PENDAHULUAN
dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik
yang paling optimal (Krausz, 2006).
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis memberikan paparan terkait
dengan syok hipovolemik, dengan harapan meningkatnya pemahaman mengenai syok
hipovolemik.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan student project ini adalah sebagai berikut :
a. Mengetahui definisi dan etiologi dari syok hipovolemik
b. Mengetahui patofisiologi dari syok hipovolemik
c. Mengetahui stadium dari syok hipovolemik
d. Mengetahui gejala klinis dari syok hipovolemik
e. Mengetahui diagnosis dari syok hipovolemik
f. Mengetahui penatalaksanaan dari syok hipovolemik
1.3 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penulisan student project ini adalah sebagai
berikut :
a. Memberikan informasi pada mahasiswa kedokteran maupun tenaga kesehatan
tentang syok hipovolemik
b. Menambah pengetahuan penulis mengenai syok hipovolemik khususnya dalam
kaitannya dengan definisi, etiologi, patogenesis, stadium, gejala klinis, diagnosis,
dan penatalaksanaan.
c. Sebagai sumber informasi bagi pihak lain yang ingin melakukan penelitian atau
hal lain yang ada kaitannya dengan penyakit ini.
BAB II
ISI
cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi
dan nafas masih dalam kedaan normal (Hardisman, 2013).
2. Stadium-II (kehilangan 15-30% volume darah)
Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu menkompensasi fungsi
kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi, penurunan tekanan darah terutama sistolik
dan tekanan nadi, refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan
pasien menjadi lebih cemas (Hardisman, 2013).
3. Stadium-III (kehilangan 30-40% volume darah)
Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin berat. Frekuensi
nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali permenit, peningkatan frekuensi nafas
hingga diatas 30 kali permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat
menurun, refiling kapiler yang sangat lambat (Hardisman, 2013).
4. Stadium-IV (kehilangan > 40% volume darah)
Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit dengan pengisian lemah
sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala klinis pada stadium-III terus memburuk.
Kehilangan volume sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat,
tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan kesadaran atau letargik
(Hardisman, 2013)
2.4 Gejala Klinis
Gejala dan tanda pada syok hipovolemik yang disebabkan oleh perdarahan dan nonperdarahan adalah sama. Penurunan volume darah menyebabkan respon kompensasi
berupa peningkatan kerja simpatis, hiperventilasi, pembuluh darah vena kolap,
pelepasan hormone stress, dan penurunan produksi urin. Kompensasi ini bertujuan untuk
mempertahankan perfusi terhadap otak dan jantung (Sudoyo, 2009). Secara umum syok
hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi),
pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung
ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat (Hardisman, 2013).
Pada hipovolemia ringan ( 20% volume darah) terlihat gejala seperti takikardi
ringan, ekstremitas dingin, waktu pengisian kapiler meningkat, diaporesis, vena kolaps,
dan cemas. Pada hipovolemia sedang (20-40% volume darah), gejala yang muncul sama
5
secepat mungkin. Selanjutnya dibawa ke tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu
diperhatikan juga adalah teknik mobilisai dan pemantauan selama perjalanan. Perlu juga
diperhatikan posisi pasien yang dapat membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih
buruk, misalnya posisi pasien trauma agar tidak memperberat trauma dan perdarahan
yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kearah kiri agar kehamilannya tidak
menekan vena cava inferior yang dapat memperburuk fungsi sirkulasi. Sedangkan saat
ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan lagi karena justru dapat memperburuk fungsi
ventilasi paru (Hardisman, 2013).
Penanganan syok hipovolemik di pusat kesehatan dimulai dengan menjaga jalur
pernafasan dan bila dibutuhkan dapat melakukan intubasi. Resusitasi cairan dengan
cepat melalui intravena, atau central venous pressure (CVP), atau intraarterial juga perlu
dilakukan (Sudoyo, 2009). Tujuan utama dari resusitasi adalah menghentikan sumber
perdarahan dan mengembalikan volume darah (Gutierrez , et al,. 2004). Cairan resusitasi
yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau Ringers laktat. Pemberian awal
adalah dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada
orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan tanda
vital dan hemodinamiknya (Sudoyo, 2009; Hardisman, 2013).
Jika terdapat perbaikan hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus
dilanjutnya. Pemberian cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang
hilang dalam waktu satu jam, karena distribusi cairan koloid lebih cepat berpindah dari
intravaskuler ke ruang intersisial (Hardisman, 2013). Setelah mencukupi volume darah,
pemberian inotropin dengan dopamin, vasopresin, atau dobutamin dapat diberikan untuk
memperkuat kontraksi ventrikel. Nalokson bolus juga dapat diberikan untuk
meningkatkan mean arterial pressure dengan dosis 30mcg/kg dalam 3-5 menit dan
dilanjutkan 60mcg/kg dalam 5% dekstros selama 1 jam (Sudoyo, 2009).
Jika tidak terjadi perbaikan hemodinamik maka pilihannya adalah dengan
pemberian koloid, dan dipersiapkan pemberian darah segera (Hardisman, 2013). Indikasi
untuk transfusi darah adalah hemoglobin turun hingga 10 g/dL (Sudoyo, 2009). Selain
itu indikasi untuk melakukan transfusi adalah kehilangan darah lebih dari 30% atau
dalam derajat III (Gutierrez , et al,. 2004). Jenis transfusi darah yang digunakan
disesuaikan dengan penyebab hipovolemik dan telah menjalani tes cross-match, bila
7
darurat maka dapat mempergunakan packed red cells dengan tipe darah yang
disesuaikan atau O negatif (Sudoyo, 2009).
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Syok hipovolemik adalah terganggunya system sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah berkurang. Penyebab dari syok hipovolemik dibagi menjadi 3 yaitu
perdarahan, kehilangan plasma darah, dan kehilangan cairan ekstravaskular. Tahapan
syok hipovolemik dimulai dari tahap kompensasi dimana terjadi penyempitan vaskular.
Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap dekompensasi dimana autoregulasi tubuh
mengutamakan perfusi pada organ vital. Tahap terakhir adalah tahap ireversibel di mana
sudah terjadi kerusakan pada organ lain. Berdasarkan persentase volume kehilangan
darah, syok hipovolemik dibedakan menjadi empat stadium yaitubStadium-I (kehilangan
15% volume darah), Stadium-II (kehilangan 15-30% volume darah), Stadium-III
(kehilangan 30-40% volume darah), Stadium-IV (kehilangan > 40% volume darah).
Secara umum syok hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan
nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek,
ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian kapiler yang lambat. Syok
hipovolemik didiagnosis ketika ditemukan ada ketidakstabilan hemodinamik dan
ditemukan adanya sumber perdarahan. Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi
mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam batas normal.
3.2 Saran
Syok hipovolemik merupakan kegawatdaruratan yang perlu ditangani dengan cepat.
Penatalaksanaan secara umum dari syok hipovolemik adalah pemberian cairan. Namun
penanganan syok hipovolemik masih belum pasti tertama di Indonesia. Perlu dialakukan
penelitan baru dan guideline untuk penanganan syok hipovolemik di Indonesia.
Sedikitnya penelitian mengenai prevalensi dari syok hipovolemik menyebabkan
kesulitan dalam mengetahui berapa jumlah mortalitas dan morbiditas dari syok
hipovolemik ini. Diharapkan lebih banyak penelitian mengenai syok hipovolemik
khususnya epidemiologi.
9