleks bulbokavernosus : dengan kateter : baik : tidak dilakukan :
tidak dilakukan : tidak dilakukan I. Laseque : (-)

7 Patrick : (-) Kontra Patrick : (-) 4. Pemeriksaan Siriraj Stroke Score No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor 1.
Kesadaran 2. Muntah 3. Nyeri Kepala (0) Kompos mentis (1) Mengantuk (2) Semi koma/koma X 2,5 5 (0) Tidak (1)
Ya X 2 2 (0) Tidak (1) Ya X Tekanan Darah Diastolik (70) X 10 % 7 5. Ateroma a. DM b. Angina pektoris (0) Tidak (1)
Ya X (-3) -3 c. Hiperkolesterolemia Klaudikasio Intermiten 6. Konstanta HASIL SSS 1 Interpretasi : 1. SSS > 1 =
Stroke hemoragik 2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik 3. SSS -1 s/d 1 : meragukan (perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan CT-SCAN) Total: 1 klinis meragukan apakah stroke hemoragik atau non hemoragik IV. PEMERIKSAAN
PENUNJANG 1. EKG dalam batas normal
8 2. CT Scan Kepala V. RESUME Seorang wanita 74 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSIJ Pondok Kopi
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien tidak mau
makan selama > 24 jam, hanya minum air putih. Sebelum mengalanmi penurunan kesadaran, pasien masih dapat
merespon jika dipanggil dan mengeluh nyeri pada kepalanya dan disertai muntah yang kemudian diikuti dengan
penurunan kesadaran dan tidak dapat merespon jika dipanggil. Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang lalu dan
hiperkolesterolemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan refleks patologis + (babinski) pada ekstremitas bawah,
kekuatan motorik dan sensorik tidak dapat dinilai. Pada pemeriksaan CT SCAN kepala didapatkan adanya
perdarahan. VI. ASSESMENT (DIAGNOSIS) Diagnosa klinis : Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik
Diagnosa topis : Perdarahan intraserebral Diagnosa Patologis : Hemoragik VII. PLANNING A. Terapi

9 Pasang DC no. 14 Pasang NGT no. 16 Assering + KCl/12 jam Ceftriaxone 2 gr dalam NaCl 0,9% 100 cc Citicoline
500 mg IV Ranitidin 1 ampul IV Konsul Ahli Saraf B. Monitoring Awasi tanda-tanda vital Intake dan output cairan
VII.PROGNOSIS Ad Vitam Ad Fungsionam Ad Sanationam : Dubia ad Malam : Dubia ad Malam : Dubia ad Malam

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Stroke Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam,
tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular (WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena
gangguan pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak dimasukkan dalam
kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
Epidemiologi Stroke Setiap tahun, hampir orang Amerika mengalami stroke,dan stroke mengakibatkan hampir
kematian. Di Amerika Serikat tercatat hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian
akibat stroke. Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke, yang mengakibatkan biaya
kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70 miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010,

10 Amerika telah menghabiskan$73,7 juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain
itu, 11% orang Amerika berusia tahun mengalami infark serebral silent; prevalensinya meningkat sampai 40% pada
usia 80 tahun dan 43% pada usia 85 tahun. Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar
16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang
pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013)
(Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat
terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan dunia
memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan
kanker kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012). Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai berikut (Sjahrir, 2003) : 1. Non modifiable
risk factors : a. Usia b. Jenis kelamin c. Keturunan / genetic 2. Modifiable risk factors a. Behavioral risk factors 1.
Merokok 2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol, low fruit diet 3. Alkoholik 4. Obat-obatan
: narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal b. Physiological risk factors 1. Penyakit
hipertensi 2. Penyakit jantung

11 3. Diabetes mellitus 4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus 5. Gangguan ginjal 6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan 8. Kelainan anatomi pembuluh darah 9. Dan lain-lain
Klasifikasi Stroke Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke mempunyai cara
pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999). I.
Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya : 1. Stroke Iskemik a. Transient Ischemic Attack (TIA) b. Thrombosis
serebri c. Emboli serebri 2. Stroke Hemoragik a. Perdarahan intraserebral b. Perdarahan subarachnoid II.
Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu 1. Transient Ischemic Attack (TIA) 2. Stroke in evolution 3. Completed
stroke III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah 1. Sistem karotis 2. Sistem vertebrobasiler Klasifikasi Bamford
untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :

12 1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI) 2. Total Anterior Circulation Infark (TACI) 3. Lacunar Infark (LACI) 4.
Posterior Circulation Infark (POCI) Patofisiologi Stroke Patofisiologi Stroke Hemoragik Perdarahan intrakranial
meliputi perdarahan di parenkim otak dan perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih
20 % adalah stroke hemoragik, dimana masingmasing 10% adalah perdarahan subarachnoid dan perdarahan
intraserebral (Caplan, 2000). Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma (Berry
aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter mikrometer mengalami perubahan patologi pada
dinding pembuluh darah tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang
kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler
yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan,
2000). Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron-neuron di dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologik
timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000). Perdarahan
subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi
darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM). Manifestasi Klinis

