Anda di halaman 1dari 48

Laporan Kasus

Low Back Pain

Pembimbing :
Dr. Rita Sibarani, M.Ked(Neu), Sp.S

Oleh :
Alamsyah prasetyo KS 140100095
Tasya indriani putri 140100038
Robby pandaibesi 140100094

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RS. PUTRI HIJAU
2018
DAFTAR ISI

Daftar Isi .............................................................................................................. 1

Kata Pengantar ................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 3

Latar Belakang ................................................................................... 4


Tujuan ................................................................................................ 5
Manfaat makalah ................................................................................ 5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7

2.1 Low Back Pain ........................................................................... 7


2.1.1 Definisi ..................................................................................... 7
2.1.2 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah ......................................... 7
2.1.3 Gerakan/Postur Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) ..... 8
2.1.4 Patofisiologi Low Back Pain .................................................... 8
2.1.5 Epidemiologi .......................................................................... 11
2.1.6 Tanda dan Gejala ................................................................... 15
2.1.7 Etiologi .................................................................................. 15
2.1.8 Tinjauan alat ukur .................................................................. 18
2.1.8.1 Visual Analog Scale (VAS) .................................... 18
2.2 Latihan Punggung (back exercise) ............................................. 19
2.2.1 Konsep Back Exercise............................................................. 20
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ................................................................... 24

BAB 4 FOLLOW UP PASIEN ........................................................................ 39

BAB 5 DISKUSI KASUS ................................................................................. 42

BAB 6 KESIMPULAN .................................................................................... 44

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Low Back Pain (LBP)”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing, dr. Rita Sibarani Sp.S yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 14 November 2018

2
Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri punggung bawah (low back pain) merupakan keluhan yang sering dijumpai
di praktek sehari-hari, dan diperkirakan hampir semua orang pernah mengalami nyeri
punggung paling kurangnya sekali semasa hidupnya. Nyeri punggung bawah adalah nyeri
yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal (inflamasi),
maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal dari punggung bawah dapat
berujuk ke daerah lain atau sebaliknya yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah
punggung bawah (refered pain). Walaupun nyeri punggung bawah jarang fatal namun
nyeri yang dirasakan menyebabkan penderita mengalami suatu kekurangmampuan
(disabilitas) yaitu keterbatasan fungsional dalam aktifitas sehari-hari dan banyak
kehilangan jam kerja terutama pada usia produktif, sehingga merupakan alasan terbanyak
dalam mencari pengobatan.

Di Amerika Serikat diperkirakan lebih 15% orang dewasa mengeluh nyeri


punggung bawah atau nyeri yang bertahan hampir dua minggu (Lawrence dkk, 1998).
Nyeri punggung bawah adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada regio punggung
bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders. Nyeri punggung
bawah telah teridentifikasi oleh Pan American Health Organization antara tiga masalah
kesehatan pekerjaan yang dikenal pasti oleh WHO (Choi dkk, 2001). Menurut Punnett L
dkk, prevalensi 37% daripada nyeri punggung bawah disebabkan oleh pekerjaan individu-
individu tersebut, dengan pembahagian lebih banyak pada laki-laki berbanding wanita.
Sedangkan penelitian Community Oriented Program for Controle of Rheumatic Disease
(COPORD ) Indonesia menunjukan prevalensi nyeri punggung 18,2 % pada lakilaki dan
13,6 % pada wanita. National Safety Council pula melaporkan bahwa sakit akibat kerja
yang frekuensi kejadiannya paling tinggi adalah sakit/nyeri pada punggung, yaitu 22% dari
1.700.000 kasus (Tarwaka, dkk, 2004). Di negara industri keluhan nyeri punggung bawah
merupakan keluhan kedua setelah nyeri kepala. Di Amerika Serikat lebih dari 80%

3
penduduk mengeluh nyeri punggung bawah dan biaya yang dikeluarkan tiap tahun untuk
pengobatan berkisar 75 juta dolar Amerika.

Prevalensi nyeri punggung bawah pada pemandu seperti supir, pengendara sepeda
motor, atau penarik becak lebih tinggi berbanding pekerjaan-pekerjaan lain, berdasarkan
penelitian Rahmat HS (2009) yang menunjukkan masalah nyeri punggung bawah yang
timbul akibat duduk lama menjadi fenomena yang sering terjadi saat ini. 60% orang dewasa
mengalami nyeri punggung bawah karena masalah duduk yang terjadi pada mereka yang
bekerja atau yang aktivitasnya lebih banyak dilakukan dengan duduk. Duduk lama dengan
posisi yang salah dapat menyebabkan otot-otot punggung menjadi tegang dan dapat
merusak jaringan lunak sekitarnya. Bila keadaan ini berlanjut, akan menyebabkan
penekanan pada bantalan saraf tulang belakang yang mengakibatkan hernia nukleus
pulposus. Beliau juga mengatakan, “Saat manusia duduk, beban maksimal lebih berat 6-7
kali dari berdiri. Tulang atlas yang menyangga tengkorak mengalami beban terberat. Jika
riding position-nya salah, bagian tulang bawah yakni vertebra lumbal 2-3 (mendekati
tulang pinggul) akan terserang nyeri punggung bawah. Jika salah terus, berulang-ulang
apalagi ditambah getaran kontinu, akan timbul radang (artrosis lumbalis) lalu pengapuran
tulang bawah dan terjepitnya syaraf tulang bawah. Jika sudah parah bisa terjadi fraktur atau
patah” (Rahmat HS, 2009).

Dampak negatif nyeri punggung bawah dirasakan hampir semua orang di seluruh
dunia. Menurut penelitian WHO masyarakat bekerja di Amerika Serikat mengeluarkan
hampir lima puluh miliar dollar setahun untuk berobat masalah nyeri punggung bawah
mereka, serta merupakan penyebab utama mengambil cuti sakit syarikat-syarikat besar
yang turut menyebabkan produktivitas berkurang (Waddell G, 1991). Nyeri punggung
bawah juga lebih dampak pada negaranegara sedang membangun. Di Indonesia, menurut
Setyawati bahwa dari para pegawai yang datang berobat ke Poliklinik, pada suatu
perusahaan lebih daripada 57% pekerjanya mengeluh nyeri punggung bawah. Makanya
diperkirakan bahwa lebih 57% tenaga kerja di Indonesia menderita penyakit tersebut
menyebabkan gangguan pada ekonomi, seterusnya secara kaskade menggangu bidang-
bidang lainnya, menggugat ekonomi tempatan.

4
Penanganan nyeri punggung bawah secara umumnya bervariasi mengikut studi,
jenis-jenis pekerjaan, dan persekitaran lokal. Biasanya dalam kondisi biasa nyeri tersebut
akan hilang dengan sendirinya selepas beberapa hari tanpa memerlukan pengobatan, tetapi
tidak selalunya. Menurut Jellema dkk (2001), fokus utama dalam penanganan nyeri
punggung bawah berupa prevalensi untuk masa hadapan agar tidak menderita nyeri
punggung bawah ulang. Aturan antarabangsa (International Guidelines) untuk penanganan
nyeri ini secara umumnya bisa ditangani oleh perawatan primer (Koes BW, dkk). Di
Indonesia, Departemen Kesehatan telahpun mengeluarkan upaya pelayanan kesehatan
primer pada masyarakat tersebut yang diatas meliputi, peningkatan kesehatan (promotif),
upaya pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) (Depkes
RI, 1999). Menurut Hanung P (2008), fisioterapi dalam hal ini memegang peranan untuk
mengembalikan dan mengatasi gangguan impairment dan activity limitation sehingga
pasien dapat beraktivitas kembali. Namun menurut literatur 33% pasien masih mengalami
nyeri hilang-timbul atau nyeri persisten selepas satu tahun, dan satu daripada lima pasien
masih mempunyai kekurangan fungsi gerakan. Hanya 25% telah sembuh total nyeri
punggung mereka selepas satu tahun, dengan ini pencegahan lebih diutamakan daripada
pengobatan.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit Low Back Pain (LBP).
2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap Low Back
Pain (LBP) serta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat
sehingga mendapatkan prognosis yang baik

1.3 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah:

1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang Low


Back Pain (LBP).

