Anda di halaman 1dari 25

BAB 1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan utama di dunia karena menjadi
penyebab kematian ketiga di dunia dan menjadi penyebab pertama kecacatan.
Kemajuan teknologi kedokteran telah berhasil menurunkan angka kematian
akibat stroke, namun angka kecacatan akibat stroke tetap bahkan cenderung
meningkat. Kecacatan pasca stroke dapat berupa gangguan motorik,
sensorik,

otonom, maupun kognitif. Gangguan kognitif pasca stroke

seringkali kurang diperhatikan pasien, keluarga, maupun tenaga kesehatan


yang merawat, karena tidak menonjol atau kurang bisa dikenali dibandingkan
dengan defisit neurologis lainnya, namun demikian
secara

signifikan

menurunkan

kualitas

gangguan

hidup penderita

kognitif
stroke.

Gangguan kognitif juga menyebabkan program rehabilitasi medis tidak


berjalan dengan baik dengan keluaran indeks aktivitas sehari-hari lebih
buruk. Frekuensi gangguan kognitif pasca stroke iskemik berkisar antara
20- 30%, dan makin meningkat risikonya, bahkan sampai 2 tahun pasca
stroke.
Kecenderungan pola penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf
pusat tampaknya mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan
pembuluh darah otak, akibat kecelakaan serta karena proses degenerative
system saraf tampaknya sedang merambah naik di Indonesia. Walaupun
belum didapat data secara konkrit mengenai hal ini namun dari pengalaman
terlihat sangat mencolok adanya perubahan ini. Kemungkinan yang menjadi
factor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan
ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama msayarakat perkotaan.
Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin
mudah sehingga meningkatkan hasratmereka untuk terus berjuang mencapai
tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, mereka
mendapatkan benturan-benturan fisik maupun psikologis akibatnya mereka
tidak lagi memikirkan efek bagi kesehatan jangka panjang. Usia harapan
hidup di Indonesia sekarang kian meningkat sehingga semakin banyak
i

terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan kesehatan


yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang sering dialami
oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan factor resiko yang paling penting
bagi semua jenis stroke. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan
bertambahnya usia dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1

Apa yang dimaksud pasca stroke ?;

1.2.2

Apa epidemiologi dari pasca stroke ?;

1.2.3

Apa etiologi dari pasca stroke ?;

1.2.4

Apa tanda dan gejala dari pasca stroke ?;

1.2.5

Bagaimana patofisiologi dari pasca stroke ?;

1.2.6

Apa komplikasi dan prognosis dari pasca stroke ?;

1.2.7

Bagaimana pengobatan dari pasca stroke ?;

1.2.8

Bagaimana pencegahan dari Ppasca stroke ?;

1.2.9

Bagaimana pathways dan asuhan keperawatan dari pasca stroke ?

1.3 Tujuan
Pembahasan tentang Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Pasca stroke,
memiliki tujuan antara lain:
1.3.1

Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari pasca stroke;

1.3.2

Mahasiswa mampu menjelaskan epidemiologi dari pasca stroke;

1.3.3

Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari pasca stroke;

1.3.4

Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala dari pasca stroke;

1.3.5
1.3.6
1.3.7
1.3.8
1.3.9

Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari pasca stroke;


Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi dan prognosis pasca stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan pengobatan pasca stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan dari pasca stroke;
Mahasiswa mampu menjelaskan pathways dan asuhan keperawatan pada
klien dengan pasca stroke.

1.4 Implikasi Keperawatan


Implikasi keperawatan pada makalah tentang Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Pasca stroke, yaitu:

ii

1.4.1

Membaca makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien


dengan Pasca stroke akan dapat menambah pengetahuan perawat

1.4.2

mengenai patologi pasca stroke;


Membaca makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Pasca stroke akan mampu mengambil segala segi positif dari
makalah

1.4.3

ini

dan

dapat

menerapkannya

dalam

kegiatan

asuhan

keperawatan;
Membaca makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Pasca stroke akan mendorong perawat untuk melakukan asuhan
keperawatan secara prefentif untuk mencegah terjadinya stroke.

