Anda di halaman 1dari 5

DIAGNOSIS ANKLE SPRAIN

Pemeriksaan fisik pada pergelangan kaki meliputi inspeksi dengan teliti, palpasi,
penentuan kemampuan menopang berat badan, dan manuver diagnostik yang spesifik
sesuai cedera yang terjadi. Pertama sekali, amati apakah ada pembengkakan (swelling) dan
ekimosis. Palpasi harus meliputi seluruh fibula, tibia distal, kaki, dan tendon Achilles.
Pembengkakan yang signifikan dan nyeri saat palpasi sering ditemukan pada pasien dengan
ruptur ligamen. Nyeri tekan pada struktur ligamen merupakan temuan non-spesifik, namun
sering dikaitkan dengan cedera struktural. Nyeri tekan pada daerah yang termasuk dalam
Ottawa ankle rule dapat mengindikasikan fraktur yang disertai dengan cedera inversi atau
eversi. Daerah tersebut adalah tepi posterior atau ujung malleolus lateralis, tepi posterior
atau ujung malleolus medialis, basis metatarsus V, dan ossa navicularis. Palpasi
keseluruhan fibula penting untuk dilakukan, terutama pada kasus cedera sindesmotik,
sebagaimana temuan nyeri fibula proksimal yang dapat mengindikasikan fraktur
Maisonneuve pada fibula proksimal (Gambar 6 dan 7).
Adanya pembengkakan, hematoma, nyeri terlokalisir pada palpasi, dan anterior
drawer test positif mengindikasikan lateral ankle sprain. Diagnosis yang lebih tepat dapat
ditegakkan pada periode subakut setelah nyeri awal dan pembengkakan menghilang.
Ruptur jarang ditemukan tanpa adanya nyeri saat palpasi ATFL. Selain itu, nyeri
terlokalisir pada saat palpasi disertai perubahan warna hematoma menunjukkan 90%
kemungkinan terjadinya ruptur akut. Anterior drawer test yang positif sangat sensitif dan
spesifik untuk cedera ATFL, dan bahkan lebih spesifik jika dikombinasikan dengan temuan
nyeri saat palpasi pada ATFL dan adanya hematoma. Talar tilt test positif dapat
mengindikasikan robekan yang meluas ke posterior CFL.
Ankle sprain sisi medial dapat memberikan gambaran pembengkakan dan nyeri
tekan pada ujung malleolus medialis, sebagaimana nyeri tekan pada ligamen deltoid.
Integritas ligamentum deltoideum superficialis dapat dinilai dengan eversion stress test,
sedangkan uji rotasi eksternal dapat digunakan untuk menilai ligamentum deltoideum
profunda dan sindesmosis. Anterior drawer test juga dapat digunakan untuk menilai
subluksasi medial dan anterior pada cedera ligamentum deltoideum.
Syndesmotic sprain dapat ditunjukkan dengan nyeri terlokalisir dan nyeri tekan saat
palpasi pada AITFL, PITFL, dan malleolus medialis. Adanya pelebaran mortise pada
pemeriksaan radiografis juga dapat mengindikasikan keberadaan suatu cedera sindesmotik.

PEMERIKSAAN FISIK ANKLE

Anterior Drawer Test


Anterior drawer test dilakukan untuk menilai subluksasi anterior talus dari tibia. Uji ini
dilakukan dengan cara menstabilisasi tungkai dengan salah satu tangan, dan dengan kaki
yang berada pada posisi netral (sedikit plantar fleksi dan inversi), pemeriksa memegang
tumit lalu menarik tumit dengan kuat ke arah anterior. Instabilitas dapat dinilai dengan jalan
membandingkannya dengan tumit pada sisi yang tidak mengalami cedera, dimana temuan
positif mengindikasikan ruptur ATFL.

Talar Tilt Test


Talar tilt test dilakukan untuk menilai inversi pergelangan kaki berlebihan. Dengan
pergelangan kaki dalam posisi netral, gaya inversif yang cukup kuat diberikan pada
pergelangan kaki lalu derajat inversi dibandingkan dengan sisi yang tidak mengalami
cedera. Hasil positif mengindikasikan robekan CFL (CFL tears).

Eversion Stress Test


Eversion stress test dilakukan pada saat tungkai pasien menggantung di tepi meja periksa.
Tungkai distabilkan dengan salah satu tangan sementara tangan lain yang memegang
calcaneus memberikan tekanan eversi dengan jalan memuntir calcaneus ke arah lateral.
Nyeri mengindikasikan adanya suatu cedera ligamentum deltoideum.

Uji Rotasi Eksterna (External Rotation Test)


Uji rotasi eksterna dilakukan dengan lutut berada dalam kondisi fleksi 90 dan pergelangan
kaki dalam posisi netral. Pemeriksa menstabilkan tungkai proksimal terhadap sendi
pergelangan kaki dengan salah satu tangan sementara tangan lainnya menggenggam aspek
plantar kaki yang kemudian dirotasikan secara eksternal; nyeri menunjukkan adanya suatu
syndesmotic sprain.

Squueze Test
Pada squeeze test, tungkai secara lembut diremas dari sisi lateral dan medial pada tingkat
pertengahan tungkai (mid-calf); nyeri menunjukkan adanya cedera sindesmotik.

