Anda di halaman 1dari 28

PEDOMAN PENATALAKSANAAN GAGAL GINJAL KRONIK

Abdurrahim R Lubis, Radar R Tarigan, Bayu R Nasution, Sumi Ramadani, Arina Vegas

Divisi Nefrologi- Hipertensi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

RSUP. H Adam Malik Medan

Pendahuluan

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya berakhir dengan
gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti
ginjal yang tetap berupa dialysis atau transplantasi ginjal.1

Kriteria penyakit ginjal kronik :1

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan structural atau
fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan
manifestasi : - Kelainan Patologis

– Terdapat tanda kelainan ginjal termasuk kelainan dalam komposisi


darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests)

2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan
atau tanpa kerusakan ginjal.

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau tidak
lebih dari 60 ml/menit/1,73m2 , tidak termasuk criteria penyakit ginjal kronik.

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage)
penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas
dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut :

Universitas Sumatera
Utara
(140 – umur) x Berat Badan

LFG(ml/mnt/1,73m2 =

72 x kreatinin plasma ( mg/dl)

Pada wanita dikalikan 0,85.

Tabel 1. Klasifikasi stadium Gagal Ginjal Kronik.

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis Etiologi.1

Penyakit Tipe Mayor

Penyakit Ginjal Diabetes Diabetes Tipe 1 dan 2

Penyakit Ginjal Non Diabetes Penyakit Glomerular, Penyakit Vaskular, Penyakit


Tubulointerstisial, Penyakit Kistik

Penyakit Pada Transplantasi Rejeksi kronik, Keracunan Obat ( siklosporin/takrolimus),


Penyakit recurrent (glomerular), Transplant
glomerulopathy

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik
diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap
tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal
2

Universitas Sumatera
Utara
ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya insiden ini diperkirakan sekitar 40-60
kasus perjuta penduduk pertahun.1

Di Jepang, sejumlah pasien dengan gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 13 juta. Di
antaranya, jumlah pasien dialisis, yang menunjukkan stadium terminal, mencapai 282.000 pada
akhir tahun 2008. Setiap tahun, lebih dari 37000 pasien gagal ginjal kronik melakukan terapi
dialisi akibat diabetic nefropati, glomerulonefritis kronik, nefrosklerosis, penyakit polikistik
ginjal atau glomerulonefritis yang cepat progresif ( dengan urutan menurun). Meskipun jumlah
pasien dialisis baru akibat glomerulonefritis kronik berkurang, jumlah kasus baru terkait dengan
diabetes, hipertensi, dan arteriosclerosis semakin banyak.2,3

Berdasarkan survei statistik yang dilakukan oleh the Japanese Society for Dialisis
Therapy untuk tahun 2008 (disebut sebagai Survei 2008), total jumlah pasien yang menjalani
pengobatan dialisis lebih daripada 282.000 pada 31 Desember 2008. Seperti yang tampak dari
grafik, jumlah pasien dialisis telah semakin meningkat secara konsisten tahun demi tahun,
dengan tidak adanya penurunan. Terdapat sekitar 37.000 pasien dialisis baru setiap tahun.
Penyakit primer tersering yang bertanggung jawab terhadap terjadinya stadium akhir penyakit
ginjal adalah diabetes nephropati glomerulonefritis kronik, nefrosklerosis, penyakit ginjal
polikistik, dan glomerulonefritis yang cepat progresif (dengan urutan menurun). 2,3

Universitas Sumatera
Utara
Gagal ginjal kronik diperkirakan mempengaruhi antara 1.9 juta dan 2.3 juta orang
Kanada. Ini merupakan masalah kesehatan masyarakat utama. Gagal ginjal kronik sering terjadi
bersama dengan penyakit kardiovaskular dan diabetes dan diakui sebagai faktor risiko untuk
semua penyebab mortalitas dan penyakit kardiovaskular.4,5,6
Pendekatan Diagnostik

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi :1

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes mellitus, infeksi traktus
urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemia,SLE,dll.

b. Sindroma Uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual,muntah, nokturia,
kelebihan volume cairan ( volume overload ), neuropati perifer, pruritus, uremic frost,
perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah


jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,
klorida)

Gambaran Laboratoris

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :1

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum, dan
penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus Kockcroft – Gault. Kadar
kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan fungsi ginjal.

c. Kelainan biokomiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin, peningkatan


kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau hipokloremia,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast, isosteinuria.

Gambaran Radiologis

Gambaran radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :1

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak.

5
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa melewati filter
glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh kontras
terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograde dilakukan sesuai dengan indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks


menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjalan bila ada indikasi

Biopsi dan Pemeriksaan Histopatologis Ginjal1

Biopsi dan pemeriksaan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran
ginjal yang masih mendekati normal, dimana didiagnosis secara non invasive tidak
bisa ditegakkan. Pemeriksaan histopatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,
menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.
Biopsi ginjal indikasi kontra dilakukan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang
sudah mengecil ( contracted kidney ), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak
terkendali, infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal napas dan obesitas.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi :1

1. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya

2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid ( comorbid condition )

3. Memperlambat perburukkan fungsi ginjal.

4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular

5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi

6. Terapi pengganti ginjal berupa dialysis atau transplantasi ginjal.

6
Universitas Sumatera
Utara
Tabel 3. Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai Dengan Derajatnya.

Derajat LFG (ml/mnt/1,73m2) Rencana Tatalaksana

1 ≥ 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi


perburukkan fungsi ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.