BAB 2. TINJAUAN TEORI


2.1 Definisi

iii

Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai


serangan mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya
pembuluh darah otak (Hudak dan Gallo, 1997). Menurut WHO stroke adalah
adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2000).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau menimbulkan kematian dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari proses
patologis pada pembuluh darah serebral, misal: Trombosis, embolis, ruptura
dinding pembuluh atau penyakit vaskuler dasar (Prince, 1995 : 964).
2.2 Klasifikasi
Berdasarkan atas jenisnya, stroke dibagi menjadi :
1. Stroke Iskemik / Non Hemorogik
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
darah.
2. Stroke Hemorogik
Diakibatkan karena pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. ( Fatimah Detty N, 2009 )

2.3 Epidemiologi
Insiden stroke bervariasi di berbagai negara Eropa, diperkirakan terdapat 100200 kasus stroke baru per 100.000 penduduk per tahun (Hacke dkk, 2003). Di
Amerikadiperkirakan terdapat lebih dari 700.000 insiden stroke per tahun, dengan

iv

4,8 juta penderita yang bertahan hidup (Goldstein dkk, 2006). Di Amerika Selatan
rata-ratainsiden stroke pertahun 0, 35-1,83 per 1000 penduduk (Saposnik, 2003).
Di antara penduduk asli Amerika, Indian/ Alaska yang berumur diatas usia 18
tahun, 5,1%mengalami stroke. Diantara orang Amerika yang berkulit hitam atau
Afrika angkanya 3,2% pada mereka yang berkulit putih 2,5% dan pada orangorang Asia 2,4%. Prevalensi infark serebri diantara umur 55-64 tahun kira-kira
11%. Prevalensi ini meningkatmenjadi 22% diantara umur 65-69 tahun, 28%
diantara umur 70-74 tahun, 32% diantara umur 75-79 tahun, 40% diantara umur
80-85 tahun dan 43% pada umur diatas 85 tahun.Bila angka ini digunakan pada
tahun 1998 pada perkiraan populasi di Amerika makadiperkirakan 13 juta
penduduk mengalami stroke. (Rosamond dkk, 2007)
Penyakit serebrovaskuler (CVD) atau stroke yag menyerang kelompok usia
diatasusia 40 tahun adalah setiap kelainan otak akibat proses patologi pada sistem
pembuluhdarah otak. Proses ini dapat disebabkan penyumbatan lumen pembuluh
darah olehtrombosis dan emboli, pecahnya dinding pembuluh darah dan
perubahan viskositasmaupun kualitas darah sendiri. Perubahan dinding pembuluh
darah otak serta komponenlainnya dapat bersifat primer karena kelainan
kongenital maupun degeneratif atau akibat proses lain seperti peradangan,
atherosclerosis, hipertensi, dan diabetes mellitus(Misbach, 1999).
2.4 Etiologi
Banyak kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan stroke, tetapi pada awalnya
adalah dari pengerasan arteri atau yang disebut juga sebagai arteriosklerosis.
Karena arteriosklerosismerupakan gaya hidup modern yang penuh stress, pola
makan tinggi lemak, dan kurang berolahraga. Ketiganya sebenarnya tergolong
dalam faktor risiko yang dapatdikendalikan. Selain itu, ada pula faktor-faktor lain
yang tidak dapat dikendalikan, yaitu antara lain :
1. Faktor Risiko Tidak Terkendali
a. Usia
Semakin bertambah tua usia, semakin tinggi risikonya. Setelah berusia 55
tahun,risikonya berlipat ganda setiap kurun waktu sepuluh tahun. Dua pertiga

