1102019093
PBL B8
1. Synarthrosis
Sendi yang tidak bergerak sama sekali. Sendi ini dipersatukan oeh jaringan ikat
padat fibrosa. Salah satu contohnya sutura, yang tidak bersifat permanen karena
dapat digantikan nantinya oleh tulang dikemudian hari, disebut sinostosis. Jika
sendi pada tulang dipersatukan dengan dengan lebih banyak jaringan fibrosa,
disebut syndesmosis. Contohnya sydesmosis radio-ulnaris dan tibio-ulnaris.
Macam yang ketiga yaitu gamphosis, sendi yang terbatas hanya pada gigi dalam
maksila dan mandibula. Ada yang bernama synchondrosis, diantara tulang terdapat
tulang rawan. Contoh: symphysis pubis dan symphysis manubriosternalis.n
Schindelysis, satu tulang yang masuk ke dalam celah tulang seperti pada reostrum
sphenoidale masuk ke dalam Os vomer.
2. Ampiarthosis
Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan.
a. Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen.
Contoh: persendian antara fibula dan tibia.
b. Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk
seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.
3. Diarthrosis
Sendi yang dapat bergerak bebas. Merupakan sendi yang terdapat rongga diantara
kedua tulang. Pada articulation synovialis terdapat: Cartilago articularis, Cavitas
articularis, Discus articularis, Meniscus articularis, Labrum articulare, Capsula
articularis, Membrana fibrosa, Membaran synovialis, Plica synovialis, Villi
synovialis, Synovia, Ligamenta terdiri dari: Ligamentum extracapsularis,
Ligamentum capsularis, dan Ligamentum intracapsularis. Dapat dikelempokkan
menjadi:
a. Sendi peluru : persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala
arah. Contoh, hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
b. Sendi pelana : persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi,
namun tidak ke segala arah. Contoh, hubungan tulang telapak tangan dan jari
tangan.
c. Sendi putar : persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi).
Contoh, hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
d. Sendi luncur : persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu
bidang datar. Contoh, hubungan tulang pergerlangan kaki.
e. Sendi engsel : persendian yang memungkinkan gerakan satu arah.
Contoh, sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
a. Articulatio glenohumeri
Tulang : Caput humeri dengan cavitas glenoidalis serta labrum glenoidale.
Jenis sendi : Articulatio spheroidea (a ball and socket), kepala sendi seperti bentuk
bola.
Penguat sendi : Ligamentum glenohumerale superior, Ligamentum glenohumerale
medial, ligamentum glenohumeri inferior dan ligamentum coracohumerale.
Gerak sendi : Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi.
b. Articulatio cubiti
Merupakan Articulatio composita yang terdiri dari atas 3 sendi, yaitu
Articulatiohumero-ulnaris, Articlatio humero-radialis, dan Articulatio radioulnaris.
a. Articulatio humero-ulnaris dan Articulatio humero-radialis
Tulang : Antara incisura trochlearis ulna dan trochlearishumeri; dan fovea articularis
caput radii dan capitulum humeri.
Jenis sendi : Ginglymus dengan bersumbu satu.
Penguat sendi : Ligamentum colaterale ulnare, Ligamentum colateralle radiale.
Gerak sendi : Fleksi dan ekstensi.
b. Articulatio radio-ulnaris proximalis
Tulang : Incisura radialis ulna dan caput radii
Jenis sendi : Pivot/ trachloidea bersumbu satu, yaitu sumbuvertical yang berjalan dari
radii sampai processus styloideus ulnae.
Penguat sendi : Ligamentum anulare radii yang melekat pada ujungincisura radialais
dan ligamentum quadratum diantara collum radii dan incisuraradialais ulna.
Gerak sendi : Supinasi & pronasi.
c. Articulatio radio-ulnaris media
Tulang : Corpus radius dan corpus ulnae
Jenis sendi : Syndesmosis (membrana interossea antebrachii dan corda obliqua)
Gerak sendi : sedikit
d. Articulatio radio-ulnaris distalis
Tulang : Incisura ulnaris radii dan capitulum ulnae.
