Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Syok merupakan suatu keadaan tidak normalnya sistem sirkulasi yang mengakibatkan
tidak adekuatnya perfusi organ dan oksigenisasi jaringan. Pada pasien yang mengalami
trauma, sebagian besar dapat menderita syok akibat hipovolemia, namun juga dapat
disebabkan akibat syok kardiogenik, neurogenik dan syok septik. Syok hipovolemik
adalah salah satu kedaruratan medis yang membutuhkan penanganan yang cepat dan
tepat karena kehilangan cairan yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya
kematian. Syok hipovolemik merupakan kondisi medis atau bedah dimana terjadi
kehilangan cairan dengan cepat yang berakhir pada kegagalan beberapa organ, akibat
volume sirkulasi yang tidak adekuat dan berakibat pada perfusi yang tidak adekuat
(Fildes, et al,. 2009).
Syok hipovolemik paling sering diakibatkan karena kehilangan darah yang cepat
(syok hemoragik) dan akibat kehilangan cairan, antara lain gastroenteritis refrakter dan
luka bakar yang luas (Sudoyo, et al., 2009). Selain itu, syok hipovolemik sering
dijumpai pada pasien-pasien yang memerlukan tindakan pembedahan. Dalam menangani
syok penting untuk mengenali kondisi awal adanya syok, kemungkinan penyebab
terjadinya syok dan penanganan selanjutnya harus dimulai bersamaan dengan
identifikasi mengenai penyebab terjadinya syok Mortalitas yang diakibatkan oleh syok
hipovolemik sangat bervariasi, tergantung penyebab dan lama mendapat penanganan
(Galeski, 2009).
Ketika Perang Dunia I, W.B.Cannon merekomendasikan untuk memperlambat
pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara
pembedahan. Pemberian kristaloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang
Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Hal itu
memperlihatkan bahwa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan
langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok
hemoragik. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini,
1

dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik
yang paling optimal (Krausz, 2006).
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis memberikan paparan terkait
dengan syok hipovolemik, dengan harapan meningkatnya pemahaman mengenai syok
hipovolemik.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan student project ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui definisi dan etiologi dari syok hipovolemik
b. Mengetahui patofisiologi dari syok hipovolemik
c. Mengetahui stadium dari syok hipovolemik
d. Mengetahui gejala klinis dari syok hipovolemik
e. Mengetahui diagnosis dari syok hipovolemik
f. Mengetahui penatalaksanaan dari syok hipovolemik
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan student project ini adalah sebagai
berikut :
a. Memberikan informasi pada mahasiswa kedokteran maupun tenaga kesehatan
tentang syok hipovolemik
b. Menambah pengetahuan penulis mengenai syok hipovolemik khususnya dalam
kaitannya dengan definisi, etiologi, patogenesis, stadium, gejala klinis, diagnosis,
dan penatalaksanaan.
c. Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau
hal lain yang ada kaitannya dengan penyakit ini.

BAB II
ISI

2.1 Definisi dan Etiologi


Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat dari pendarahan yang masif atau
kehilangan plasma darah (Sudoyo, et al., 2009). Selain itu, syok hipovolemik juga dapat
disebabkan oleh ekstravasasi ke ruangan tubuh non fungsional (Hadisman, 2013). Syok
hipovolemik juga disebut dengan syok hemoragik pada pasien dengan trauma (Kelley,
2005). Etiologi dari syok hipovolemik dibagi menjadi 3 kelompok yang dijelaskan pada
tabel 1.
Tabel 1. Penyebab Syok Hipovolemik (Sudoyo, et al., 2009)
Perdarahan
Hematom subskapular hati
Aneurisma aorta pecah
Perdarahan gastrointestinal
Perlukaan berganda
Kehilangan Plasma
Luka bakar luas
Pankreatitis
Deskuamasi kulit
Sindrom dumping
Kehilangan Cairan Ekstravaskuler
Vomitus
Dehidrasi
Diare
Terapi diuretik yang sangat agresif
Insufisiensi adrenal
2.2 Patofisiologi
3

Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume sirkulasi tersebut


maka secara klinis tahap syok hipovolemik dapat dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu
tahapan kompensasi, tahapan dekompensasi dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan
kompensasi, mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi
sirkulasi dengan meningkatkan respon simpatis (Hardisman, 2013). Vasokonstriksi
merupakan respon kompensasi awal yang terjadi. Penurunan tekanan darah merangsang
baroreseptor yang ada di aortic arch dan sinus carotid yang akhirnya akan menstimulasi
saraf simpatis. Peningkatan stimulasi saraf simpatis menyebabkan peningkatan denyut
nadi, peningkatan kontraksi otot jantung, dan memperkecil diameter pembuluh arteri
(Kelley, 2005).
Pada tahapan dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya
dengan baik untuk seluruh organ dan sistim organ. Pada tahapan ini melalui mekanisme
autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke jaringan organ-organ vital terutama
otak dan terjadi penurunan aliran darah ke ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari
lengan dan tungkai mulai pucat dan terasa dingin (Hardisman, 2013).
Selanjutnya pada tahapan ireversibel terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut
sehingga menyebabkan kerusakan organ yang menetap dan tidak dapat diperbaiki
(Hardisman, 2013). Jaringan akan mengalami hipoperfusi sehingga metabolisme sel
menjadi anaerob dan asidosis. Hipoksia jaringan, asidosis, dan pengeluaran mediator
yang banyak menyebabkan reaksi inflamasi sehingga terjadi kerusakan pada sel (Martel,
2002). Kedaan klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistim filtrasi ginjal
yang disebut sebagai gagal ginjal akut (Hardisman, 2013).
2.3 Stadium Syok Hipovolemik
Berdasarkan persentase volume kehilangan darah, syok hipovolemik dapat dibedakan
menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium syok dibagi berdasarkan persentase
kehilangan darah, antara lain : (Hardisman, 2013)
1. Stadium-I (kehilangan 15% volume darah)
Pada stadium ini tubuh mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer
sehingga terjadi penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien juga menjadi sedkit

cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi
dan nafas masih dalam kedaan normal (Hardisman, 2013).
2. Stadium-II (kehilangan 15-30% volume darah)
Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik
dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan
pasien menjadi lebih cemas (Hardisman, 2013).
3. Stadium-III (kehilangan 30-40% volume darah)
Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi
nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas
hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat
menurun, refiling kapiler yang sangat lambat (Hardisman, 2013).
4. Stadium-IV (kehilangan > 40% volume darah)
Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah
sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk.
Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat,
tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik
(Hardisman, 2013)
2.4 Gejala Klinis
Gejala dan tanda pada syok hipovolemik yang disebabkan oleh perdarahan dan nonperdarahan adalah sama. Penurunan volume darah menyebabkan respon kompensasi
berupa peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh darah vena kolap,
pelepasan hormone stress, dan penurunan produksi urin. Kompensasi ini bertujuan untuk
mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung (Sudoyo, 2009). Secara umum syok
hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi),
pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung
ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat (Hardisman, 2013).
Pada hipovolemia ringan ( 20% volume darah) terlihat gejala seperti takikardi
ringan, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler meningkat, diaporesis, vena kolaps,
dan cemas. Pada hipovolemia sedang (20-40% volume darah), gejala yang muncul sama
5

dengan hipovolemia ringan dan ditambah takikardi, takipnea, oliguria, hipotensi


ortostatik. Pada hipovolemia berat (> 40% volume darah), gejala klasik syok akan
muncul (hipotensi, oligouria, kulit dingin, penurunan kesadaran, asidosis metabolik)
disertai takikardi (Sudoyo, 2009).
2.5 Diagnosis
Syok hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan ada ketidakstabilan hemodinamik dan
ditemukan adanya sumber perdarahan. Pemeriksaan Setelah terjadi perdarahan biasanya
hemoglobin dan hematokrit akan turun apabila sudah tidak bisa dikompensensasi
(Sudoyo, 2009).
Pemeriksaan laboratorium awal yang sebaiknya dilakukan antara lain: analisis
Complete Blood Count (CBC), kadar elektrolit (Na, K, Cl, HCO3, BUN, kreatinin, kadar
glukosa), Prothrombin Time, Activated Partial TT, AGD, urinalisis (pada pasien yang
mengalami trauma). Hasil pemeriksaan yang dapat mendukung diagnosis, diantaranya:
penurunan HCT, penurunan Hb, penurunan RBC dan jumlah platelet, peningkatan serum
potassium, sodium, lactate dehydrogenase, creatinin, dan BUN, peningkatan berat jenis
urin (> 1.020) dan osmolalitas urin; sodium urin < 50 mEq/L, penurunan kreatinin urin,
penurunan pH, peningkatan PaCO2 (Dewi, et al,. 2010).
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi mengembalikan tanda-tanda vital dan
hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal. Selanjutnya kondisi tersebut
dipertahankan dan dijaga agar tetap pada kondisi satabil. Penatalaksanaan syok
hipovolemik tersebut yang utama terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh atau darah
yang hilang. Penatalaksanaan dibagi menjadi penatalaksanaan sebelum di tempat
pelayanan kesehatan dan di pelayanan kesehatan (Hardisman, 2013).
Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus memperhatikan
prinsip-prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung, jalan nafas dan
respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah menghentikan trauma
penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah perdarahan berlanjut. Menghentikan
perdarahan sumber perdarahan dan jika memungkinkan melakukan resusitasi cairan
6

secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu
diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan pemantauan selama perjalanan. Perlu juga
diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih
buruk, misalnya posisi pasien trauma agar tidak memperberat trauma dan perdarahan
yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kearah kiri agar kehamilannya tidak
menekan vena cava inferior yang dapat memperburuk fungsi sirkulasi. Sedangkan saat
ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi
ventilasi paru (Hardisman, 2013).
Penanganan syok hipovolemik di pusat kesehatan dimulai dengan menjaga jalur
pernafasan dan bila dibutuhkan dapat melakukan intubasi. Resusitasi cairan dengan
cepat melalui intravena, atau central venous pressure (CVP), atau intraarterial juga perlu
dilakukan (Sudoyo, 2009). Tujuan utama dari resusitasi adalah menghentikan sumber
perdarahan dan mengembalikan volume darah (Gutierrez , et al,. 2004). Cairan resusitasi
yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringers laktat. Pemberian awal
adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada
orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda
vital dan hemodinamiknya (Sudoyo, 2009; Hardisman, 2013).
Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus
dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang
hilang dalam waktu satu jam, karena distribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial (Hardisman, 2013). Setelah mencukupi volume darah,
pemberian inotropin dengan dopamin, vasopresin, atau dobutamin dapat diberikan untuk
memperkuat kontraksi ventrikel. Nalokson bolus juga dapat diberikan untuk
meningkatkan mean arterial pressure dengan dosis 30mcg/kg dalam 3-5 menit dan
dilanjutkan 60mcg/kg dalam 5% dekstros selama 1 jam (Sudoyo, 2009).
Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah dengan
pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera (Hardisman, 2013). Indikasi
untuk transfusi darah adalah hemoglobin turun hingga 10 g/dL (Sudoyo, 2009). Selain
itu indikasi untuk melakukan transfusi adalah kehilangan darah lebih dari 30% atau
dalam derajat III (Gutierrez , et al,. 2004). Jenis transfusi darah yang digunakan
disesuaikan dengan penyebab hipovolemik dan telah menjalani tes cross-match, bila
7

darurat maka dapat mempergunakan packed red cells dengan tipe darah yang
disesuaikan atau O negatif (Sudoyo, 2009).

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah berkurang. Penyebab dari syok hipovolemik dibagi menjadi 3 yaitu
perdarahan, kehilangan plasma darah, dan kehilangan cairan ekstravaskular. Tahapan
syok hipovolemik dimulai dari tahap kompensasi dimana terjadi penyempitan vaskular.
Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap dekompensasi dimana autoregulasi tubuh
mengutamakan perfusi pada organ vital. Tahap terakhir adalah tahap ireversibel di mana
sudah terjadi kerusakan pada organ lain. Berdasarkan persentase volume kehilangan
darah, syok hipovolemik dibedakan menjadi empat stadium yaitubStadium-I (kehilangan
15% volume darah), Stadium-II (kehilangan 15-30% volume darah), Stadium-III
(kehilangan 30-40% volume darah), Stadium-IV (kehilangan > 40% volume darah).
Secara umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat. Syok
hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan ada ketidakstabilan hemodinamik dan
ditemukan adanya sumber perdarahan. Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi
mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal.
3.2 Saran
Syok hipovolemik merupakan kegawatdaruratan yang perlu ditangani dengan cepat.
Penatalaksanaan secara umum dari syok hipovolemik adalah pemberian cairan. Namun
penanganan syok hipovolemik masih belum pasti tertama di Indonesia. Perlu dialakukan
penelitan baru dan guideline untuk penanganan syok hipovolemik di Indonesia.
Sedikitnya penelitian mengenai prevalensi dari syok hipovolemik menyebabkan
kesulitan dalam mengetahui berapa jumlah mortalitas dan morbiditas dari syok
hipovolemik ini. Diharapkan lebih banyak penelitian mengenai syok hipovolemik
khususnya epidemiologi.
9

Anda mungkin juga menyukai