darisemua serangan stroke terjadi pada orang yang berusia di atas 65 tahun.
Tetapi,itu tidak berarti bahwa stroke hanya terjadi pada orang lanjut usia karena
strokedapat menyerang semua kelompok umur.
b. Jenis kelamin
Pria lebih berisiko terkena stroke daripada wanita, tetapi penelitian
menyimpulkan bahwa justru lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.
Risiko stroke pria 1,25 lebih tinggi daripada wanita, tetapi serangan stroke pada
pria terjadi diusia lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih
tinggi. Dengan perkataan lain, walau lebih jarang terkena stroke, pada umumnya
wanita terserang pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih
besar.
c. Keturunan-sejarah stroke dalam keluarga
Nampaknya, stroke terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang
sangat berperan antara lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes
dancacat pada bentuk pembuluh darah. Gaya hidup dan pola suatu keluarga
jugadapat mendukung risiko stroke. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil)
mungkin merupakan faktor genetik yang paling berpengaruh dibandingkan
faktor risiko stroke yang lain.
d. Ras dan etnik
2. Faktor Risiko Terkendali
a. Hipertensi
Hipertensi (tekanan darah tinggi) merupakan faktor risiko utama
yangmenyebabkan pengerasan dan penyumbatan arteri. Penderita hipertensi
memilikifaktor risiko stroke empat hingga enam kali lipat dibandingkan orang
yang tanpahipertensi dan sekitar 40 hingga 90 persen pasien stroke ternyata
menderitahipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah di atas
140 90tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi
padakeseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur, pada
oranglanjut usia, faktor-faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar
terhadaprisiko stroke. Pada orang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke

vi

meningkatterus hingga usia 90, menyamai risiko stroke pada orang yang
menderitahipertensi. Sejumlah penelitian menunjukkan obat-obatan anti hipertensi
dapatmengurangi risiko stroke sebesar 38 persen dan pengurangan angka
kematiankarena stroke sebesar 40 persen.
b. Penyakit Jantung
Setelah hipertensi, faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung,
terutama penyakit yang disebut atrial fibrilation, yakni penyakit jantung dengan
denyut jantung yang tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di atrium kiri
inimencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian lain jantung.
Inimenyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil
terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalangumpalan inilah yang kemudian
dapatmencapai otak dan menyebabkan stroke. Pada orang-orang berusia di atas
80tahun, atrial fibrilation merupakan penyebab utama kematian pada satu di
antaraempat kasus stroke. Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi
jantungyang berupaya memperbaiki cacat bentuk jantung atau penyakit jantung.
Tanpadiduga, plak dapat terlepas dari dinding aorta (batang nadi jantung), lalu
hanyutmengikuti aliran darah ke leher dan ke otak yang kemudian menyebabkan
stroke.
c. Diabetes Melitus
Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan
mencapaitingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan
menurun. Namun, ada factor penyebab lain yang dapat memperbesar risiko stroke
karenasekitar 40 persen penderita diabetes pada umumnya juga mengidap
hipertensi.

d. Kadar kolesterol darah


Penelitian menunjukkan bahwa makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol
sepertidaging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam
tubuhdan berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh.

vii

Kadar kolesterol di bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240
mg/dl sudah berbahaya dan menempatkan seseorang pada risiko terkena penyakit
jantung danstroke. Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan yang
sehat danolahraga yang teratur dapat menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke.
Dalamkasus tertentu, dokter dapat memberikan obat untuk menurunkan
kolesterol.
e. Merokok
Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah
diubah.Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok
ringan.Merokok hampir melipatgandakan risiko stroke iskemik, terlepas dari
faktor risiko yang lain, dan dapat juga meningkatkan risiko subaraknoid
hemoragik hingga 3,5 persen. Merokok adalah penyebab nyata kejadian stroke,
yang lebih banyak terjadi pada usia dewasa muda ketimbang usia tengah baya
atau lebih tua.Sesungguhnya, risiko stroke menurun dengan seketika setelah
berhenti merokok dan terlihat jelas dalam periode 2-4 tahun setelah berhenti
merokok.
f. Alkohol berlebih
Secara umum, peningkatan konsumsi alkohol meningkatkan tekanan
darahsehingga memperbesar risiko stroke, baik yang iskemik maupun
hemoragik.Tetapi, konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat mengurangi
daya penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya asnirin. Dengan
demikian,konsumsi alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh
dari bahaya stroke iskemik.
g. Obat-obatan terlarangPenggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan
senyawa olahannya dapatmenyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko
yang lain sepertihipertensi, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah.
Kokain jugameyebabkan gangguan denyut jantung (arrythmias) atau denyut
jantung jadi lebihcepat. Masing-masing menyebabkan pembentukan gumpalan
darah. Marijuanamengurangi tekanan darah dan bila berinteraksi dengan faktor
risiko lain, sepertihipertensi dan merokok, akan menyebabkan tekanan darah naik
turun dengancepat. Keadaan ini pun punya potensi merusak pembuluh darah.