5
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai Low
Back Pain (LBP).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Low Back Pain

2.1.1 Definisi

Nyeri di definisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan


eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut The
International Association for the Study of Pain (IASP), yang termasuk dalam low back pain
adalah nyeri yang dibatasi daerah superior oleh garis transversal imajiner yang melalui ujung
prosesus spinosus dari vertebra thorakal terakhir, daerah inferior oleh garis transversal imajiner
yang melalui ujung processus spinosus dari vertebra sakralis pertama dan lateral oleh garis
vertikal yang ditarik dari batas lateral spina lumbalis (Guyton ,2004 ).

2.1.2 Klasifikasi Low Back Pain

Menurut David (2008) banyak klasifikasi nyeri punggung bawah ditemukan dalam
literatur, tetapi tidak ada yang benar benar memuaskan. Masing- masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Ada yang berdasarkan struktur anatomis (nyeri pinggang primer, sekunder,
referal dan psikosomatik), ada yang berdasarkan sumber rasa nyeri (viserogenik, neurogenik,
vaskulogenik, spondilogenik dan psikogenik), berdasarkan lama penyakitnya (akut, sub akut,
kronis), berdasarkan etiologinya (spesifik dan non spesifik).

2.1.2.1 Klasifikasi Nyeri Berdasarkan Struktur Anatomis

Klasifikasi nyeri punggung struktur anatomis menurut Nicola (2001) dibagi atas
beberapa tingkatan yaitu:

a. Nyeri Punggung Bawah Primer Merupakan LBP yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
struktur disekitar lumbal, yang meliputi kelainan atau cedera pada ligamen, otot, persedian,
maupun persarafannya.

b. Nyeri Punggung Bawah Sekunder Merupakan LBP yang disebabkan oleh kelainan pada
struktur diluar lumbal

c. Nyeri Punggung Bawah Referal Merupakan LBP yang disebabkan oleh struktur lain diluar
sendi lumbal yang menjalar ke lumbal

7
d. Nyeri Punggang Bawah Psikosomatik Merupakan nyeri pinggang yang disebabkan oleh
adanya faktor gangguan psikologis penderita.

2.1.2.2 Klasifikasi Berdasarkan Sumber Rasa Nyeri

Sementara klasifikasi sumber nyeri menurut Macnab (2007) dapat dibagi atas beberapa
bagian yaitu:

a. Viserogenik

Merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber oleh adanya kelainan pada organ dalam
(viseral) seperti gangguan ginjal, usus, mag dan lain-lain.

b. Neurogenik

Merupakan LBP yang bersumber dari adanya penekanan pada saraf punggung bawah.

c. Vaskulogenik

Merupakan LBP yang bersumber dari adanya gangguan vaskuler disekitar punggung
bawah.

d. Spondilogenik

Merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber dari adanya gangguan pada struktur
tulang maupun persendian tulang punggung bawah.

e. Psikogenik

Merupakan nyeri punggung bawah yang bersumber dari adanya gangguan psikologis
pasien.

2.1.3 Gerakan/Postur Low Back Pain

Adapun gerakan/postur tubuh terbagi 2 yaitu : postur normal dan tidak normal. Dimana,
postur normal dikatakan bila gerakan punggung merupakan kerjasama dari kontraksi otot
dan struktur-struktur ligament untuk menghindari terjadinya strain (penekanan) dan
sebaliknya pada postur yang tidak normal (Rene and Cailliet, 2001)

2.1.4 Patofisiologi Low Back Pain

Everett (2010) menyebutkan pada umumnya LBP disebabkan oleh sebuah peristiwa
traumatis akut, atau trauma kumulatif dimana berat ringannya suatu peristiwa traumatis akut

8
sangatlah bervariasi. LBP akibat trauma kumulatif lebih sering terjadi di tempat kerja, misalnya
karena duduk statis terlalu lama atau posisi kerja yang kurang ergonomis.

Beberapa struktur anatomis elemen-elemen tulang punggung bawah antara lain : tulang,
ligamen, tendon, diskus, otot dan saraf diduga memiliki peran yang besar untuk menimbulkan
rasa nyeri. Struktur disekitar diskus intervertebralis yang sensitif terhadap rasa sakit ialah:
ligamentum longitudinal anterior, ligamentum longitudinal posterior, korpus vertebra, akar
saraf, dan kartílago dari facet joint. Banyak dari komponen-komponen tersebut diatas memiliki
persarafan sensoris yang dapat menghasilkan sinyal nosiseptif yang merupakan reaksi terhadap
adanya suatu kerusakan jaringan. Penyebab lainnya bisa neuropatik, misalkan ischialgia.
Kebanyakan kasus LBP kronis merupakan campuran antara nosiseptif dan neuropatik.

Konsep spiral degeneratif biomekanis memiliki bobot kualitas yang baik serta
mendapatkan penerimaan yang lebih luas para ahli. Secara biomekanik,pergerakan tulang
punggung bawah merupakan gerakan kumulatif dari tulang-tulang vertebra lumbalis, dengan
80-90% merupakan gerakan fleksi dan ekstensi lumbal yang terjadi di diskus intervertebralis
L4-L5 dan L5-S1. Posisi gerakan tulang belakang lumbal yang paling berisiko untuk
mengakibatkan nyeri punggung bawah ialah fleksi ke depan (membungkuk), rotasi (memutar),
dan ketika mencoba untuk mengangkat benda berat dengan tangan terentang kedepan.
Pembebanan aksial dengan durasi pendek ditahan oleh serat kolagen annular diskus.
Pembebanan aksial dengan durasi yang lebih lama menciptakan tekanan ke anulus fibrosus
lebih lama dan mengakibatkan tekanan menyebar ke endplates. Jika anulus dan endplate dalam
keadaan baik, kekuatan beban dapat dengan baik ditahan. Namun tekanan yang dihasilkan dari
kontraksi otot lumbal dapat bergabung dengan tekanan beban dan dapat meningkatkan tekanan
intradiskal yang melebihi kekuatan serat annular diskus intervertbralis.

Beban kompresi pada diskus yang berulang-ulang seperti pada gerakan fleksi dan torsi
lumbal saat mengangkat suatu benda, menempatkan diskus pada resiko untuk mengalami
kerobekan annulus fibrosus. Isi anulus fibrosis yaitu nukleus pulposus dapat menerobos
annulus fibrosus yang robek. Serat paling dalam dari annulus fibrosus ini tidak mempunyai
persarafan sehingga bila mengalami kerobekan tidak menimbulkan rasa nyeri. Tetapi apabila
nukleus pulposus sudah mencapai tepi luar dari annulus fibrosus, kemungkinan akan
menimbulkan rasa nyeri karena tepi aspek posterior dari annulus fibrosus mendapat persarafan
dari beberapa serabut saraf dari n.sinuvertebral dan aspek lateral dari diskus disarafi pada
bagian tepinya oleh cabang dari rami anterior dan gray rami communicants (Everet, 2010).

9
Penelitian sejak akhir abad ke-20 menunjukkan bahwa penyebab kimia dapat berperan
dalam produksi nyeri punggung bawah. Konsep ini merumuskan bahwa robeknya serat annular
memungkinkan enzim fosfolipase A2 (Phospholipase A2/ PLA2), glutamat dan mungkin
senyawa lainnya yang belum diketahui yang merupakan komponen dari nukleus pulposus,
masuk ke ruang epidural dan menyebar ke Dorsal Root Ganglion (DRG). Komponen dari
nukleus pulposus, yang paling terkenal adalah enzim fosfolipase A2 (PLA2). PLA2 ini dapat
berpengaruh secara langsung pada jaringan saraf, atau mungkin berperanan dalam mengatur
respons inflamasi kompleks yang bermanifestasi sebagai nyeri punggung bawah.