2 60-89 Menghambat perburukkan fungsi ginjal

3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 Persiapan terapi pengganti ginjal

5 < 15 Terapi pengganti ginjal

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein Dan Fosfat Pada Penyakit Ginjal Kronik

LFG (ml/mnt/1,73m2) Asupan Protein g/kg/hari Fosfat g/kg/hari

>60 Tidak dianjurkan Tidak dibatasi

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≤10 g


≥0,35gr/kg/hr nilai biologi
tinggi

25-60 0,6-0,8/kg/hari, termasuk ≤10 g


≥0,35gr/kg/hr nilai biologi
tinggi atau tambahan 0,3 g asam
amino essensial atau asam
keton

<60 ( sindrom Nefrotik ) 0,8/kg/hr ( + 1 g protein/g ≤ 9 g


proteinuria atau 0,3 g/kg
tambahan asam amino essensial
atau asam keton

Pedoman baru untuk penatalaksanaan gagal ginjal kronik telah dibuat oleh Canadian
Society of Nephrology. Pedoman ini menggambarkan aspek kunci penatalaksanaan gagal ginjal

Universitas Sumatera
Utara
kronik untuk memfasilitasi perawatan pasien ini oleh dokter umum dan spesialis, termasuk
spesialis penyakit dalam, ahli endokrinologi, spesialis jantung, dan spesialis nefrologi. Secara
khusus, pedoman ini dibuat untuk perawatan pasien yang tidak menerima dialisis. Dalam ulasan
ini, kami menguraikan rekomendasi dari pedoman mengenai aspek pengobatan gagal ginjal
kronik, termasuk target untuk berbagai abnormalitas, strategi untuk pengobatan dan frekuensi
follow up berdasarkan bukti yang tersedia.7

Setiap rekomendasi digolong-golongkan dengan menggunakan skema yang dibentuk oleh


Canadian Hypertension Education Program8 dan digunakan oleh Canadian Society of
Nephrology Guidelines Committee. Kriteria untuk menggolong-golongkan rekomendasi ini
berkisar dari yang mencerminkan penelitian yang sangat valid, tepat dan dapat diaplikasikan
(derajat A) sampai yang berdasarkan pada tingkat bukti yang lebih rendah dan pendapat ahli
(derajat D). Derajat B dan C mengacu pada penelitian dengan validitas yang lebih rendah
derajatnya, termasuk hasil atau perhitungan hasil peneltian lainnya.

Rekomendasi klinis

Rujukan pasien dewasa dengan berkurangnya fungsi ginjal

Tersedia pedoman untuk pemberi pelayanan primer dan para spesialis untuk merujuk
pasien dengan gagal ginjal kronik ke spesialis nefrologi. Kebanyakan kasus gagal ginjal kronik
nonprogresif dapat diobati tanpa perlu merujuk ke spesialis nefrologi. Merujuk ke spesialis
nefrologi biasanya direkomendasi pada pasien dengan gagal ginjal akut, kecepatan filtrasi
glomerulus persisten kira-kira kurang dari 30mL/menit/ 1.73m2, berkurang fungsi ginjal secara
progresif, rasio protein urin dengan kreatinin lebih besar dari 100mg/mmol (sekitar 900mg/24
jam) atau rasio albumin urin dengan kreatinin lebih besar dari 60mg/mmol (sekitar 500mg/24
jam), ketidakmampuan untuk mencapai target pengobatan, atau cepatnya perubahan fungsi
ginjal.

Hipertensi

Hipertensi sering terkait dengan gagal ginjal kronik. Ini terjadi lebih dari 75% pasien dengan
gagal ginjal kronik pada stadium manapun.9 Ini merupakan penyebab dan akibat gagal ginjal
kronik. Bagian pedoman ini menyoroti aspek kunci pengobatan hipertensi pada pasien dengan
gagal ginjal kronik. Aspek ini termasuk target pembuluh darah, terapi obat awal untuk gagal

Universitas Sumatera
Utara
ginjal kronik proteinuria dan nonproteinuria, dan pengobatan hipertensi dalam hubungan dengan
diabetes dan penyakit vaskular renal pembuluh darah besar.

Tabel 5. Pedoman untuk pengobatan hipertensi pada pasien dengan gagal ginjal kronik

Pasien tanpa diabetes

Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik proteinuria (rasio albumin urin dengan kreatinin≥

30mg/mmol), terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor (derajat A) atau


angiotensin- receptor blocker pada kasus yang tidak toleran terhadap ACE inhibitor
(derajat D).
Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130/80 mm Hg (derajat C)

Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik nonproteinuria (rasio albumin dengan kreatinin
<30mg/mmol), terapi antihipertensi seharusnya termasuk baik ACE inhibitor (derajat B),
angiotensin-receptor blocker (derajat B), diuretik tiazid (derajat B), beta bloker (pasien
yang berusia 60 tahun atau kurang, derajat B) atau long acting calcium channel blocker
(derajat B).

Pasien dengan diabetes

Terapi antihipertensi seharusnya termasuk ACE inhibitor (derajat A) atau angiotensin-


receptor blocker (derajat A).

Tekanan darah seharusnya ditargetkan kurang dari 130mm Hg sistolik (derajat C) dan
kurang dari 80 mmHg diastolic (derajat B).

Pasien dengan penyakit vaskular renal pembuluh darah besar

Hipertensi renovaskular seharusnya diobati dengan cara yang sama seperti untuk

nondiabetik, gagal ginjal kronik non-proteinuria. Harus hati-hati dengan penggunaan


ACE inhibitor atau angiotensin-receptor blocker karena risiko gagal ginjal akut (derajat
D).