viii

h. Cedera kepala dan leher


Cedera pada kepala atau cedera otak traumatik dapat menyebabkan
pendarahan didalam otak dan menyebabkan kerusakan yang sama seperti pada
strokehemoragik. Cedera pada leher, bila terkait dengan robeknya tulang
punggung atau pembuluh karotid akibat peregangan atau pemutaran leher secara
berlebihan atauadanya tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke yang
cukup berperan,terutama pada orang dewasa usia muda
i. Infeksi
Infeksi virus maupun bakteri dapat bergabung dengan factor risiko lain
danmembentuk risiko terjadinya stroke. Secara alami, sistem kekebalan
tubuh biasanya melakukan perlawananan terhadap infeksi dalam bentuk
meningkatkan

peradangan dan sifat penangkalan infeksi pada darah. Sayangnya,

reaksikekebalan ini juga meningkatkan faktor penggumpalan dalam darah yang


memicurisiko stroke embolik-iskemik ( Yuli Saraswati, 2008 ).
2.5 Patofisiologi
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak
terjadi karenakawasan perdarahan suatu arteri tidak/kurang mendapat jatah darah
lagi. Jatah darah tidak disampaikan ke daerah tersebut. Lesia yang terjadi
dinamakan infark iskemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik jika arteri
pecah. Maka dari itu Stroke dapat dibagi dalam:
1. Stroke iskemik / Non Hemorogik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
thrombus atauembolus. Trombus umumnya terjadi karena berkembangnya
aterosklerosis padadinding pembuluh darah, sehingga arteri menjadi tersumbat,
aliran darah ke areathrombus menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian
menjadi kompleksiskemia, akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolusyang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri
karotis. Terjadinya blok pada arteritersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba

ix

berkembang cepat dan terjadi gangguanneurologis fokal. Perdarahan otak dapat


disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluhdarah oleh emboli.
2.

Stroke hemoragik
Pembuluh darah yang pecah menyebabkan darah mengalir ke substansi atau

ruangansubarachnoid yang menimbulkan perubahan komponen intracranial yang


seharusnyakonstan. Adanya perubahan komponen intracranial yang tidak dapat
dikompensasitubuh akan menimbulkan tingkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkanherniasi otak sehingga timbul kematian. Disamping itu, darah yang
mengalir kesubstansi otak atau ruang subarachnoid dapat menyebabkan edema,
spasme pembuluhdarah otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan
aliran darah berkurangatau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
( Wulandari Vina, 2007 )
2.6 Tanda dan gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejala
penyakitstroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah
satu sisi tubuh,

hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan

ganda atau kesulitanmelihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri
kepala mendadak tanpakausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit
memikirkan atau mengucapkan kata-katayang tepat, tidak mampu mengenali
bagian dari tubuh, ketidakseimbangan dan terjatuhdan hilangnya pengendalian
terhadap kandung kemih
2.7 Komplikasi dan prognosis
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002)adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak.Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan.Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan
hemoglobin serta hematokrit padatingkat dapat diterima akan membantu
dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.

2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah


jantung, danintegritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi danhipotensi ekstrim perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darahserebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3.Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium ataudapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darahke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapatmengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan penghentian trombus lokal. Selainitu, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
Prognosis stroke sulit dipastikan karena ada yang sembuh dan
dapat beraktifitas semula namun ada yang cacat sisa bahkan ada juga yang
meninggal. Prognosis stroke ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain : lokasi
dan luas area lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), umur, tipe stroke, cepat
lambatnya penanganan serta kerjasama tim medis dengan pasien dan keluarga.
Bila pasien bisa mengatasi serangan akut, mempunyai prognosis yang baik dan
dengan rehabilitasi yang aktif, banyak pasien dapat beraktifitas dengan sendiri
tanpa ketergantungan dari orang lain.
2.8 Penatalaksanaan
1. stroke embolik dapat diterapi dengan antikoagulan
2. Stroke hemoragik diobati dengan penekanan pada penghentian perdarahan
dan pencegahan kekambuhan mungkin diperlukan tindakan bedah.
Semua stroke diterapi dengan tirah baring dan penurunan rangsangan
eksternal/untuk mengurangi kebutuhan oksigen serebrum, dapat di lakukan
tindakan-tindakan untuk menurunkan tekanan dan edema intraktanium.
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi
dari tempat laindalam sistem kardiovaskuler.