Jenis sendi : Trochoidea
Penguat sendi : Capsula articularis, Discus articularis, Ligamentum radiulnare
dorsale dan Ligamentum radioulnare palmare.
Gerak sendi : pronasi dan supinasi
Sumbu gerak articulatio radioulnaris adalah dari capitulum radii menuju capitulum
ulna
e. Articulatio radiocarpalis
Tulang : Bagian distal os.radius dan ossa carpales proximalis kecuali os.pisiforme.
Jenis sendi : elipsoidea bersumbu dua
Penguat sendi : Discis articularis, ligamentum collateral carpi ulnare dan ligamentum
collateral carpi laterale.
f. Articulatio carpometacarpales
Tulang :diantara metacarpale I dan trapezium
Jenis sendi : saddle atau sellaris
Penguat sendi : Ligamenta carpometacarpalia dorsalia dan ligament
capometacarpalia palmaria.
Gerak sendi : fleksi,ekstensi,abduksi,adduksi,opposisi dan reposisi.
g. Articulatio metacarpophalangeales
a. Articulatio metacarpophalangealis I
Tulang : Antara os metacarpal dan phalanx I
Jenis sendi : ginglimus
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, sedikit abduksi dan adduksi.
b. Articulatio metacarpophalangealis II-V
Tulang : Antara os metacarpal II-V dengan os phalanx II dan V
Jenis sendi : condyloideus
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sirkumdiksi. Gerakan abduksi
oleh Mm. Interosseus palmaris dan adduksi dilakukan oleh Mm. Interossei dorsalis.
h. Articulatio interphangealis
Tulang : antar ossa phalanges
Jenis sendi : Ginglymus
Penguat sendi : Ligamenta collateralis dan ligament palmaris
Gerak sendi : fleksi dan ekstensi
2. Sendi compacta
Sendi compacta adalah hubungan anatara elemen-elemen tulang kerangka dimana
permukaan yang berdekatan dihubungkan, baik oleh jaringan ikat fibrosum atau tulang
rawan, biasanya tulang rawan fibrosa. Gerakan-gerakan pada sendi ini lebih terbatas
dibandingkan dengan sendi synovialis. Articulations, fibrosae/Sendi fobrosa
meliputi sutura, gomphosis, dan syndesmosis
a. Sutura
Tidak terdapat rongga sendi,tulang dengan tulang dihubungkan oleh jaringan ikat
fibrosa yang kuat dan tipis, terdapat di antara tulang kepala, secara fungsional
termasuk synarthrosis.
b. Syndesmosis
Terdapat lebih banyak jaringan ikat pada sendi. Contoh : sendi antara tibia dan fibula.
c. Gomphosis
Contohnya adalah akar gigi yang bersendi dengan alveoli (soket) rahang, zat yang
berada diantaranya adalah jaringan ikat ligamen periodontal.
d. Sendi kartilaginosa
Meliputi Synchondrosis dan Symphysis
e. Synchondrosis
Tulang rawan yang mengisi sendi berupa tulang rawan hialin yang termasuk jenis ini
adalah cakram epifise pada tulang-tulang yang masih tumbuh dan sendi antara costa
dengan sternum.
f. Symphisis
Tulang rawan yang mengisi rongga sendi berupa cakram tulang rawan fibrosa yang
tipis. Contohnya: sendi di antara vertebrae dan di antara os. Pubis (symphisis pubis).
Vertebrae symphisis pubis.