Glutamat, yang merupakan transmitter neuroexcitatory, telah diidentifikasi berada


dalam proteoglikan diskus yang mengalami degenerasi dan telah ditemukan menyebar ke DRG
yang mempengaruhi reseptor glutamat. Substansi P (pain / nyeri) berada di neuron aferen,
termasuk DRG, dan dilepaskan sebagai respon terhadap rangsangan berbahaya, seperti getaran
dan kompresi mekanik saraf. Vertebra yang tidak stabil dan segmen diskus menjadi lebih
rentan terhadap getaran dan beban fisik berlebihan, sehingga mengakibatkan terjadinya
kompresi DRG dan merangsang pelepasan substansi P. Substansi P, pada gilirannya,
merangsang pelepasan histamin dan leukotriene, yang mengarah ke sebuah perubahan
transmisi impuls saraf. Neuron menjadi lebih peka terhadap rangsangan mekanik, mungkin
menyebabkan iskemia, yang menarik sel polymorphonuclear dan monosit ke daerah-daerah
yang memfasilitasi degenerasi diskus lebih lanjut dan menghasilkan rasa nyeri yang lebih
besar.

Pada gerakan fleksi lumbal, ketegangan tertinggi dicatat pada ligamen interspinous dan
supraspinous, diikuti oleh ligamen intracapsular dan ligamentum flavum. Pada gerakan
ekstensi lumbal, ligamen yang mengalami ketegangan tinggi ialah ligamentum longitudinal
anterior. Gerakan fleksi ke lateral menghasilkan ketegangan tertinggi di ligamen kontralateral.
Gerakan rotasi menghasilkan ketegangan tertinggi di ligamen kapsuler. Pembebanan yang
berlebihan dapat mengakibatkan kerusakan pada ligament tersebut diatas dan menimbulkan
rasa nyeri (Mario, 2005).

Nyeri adalah salah satu mekanisme perlindungan tubuh yang penting. Rangsangan
nyeri dapat membangkitkan dua reaksi yang secara sadar mengalami rasa nyeri dan reaksi yang
tidak sadar berapa reflek-reflek yang menyertai nyeri seperti menghindar, immobilisasi sendi
yang mengalami kerusakan dan ketegangan otot.

10
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan sistem saraf untuk mengubah
berbagai stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke
sistem saraf pusat. Untuk menghantar nyeri, pada jaringan lunak terdapat ujung saraf aferen
sebagai reseptor nyeri (nociceptor).

Reseptor tersebut bersambung dengan saraf aferen yang terdiri dari saraf A alfa, A delta
dan saraf C. Saraf A alfa adalah saraf bermielin yang menghambat nyeri, saraf A delta adalah
saraf bermielin yang menghantar rasa suhu dan nyeri yang bersifat cepat dan tajam sedangkan
C adalah saraf yang menghantar rasa nyeri lambat yang kronik. (Guyton, 2004). Saraf A delta
dan saraf C meneruskan impuls nyeri menuju kolumna dorsalis medulla spinalis. Saraf aferen
A delta masuk ke sel saraf di lamina I dan bagian luar lamina II, sedangkan saraf C masuk ke
sel saraf lamina II dan V. Selanjutnya menyeberang kontra lateral yaitu ke antero medulla
spinalis terus berjalan keatas menuju batang otak dan thalamus melalui dua jalur. Jalur
langsung yang melalui spinothalamikus ke korteks somatosensoris sehingga nyeri mulai bisa
dirasakan, sedangkan jalur yang tidak langsung melalui formasio retikularis ke korteks selebri
dan korteks asosiasi sensoris sehingga dapat dirasakan intensitas, lokasi dan lamanya nyeri.
Proses perjalanan diatas disebut transmisi (Guyton, 2004).

2.1.5 Epidemiologi

LBP merupakan suatu sindrom yang mempunyai dampak sangat luas .tidak hanya bagi
penderita itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungan kerja dan lingkungan sosialnya. Bagi
penderita selain rasa nyeri dan kecacatan yang mungkin timbul, juga dapat mengakibatkan
terganggunya karier kerja, bahkan kehilangan pekerjaan. Bagi lingkungan kerja, dapat
mengakibatkan penurunan produktifitas kerja (Riddle, 1998)

Penelitian epidemiologi yang dilakukan Mario (2005), menunjukkan bahwa tingkat


kejadian nyeri punggung bawah dapat mencapai 80-90%, yang berarti sampai 90% populasi
diantara umur 18 tahun dan 65 tahun akan mengalami nyeri punggung bawah pada suatu ketika
dalam kehidupannya Tidak ada perbedaan yang jelas antara wanita dan pria dalam insidensi
LBP. Persentase tersebut diatas dapat bervariasi menurut negara dan populasi, struktur, sosial-
ekonomi. Sekitar sepertiga dari populasi umur diatas empat puluh lima tahun menderita LBP
kronis. LBP merupakan penyebab utama dari suatu ketidak mampuan (disability) pada orang
berumur dibawah empat puluh tahun.

11
Di Amerika, sudah dikalkulasi bahwa sekitar 4,5 juta orang mengalami ketidak
mampuan yang disebabkan oleh LBP. Diantara sepuluh dari dua puluh persen orang dewasa
yang menderita LBP, menghasilkan tiga belas juta kunjungan ke dokter. LBP merupakan salah
satu dari kondisi yang paling sering didiagnose dan menghasilkan sepuluh persen dari
keseluruhan diagnose medis kronis. Di Amerika Serikat diperkirakan ada enam sampai tujuh
juta kasus LBP setiap tahunnya ,dua puluh dua persen dari semua kejadian tersebut
berhubungan dengan kerja (work related accident) merupakan cedera punggang (Susan, 2006).

Rata-rata tiga puluh hari kerja per seratus pegawai hilang pertahun disebabkan oleh
LBP, dan ini merupakan urutan ke lima dari penyebab opname kerumah sakit. LBP juga urutan
kedua dari alasan kunjungan kedokter setelah jantung. Sebagai tambahan, kondisi LBP
merupakan urutan ke tiga alasan intervensi operasi dan yang paling sering merupakan
penyebab dari ketidak mampuan sehubungan dengan kerja pada orang dibawah umur empat
puluh lima.

2.1.6 Tanda dan gejala

Keluhan LBP sangat beragam, tergantung dari patofisiologi, perubahan biokimia


atau biomekanik dalam discus intervertebralis. Bahkan pola patofisiologi yang serupa pun
dapat menyebabkan sindroma yang berbeda dari pasien. Pada umumnya sindroma lumbal
adalah nyeri. Sindroma nyeri muskulo skeletal yang menyebabkan LBP termasuk sindrom
nyeri miofasial dan fibromialgia. Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dan nyeri tekan seluruh
daerah yang bersangkutan (trigger points), kehilangan ruang gerak kelompok otot yang
tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan
nyeri sering hilang bila kelompok otot tersebut diregangkan. Fibromialgia mengakibatkan
nyeri dan nyeri tekan daerah punggung bawah, kekakuan, rasa lelah, dan nyeri otot (Dachlan,
2009).

Gejala penyakit punggung yang sering dirasakan adalah nyeri, kaku, deformitas, dan
nyeri serta paraestesia atau rasa lemah pada tungkai. Gejala serangan pertama sangat penting.
Dari awal kejadian serangan perlu diperhatikan, yaitu apakah serangannya dimulai dengan tiba
– tiba, mungkin setelah menggeliat, atau secara berangsur – angsur tanpa kejadian apapun. Dan
yang diperhatikan pula gejala yang ditimbulkan menetap atau kadang – kadang berkurang.
Selain itu juga perlu memperhatikan sikap tubuh, dan gejala yang penting pula yaitu apakah
adanya sekret uretra, retensi urine, dan inkontinensia (Apley, 2013).