xi

2.9 Pencegahan
Di antara sekian banyak faktor resiko stroke, hipertensi dianggap yang paling
berperan. Intervensi terhadap hipertensi dibuktikan mampu mempengaruhi
penurunan stroke dalam komuniti. Namun demikian, upaya pencegahan stroke
tidak semata ditujukan kepada hipertensi stroke. Ada pendekatan yang
menggabungkan ketiga bentuk upaya pencegahan dengan empat faktor utama
yang mempengaruhi penyakit (gaya hidup, lingkungan, biologis, dan pelayanan
kesehatan), (Bustan, 2007).
1. Pencegahan Primer
a. Gaya hidup: Reduksi stress, makan rendah garam, lemak dan kalori,
exercise, no smoking, dan vitamin.
b. Lingkungan: Kesadaran atas stres kerja.
c. Biologi: Perhatian terhadap faktor resiko biologis (jenis kelamin,
riwayat keluarga), efek aspirin.
d. Pelayanan kesehatan: Health Education dan pemeriksaan tensi.
2. Pencegahan Sekunder
a. Gaya hidup: Manajemen stres, makanan rendah garam, stop smoking,
penyesuaian gaya hidup.
b. Lingkungan: Penggantian kerja jika diperlukan, family counseling.
c. Biologi: Pengobatan yang patuh dan cegah efek samping.
d. Pelayanan kesehatan: Pendidikan pasien dan evaluasi penyebab
sekunder.
3. Pencegahan Tersier
a. Gaya hidup: Reduksi stres, exercise sedang, stop smoking.
b. Lingkungan: Jaga keamanan dan keselamatan (rumah lantai pertama,
pakai wheel-chair) dan familiy support.
c. Biologi: Kepatuhan berobat, terapi fisik dan speech therapy.
d. Pelayanan kesehatan: Emergency medical technic, asuransi.

xii

BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN


3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
pendidikan, alamat, agama, suku/bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan
diagnosa medis.
3.1.2 Keluhan utama
Keluhan utama klien pasca stroke adalah mobilisasi masih terbatas dan
terhambat.
3.1.3 Riwayat penyakit

xiii

a. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien sedang
melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya terjadi nyeri kepala,
mual, muntah,bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan
separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat steooke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung,anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan anti kougulan, aspirin, vasodilatator, obat-obat adiktif, dan
kegemukan.
c. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,
atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
3.1.4 Riwayat Psikososial dan Spiritual
Peranan klien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan,
hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam pekerjaan dan apakah
klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
3.1.6

Pengkajian Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana kesehatan: apakah pada klien pasca stroke
mampu menjaga kesehatannya dan menjaga pola hidupnya agar stoke
yang dialaminya tidak terjadi lagi. Selain itu, perlu di kaji juga apakah
klien juga rutin memeriksakan kesehatannya di tempat layanan
kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme: apakah pada klien pasca stroke terjadi
adanya keluhan menelan, nafsu makan menurun.
3. Pola eliminasi: apakah pada klien pasca stroke terjadi inkontinesia urin
dan pada pola defekasi apakah terjadi konstipasi akibat penurunan
peristaltik usus
4. Pola aktivitas: apakah pada klien pasca stroke ada kesukaran untuk
beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori, mudah lelah

xiv

5. Pola istirahat dan tidur: apakah pada klien pasca stroke mengalami
kesukaran istirahat karena nyeri otot
6. Pola kognitif dan persepsi sensori: pada pola kognitif apakah terjadi
penurunan memori dan proses berpikir dan pada pola sensori apakah
pada