Catatan: ACE= angiotensin- converting enzyme.

9
Universitas Sumatera
Utara
Diabetes

Pasien dengan diabetes berisiko meningkat untuk terjadinya gagal ginjal kronik dan
kejadian kardiovaskular. Kontrol kadar glukosa darah pada pasien dengan gagal ginjal kronik
mungkin bermasalah karena meningkatnya atau berubahnya sensitivitas terhadap rejimen
konvensional, bervariasi anjuran diet dan masalah kepatuhan terkait dengan diperlukannya
kerumitan dalam perawatan. Karena itu, penting untuk para klinisi untuk menyadari pentingnya

kontrol glikemik bagi pasien ini. Saat ini terdapat keterbatasan bukti untuk membimbing
10-
rekomendasi pengobatan diabetik15 pada populasi gagal ginjal kronik . Akibatnya, pernyataan
terbatas dalam lingkup. Rekomendasi ini tidak dimaksudkan untuk mengganti Canadian
Diabetes Association Guidelines tetapi lebih untuk fokus pada aspek perawatan spesifik untuk
pasien dengan gagal ginjal kronik . Informasi tambahan tersedia pada pedoman praktek klinis
dari Canadian Diabetes Association. 16

Tabel 6. Pedoman untuk pengobatan diabetes pada pasien dengan gagal ginjal kronik

Kontrol glikemik

Target untuk kontrol glikemik, daiman mereka dapat dicapai dengan aman, seharusnya
mengikuti Canadian Diabetes Association Guideline (hemoglobin A1c<7.0%, kadar
glukosa darah puasa 4-7 mmol/L) (derajat B)

Kontrol glikemik seharusnya merupakan bagian dari strategi intervention multifaktorial


yang menyebutkan kontrol tekanan darah dan risiko kardiovaskular, dan mendukung
penggunaan ACE inhibitor, angiotensin receptor blocker, statin dan asam asetilsalisilat
(derajat A).

Penggunaan metformin pada diabetes mellitus tipe 2

Metformin direkomendasi untuk kebanyakan pasien dengan tipe diabetes 2 dengan gagal
ginjal kronik stadium 1 atau 2 yang memiliki fungsi renal stabil yang tidak berubah
selama 3 bulan terakhir (derajat A).

Metformin mungkin dilanjutkan pada pasien dengan gagal ginjal kronik stabil stadium 3
(derajat B).

Rekomendasi praktek klinis: Metformin seharusnya dihentikan jika terdapat perubahan

1
0

Universitas Sumatera
Utara
akut dalam fungsi renal atau selama periode penyakit yang dapat menimbulkan
perubahan tersebut (misalnya ketidaknyamanan gastrointestinal atau dehidrasi) atau
menyebabkan hipoksia (misalnya gagal jantung atau respirasi). Perawatan khusus
seharusnya dilakukan untuk pasien yang juga mengkonsumsi ACE inhibitor, angiotensin
receptor blocker, obat antiinflamasi nonsteroid atau diuretik, atau setelah pemberian
kontras intravena karena risiko gagal ginjal akut dan sehingga akumulasi asam laktat,
terbesar untuk pasien ini.

Pilihan agen lain yang mengurangi glukosa

Menyesuaikan pilihan agen lain yang mengurangi glukosa (termasuk insulin) pada pasien
individu, tingkat fungsi renal dan komorbiditas (opini derajat D).

Risiko hipoglikemia seharusnya dinilai secara teratur untuk pasien yang memakai insulin
atau insulin secretagogue. Pasien ini seharusnya diajarkan bagaimana mengenali,
mendeteksi dan mengobati hipoglikemia (opini derajat D).

Rekomendasi praktek klinis: Sulfonilurea kerja pendek (misalnya gliclazide) dipilih


melebihi agen kerja panjang untuk pasien dengan chronic kidney disease.

Catatan: ACE= angiotensin converting enzyme.

Metformin merupakan agen hipoglikemik oral yang murah dan efektif yang
direkomendasi sebagai terapi lini pertama untuk pasien yang berlebih berat badan dan tidak
dengan diabetes mellitus tipe 2.16 Metformin telah terbukti efektif pada pasien obesitas dan
tidak.17 Terdapat banyak kekhawatiran mengenai keamanan metformin pada gagal ginjal kronis,
terutama risko terjadi asidosis laktat. Sebuah tinjauan Cochrane dari 206 penelitian termasuk
47846 pasien- tahun paparan terhadap metformin tidak menemukan kasus asidosis laktat fatal
atau nonfatal.18 Ulasan laporan kasus dari asidosis laktat terkait metformin memberi kesan
bahwa metformin mungkin merupakan coprecipitant dari asidosis laktat, karena kasus paling
sering terlihat pada gagal ginjal akut (atau acute on chronic) (sering dipercepat dengan
angiotensin- converting enzyme inhibitor atau obat nonsteroid anti inflammatory) atau terkait
dengan penyakit utama lain seperti gagal hepatik, sepsis, obstruksi usus dan syok.19