13 Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan menyebabkan kerusakan otak dalam
beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi
tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak yang terkena. Beberapa gejala
stroke berikut : Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma) Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring,
bangun dari tidur, membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba Muntah Pandangan ganda Kesulitan berbicara
atau memahami orang lain Kesulitan menelan Kesulitan menulis atau membaca Perubahan gerakan, biasanya pada
satu sisi tubuh, seperti kesulitan menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan motorik
Kelemahan pada anggota gerak Diagnosis Stroke Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis
hemoragik atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan
penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang. I. Anamnesis Anamnesis terdiri dari identitas pasien,
keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat
kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran pasien apakah ada disorientasi atau penurunan
kesadaran dan dapat digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada identitas yaitu nama, usia,
alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat tangan. Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui
termasuk ke dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk ke dalam penyakit vaskular
dimana harus

14 terdapat kata kunci yang menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak. Ada 3 hal
yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang
menandakan kasus tersebut. Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena 90% anamnesis
dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke
hemoragik dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri
kepala hebat, muntah, pandangan ganda, dan penurunan kesadaran. Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai gejala-gejala yang menyusul berikutnya,
secara berurutan Waktu dan lamanya keluhan berlangsung Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda
lateralisasi, peningkatan TIK) Sifat dan beratnya serangan Lokasi dan penyebarannya Hubungan dengan waktu
(kapan saja terjadinya) Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan aktivitas apa saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo,
lidah mencong, mengompol, baal) Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali Faktor resiko dan
pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang memperberat atau meringankan serangan Apakah ada saudara
sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan yang sama Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi
komplikasi atau gejala sisa Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat yang telah diminum
oleh pasien; juga tindakan medik lain yang berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita Penetapan jenis
stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

15 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

16 Keterangan : 1. SSS > 1 : stroke hemoragik 2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala 3. SSS <
-1 : stroke iskemik II. Pemeriksaan Fisik Tanda vital Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan
untuk mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan pernapasan berhubungan dengan saraf otonom.
Suhu diukur untuk menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi. Status Generalis Menilai pasien secara keseluruhan
dari head to toe. Status Neurologis Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi anamnesis yang telah
ditanyakan. Komponen status neurologis yang dinilai : GCS Pupil Tanda rangsang meningeal Nervus cranialis Fungsi
motorik Fungsi sensorik Fungsi otonom Gait dan koordinasi III. Pemeriksaan Penunjang Tujuan dilakukannya
pemeriksaan penunjang yaitu untuk diagnosis, preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk menentukan
prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan
radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan
pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik,
sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor
resiko stroke. Foto thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang umumnya
mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor
resiko stroke. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif yaitu Hb, profil lipid darah (kolesterol
total, LDL, HDL, trigliserida), gula darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap (aptt, INR,
D-dimer, fibrinogen). Sedangkan

17 pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula darah
sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena
semakin banyak sel neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada manusia dapat
merupakan suatu keadaan yang menguntungkan tetapi dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup.
Sehingga evaluasi keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih dahulu sebelum
dilakukan pengobatan. Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu : 1. Diagnosis klinis Diagnosis klinis
ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan. Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom. Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik Gejala
Peningkatan TIK -Nyeri Kepala -Penurunan Kesadaran Muncul pada awal serangan Dapat muncul kemudian, atau
tidak muncul -Muntah Menyemprot -Pandangan Ganda Gejala Lateralisasi -Kelemahan anggota gerak sesisi -Baal
sesisi -Otonom (BAB, BAK, keringat) Dapat muncul kemudian, atau tidak muncul Muncul pada awal serangan 2.
Diagnosis topis Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan.

18 Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk
membedakannya dapat diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis, pasien mengeluhkan
nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda
rangsang meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak ditemukan kelainan tersebut. 3.
Diagnosis etiologis Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke hemoragik, penyebabnya
yaitu pecah / ruptur pembuluh darah. 4. Diagnosis patologis Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan
patologis yang terjadi, yaitu iskemik atau hemoragik. Penatalaksanaan Stroke Sasaran pengobatan stroke ialah
menyelamatkan neuron yang menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan
mengurangi kecacatan. Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin
dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di
bagi dalam : 1. Pengelolaan umum : Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan Stabilisasi hemodinamik Mencegah
peningkatan tekanan intrakranial

19 Mengendalikan kejang Mengendalikan suhu tubuh 2. Pengelolaan spesifik : Manajemen cairan dan elektrolit
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial Manajemen tekanan darah Manajemen glukosa darah Manajemen
kejang Terapi trombolitik Neurosurgical intervention Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu : Antiagregasi
trombosit Statin Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat) Neuroprotektor Terapi farmakologi pada
stroke hemoragik akut yaitu : Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat) Neuroprotektor
Pengelolaan berdasarkan penyebabnya : Stroke Hemoragik Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat gr/hari, Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya
bekuan darah yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi seperti pemberian protamin
1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat
warfarin dengan prothrombine time memanjang. Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom
dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi. Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg
IM pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien sadar. Vasospasme terjadi pada 30%
pasien, dapat diberikan Calcium Channel Blockers dengan dosis mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau mg/kg/jam