12
2.1.7 Etiologi

Etiologi nyeri punggung bermacam – macam, yang paling banyak adalah penyebab
sistem neuromuskuloskeletal. Disamping itu LBP dapat merupakan nyeri rujukan dari
gangguan sistem gastrointestinal, sistem genitorinaria atau sistem kardiovaskuler. Proses
infeksi, neoplasma dan inflasi daerah panggul dapat juga menimbulkan LBP. Penyebab sistem
neuromuskuloskeletal dapat diakibatkan beberapa faktor, ialah (a) otot, (b) discus
intervertebralis, (c) sendi apofiseal, anterior, sakroiliaka, (d) kompresi saraf / radiks, (e)
metabolik, (f) psikogenik, (g) umur (Dachlan, 2009).

Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelaianan yang terjadi pada tulang
belakang, otot, discus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain yang menyokong tulang
belakang. Kelainan tersebut antara lain: (1) kelainan kongenital / kelainan perkembangan,
seperti spondylosis dan spondilolistesis, kiposcoliosis, spina bifida, ganggguan korda spinalis,
(2) trauma minor, seperti regangan, cedera whiplash, (3) fraktur, seperti traumatik misalnya
jatuh, atraumatik misalnya osteoporosis, infiltrasi neoplastik, steroid eksogen, (4) hernia discus
intervertebralis, (5) degeneratif kompleks diskus misalnya osteofit, gangguan discus internal,
stenosis spinalis dengan klaudikasio neurogenik, gangguan sendi vertebra, gangguan sendi
atlantoaksial misalnya arthritis reumatoid, (6) arthritis spondylosis, seperti artropati facet atau
sacroiliaka, autoimun misalnya ankylosing spondilitis, sindrom reiter, (7) neoplasma, seperti
metastasisi, hematologic, tumor tulang primer, (8) infeksi / inflamasi, seperti osteomyelitis
vertebral, abses epidural, sepsis discus, meningitis, arachnoiditis lumbal. (9) metabolik
osteoporosis – hiperparatiroid, (10) vaskuler aneurisma aorta abdominalis, diseksi arteri
vertebral, (11) lainnya, seperti nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik,
sindrom nyeri kronik.

1) Spondylosis

a) Definisi

Spondylosis adalah penyakit degeneratif tulang belakang. Spondylosis


ini disebabkan oleh proses degenerasi yang progresif pada diskus
intervertebralis, yang mengakibatkan makin menyempitnya jarak antar vertebra
sehingga mengakibatkan terjadinya osteofit, penyempitan kanalis spinalis dan
foramen intervertebralis dan iritasi persendian posterior. Rasa nyeri pada
spondylosis ini disebabkan oleh terjadinya osteoartritis dan tertekan radiks oleh

13
kantong durameter yang mengakibatkan iskemik dan radang (Harsono dan
Soeharso, 2005).

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus


vertebra atau diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada
wanita. Faktor utama yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk dalam waktu yang lama dan
kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan bahwa kondisi ini
banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas juga
berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar.

Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau


spur tulang yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi.
Proses degenerasi umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1.
Komponen-komponen vertebra yang seringkali mengalami spondylosis adalah
diskus intervertebralis, facet joint, corpus vertebra dan ligamen (terutama
ligamen flavum) (Regan, 2010).

b). Tanda dan gejala

Spondylosis lumbal merupakan suatu kelainan dengan ketidakstabilan


lumbal, sering mempunyai riwayat robekan dari diskusnya dan serangan nyeri
yang berulang – ulang dalam beberapa tahun. Nyeri pada kasus spondylosis
berhubungan erat dengan aktivitas yang dijalani oleh penderita, dimana
aktivitas yang dijalani terlalu lama dengan rentang perjalanan yang panjang.

Pasien biasanya berusia di atas 40 tahun dan memiliki tubuh yang sehat.
Nyeri sering timbul di daerah punggung dan pantat. Hal ini akan menimbulkan
keterbatasan gerak pada regio lumbal dan dapat menimbulkan nyeri pada area
ini. Pemeriksaan neurologis dapat memperlihatkan tanda – tanda sisa dari
prolaps diskus yang lama (misalnya tiadanya reflek fisiologis). Pada tahap
sangat lanjut, gejala dan tanda – tanda stenosis spinal atau stenosis saluran akar
unilateral dapat timbul (Appley, 2013).

c). Patologi

Bila usia bertambah maka akan terjadi perubahan degeneratif pada tulang
belakang, yang terdiri dari dehidrasi dan kolaps nukleus pulposus serta

14
penonjolan ke semua arah dari anulus fibrosus. Anulus mengalami klasifikasi
dan perubahan hipertrofik terjadi pada pinggir tulang korpus vertebra,
membentuk osteofit atau spur atau taji. Dengan penyempitan rongga
intervertebra, sendi intervertebra dapat mengalami subluksasi dan
menyempitkan foramina intervertebra, yang dapat juga ditimbulkan oleh
osteofit (Mansjoer dkk, 2005).

Perubahan patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:


(a) annulus fibrosus menjadi kasar, collagen fiber cenderung melonggar dan
muncul retak pada berbagai sisi, (b) nucleus pulposus kehilangan cairan, (c)
tinggi diskus berkurang, (d) perubahan ini terjadi sebagai bagian dari proses
degenerasi pada diskus dan dapat hadir tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda
dan gejala (Yulianza, 2013).

Sedangkan pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa


adanya lipping yang disebabkan oleh adanya perubahan mekanisme diskus yang
menghasilkan penarikan dari periosteum dari annulus fibrosus. Dapat terjadi
dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya
brush fracture. Pada ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan
menebal terutama pada daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput
meningeal, durameter dari spinal cord membentuk suatu selongsong
mengelilingi akar saraf dan ini menimbulkan inflamasi karena jarak diskus
membatasi canalis intervertebralis. Terjadi perubahan patologis pada sendi
apophysial yang terkait dengan perubahan pada osteoarthritis. Osteofit
terbentuk pada margin permukaan articular dan bersama-sama dengan
penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar saraf dan
mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.

d). Problematik

Spondylosis lumbal menggambarkan adanya osteofit yang timbul dari


vertebra lumbalis. Osteofit biasanya terlihat pada sisi anterior, superior, dan sisi
lateral vertebra. Pembentukan osteofit timbul karena terdapat tekanan pada
ligamen. Apabila hal ini mengenai saraf, maka akan terjadi kompresi pada saraf
tersebut, dan dari hal itu dapat menimbulkan rasa nyeri, baik lokal maupun
menjalar, parastesia atau mati rasa, dan kelemahan otot (Woolfson, 2008).

15
e). Prognosis

Spondylosis merupakan penyakit degeneratif tulang belakang, dimana


hal ini sulit untuk diketahui perkembangannya. Dalam kasus ini, tidak
menimbulkan kecacatan yang nyata, namun perlu diperhatikan juga penyebab
dan faktor yang mempengaruhinya, seperti adanya kompresi dan penyempitan
saraf yang nantinya dapat menyebabkan kelumpuhan bahkan gangguan
perkemihan. Pada pasien yang sudah mengalami degeneratif pada lumbalnya,
namun sudah tidak merasakan adanya nyeri pada daerah punggung bawah
dalam waktu satu minggu, maka kondisi pasien akan membaik dalam waktu 3
bulan (Woolfson, 2008).

2) Spondilolistesis

a) Definisi

Spondilolistesis adalah subluksasi ke depan dari satu korpus vertebrata


terhadap korpus vertebrata lain dibawahnya. Hal ini terjadi karena adanya defek
antara sendi pacet superior dan inferior (pars interartikularis). Spondilolis
adalah adanya defek pada pars interartikularis tanpa subluksasi korpus
vertebrata. Spondilolis dan spondilolistesis terjadi pad 5% dari populasi.
Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya hanya minimal,
dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang
baik. Spondilolistesis dapat terjadi pada semua level vertebrata, tapi yang paling
sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah.

b) Tanda dan gejala

Low back pain adalah gejala yang umum ditemukan pada


spondilolistesis. Dapat juga ditemukan sciatic pain dari bokong ke bagian
posterior kaki. Hal ini diikuti dengan terbatasnya gerakan kaki.

c) Patologi

Pada tipe ini terjadi penipisan atau destruksi pada pars interartikularis,
pedikel, pacet dan terjadi pergeseran vertebrata. Tipe ini mempunyai dua sub
tipe:

16
- Generalized: gambaran patologis bersifat umum. Beberapa penyakit
yang berhubungan dengan tipe ini: Paget’s disease, hyperthyroidism,
osteopetrosis dan sifilis.