1
1

Universitas Sumatera
Utara
Dislipidemia

Terdapat tingginya prevalensi dislipidemia di antara pasien pada setiap stadium gagal
ginjal kronik20 .Karena itu, skrining, evaluasi dan intervensi terapeutik untuk kontrol
dislipidemia penting dilakukan. Sayangnya, karena kebanyakan penelitian klinis telah
menyingkirkan pasien dengan gagal ginjal kronik, dengan evidence base terbatas. Namun,
pedoman yang berusaha untuk menyebutkan pertanyaan utama terkait abnormalitas lipid pada
pasien dengan gagal ginjal kronik . Tersedia beberapa data mengenai frekuensi optimal dari
pengukuran lipid pada pasien dengan gagal ginjal kronik; karena itu, kelompok kerja
merekomendasi untuk mengikuti pedoman yang ada untuk populasi umum.21 Analisis
subkelompok dari penelitian telah menunjukkan bahwa terapi statin mengurangi risiko kejadian
kardiovaskular pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3.22-24 Karena itu, kami
memberi kesan bahwa dokter meresepkan terapi statin seperti pada pedoman lipid yang sudah
ada sebelumnya. Tidak ada bukti yang mendukung pemantauan serial rutin dari kreatinin kinase
dan alanin aminotransferase pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang menerima terapi statin
dosis rendah sampai sedang.25,26,27

Tabel 7. Pedoman untuk pengobatan dislipidemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik

Skrining

Profil lipid puasa (total kolesterol, kolesterol LDL, dan trigliserida) seharusnya diukur
pada orang dewasa dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3 (derajat A).

Profil lipid puasa seharusnya diukur pada orang dewasa dengan gagal ginjal kronik
stadium 4 yang hanya jika hasil akan mempengaruhi pilihan untuk memulai atau
mengubah pengobatan yang memodifikasi lipid (derajat D).

Frekuensi pengukuran profil lipid

Profil lipid seharusnya diukur setelah puasa semalaman (idealnya ≥12 jam) (derajat A).

Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida seharusnya diukur
(derajat A)

Profil lipid puasa seharusnya diukur tidak lebih awal daripada 6 minggu setelah
permulaan atau perubahan dalam terapi farmakologik. Kemudian, profil lipid seharusnya

1
2

Universitas Sumatera
Utara
dimonitor setiap 6-12 bulan jika hasil dapat mempengaruhi pilihan terapi berikutnya
(derajat D).

Pengobatan

Terapi statin seharusnya dimulai untuk pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3
berdasarkan pedoman lipid yang ada untuk populasi umum (derajat A).

Pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 1-3, para klinisi seharusnya
mempertimbangkan mengtitrasi dosis statin berdasarkan pedoman lipid untuk populasi
umum (derajat B).

Para klinisi seharusnya mempertimbangkan untuk memulai terapi statin untuk pasien
dengan gagal ginjal kronik stadium 4 dan mentitrasi dosis untuk mencapai kadar
kolesterol LDL <2 mmol/L dan rasio total kolesterol dengan kolesterol HDL < 4mmol/L
(derajat B).

Gemfibrozil (1200mg setiap hari) mungkin dipertimbangkan sebagai alternatif


pengobatan statin untuk pasien dengan gagal ginjal kronik (stadium 1-3) yang berisiko
kardiovaskular intermediate atau tinggi dengan kadar kolesterol HDL rendah (<1.0
mmol/L) (derajat B).

Trigliserida puasa >10mmol/L pada stadium gagal ginjal kronik manapun seharusnya
diobati dengan perubahan gaya hidup dan menambah gemfibrozil atau niasin, seperti
yang diperlukan untuk mengurangi risiko pankreatitis akut (derajat D). Data saat ini tidak
mendukung mengobati hipertrigliseridemia sebagai strategi untuk mengurangi risiko
kardiovaskular (derajat A).

Pemantauan efek samping obat

Pemantauan serial kreatinin kinase dan alanin aminotransferase tidak diperlukan untuk
pasien asimtomatik dengan gagal ginjal kronik (stadium manapun) yang mengonsumsi
dosis statin rendah sampai sedang (≤ 20mg/ hari simvastatin atau atorvastatin, atau dosis
setara statin lainnya) (derajat A).

Kreatinin kinase serial dan alanin aminotransferase seharusnya diukur setiap 3 bulan
untuk pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 4 yang mengonsumsi dosis statin sedang
sampai tinggi (≥40mg/ hari simvastatin atau atorvastatin, atau dosis setara statin lainnya)

(derajat D).

1
3

Universitas Sumatera
Utar
Statin dan fibrat seharusnya tidak diberikan bersamaan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik stadium 4 karena risiko rabdomiolisis (derajat D).

Gemfibrozil aman untuk digunakan pada pasien dengan gagal ginjal kronik . Preparat
fibrat lain (misalnya, fenofibrat) seharusnya dicegah atau dosis secara signifikan
dikurangi untuk pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 2-4 karena meningkatnya

risiko toksisitas (derajat D).

Catatan: ACE= angiotensin- converting enzyme, HDL= high density lipoprotein, LDL= low
density lipoprotein.

Pedoman gaya hidup


Bagian pedoman ini menekankan pentingnya pengobatan gaya hidup dalam mengobati pasien
dengan terganggunya fungsi renal. Karena gagal ginjal kronik memiliki faktor risiko umum yang
sama dengan penyakit kardiovaskular dan diabetes, modifikasi gaya hidup yang diarahkan pada
merokok, obesitas, konsumsi alkohol, olahraga dan diet penting dilakukan. Asupan protein diet
telah menjadi fokus beberapa penelitian. Meskipun begitu, kurang bukti yang menyakinkan
bahwa restriksi asupan protein jangka panjang (<0.70 g/kg/ hari) memperlambat perkembangan
gagal ginjal kronik . Karena itu, diet dengan protein terkontrol (0.8 -1 g/kg/hari) direkomendasi.