klien

pasca

stroke

klien

mengalami

gangguan

penglihatan/kekaburan pandangan.
7. Pola konsep diri: apakah pada klien pasca stroke klien merasa tidak
berdaya, tidak ada harapan, mudah marah dan tidak kooperatif.
8. Pola hubungan-peran: apakah pada klien pasca stroke terjadi perubahan
hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk
berkomunikasi
9. Pola seksual-seksualitas: apakah pada klien pasca stroke terjadi
penurunan seksual akibat beberapa pengobatan stroke seperti obat anti
kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
10. Pola mekanisme koping: apakah pada klien pasca stroke mengalami
kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir
dan kesulitan berkomunikasi
11. Pola nilai dan kepercayaan: apakah pada klien pasca stroke melakukan
ibadah seperti biasanya karena keadaan keleamahan pada sisi tubuh
3.1.7 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Klien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat
operasi.
b. Mata
Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III),
gangguan dalam memotar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam
menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c. Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus
olfaktorius (nervus I).
d. Mulut

xv

Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus,


adanya kesulitan dalam menelan.
e. Dada
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

:
:
:
:

Bentuk simetris
Tidak adanya massa dan benjolan.
Nyeri tidak ada bunyi jantung lup-dup.
Nafas cepat dan dalam, adanya ronchi, suara

jantung I dan II murmur atau gallop.


f. Abdomen
1. Inspeksi
: Bentuk simetris, pembesaran tidak ada.
2. Auskultasi
: Bisisng usus agak lemah.
3. Perkusi
: Nyeri tekan tidak ada, nyeri perut tidak ada

g. Ekstremitas
Pada klien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi
paralisa atau hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga
dilkukan pengukuran kekuatan otot, normal : 5
Pengukuran kekuatan otot menurut (Arif mutaqqin,2008)
1) Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali
2) Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
3) Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan
gravitasi.
4) Nilai 3 : Bila dapat melawan gravitasi tetapi tidak dapat melawan
tekanan pemeriksaan.
5) Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
6) Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh
3.2 Diagnosa
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan terputusnya
aliran darah: penyakit oklusi, perdarahan serebral, edema serebral.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan heiparesis, kehilangan
keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cidera otak

xvi

3.
4.
5.
6.

Defisit perawatan diri mandi berhubungan dengan gejala sisa stroke


Defisit perawatan diri berpakaian berhubungan dengan gejala sisa stroke
Defisit perawatan diri makan berhubungan dengan gejala sisa stroke
Defisit perawatan diri eliminasi berhubungan dengan gejala sisa stroke

3.3 Intervensi
N

Diagnosa

No
1
.

Perubahan
perfusi

jaringan

serebral
berhubungan
terputusnya aliran
penyakit

oklusi, perdarahan
serebral,
serebral

NOC

edema

Intervensi
NIC

1. Circulation status
2. Tissue Perfusion :
cerebral

Peripheral

Sensation

Management (Manajemen
sensasi perifer)

Kriteria hasil

dengan
darah:

Tujuan dan Kriteria Hasil

1. Tentukan faktor yang

1. Mempertahankan tingkat
kesadaran membaik,
fungsi kognitif, dan
motorik atau sensori.
2. Mendemontrasikan
tanda-tanda vital stabil
dan tidak adanya tandatanda peningkatan TIK
3. Menunjukan tidak
adanya kelanjutan
kekambuhan
4. Memperlihatkan
penurunan tanda dan
gejala kerusakan

berhubungan dengan
keadaan atau penyebab
khusus selama
penurunan perfusi
serebral dan potensial
terjadinya peningkatan
TIK
2. Observasi dan cacat
status neurologis
seiring mungkin dan
bandingkan dengan
keadaan normalnya
3. Observasi tanda-tanda
vital seperti
a. Adanya hipertensi atau

jaringan

hipotensi, bandingkan
hasil yang terbaca

xvii

pada kedua lengan


b. Catat pola dan irama
dari pernafasan, seperti
: periode apnea setelah
pernafasan
hiperventilasi,
pernafasan Cheyne2
.