20 selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya
vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus.
Bila terjadi vasospasme dapat dilakukan balance positif cairan 1 2 Liter diusahakan tekanan arteri pulmonalis mmhg
dan Central venous pressure 10 mmhg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik sampai mmhg
menggunakan dopamin. Pengelolaan operatif Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh darah. Yang penting diperhatikan selain hasil
CT Scan dan arteriografi adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri. Faktor faktor yang mempengaruhi : 1. Usia Lebih
70 th tidak ada tindakan operasi th pertimbangan operasi lebih ketat Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih
aman 2. Tingkat kesadaran Koma/sopor tak dioperasi Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau keadaan
neurologiknya menurun Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan walaupun kesadarannya
koma 3. Topis lesi Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical) Bila TIK tak meninggi tak dioperasi Bila TIK meninggi
disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun) operasi Perdarahan putamen Bila hematoma kecil atau sedang tak
dioperasi Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
Perdarahan talamus
21 Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan. Perdarahan serebelum Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama maka operasi Bila
perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal dengan pengawasan Bila hematom kecil tapi disertai tanda
tanda penekanan batang otak operasi 4. Penampang volume hematoma Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau
volume lebih dari 50 cc operasi Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun dan keadaan neurologiknya
menurun ada tanda tanda penekanan batang otak maka operasi 5. Waktu yang tepat untuk pembedahan Dianjurkan
untuk operasi secepat mungkin 6 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya edema otak, bila tak memungkinkan
sebaiknya ditunda sampai 5 15 hari kemudian. Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt
& Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan
pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 5 menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%). Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan
terulangnya stroke. Terapi Preventif Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru stroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke : Untuk stroke infark diberikan : a
Obat-obat anti platelet agregasi b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya c Faktor resiko dikurangi
seminimal mungkin

22 Menghindari rokok, obesitas, stres Berolahraga teratur Rehabilitasi Stroke merupakan penyebab utama kecacatan
pada usia di atas 45 tahun, maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi. Jika seorang pasien tidak
lagi menderita sakit akut setelah suatu stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan
kemampuan fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus di rumah sakit umum.
Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat. Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di
bawah ini: 1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan 2. Terapi okupasi untuk mendapatkan
kembali ketangkasan lengan dan tangan 3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam merawat orang yang mereka cintai di rumah
dan tantangan yang akan mereka hadapi. Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke : Hari 1-3 (di sisi tempat
tidur) Kurangi penekanan pada daerah yang sering tertekan (sakrum, tumit) Modifikasi diet, bed side, positioning
Mulai PROM dan AROM Hari 3-5 Evaluasi ambulasi Beri sling bila terjadi subluksasi bahu Hari 7-10 Aktifitas
berpindah Latihan ADL: perawatan pagi hari Komunikasi, menelan 2-3 minggu Team/family planing Therapeuthic
home evaluation 3-6 minggu Home program

23 Independent ADL, tranfer, mobility minggu Follow up Review functional abilities Ketika seorang pasien stroke
telah siap untuk pulang ke rumah, seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu
sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk memberikan bermacam obat. Terapi fisik
dapat dilanjutkan di rumah. Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau lebih orang yang
menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat
sangat mudah atau sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa pasien harus ditempatkan
pada fasilitas perawatan yang terlatih karena perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun
keluarga bermaksud baik untuk merawatnya. Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah : 1. Bed
exercise 2. Latihan duduk 3. Latihan berdiri 4. Latihan mobilisasi 5. Latihan ADL (activity daily living) 6. Latihan
Positioning (Penempatan) 7. Latihan mobilisasi 8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil 9. Latihan berpakaian 10.
Latihan membaca 11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O Prognosis stroke Prognosis stroke dapat dilihat
berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti pemeriksaan gula darah sewaktu dan differential count. Ada
sekitar 30%-40% penderita stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka
waktu 6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan. Kalaupun ada gejala sisa
seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala sisa ini masih bisa disembuhkan.

24 Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit jam setelah terjadinya serangan. Bila
demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi
komplikasi akibat stroke dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum serangan
stroke. Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan secepat mungkin, idealnya
dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien membutuhkan penanganan yang berbeda-beda,
tergantung dari kebutuhan pasien. Proses ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

25 DAFTAR PUSTAKA Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2 nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002 CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH
Bamford, Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute ischaemic stroke Excell
Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; , Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan
stroke (terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc
Graw Hill. New York, 2000 ; Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition. Litle
Brown and Company Ney York 1995 ; Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline
Stroke 2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992,
339: Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: Toole J.F.:
Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, Widjaja D. Highlight of Stroke Management.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Surabaya World Health Organizations: Stroke Recommendations on stroke
prevention, diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20:

Anda mungkin juga menyukai