Tidak terdapat penelitian mengenai restriksi garam dan perkembangan atau progresi
gagal ginjal kronik. Meskipun begitu, tersedia manfaat mengurangi garam karena mereka
berhubungan dengan perkembangan dan kontrol hipertensi dan dimasukkan dalam pedoman.31,32

Tabel 8. Pedoman untuk gaya hidup pasien dengan gagal ginjal


kronik Berhenti merokok

Seharusnya didukung berhenti merokok untuk mengurangi risiko terjadinya gagal ginjal
kronik dan stadium akhir penyakit ginjal, dan untuk mengurangi risiko penyakit
kardiovaskular (derajat D).

Mengurangi berat badan

Orang obesitas (IMT >30kg/m2) dan berat badan berlebihan (IMT 25.0- 29.9 kg/m2)

1
4

Universitas Sumatera
Utara
seharusnya didukung untuk mengurangi IMT mereka untuk mengurangi risiko terjadinya
gagal ginjal kronik dan stadium akhir penyakit ginjal (derajat D).

Mempertahankan berat badan sehat (IMT 18.5- 24.9 kg/m2, lingkar pinggang <102cm untuk
laki-laki, <88 untuk wanita) direkomendasi untuk mencegah hipertensi (derajat C) atau untuk
mengurangi tekanan darah pada yang dengan hipertensi (derajat B). Semua orang yang
berlebih berat badan dengan hipertensi seharusnya disarankan utnuk mengurangi berat badan
(derajat B).

Kontrol protein diet

Diet terkontrol protein (0.8- 1.0 g/kg/ hari) direkomendasi untuk orang dewasa dengan
gagal ginjal kronik (derajat D).

Restriksi protein diet <0.7g/kg/hari seharusnya termasuk pemantauan penanda klinis dan
biokimia dari defisiensi nutrisi (derajat D).

Asupan alkohol

Untuk mengurangi tekanan darah, konsumsi alkohol pada orang normotensi dan
hipertensi seharusnya sejalan dengan pedoman Canadian untuk risiko rendah. Orang
dewasa sehat seharusnya membatasi konsumsi alkohol untuk 2 minimuan atau kurang per
hari, dan konsumsi seharusnya tidak melebihi 14 minuman standar per minggu untuk
laki-laki dan 9 minuman standar per minggu untuk wanita (derajat B).

Olahraga

Orang tanpa hipertensi (untuk mengurangi kesempatan menjadi hipertensi) atau tanpa
dengan hipertensi (untuk menurunkan tekanan darah mereka) seharusnya didukung untuk
mengakumulasi 30-60 menit olahraga dinamik intensitas sedang (berjalan, berlari,
bersepeda, atau berenang) 4-7 hari per minggu (derajat D). Intensitas olahraga lebih
tinggi tidak lebih efektif.

Asupan garam

Untuk mencegah hipertensi, asupan sodium <100mmol/hari direkomendasi, selain diet


yang seimbang (derajat B).

Pasien dengan hipertensi seharusnya membatasi asupan sodium mereka sampai 65-
100mmol/hari (derajat B).

1
5

Universitas Sumatera
Utara
Proteinuria

Proteinuria dimasukkan dalam pedoman karena ini merupakan penanda kerusakan ginjal
dan merupakan faktor risiko penting untuk perkembangan gagal ginjal kronik serta morbiditas
dan mortalitas kardiovaskular.33,34 Adanya proteinuria pada 2 dari 3 sampel urin berturut-turut
diperlukan untuk menentukan proteinuria persisten pada kecepatan filtrasi glomerulus manapun.
Metode skrining yang dipilih untuk proteinuria merupakan pengukuran acak tunggal dari rasio
protein urin dengan kreatinin atau albumin dengan kreatinin.35,36 Saat ini, skrining berbasis
populasi untuk proteinuria tidak direkomendasi. ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker
efektif dalam mengurangi ekskresi protein.37-42 Terapi nonfarmakologi kurang efektif.43-44
Tingkat proteinuria dimana ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker yang seharusnya
dimulai telah ditetapkan untuk pasien dengan hipertensi dan yang dengan diabetes. Bagi pasien
tanpa hipertensi atau diabetes, tidak terdapat cukup bukti untuk menentukan tingkat proteinuria
dimana untuk memulai terapi dengan ACE inhibitor atau angiotensin-receptor blocker.
Meskipun begitu, penelitian besar menunjukkan manfaat pengobatan ACE- inhibitor daripada
pengobatan antihipertensi konvensional di antara pasien dengan 1 atau lebih gram proteinuria per
hari (rasio protein dengan kreatinin sekitar 100mg/mmol).45,46

Tabel 9. Pedoman untuk pengukuran dan pengobatan proteinuria pada pasien dengan gagal ginjal
kronik

Pengukuran proteinuria

Skrining untuk proteinuria seharusnya dilakukan untuk semua pasien yang berisiklo
tinggi terjadinya penyakit ginjal (pasien dengan diabetes, hipertensi, penyakit vaskular,

penyakit autoimun, diperkirakan kecepatan filtrasi glomerulus <60ml/menit/ 1.73 m2 atau


edema (derajat D).

Skrining seharusnya dilakukan dengan sampel urin acak untuk mengukur rasio protein
dengan kreatinin atau albumin dengan kreatinin. Untuk pasien dengan diabetes,
pemeriksaan rasio albumin dengan kreatinin seharusnya dilakukan untuk mengskrining
penyakit ginjal (derajat B).