Hambatan
mobilitas

fisik

berhubungan
dengan heiparesis,
kehilangan
keseimbangan dan
koordinasi,
spastisitas
cidera otak

dan

Strokes
NIC

NOC
1. Joint Movement : Active
2. Mobility level
3. Self care :ADLs
4. Transfer performance
Kriteria Hasil
1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
2. Mempertahankan/menig
katkan kekuatan dan
fungsi bagian tubuh yang

Exercise

therapy

ambulation
1. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah
latihan dan liat respon
klien saat latihan
2. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi

terkena atau
terkompensasi
3. Mendemontrasikan
teknik atau perilaku yang
memungkinkan
melakukan aktivitas

sesuai dengan
kebutuhan
3. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cidera
4. Ajarkan klien untuk
teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan klien
dalam mobilisasi
6. Latih klien dalam
pemenuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan
7. Dampingi dan bantu
klien saat mobilisasi

xviii

dan bantu penuhi


kebutuhan ADLs
8. Ajarkan klien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan
NIC\
Self

3 Defisit perawatan NOC


.

diri

mandi

berhubungan
dengan gejala sisa
stroke

1. Activity Intolerance
2. Mobility : physical
impaired
3. Self care Defisit Hygiene
4. Sensory perception,
auditory disturbed
Kriteria Hasil
1. Perawatan diri : aktivitas
kehidupan sehari-hari,
mampu melakukan
aktivitas perawatan fisik
secara mandiri atau
dengan alat bantu
2. Perawatan diri mandi :
mampu untuk

care

Assistance

Bathing/Hygiene
1. Kaji kemampuan dan
tingkat kekurangan
untuk kebutuhan
sehari-hari
2. Hindari melakukan
sesuatu untuk klien
yang dapat dilakukan
secara mandiri, tapi
berikan bantuan yang
sesuai
3. Tempat handuk, sabun,
deodoran, alat

membersihkan tubuh
sendiri secara mandiri
dengan atau tanpa alat
bantu
3. Perawatan diri hygiene :

pencukur, dan
aksesoris lainnya yang
dibutuhkan di samping
tempat tidur atau di
kamar mandi
4. Menyediakan

mampu untuk
mempertahankan
kebersihan dan
penampilan yang rapi
secara mandiri dengan
atau tanpa alat bantu

xix

lingkungan yang
terapeutik dengan
memastikan hangat,
santai, pengalaman
pribadi, dan personal

4. Mampu

5. Memfasilitasi diri

mempertahankan
mobilitas yang
diperlukan untuk ke
kamar mandi dan

mandi klien
6. Memberikan bantuan
sampai klien
sepenuhnya dapat
mengasumsikan

menyediakan
perlengkapan mandi

perawatan diri
7. Berikan umpan balik
positif untuk setiap
usaha yang dilakukan
klien
NIC

4 Defisit perawatan NOC


.

diri

berpakaian

berhubungan
dengan gejala sisa
stroke

1. Self care status


2. Self care : Dressing
3. Activity Tolerance
4. Fatigue Level
Kriteria Hasil
1. Mampu melakukan tugas
fisik yang paling
mendasar dan aktivitas
perawatan pribadi secara
mandiri dengan atau
tanpa alat bantu
2. Mampu mengenakan
pakaian dan berhias
sendiri secara mandiri
atau tanpa alat bantu
3. Mampu
mempertahankan
kebersihan pribadi dan

Self care Assistance :


Dressing/Grooming
1. Pantau tingkat
kekuatan dan toleransi
aktivitas
2. Pantau peningkatan
dan penurunan
kemampuan untuk
berpakaian
3. Banti klien untuk
memilih pakaian yang
mudah dipakai dan
dilepas
4. Sediakan pakaian yang
mudah dijangkau
(disamping tempat

penampilan yang rapi

tidur)
5. Dukung kemandirian

secara mandiri dengan

dalam berpakaian,

atau tanpa alat bantu

berhias, bantu klien


jika diperlukan
6. Bantu klien untuk

xx

menaikkan,
mengacingkan, dan
merisleting pakaian
jika diperlukan
7. Beri pujian atas usaha
untuk berpakaian
sendiri
5 Defisit perawatan NOC
.

diri

makan

berhubungan
dengan gejala sisa
stroke

NIC

1. Activity intolerance
2. Mobility : physical
impaired
3. Self care defisit hygiene
4. Self care deficit feeding
Kriteria Hasil
1. Perawatan diri :
aktivivitas kehidupan
sehari-hari mampu untuk