JARINGAN TULANG
Tulang Kompakta (padat) dan Tulang Spongiosa (cancellous)
Tulang Kompakta
Terdiri atas matriks tulang yang tersusun berlapis-lapis à LAMEL
LAMEL tersusun mengelilingi SALURAN HAVERS saluran havers
beserta lamel havers disebut SISTEM HAVERS / OSTEON, kalau tidak
mengelilingi saluran havers disebut Lamel Interstisial
Saluran yang menghubungkan saluran havers satu dengan yang lainnya
SALURAN VOKMAN
PERIOSTEUM lapisan pembungkus tulang bagian luar, dibawahnya terdapat
Lamel general luar
ENDOSTEUM lapisan pembungkus tulang bagian dalam (pembatas dengan
rongga sumsum tulang), dibawahnya terdapat Lamel general dalam
SISTEM HAVERS / OSTEON saluran havers dan lamel-lamelnya
Sel-sel tulang
Osteoprogenitor sel induk tulang, tugas utama adalah bereproduksi,
menghasilkan sel-sel yang akan terus bereproduksi atau berdiferensiasi khusus seperti
osteoblast
Osteoblast penghasil matriks, pada sediaan terletak di permukaan balok
tulang
Osteocyte osteoblast yg telah dikelilingi matriks, pada sediaan terletak di
dalam lakuna, terdapat saluran-saluran kecil yang menjulur keluar dari lakuna dan
mengandung cabang cabang sitoplasma osteocyte disebut kanalikuli
Osteoclast sel besar, berinti banyak, motil (bergerak), merupakan turunan
monosit, berperan dalam destruksi atau absorbsi tulang (contohnya pada sediaan
penulangan desmal). Sel ini ditemukan pada permukaan tulang yang sedang
mengalami resorbsi disebut Lakuna Howship
PENULANGAN / OSSIFIKASI DESMAL (INTRAMEMBRANOSA) dan
ENDOCHONDRAL (INTRAKARTILAGINOSA)
Penulangan Desmal proses penulangan tanpa melalui pembentukan tulang rawan
terlebih dahulu. Terjadi pada tulang pipih (tengkorak, klavikula, sebagian mandibula.
Pada sediaan penulangan desmal biasanya terdapat osteoclast diatas lakuna
Howship.
Penulangan Endochondral proses penulangan melalui proses pembentukan
tulang rawan terlebih dahulu. Terjadi pada tulang-tulang panjang. Perubahan biasanya
mula-mula timbul di daerah metafisis, pada sediaan biasanya terlihat zona-zona
berbeda.
2. MM Ankle Sprain
2.1. Definisi
Ankle sprain adalah kondisi dimana terjadinya penguluran dan robekan pada
ligamentum lateral compleks. Yang meliputi ligamentum calcaneofibularis,
ligamentum talofibularis anterior dan ligamentum talofibularis posterior
bahkan dapat mengenai ligamentum talocalcaneare interosseum. Hal ini
biasanya disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi secara tiba-
tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada tumpuan seperti lantai atau
tanah, biasanya terjadi pada permukaan yang tidak rata. Menurut Calatayud
(2014), sprain ankle terjadi karena adanya cedera berlebihan (overstreching
dan hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba,
ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu
sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan
menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur
ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional
normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks
lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi,
adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi
penurunan kekuatan otot dan kerterbatasan gerak.
2.2. Etiologi
Etiologi dari ankle sprain merupakan akibat dari gerakan pergelangan kaki
yang melebihi kekuatan ligamen ankle. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya ankle sprain dibagi menjadi dua kelompok
yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik:
1. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan risiko sprain adalah:
a. Jenis olahraga: bola basket, bola voli, panjat tebing, sepak bola.
Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada
kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar
kisaran gerak normal.
b. Penggunaan sepatu dengan hak tinggi dikarenakan lemahnya posisi
sendi pergelangan kaki dengan tumit tinggi, dan pijakan yang kecil.