Rasio protein dengan kreatinin >100mg/mmol atau rasio albumin dengan


kreatinin>60mg/mmol seharusnya dianggap sebagai ambang untuk mengindikasikan

1
6

Universitas Sumatera
Utara
tingginya risiko perkembangan menjadi stadium akhir penyakit ginjal (derajat D).
Pengobatan

Orang dewasa dengan diabetes dan albuminuria persisten (rasio albumin dengan kreatinin
>2mg/mmol untuk laki-laki, >2.8 mg/mmol untuk wanita) seharusnya menerima ACE
inhibitor atau angiotensin receptor blocker untuk memperlambat perkembangan gagal
ginjal kronik (derajat A).

ACE inhibitor dan angiotensin receptor blocker merupakan obat pilihan untuk
mengurangi proteinuria (derajat A).

Pada pasien yang dipilih dengan hati-hati, antagonis reseptor aldosteron mungkin
mengurangi proteinuria (derajat D)

Diet terkontrol protein, serta berkurangnya berat badan (untuk pasien yang meningkat
indeks massa tubuh), mungkin memberikan sebagian manfaat dalam mengurangi
proteinuria (derajat D).

Catatan ACE: angiotensin- converting enzyme

Anemia

Anemia lazim pada pasien dengan kecepatan filtrasi glomerulus yang diperkirakan
kurang dari 60mL/menit/ 1.73 m2.47 Anemia terkait dengan hal yang merugikan pada pasien
dengan gagal ginjal kronik, termasuk masuknya ke rumah sakit, penyakit kardiovaskular dan
mortalitas.48,49 Meskipun defisiensi eritropoetin merupaakn penyebab anemia yang dikenal baik
pada populasi ini, pedoman merekomendasi bahwa penyebab anemia potensial lainnya
seharusnya dicari (misalnya defisiensi besi) dan diobati. Hingga saat ini, terapi untuk
menormalkan kadar hemoglobin pada pasien ini tidak menunjukkan adanya manfaat dalam
kesehatan manapun. Terapi ini telah terkait dengan meningkatnya insidensi kematian atau
perlunya untuk dialysis.50,51,52 Berdasarkan bukti ini, target kadar hemoglobin 110 g/L
direkomendasi untuk pasien dengan gagal ginjal kronik (kisaran yang dapat diterima 100-
120g/L). Menggunakan agen yang menstimulasi eritropoesis untuk pengobatan anemia pada
pasien dengan gagal ginjal kronik terkait dengan hasil yang potensial yang merugikan, termasuk
meningatknya tekanan darah dan komplikasi trombosis. Mereka seharusnya dirawat oleh
spesialis yang berpengalaman meresepkan agen ini. Terapi besi merupakan komponen penting

1
7

Universitas Sumatera
Utara
53-
dalam mengobati anemia. 54 Kami merekomendasi bahwa bentuk besi oral dipertimbangkan

teristimewa daripada bentuk intravena.

Tabel 10.

Pedoman untuk pengobatan anemia pada pasien dengan gagal ginjal kronik stadium 3-5

Penilaian

Anemia didefinisikan sebagai kadar hemoglobin <135g/L untuk laki-laki dewasa dan
<120g/L utnuk dewasa wanita (derajat D).

Evaluasi awal

Mempertimbangkan memeriksa pasien dengan kadar hemoglobin <120g/L untuk berikut


(derajat D< opini): kadar hemoglobin, jumlah leukosit dan, jumlah platelet, indeks
eritrosit, jumlah retikulosit absolute, serum feritin dan saturasi transferin.

Penggunaan agen yang menstimulasi eritropoiesis

Untuk pasien dengan anemia dan cadangan besi yang adekuat, agen yang menstimulasi
eritropoiesis seharusnya dimulai jika kadar hemoglobin berkurang di bawah 100g/L
(derajat D).

Untuk pasien yang mendapat agen yang menstimulasi eritropoesis, target kadar
hemoglobin seharusnya 110g/L (derajat A). Kisaran hemoglobin yang dapat diterima
adalah 100-120g/L

Agen yang menstimulasi eritropoiesis seharusnya diresepkan bersama-sama dengan


spesialis yang berpengalaman dalam meresepkan agen ini (derajat D).

Menggunakan terapi besi

Untuk pasien yang tidak menerima agen yang menstimulasi eritropoiesis dan yang kadar
hemoglobin <119g/L, besi seharusnya diberikan untuk mempertahankan kadar feritin
>100ng/mL dan saturasi transferin>20% (derajat D).

Untuk pasien yang mendapat agen yang stimulasi eritropoiesis, besi seharusnya diberikan
untuk mempertahankan kadar feritin>100ng/mL dan saturasi transferin >20% (derajat D).

Bentuk besi oral merupaakn terapi lini pertama yang dipilih untuk pasien dnegan gagal
ginjal kronik derajat D)

1
8
Universitas Sumatera
Utara
Pasien yang tidak mencapai target serum feritin atau saturasi transferin atau keduanya
ketika mengonsumsi bentuk besi oral atau yang tidak menolerir bentuk oral seharuanya
menerima bentuk besi intravena (derajat D).

Metabolisme mineral

Fungsi ekskretorik renal berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan kalsium


dan fosfat. Karena gagal ginjal kronik progresif menyebabkan perkembangan hiperfosfatemia
dan hipokalsemia, bagian pedoman ini fokus pada penilaian dan pengobatan abnormalitas
mineral. Perubahan metabolic ini mungkin berperan dalam patofisiologi kalsifikasi vaskular serat
penyakit tulang. Potensial untuk penyakit tulang mungkin ditingkatkan dengan adanya asidosis,
yang mungkin diobati dengan menggunakan bikarbonat oral. Ginjal juga merupakan lokasi 1α-
hidroksilasi dari 25- hidroksivitamin D menjadi bentuk aktif ini, 1,25- dihidroksivitamin D
(kalsitriol). Seiring dengan berkurangnya fungsi renal dalam gagal ginjal kronik , defisiensi
kalsitriol mendukung hyperplasia kelenjar paratiroid dan meningkatnya sintesis hormon
paratiroid, akhirnya menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder.