- Lokal: gambaran patologis bersifat lokal. Tipe ini terjadi oleh karena
infeksi lokal, tumor atau proses destruksi lainnya.

- Derajat pergeseran

Derajat pergeseran dari vertebra dapat ditentukan dari spinal x-ray :

 Grade I: 1% to 25% slip

 Grade II: 26% to 50% slip

 Grade III: 51% to 75% slip

 Grade IV: 76% to 100% slip

Pada derajat 1 dan 2 tidak dibutuhkan operasi pembedahan dan masih


bisa di terapi secara medis. Derajat 3 dan 4 dibutuhkan operasi
pembedahan jika dirasa nyeri yang terus menerus dan pergeseran
semakin meluas.

e) Pengobatan

1. Non operative

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservatif.


Pengobatan non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa
defisit neurologis atau defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat
merupakan pengurangan berat badan, stretching exercise, pemakaian
brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam manajemen
pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.

2. Operative

Pasien dengan defisit neurologis atau pain yang mengganggu


aktifitas, yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan
untuk operasi. Bila radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip

17
dengan serial x-ray disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika
progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip 50% pada waktu
diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade spondilolistesis
walaupun tanpa gejala fusi harus dilakukan. Dekompresi tanpa fusi
adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi.
Bila manajemen operative dilakukan pada adolescent, dewasa muda
maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang
bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi.

Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih
besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada
fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level
disease, motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual
tobacco abuse.

2.1.8 Tinjauan Alat Ukur

Alat ukur yang direkomendasi WHO untuk melakukan pengukuran terhadap nyeri
punggung bawah yaitu: Visual Analog Scale untuk mengukur intensitas nyeri,

2.1.8.1 Visual Analog Scale (VAS)

Menurut International Association For The Study Of Pain (1979) dalam Nugroho DS
(2001) sifat nyeri merupakan pengalaman subyektif dan bersifat individual. Dengan dasar ini
dapat dipahami adanya kesamaan penyebab tidak secara otomatis menimbulkan perasaan nyeri
yang sama. Nyeri adalah pengalaman umum dari manusia. Beberapa jenis penyakit, injury dan
prosedur medis serta surgical berkaitan dengan nyeri. Beberapa pasien mungkin mempunyai
pengalaman nyeri yang berbeda dengan jenis dan derajat patologis yang sama. Selain patologi
fisik, kultur/budaya, ekonomi, sosial, demografi dan faktor lingkungan mempengaruhi persepsi
nyeri seseorang. Keadaan psikologis seseorang, riwayat personal dan faktor situasional
memberikan kontribusi terhadap kualitas dan kuantitas nyeri seseorang (Turk & Melzack,
1992).

Visual Analogue Scale (VAS) adalah alat ukur lainnya yang digunakan untuk
memeriksa intensitas nyeri dan secara khusus meliputi 10-15 cm garis, dengan setiap ujungnya
ditandai dengan level intensitas nyeri (ujung kiri diberi tanda “no pain” dan ujung kanan diberi
18
tanda “bad pain” (nyeri hebat). Pasien diminta untuk menandai disepanjang garis tersebut
sesuai dengan level intensitas nyeri yang dirasakan pasien. Kemudian jaraknya diukur dari
batas kiri sampai pada tanda yang diberi oleh pasien (ukuran mm), dan itulah skorenya yang
menunjukkan level intensitas nyeri. Kemudian skore tersebut dicatat untuk melihat kemajuan
pengobatan/terapi selanjutnya. Secara potensial, VAS lebih sensitif terhadap intensitas nyeri
daripada pengukuran lainnya. Begitu pula, VAS lebih sensitif terhadap perubahan pada nyeri
kronik daripada nyeri akut (Carlson, 1983 ; McGuire, 1984) . Dalam penelitian ini penulis
melakukan pemeriksaan derajat atau intensitas nyeri dengan menggunakan skala VAS.

2.2 Latihan Punggung (Back Exercise)

Bompa (2002) menerangkan bahwa ”Training is usually defined as systematic process


of long duration, repetitive, progressive exercises, having the ultimate goal of improving
athletic performance”. Latihan biasanya didefinisikan sebagai suatu proses sistematis yang
dilakukan dalam jangka waktu panjang, berulang-ulang, progresif, dan mempunyai tujuan
untuk meningkatkan penampilan fisik.

Latihan Menurut Sukadiyanto (2002) istilah latihan berasal dari kata dalam bahasa
Inggris yang dapat mengandung beberapa makna seperti: practice, exercises, dan training.
Pengertian latihan yang berasal dari kata practise adalah aktivitas untuk meningkatkan
keterampilan (kemahiran) berolahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan
tujuan dan kebutuhan cabang olahraganya.

Pengertian latihan yang berasal dari kata exercises adalah perangkat utama dalam
proses latihan harian untuk meningkatkan kualitas fungsi sistem organ tubuh dalam
penyempurnaan geraknya.. Latihan berasal dari kata training adalah penerapan dari suatu
perencanaan untuk meningkatkan kemampuan berolahraga yang berisikan materi teori dan
praktek, metode, dan aturan pelaksanaan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai.

Jackson and Brown (2003) menyatakan beberapa alasan untuk memberikan back
exercise pada penderita LBP:

a. Untuk mengurangi rasa nyeri

b. Untuk menguatkan otot-otot disekitar punggung bawah

c. Untuk mengurangi tekanan mekanis (mechanical stress) pada struktur tulang


belakang

19
d. Untuk meningkatkan kebugaran

e. Untuk mencegah cidera

f. Untuk menstabilkan segment yang mengalami kekendoran (hypermobile)

g. Untuk memperbaiki postur tubuh

h. Untuk meningkatkan elastisitas tulang punggung

2.2.1 Konsep Back Exercise

Back exercise salah satu bentuk latihan yang bertujuan mengurangi nyeri punggung

bawah. Caranya adalah dengan penguatan (strengthening) otot-otot abdomen dan gluteus

maksimus, serta mengulur (stretching) otot-otot ekstensor punggung. Bentuk latihannya

berupa fleksi lumbosakral. Untuk dapat diaplikasikan dengan tepat, maka syaratnya adalah :

(1) latihan teratur dan (2) tidak melebihi batas nyeri.

Sebagai hasil kontraksi dipertahankan 6-8 detik kemudian rileks, gerakan ini akan

diikuti interval relaksasi secara spontan, sehingga nyeri akan berkurang dan mobilitas lebih

memungkinkan terjadi. Durasi kontraksi setelah 8 detik juga dapat memberikan relaksasi otot

sehingga penguluran berikutnya diberikan lebih lanjut. Contoh:

1. Latihan untuk mengulur otot punggung bawah berbaring terlentang, kedua lutut

ditekuk, tarik kedua lutut ke arah dada, lalu turunkan kedua kali ke bawah dan

luruskan lutut

2. Latihan untuk mengulur otot punggung dan memperkuat otot perut. Kedua lutut

ditekuk, kencangkan perut bersamaan denga mengencangkan otot bokong sambil

tiup napas, tekan pinggang bawah kelantai

20
.

3. Latihan untuk memperkuat otot perut. Kedua lutut ditekuk, tangan disilangkan di

belakang kepala, angkat kepala dan tubuh bagian atas sambil mengencangkan

perut. Jangan mengencangkan leher, jangan menarik dengan kedua lengan

4. Latihan untuk mempertahankan lengkung punggang bawah. Posisi awal tengkurap.

Angkat tubuh bagian atas dengan cara menekan siku, pertahankan pinggul di

bawah, punggung rileks dan kepala posisi nyaman.