Self

care

assistance

Feeding
1. Memonitor klien
kemampuan untuk
menelan
2. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan

melakukan aktivitas

selama waktu makan


3. Tempatkan klien

perawatan fisik dan

dalam posisi nyaman

pribadi secara mandiri


atau dengan alat bantu
2. Perawatan diri : makan :
kemampuan untuk
menyiapkan dan
memakan makana dan
cairan secara mandiri
denga atau tanpa alat
bantu
3. Status menelan :
perjalanan makanan
padat atau cairan secara
aman dari mulut ke
lambung
xxi

makan
4. Menyediakan makanan
dan minuman yang
disukai
5. Memonitor status
hidrasi klien
6. Memantau berat
badan, yang sesuai
7. Memberikan isyarat
dan pengawasan yang
ketat

4. Mampu makan secara


mandiri
6 Defisit perawatan NOC
.

NIC

diri

eliminasi 1. Activity intolerance


2. Mobility : physical
berhubungan
impaired
dengan gejala sisa
3. Self care deficit toileting
stroke
4. Self care deficit hygiene
5. Urinary incontinence :
functional
Kriteria Hasil
1. Perawatan diri :
aktivivitas kehidupan
sehari-hari mampu untuk
melakukan aktivitas
perawatan fisik dan

Self

care

assistance

Toileting
1. Membantu klien pada
saat akan ke toilet
2. Menyediakan privasi
selama eliminasi
3. Memfasilitasi
kebersihan toilet
seteleh selesai
eliminasi
4. Bantu klien mengganti
pakaian setelah

pribadi secara mandiri

eliminasi
5. Memulai jadwal ke

atau dengan alat bantu


2. Perawatan diri hygiene :

toilet
6. Menyediakan alat

mampu untuk

bantu (misalnya,

mempertahankan

kateter eksternal)

kebersihan dan
penampilan yang rapi
secara mandiri dengan
atau tanpa alat bantu
3. Perawatan eliminasi :
mampu untuk melakukan
aktivitas eliminasi secara
mandiri atau tanpa alat
bantu
4. Membersihkan diri
setelah eliminasi

xxii

BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Stroke atau Cerebro Vasculer Accident (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak ( Brunner dan
Suddarth, 2002 : hal. 2131 ). Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari
gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh yang berlangsung
dengan cepat. Berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan maut tanpa
ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskuler. Persoalan pokok pada
stroke adalah gangguan peredaran darah pada daerah otak tertentu. Stroke juga
xxiii

menjadi salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama.
Stroke dibagi menjadi 2 golongan, yaitu: Infark Ischemik (Stroke non Hemoragi)
Hal ini terjadi karena adanya penyumbatan pembuluh darah otak, dan Perdarahan
(Stroke Hemoragi) Terjadi pecahnya pembuluh darah otak.
Faktor-faktor risiko yang dapat ditemui pada klien dengan stroke yaitu
faktor risiko utama seperti Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit Jantung,
Transient Ischemic Attack (TIA) dan faktor resiko tambahan seperti Kadar lemak
darah yang tinggi termasuk kolesterol dan trigliserida, Kegemukan atau obesitas,
Merokok, Riwayat keluarga dengan stroke, Lanjut Usia, Penyakit darah tertentu
seperti polisitemia dan leukemia, Kadar asam urat darah tinggi, Penyakit paruparu menahun.
4.2 Saran
Perawat harus mampu memahami tindakan pencegahan pasca stroke serta
mengetahui tentang: Faktor-faktor resiko yang dapat ditemui pada lansia dengan
kasus pasca stroke, laboratorium yang perlu dilakukan dan asuhan keperawatan
pada lansia dengan sroke.

DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosis
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action Publishing
Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosis
Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Medi Action Publishing
Bustan, M.N., 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Cetakan 2 Edisi 8
vol3. Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC

xxiv

Heather, Herdman T. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC
Hudak Gallo. 1997. Keperawatan Kritis Edisi VI Volume II. Jakarta : EGC.
Mansjoer A, Suprohaita, Wardani WI, Setiowulan W. 2000.Kapita Selekta
Kedokteran Jilid-2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Nancy & Judith. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis Nanda,
Intervensi Nic, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan. Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC
Price, S. A. dan Lorraine M. Wilson, 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses proses Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC
Susilo, Hendro, 2000. Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke.
Jakarta : EGC

xxv

Anda mungkin juga menyukai