Saat ini, terdapat bukti yang terbatas mengenai dampak abnormalitas metabolisme
mineral atau pengobatannya pada pasien dengan gagal ginjal kronik yang tidak menerima
dialisis. Rekomendasi kami terutama dihitung dari data yang diperoleh dari pasien yang
menerima dialisis. Karena itu, pernyataan terbatas dalam lingkup karena perlunya evidence base.
Penelitian observasional pada populasi umum dan gagal ginjal kronik dan dialisis memberi kesan
adanya hubungan antara abnormalitas metabolic tersebut pada gagal ginjal kronik dan risiko
mortalitas.55,56,57 Meskipun begitu, hingga saat ini, tidak terdapat penelitian acak yang
menunjukkan bahwa meningkatnya kontrol metabolik mempengaruhi kelangsungan hidup.
Dengan tidak adanya data yang mendukung fraktur atau berkurangnya mortalitas dengan hasil
kontrol metabolik, kelompok kerja mempertimbangkan praktek terbaik adalah mempertahankan
kadar kalsium dan fosfat normal dan suplementasi dengan vitamin D aktif jika kadar hormone
paratiroid meningkat. Tidak terdapat bukti yang cukup yang menyarankan pengukuran rutin 25-
hidroksivitamin D. Modifikasi diet awalnya direkomendasi, yang diikuti dengan terapi pengikat
fosfat yang mengandung kalsium (kalsium glukonat atau kalsium asetat)58. Dengan tidak adanya
data pengurangan morbiditas dan mortalitas yang mendukung pengikat fosfat yang tidak

1
9

Universitas Sumatera
Utara
mengandung kalsium (sevelamer dan lanthanum), agen ini tidak dapat direkomendasi. Pada
kenyataannya, dampak ekonomi potensial di Kanada mungkin menjadi penghalang.59

Tabel 11. Pedoman untuk penilaian dan pengobatan abnormalitas metabolisme mineral
pada pasien dengan gagal ginjal kronik

Penilaian dan target terapeutik

Kadar serum kalsium, fosfat, dan hormone paratiroid seharusnya diukur pada orang
dewasa dengan gagal ginjal kronik stadium 4 dan 5, dan untuk orang dewasa dengan
gagal ginjal kronik stadium 3 dan berkurangnya fungsi renal secara progresif (derajat D,
opini).

Kadar serum fosfat seharusnya dipertahankan dalam kisaran normal (derajat C).

Kadar kalsium serum seharusnya dipertahankan dalam kisaran normal (derajat D).

Kadar hormon paratiroid utuh mungkin meningkat di atas nilai normal; kadar target
hormone serum paratiroid utuh tidak diketahui (derajat D).

Pilihan pengobatan

Restrisi fosfat seharusnya digunakan terus menerus untuk mengobati hiperfosfatemia


(derajat D).

Terapi dengan pengikat fosfat yang mengandung kalsium (kalsium karbonat atau kalsium
asetat) seharusnya dimulai jika restriksi makanan gagal untuk mengontrol
hiperfosfatemia dan jika tidak ditemukan hiperkalsemia (derajat D).

Jika terbentuk hiperkalsemia, dosis pengikat fosfat yang mengandung kalsium atau
analog vitamin D seharusnya dikurangi (derajat D).

Hipokalsemia seharusnya dikoreksi jika pasien memiliki gejala klinis atau jika terkait
dengan meningkatnya kadar hormone paratiroid (derajat D).

Mempertimbangkan untuk meresepkan analog vitamin D jika kadar serum hormone


paratiroid utauh >53pmol/L. Terapi seharusnya dihentikan jika hiperkalsemia atau
hiperfosfatemia terbentuk atau jika kadar hormon paratiroid <10.6pmol/L. Analog
vitamin D seharusnya digunakan setara dengan spesialis yang berpengalaman dalam
meresepkan agen ini (derajat D).

2
0

Universitas Sumatera
Utara
Tidak ada bukti yang cukup untuk merekomendasi penggunaan pengikat fosfat yang
tidak mengandung kalsium, analog vitamin D baru atau kalsimimetik (derajat D).

Terapi Pengganti Ginjal

Meskipun secara keseluruhan tujuan pedoman dan rekomendasi adalah untuk


memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik dan komplikasinya, proporsi pasien akan
memerlukan terapi pengganti ginjal (baik dialisis atau transplantasi) untuk memperlama
kehidupannya. Tujuan bagian pedoman ini adalah untuk menggambarkan aspek edukasi,
perawatan dan proses yang perlu untuk mengoptimalisasi persiapan pasien ini untuk terapi
pengganti ginjal.Dokter dan pemberi perawatan kesehatan harus waspada dengan perlunya
persiapan dan diperlukan waktu untuk melaksanakan rencana perawatan ini.