5. Latihan untuk memperkuat otot punggung. Angkat tubuh bagian atas dan pinggang

sampai posisi kedua tangan lurus, tahan 6 hitungan lalu kembali ke posisi awal.

21
6. Latihan untuk mengulur otot punggung, memperkuat otot-otot perut dan

punggung, dan fleksibilitas sendi panggul. Bertumpu pada tangan dan lutut

(seperti merangkak). Kencangkan perut dan lengkungkan punggung ke atas,

lenturkan ke bawah kembali.

7. Latihan untuk mengulur otot punggung dan otot paha bagian belakang.

Bungkukkan badan sampai tangan menyentuh lantai

8. Latihan untuk memperkuat otot punggung dan membentuk kembali

mempertahankan lengkung punggung. Letakkan kedua tangan di belakang

pinggang bawah, lengkungan punggung ke belakang, pertahankan kedua lutut tetap

lurus, kembali ke posisi tegak.

22
9. Latihan untuk mengulur otot punggung bagian samping, kanan dan kiri. Letakkan

kedua tangan di pinggang, lengkungkan tubuh ke samping kiri, kembali tegak, ke

samping kanan dan kembali tegak.

2.2.2 Lama Waktu Latihan Back Exercise

Latihan bukan merupakan barang instan yang sekali telan langsung bebas persoalan.

Latihan harus dilakukan terus menerus dan dianggap sebagai kebutuhan, seperti kita butuh

makan dan minum. Frekuensi latihan diatur sesuai dengan kemampuan tubuh, sehingga tubuh

dapat beradaptasi terhadap rangsangan yang diterimanya.

Pada Latihan nyeri punggung bawah untuk mendapatkan yang baik, di mulai dengan

15 menit kerja aerobik ringan per hari, 2 sampai 3 kali per minggu, dan kemudian secara

bertahap tingkatkan hingga 30 sampai 40 menit per hari, 4 sampai 5 kali per minggu. Latihan

peregangan dapat dilakukan setiap hari. Latihan penguatan harus dilakukan tiga atau empat

kali per minggu .Untuk melihat hasilnya diperlukan waktu 6 minggu - 8 minggu.

23
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

3.1 Anamnesis
Identitas Pribadi
No. Rekam Medis : 042456
Nama : ML
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 51 Tahun
Suku Bangsa : Padang
Agama : Islam
Alamat : Jl. Bambu Gg. Sakiran No.37
Status : Sudah Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 11 November 2018

3.2 Riwayat Perjalanan Penyakit


3.2.1. Keluhan
Keluhan Utama : Nyeri punggung bawah
Telaah : Hal ini dialami ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan di punggung bawah kanan dan menjalar ke daerah
bokong hingga lutut kanan. Nyeri dirasakan terus menerus tidak
dipengaruhi oleh aktifitas. Keluhan kebas tidak dijumpai.
Riwayat demam tidak dijumpai. Riwayat batuk lama tidak
dijumpai. Pembengkakan atau kemerahan disekitar nyeri tidak
dijumpai. Riwayat penyakit asam urat dan hiperkolesterol
diketahui sejak ± 1 tahun ini dengan pengobatan tidak teratur.
Riwayat mengangkat beban berat tidak dijumpai. Riwayat jatuh
terduduk diketahui ± 2 tahun sebelum masuk rumah sakit
namun tidak dijumpai keluhan apapun saat itu. BAK dan BAB
dalam batas normal. Pasien mengatakan pernah masuk IGD dan

24
dirawat dengan keluhan nyeri punggung bawah ± 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Terdahulu : Asam urat dan hiperkolesterolemia


Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Jelas

3.2.2 Anamnesa Traktus


Traktus Sirkulatorius : Tidak dijumpai kelainan
Traktus Respiratorius : Tidak dijumpai gangguan, batuk (-), sesak (-)
Traktus Digestivus : Tidak dijumpai kelainan, BAB normal
Traktus Urogenitalis : Tidak dijumpai kelainan, BAK normal
Penyakit Terdahulu : Asam urat (+) dan hiperkolesterolemia (+)
Intoksikasi dan Obat-obatan :-

3.2.3 Anamnesa Keluarga


Faktor Herediter :-
Faktor Familier :-
Lain-lain :-

3.2.4 Anamnesa Sosial


Kelahiran dan Pertumbuhan : Tidak diketahui
Imunisasi : Tidak jelas
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Perkawinan : Menikah

3.3 Pemeriksaan Jasmani


3.3.1 Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80x/menit
Frekuensi Nafas : 20x/menit
Temperatur : 36,2°C
Kulit : Akral hangat, turgor kulit baik
Leher : Pembesaran KGB leher/aksila/inguinal (-)

25
Persendian : Dislokasi sendi (-)

3.3.2 Kepala dan Leher


Bentuk dan Posisi : Normosefali, simetris
Pergerakan : Dalam batas normal
Kelainan Panca Indera : Tidak dijumpai kelainan
Rongga Mulut dan Gigi : Dalam batas normal
Kelenjar Parotis : Tidak dijumpai kelainan
Desah : Tidak dijumpai
Dan Lain-lain :-

3.3.3 Rongga Dada dan Abdomen


Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi : Simetris fusiformis Simetris
Palpasi : SF kanan = kaki, kesan normal Soepel
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Timpani
Auskultasi : SP : Vesikuler, ST: - Normoperistaltik

3.3.4 GENITALIA
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4 Pemeriksaan Neurologis


3.4.1 Sensorium : Compos mentis (E4M6V5)
3.4.2 Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi arteri carotis (+),
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Auskultasi : Desah (-)
Transiluminasi : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.3. Perangsangan Meningeal


Kaku Kuduk :-
Tanda Kernig :-

26
Tanda Brudzinski I :-
Tanda Brudzinski II :-

3.4.4 Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah proyektil :-
Sakit Kepala :-
Kejang :-

3.4.5 Saraf Otak/Nervus Kranialis


Nervus I Meatus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Normosmia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Anosmia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Parosmia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Hiposmia : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus II, III Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
Lapangan Pandang
Normal : + +
Menyempit : - -
Hemianopsia : - -
Scotoma : - -
Refleks Ancaman : + +
Fundus Okuli
Warna : Tidak dilakukan pemeriksaan
Batas : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekskavasio : Tidak dilakukan pemeriksaan
Arteri : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vena : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus III, IV, VI Oculi Dextra (OD) Oculi Sinistra (OS)


Gerakan Bola Mata : dbn dbn
Nistagmus : - -

27
Pupil
Lebar : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk : bulat bulat
Refleks Cahaya Langsung: + +
Refleks Cahaya tidak Langsung: + +
Rima Palpebra : 7 mm 7 mm
Deviasi Konjugate : - -
Fenomena Doll’s Eye : tdp tdp
Strabismus : - -

Nervus V Kanan Kiri


Motorik
Membuka dan menutup mulut : + +
Palpasi otot masseter dan temporalis : + +
Kekuatan gigitan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sensorik
Kulit : Dalam batas normal
Selaput lendir : Dalam batas normal
Refleks Kornea
Langsung : + +
Tidak Langsung : + +
Refleks Masseter : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks bersin : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus VII Kanan Kiri


Motorik
Mimik : Simetris
Kerut Kening : + +
Menutup Mata : + +
Meniup Sekuatnya : + +
Memperlihatkan Gigi : + +
Tertawa : + +
Sensorik
Pengecapan 2/3 Depan Lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan

28
Produksi Kelenjar Ludah : Dalam batas normal
Hiperakusis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Stapedial : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus VIII Kanan Kiri


Auditorius
Pendengaran : + +
Test Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Schwabach : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vestibularis
Nistagmus : - -
Reaksi Kalori : Tidak dilakukan pemeriksaan
Vertigo : - -
Tinnitus : - -

Nervus IX, X
Pallatum Mole : Medial
Uvula : Medial
Disfagia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Disartria : Tidak dilakukan pemerikaan
Disfonia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks Muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecapan 1/3 Belakang Lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan

Nervus XI Kanan Kiri


Mengangkat Bahu : + +
Fungsi Otot Sternocleidomastoideus : + +

Nervus XII
Lidah
Tremor :-
Atrofi :-
Fasikulasi :-

29
Ujung Lidah Sewaktu Istirahat : Medial
Ujung Lidah Sewaktu Dijulurkan : Medial

3.4.6 Sistem Motorik


Trofi :
Tonus Otot : Normal
Kekuatan Otot : ESD: 55555 / 55555 ESS: 55555 / 55555
EID: 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555
Gerakan Spontan Abnormal
Tremor :-
Khorea :-
Ballismus :-
Mioklonus :-
Atetotis :-
Distonia :-
Spasme :-
Dan Lain-lain :-

3.4.7 Tes Sensibilitas


Eksteroseptif : Raba (+), nyeri (+)
Proprioseptif : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi Kortikal untuk Sensibilitas
Stereognosis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengenalan Dua titik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Grafestesia : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.8 Refleks Kanan Kiri


Refleks Fisiologis
Biceps : ++ ++
Triceps : ++ ++
Radioperiost : ++ ++
APR : ++ ++
KPR : ++ ++

30
Strumple : ++ ++
Refleks Patologis
Babinski : - -
Oppenheim : - -
Chaddock : - -
Gordon : - -
Schaefer : -
-
Hoffman-Tromner : - -
Klonus Lutut : - -
Klonus Kaki : - -
Refleks Primitif : - -

3.4.9 Koordinasi
Lenggang : Baik
Bicara : Baik
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Mimik : Sudut mulut simetris
Test Telunjuk-Telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Telunjuk-Hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Diadokhokinesia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Tumit-Lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.10 Vegetatif
Vasomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Sudomotorik : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pilo-Erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.11 Vertebra
31
Bentuk
Normal :+
Scoliosis :-
Hiperlordosis :-
Pergerakan
Leher : Dalam batas normal
Pinggang : Sulit dinilai

3.4.12 Tanda Perangsangan Radikuler


Laseque : +/-
Cross Laseque : +/-
Test Lhermitte : -/-
Test Naffziger : -/-

3.4.13 Gejala-Gejala Serebelar


Ataksia :-
Disartria :-
Tremor :-
Nistagmus :-
Fenomena Rebound :-
Vertigo :-
Dan Lain-lain :-

3.4.14 Gejala-Gejala Ekstrapiramidal


Tremor :-
Rigiditas :-
Bradikinesia :-
Dan Lain-lain :-

3.4.15 Fungsi Luhur


Kesadaran Kualitatif : Compos mentis
Ingatan Baru : Baik
Ingatan Lama : Baik
Orientasi

32
Diri : Baik
Tempat : Baik
Waktu : Baik
Situasi : Baik
Intelegensia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Daya Pertimbangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reaksi Emosi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Afasia
Ekspresif :+
Reseptif :-
Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Agnosia
Agnosia visual :-
Agnosia Jari-jari :-
Akalkulia :-
Disorientasi Kanan-Kiri :-

33
3.5 Pemeriksaan Penunjang

3.5.1 Interpretasi Foto Thoraks


Cor normal, sinuses dan diafragma normal
Pulmo: hilli normal
Corakan bronkovaskular dalam batas normal, tidak tampak infiltrat.
Skeletal dan soft tissue tidak tampak kelainan
Kesimpulan : Tidak ada kelainan

34
3.5.2 Interpretasi Foto Lumbo-sacral
Curve dalam batas normal, corpus vertebra lumboacral dalam batas normal. Discus
dan foramen intervertebralis tidak menyempit. Tidak tampak frktur. Tampak osteofit
vertebrae lumbalis.
Kesimpulan : Spondylosis lumbalis dengan spondylolistesis lumbal.

3.6 HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hb : 13.44 g/dl (12-14 g/dl)

Eritrosit : 4,09 juta/µL (4,5-6,5 µL)

Leukosit : 10.920 /µL (4.000-11.000)

Hematokrit : 37,8 % (37-43%)

Trombosit : 234.500/µL (150.000-450.000)

MCV : 92,5 fl (81-99 fl)

35
MCH : 32,9 pg (27,0-31,0 pg)

MCHC : 35,6 g/dl (31-37 g/dL)

RDW : 13.1 (11,5-14,5%)

Hitung Jenis

Neutrofil : 87.24 % (43.50-73.50%)

Limfosit : 8.17 % (15.20-43.30%)

Monosit : 2.83 % (5.50-13.70%)

Eosinofil : 1.54 % (0.80-8.10%)

Basofil : 0.21 % (0.20-1.50%)

KIMIA KLINIK

KGD Sewaktu : 120 mg/dl <200 mg/dL

3.6 Kesimpulan Pemeriksaan


Ny. M, 51 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Putri Hijau
Kesdam I BB Medan dengan keluhan nyeri punggung bawah
yang dialami ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan di punggung bawah kanan dan menjalar ke daerah
bokong hingga lutut kanan. Nyeri dirasakan terus menerus tidak
dipengaruhi oleh aktifitas. Keluhan kebas tidak dijumpai.
Riwayat demam tidak dijumpai. Riwayat batuk lama tidak
dijumpai. Pembengkakan atau kemerahan disekitar nyeri tidak
dijumpai. Riwayat penyakit asam urat dan hiperkolesterol
diketahui sejak ± 1 tahun ini dengan pengobatan tidak teratur.
Riwayat mengangkat beban berat tidak dijumpai. Riwayat jatuh
terduduk diketahui ± 2 tahun sebelum masuk rumah sakit
namun tidak dijumpai keluhan apapun saat itu. BAK dan BAB
dalam batas normal. Pasien mengatakan pernah masuk IGD dan
dirawat dengan keluhan nyeri punggung bawah ± 1 minggu
sebelum masuk rumah sakit.

36
Riwayat Penyakit Terdahulu : Asam Urat, hiperkolesterolemia
Riwayat Penggunaan Obat : Tidak Jelas
Status Presens
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperature : 36,2°C

Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut simetris
N. VIII : Dalam batas normal
N. IX, X : Uvula medial (+)
N. XI : Mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah istirahat medial, lidah saat dijulurkan medial

STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal :-
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 55555 / 55555 ESS: 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555

37
Numeric Rating Scale :6

3.7. DIAGNOSIS

DIAGNOSIS FUNGSIONAL : Low Back Pain + Radikulopati Lumbal

DIAGNOSIS ETIOLOGI : Trauma

DIAGNOSIS ANATOMIK : Vertebra Lumbal

DIAGNOSIS BANDING : 1. Spondylosis Lumbal + spondylolistesis lumbal

2. Hernia Nukleus Pulposus

DIAGNOSA KERJA : LBP + Radikulopati lumbal ec Spondylosis lumbal +


Spondylolistesis lumbal

3.8. Penatalaksanaan
1. IVFD Ringer Lactat 20 tetes/menit
2. Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam
3. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam

R/ -Darah lengkap
- Foto Lumbo-sacral
- Fisioterapi

38
BAB IV

FOLLOW UP TANGGAL 12/11/2018

S Nyeri punggung bawah (+)


Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperature : 36,7°C
O
Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut simetris
N. VIII : Dalam batas normal
N. IX, X : Uvula medial (+)
N. XI : Mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah istirahat medial, lidah saat dijulurkan medial

STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal :-
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-

39
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 55555 / 55555 ESS: 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555
NRS : 5-6

A LBP + Radikulopati lumbal ec Spondylosis lumbal + Spondylolistesis lumbal

1. Bed Rest
2. IVFD Ringer Lactat 20 tetes/menit
3. Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam
P 4. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam

FOLLOW UP TANGGAL 13/11/2018

S Nyeri punggung bawah (+)


Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Frekuensi Nafas : 18 x/menit
Temperature : 36,5°C
O
Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : Refleks cahaya (+/+), pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)
N. V : Buka tutup mulut (+)
N. VII : Sudut mulut simetris
N. VIII : Dalam batas normal
N. IX, X : Uvula medial (+)
N. XI : Mengangkat bahu (+/+)
N. XII : Lidah istirahat medial, lidah saat dijulurkan medial

40
STATUS NEUROLOGIS
Sensorium : Compos mentis
Peningkatan TIK : Sakit kepala (-)
Muntah proyektil (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal :-
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ ++/++
APR/KPR : ++/++ ++/++
Refleks Patologis Kanan Kiri
H/T : -/- -/-
Babinski : - -
Kekuatan Motorik : ESD : 55555 / 55555 ESS: 55555 / 55555
EID : 55555 / 55555 EIS : 55555 / 55555
NRS : 1-2
A LBP + Radikulopati lumbal ec Spondylosis lumbal + Spondylolistesis lumbal

P 1. Bed Rest
2. IVFD Ringer Lactat 20 tetes/menit
3. Natrium Diklofenak 25mg/12 jam
4. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
R Fisioterapi

41
BAB V
DISKUSI

No Teori Kasus
1 Definisi:
Low back pain adalah nyeri yang Pasien perempuan, Ny. M, 51 tahun
dibatasi daerah superior oleh garis datang ke IGD Rumah Sakit Putri
transversal imajiner yang melalui Hijau Kesdam I BB Medan dengan
ujung prosesus spinosus dari vertebra keluhan nyeri punggung bawah yang
thorakal terakhir, daerah inferior oleh dialami ± 6 jam sebelum masuk rumah
garis transversal imajiner yang melalui sakit.
ujung processus spinosus dari vertebra
sakralis pertama dan lateral oleh garis
vertikal yang ditarik dari batas lateral
spina lumbalis
2 Manifestasi klinis:
Sindroma lumbal adalah nyeri. Pasien merasakan nyeri di punggung
Sindroma nyeri muskulo skeletal yang bawah kanan dan menjalar ke daerah
menyebabkan LBP termasuk sindrom bokong hingga lutut kanan. Nyeri
nyeri miofasial dan fibromialgia. dirasakan terus menerus tidak
Nyeri miofasial khas ditandai nyeri dipengaruhi oleh aktifitas.
dan nyeri tekan seluruh daerah yang
bersangkutan, kehilangan ruang gerak
kelompok otot yang tersangkut dan
nyeri radikuler yang terbatas pada
saraf tepi.
3 Diagnostik: Curve dalam batas normal, corpus
vertebra lumboacral dalam batas
Ditegakkan berdasarkan foto polos, normal. Discus dan foramen
CT-Scan, atau MRI lumbal intervertebralis tidak menyempit. Tidak
tampak frktur. Tampak osteofit
vertebrae lumbalis.

42
Kesimpulan : Spondylosis
lumbalis dengan spondylolistesis
lumbal.
4 Tatalaksana:
Pengobatan untuk spondilolistesis 1. Bed rest
dengan gejala low back pain 2. IVFD Ringer Lactat 20
umumnya konservatif. Pengobatan tetes/menit
non operative diindikasikan untuk 3. Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam
semua pasien tanpa defisit neurologis 4. Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
atau defisit neurologis yang stabil. Hal
ini dapat merupakan pengurangan
berat badan, stretching exercise,
pemakaian brace, pemakain obat anti
inflamasi. Obat anti-inflamasi
diberikan sesuai skala nyeri.

43
BAB VI

KESIMPULAN

Ny. M, 51 tahun datang ke IGD Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I BB Medan dengan
keluhan nyeri punggung bawah yang dialami ± 6 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri
dirasakan terus menerus tidak dipengaruhi oleh aktifitas dan di diagnosa dengan LBP +
Radikulopati lumbal ec Spondylosis lumbal + Spondylolistesis lumbal dan diberi tatalaksana
dengan Bed rest, IVFD Ringer Lactat 20 tetes/menit, Injeksi Ketorolac 1 amp/8 jam, Injeksi
Ranitidin 1 amp/12 jam.

44
DAFTAR PUSTAKA

Abdul. 2014. “Pengaruh Terapi William Flexion Exercise Terhadap Nyeri Punggung

Bawah Pada Lansia di Panti Werdha Mojopahit Mojokerto”.Vol. 6 No. 1 Maret


2014

Andryanto, dkk.2014. Intervensi William Flexion Exercise Lebih Baik dari Masase

pada Kombinasi IR dan TENS untuk Pengurangan Nyeri Penderita Spondilosis


Lumbal. Di akses 13 Januari 2015.

Appley, A. G dan Louis Solomon. 1995. Terjemah Ortopedi dan Fraktur Sistem

Appley. Edisi ke tujuh. Jakarta: Widya Medika.

A. Tamsuri, 2007, Konsep Dan Penatalaksanaan Nyeri EGC, Jakarta

Basmajian.John V, 1998; Therapeutik exercise, Third edition, USA

Borenfein, Gb, 1995, Lbp Medical Diagnosis And Comprehensive M Second

Edition, Philadelpia : Wb Soundres

Carolyn Richardson, Et, Al, 1999, Therapeistic Exercise For Spinal Segmental

Stabilization In Low Back Pain London Chur Chill, Living Stone

Carolyn Kisner, MS, 1990, PT And Lynn Allen Colby Ms. PT

Devlin, V.J.2012. Spine Secrets Plus. United State Of America: Elsevier Mosby

exercise.html. Fisioterapi Indonesia Cabang Semarang. Fankel, Viktor H and


Margaretha Nordin, 1980, Basic Biomechanic Of The

45
Skeletal System, Lea And Fiber , Philadelpia

Ganong, William F, 1995, Fisiologi Kedokteran, Jakarta EGC

Jurnal Ikatan Fisioterapi Indonesia No. 4 Vol. 02/Juni/2002, “Kepmen Kes No.

1363/Menkes/SK/XII/2001 Pasal II Ayat (2)”

Jennifer M. Lee. Mc, Segi Praktis Fisioterapi Edisi Ke 2 Alih Bahasa Dr. Hartono

Satmoko.

Kisner, Carolyn And Lynn Allen Colby, 2007, Therapeutik Exercise Foundation

And Techiques Fifh Edition, Philadelphian : F.A Davis Company

Luklukaningsih Zuyina, Amp. S.Psi, “Sinopsis Fisioterapi Untuk Terapi Latihan”

Muh. Irfan, 1990, Fisioterapi Bagi Insan Stroke, Jakarta

Nugroho. D.S, 7-10 Maret 2001, Neurofisiologi Nyeri Dari Aspek Kedokteran

Makalah yang Disampaikan Pada pelatihan Penatalaksanaan

Fisioterapi Komprehensif pada Nyeri, Surakarta

Pramita. 2014. Tesis Core Stability Exercise Lebih Baik Meningkatkan Aktivitas

Fungsional dari pada William’s Flexion Excercise pada Pasien Nyeri Punggung
Bawah Miogenik. Program Pascasarjana Universitas Udayana: Denpasar

Regan, John J. 2010. Spondylosis. Diakses dari http://www.spineuniverse.com/

conditions/spondylosis/spondylosistanggal 14 April 2015 Rubenstain, (ED),


2005. Exercise ideals For Core Strengthing Tachoma,Washington

Rubenstein, 2005, Irv Exercise Ideas For Case Strengthening, USA : Visual

Healt Informasi.

Sunarto, 2009, “Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia

Tentang Fisioterapi”, Jakarta : Ikatan Fisioterapi Indonesia

Soeparman, Sst.Ft, Drs, 2010. “Pengukuran Posture Disajikan Pada Pelatihan

Fisioterapi”, Jakarta

46
Syarifuddin, 1994, Anatomi fisiologi Untuk Siswa Perawat, Jakarta

Sidarta, Priguna, 1990. Neurologi Klinis Dalam Prektek Umum, Jakarta

Twoney Lt, Tayler Jr, 1994. Physical Therapy Of The Law Back, Pain

47

Anda mungkin juga menyukai