PEDOMAN UNTUK MEMINTA RADIOGRAF ANKLE

Stiel dan kawan-kawan mengembangkan Ottawa ankle rules, suatu kumpulan pedoman
yang digunakan untuk menentukan indikasi kebutuhan radiograf ankle sederhana untuk
mengeksklusi fraktur dan keadaan patologis terkait (lihat Gambar 6 dan 7). Nyeri tekan saat
palpasi pada daerah spesifik disekitar ankle joint dan ketidakmampuan untuk menopang
berat badan mengindikasikan adanya kebutuhan untuk pemeriksaan radiologis. Kasus
fraktur harus dirujuk ke dokter spesialis bedah ortopedik.

PENATALAKSANAAN ACUTE ANKLE SPRAINS

Penatalaksanaan acute ankle sprains meliputi 2 tahap: (1) akut dan (2) mobilisasi dini
dengan rehabilitasi bertahap. Pengobatan pada tahap akut difokuskan pada mengurangi
pembengkanan pada dan disekitar ankle joint, mengontrol rasa nyeri, melindungi dari
cedera lanjut, memicu penyembuhan, dan memulai rehabilitasi untuk membatasi defisit
jangka panjang pada kekuatan, fleksibilitas, dan daya tahan (endurance). Tujuan utama
mobilisasi dini dengan rehabilitasi antara lain adalah pengembalian range of motion
(terutama dorsifleksi), pengembalian kekuatan (terutama musculus peroneus),
pengembalian propriosepsi, dan dapat beraktivitas seperti semula. Tatalaksana akut dimulai
setelah cedera awal dan berlanjut hingga nyeri dan pembengkakan menghilang. Singkatan
yang biasa digunakan untuk mengingat komponen esensial tatalaksana akut adalah
PRICEMMMS, yang diperluas dari singkatan RICE.
Protection. Perlindungan dari cedera lanjut. Aircast dapat digunakan untuk membatasi
beban inversi dan eversi pada pergelangan kaki yang mengalami cedera, yang mana disaat
yang sama membantu menjaga dorsifleksi dan plantarfleksi. Hal ini harus digunakan secara
kontinu hingga pembengkakan, defisit kekuatan, dan defisit fleksibilitas menghilang.
Kemudian setelah itu secara terbatas dapat digunakan disaat latihan.
Rest (istirahat).
Ice. Es efektif digunakan selama pembengkakan masih ada. Suatu bag berisi es yang
dihancurkan dapat ditempelkan secara langsung pada kulit selama 20 menit setiap jamnya.
Compression. Kompresi dapat diberikan dengan menggunakan compression hose/wrap.
Kompresi langsung dapat membantu resorpsi edema keluar dari ruang sendi, sehingga
memungkinkan untuk mobilitas awal range of motion.
Elevation. Elevasi diatas tingkat setinggi jantung dapat membantu memperbaiki venous
return dan mengurangi pembengkakan.
Medications. Pemberian obat, seperti analgesik dan anti inflamasi non steroid, dapat
memegang peranan penting dalam mengontrol rasa nyeri dan peradangan setelah cedera
akut.
Modalities. Modalitas lain seperti stimulasi elektrik otot dapat digunakan untuk mengontrol
rasa nyeri dan menjaga kekuatan otot dan range of motion.
Mobilization. Mobilisasi harus dimulai sejak hari pertama cedera terjadi. Plantarfleksi dan
dorsifleksi aktif yang dilakukan secara terbatas dalam range of motion bebas nyeri dapat
memperbaiki mobilisasi edema. Latihan kekuatan musculus peroneus dan gastrocnemius
juga harus dimulai dengan segera.

REHABILITASI

Rehabilitasi merupakan komponen penting dalam tatalaksana acute ankle sprains.


Pemenuhan fungsi normal dan kekuatan ankle serta pencegahan cedera berulang
merupakan tujuan utama rehabilitasi. Program yang melibatkan latihan dengan beban lebih
berat terhadap ankle dalam waktu bertahap sangat penting untuk dilakukan dalam hal ini.
Walaupun hal ini dapat terasa berat bagi pasien yang ingin dapat kembali beraktivitas fisik
secara normal setelah pembengkakan dan nyeri menghilang, kurangnya rehabilitasi yang
memadai akan menempatkan pasien dalam kondisi berisiko terhadap cedera ankle yang
lebih berat dan rekuren yang potensial berlanjut menjadi instabilitas fungsional kronik.
Aktivitas seperti latihan kekuatan, water jogging, berenang, dan bersepeda dapat
membantu meningkatkan kekuatan, range of motion, dan propriosepsi sekaligus menjaga
kebugaran kardiovaskuler. Hal ini dapat memastikan kebugaran kardiovaskuler pasien tetap
adekuat untuk menjalani aktivitas normal setelah ankle secara penuh terehabilitasi. Latihan
range of motion dapat berupa ankle pumps (seperti plantarfleksi dan dorsifleksi) dan
gerak inversi/eversi. Resistance exercise bands dapat digunakan dalam latihan rehabilitasi
secepatnya sehingga sendi dapat digerakkan tanpa merasa nyeri.
Setelah rehabilitasi penuh, pasien dapat kembali beraktivitas fisik dan berolahraga
secara bertahap. Seorang atlet harus memulai dengan latihan sederhana dan melanjutkannya
secara bertahap hingga tidak ada restriksi gerakan. Penggunaan brace harus dilanjutkan
hingga atlet diizinkan untuk bermain tanpa adanya restriksi gerakan. Brace dapat
memungkinkan terjadinya peningkatan umpan balik proprioseptif selama latihan.

Anda mungkin juga menyukai