Transplantasi ginjal dari donor hidup seharusnya didukung sebagai pilihan pertama bagi
pasien yang memenuhi syarat yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Hasil dengan donor
ginjal yang meninggal dunia juga secara signifikan lebih baik daripada dengan dialisis.60,61,62
Bagi pasien dengan gagal ginjal kronik progresif dengan rencana untuk hemodialisis, yang
membuat rencana untuk akses vaskular merupakan komponen penting perawatan mereka dalam
mempersiapkan untuk stadium akhir penyakit ginjal. Rencana perawatan mungkin termasuk
penilaian terperinci (termasuk venous mapping ) dan mencegah vena pungsi atau pengukuran
tekanan darah pada lengan tidak dominan untuk melindunginya untuk pembuatan akses63. Pada
titik ini, perawatan seharusnya dikoordinasi oleh spesialis nefrologi. Diskusi menyeluruh
mengenai pemantauan akses vaskular, pencegahan infeksi dan pengobatan komplikasi termasuk
dalam pedoman praktek klinis hemodialisis oleh Canadian Society of Nephrology.64 Dialisis
yang lebih sering atau terus menerus, seperti hemodialisis nokturnal atau dialisis peritoneum,
merupakan alternatif dari hemodialisis konvensional yang menerima 3 kali per minggu dan
seharusnya dianjurkan untuk pasien yang sesuai berdasarkan keperluan dan ketersediaan.65

2
1

Universitas Sumatera
Utara
Tabel 12. Pedoman untuk persiapan memulai terapi pengganti ginjal untuk pasien dengan gagal
ginjal kronik

Komponen perawatan sebelum dimulai

Jika layak, pasien dengan GFR kira-kira <30mL/ menit/m2 seharusnya menerima
perawatan dalam kondisi multidisiplin yang termasuk dokter, perawat, ahli nutrisi dan
pekerja social (derajat C).

Program edukasi predialisis seharusnya termasuk modifikasi gaya hidup, pengobatan,


pemilihan modalitas dan akses vaskular serta pilihan untuk transplantasi ginjal (derajat D,
opini).

Waktu mulai

TIdak ada bukti saat ini ada mengenai rekomendasi GFR dimana terapi pengganti ginjal
seharusnya dimulai tanpa adanya komplikasi gagal ginjal kronik (derajat D, opini).

Pasien dengan kira-kira GFR <20ml/menit/m2 mungkin memerlukan awal terapi

pengganti ginjal jika yang berikut ini ditemukan: gejala klinis uremia (setelah
menyingkirkan penyebab lain), komplikasi metabolic refrakter (hiperkalemia, asidosis),
berlebihnya volume (dikeluhkan sebagai edema resisten atau hipertensi) atau
berkurangnya status nutrisi (seperti yang diukur oleh serum albumin, lean body mass
yang refrakter terhadap intervensi diet (derajat D, opini)
Transplantasi ginjal donor hidup tidak seharusnya dilakukan smapai GFR kira-kira

<20ml/menit/m2 dan terdapat bukti kerusakan renal progresif dan ireversibel melebihi 6-
12 bulan sebelumnya (derajat D, opini)

Catatan GFR= glomerular filtration rate

Pengobatan konservatif menyeluruh

Perawatan pasien dengan gagal ginjal kronik semestinya termasuk pengobatan proaktif
menyeluruh untuk yang memilih tidak menerima terapi pengganti ginjal dan untuk yang tidak
ingin mengakhiri hidup mereka setelah periode waktu terapi. Kami menggambarkan komponen
dan perlunya untuk pengobatan konservatif menyeluruh dan perawatan akhir hidup untuk pasien
dengan gagal ginjal kronik. Kami mengakui bahwa tidak semua pasien akan dirujuk ke tim

2
2

Universitas Sumatera
Utara
spesialis nefrologi saat mereka menolak terapi pengganti ginjal , karena itu, kami mencoba untuk
menjelaskan dalam rekomendasi berikut ini.

Tabel 13. Pedoman untuk pengobatan konservatif menyeluruh untuk pasien dengan gagal ginjal
kronik

Struktur dan proses

Program renal dan pemberi pelayanan untuk pasien dengan gagal ginjal kronik progresif
yang memilih untuk tidak mengikuti terapi pengganti ginjal seharusnya menjamin pasien
memiliki akses terhadap tim interdisiplin untuk memberikan pengobatan konservatif
menyeluruh, (derajat D).

Rencana perawatan lanjut

Semua program penyakit ginjal kronik dan pemberi pelayanan seharusnya memiliki
mekanisme yang membentuk dokumen dan proses untuk perencanaan perawatan lanjut
(derajat D)

Komponen pengobatan konservatif komprehensif

Protokol pengobatan konservatif komprehensif seharusnya termasuk penanganan gejala


klinis, perawatan psikologi dan perawatan spiritual (derajat D)

Perawatan pasien yang dalam waktu dekat meninggal

Perawatan akhir hidup yang terkoordinasi seharusnya tersedia untuk pasien dan keluarga
(derajat D).

Pengobatan konservatif menyeluruh memerlukan keterlibatan tim interdisipin, termasuk


spesialis nefrologi, perawat, ahli nutrisi, pekerja social, psikolog, pekerja spiritual, dokter dan
perawat perawatan paliatif, dan sukarela yang terlatih dan disupervisi.66 Dokter perawatan primer
pasien merupakan bagian integral tim ini. Setara dengan pasien dan keluarga, tim interdisipliner
seharusnya membentuk rencana pengobatan yang menyatakan kebutuhan fisik, psikologi dan
spiritual pasien dan keluarganya dan pengasuh. Pembuatan keputusan merupakan komponen
integral proses ini, dan revisi pada rencana pengobatan seharusnya berdasarkan pada berubahnya
kebutuhan dan pilihan pasien dan keluarga.67,68,69

Anda mungkin juga menyukai