2. Faktor Intrinsik
Terdapat juga faktor risiko intrinsik sebagai berikut:
a. Jenis kelamin wani
b. Range of motion pergelangan kaki yang terbatas
c. Berkurangnya propriosepsi
d. Defisiensi pada keseimbangan
f. BMI yang rendah
g. Kurangnya kekuatan, koordinasi dan ketahanan kardiorespiratori
h. Abnormalitas anatomi dari kesejajaran lutut dan ankle
i. Indeks dari postur kaki (Flat foot)
2.3. Patofisiologi
Akibat sprain ankle akan menimbulkan nyeri yang menganggu aktivitas
seseorang sehingga terjadi kompensasi gerak dari bagian tubuh yang lain
untuk menghindari nyeri. Seseorang yang mengalami sprain ankle sebagian
besar pola berjalannya berubah menjadi antalgic gait, dimana individu
tersebut berjalan berjinjit untuk menghindari nyeri dan penekanan pada
lateral dan anterior ankle ketika fase mid stance pada stand phase berjalan.
Instabilitas Mekanik
Merupakan instabilitas yang terjadi akibat perubahan anatomi dari ankle
sprain pertama kali. Yang termasuk di dalamnya adalah :
• Perkembangan dari penyakit sendi degeneratif
• Kelemahan ligamen patologi
• Perubahan synovial
• Lemahnya dari artrokinematik
Instabilitas Fungsional
Merupakan instabilitas yang terjadi akibat perubahan dari neuromuskular.
Yang termasuk di dalamnya adalah :
• Terganggunya propriosepsi dan sensasi
• Terganggunya pola konduksi saraf
• Terganggunya kontrol postural
• Berkurangnya kekuatan motorik
Mekanisme
Berdasarkan lokasinya, ankle sprain dapat dibagi menjadi 3:
1. Lateral Ankle Sprain.
Lateral ankle sprain merupakan lokasi paling sering terjadinya sprain yaitu
diperkirakan 85% dari angka kejadian.Mekanisme terjadinya lateral ankle
sprain disebabkan oleh gerakan supinasi berlebih pada subtalar yang
menyebabkan gerakan inversi dan internal rotasi yang berlebihan pada kaki
yang sedang plantar fleksi.
Ligamen yang paling rentan mengalami cedera adalah ligamen talofibular
anterior, yang diikuti oleh ligamen kalkaneofibular dan kemudian ligamen
talofibular posterior. Rupturnya ligamen tersebut bergantung pada kekuatan
dari tekanan yang ditimbulkan.
2. Medial Ankle Sprain
Medial ankle sprain merupakan lokasi paling jarang terjadi sprain. Ankle
sprain bagian medial disebabkan oleh gerakan eversi yang berlebih pada
pergelangan kaki, namun umumnya hal ini disebabkan oleh fraktur avulsi
dari maleolus medial.
3. Syndesmotic Sprain
Tiga gerakan penyebab dari syndesmotic sprain adalah rotasi
eksternal,eversi dari talus dalam bony mortise, dan gerakan dorsifleksi yang
berlebihan.Pasien dengan cedera pada ligamen sindesmotik akan memiliki
kecenderungan terjadinya ankle sprain rekuren dan pembentukan dari
osifikasi heteropik.
Cedera pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi
luar/samping (lateral) atau ke sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan
kaki yang terjadi secara mendadak. Terkilir secara inversi yaitu kaki
berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini merupakan
cedera yang paling umum terjadi pada pergelangan kaki (Arnheim, 1985:
473; Peterson dan Renstrom, 1990: 345-346).
Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse, membuatnya
lebih mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah luar/samping.
Kebalikannya, kaki yang pronasi, kelebihan gerakan atau adanya tekanan
dari telapak kaki sisi sebelah dalam/tengah secara longitudinal lebih
memungkinkan untuk terjadi eversi sebagai salah satu pola sprain pada
pergelangan kaki (Arnheim, 1985; 473). Sehingga Ligamentum yang paling
sering terjadi injury adalah ligamentum talofibular anterior.
Pada trauma yang lebih berat atau kalau ligament tersebut fungsinya sudah
tidak memadai lagi karena suatu trauma yang pernah dialaminya. Beberapa
orang yang mengalami sprain ankle sering melaporkan adanya bunyi
“Ceklek” atau letupan saat terjadi injury. Setelah injury terjadi, pasien
mengalami kesulitan berjalan karena pada posisi lateral ankle mulai nyeri
dan bengkak.
2.4. Diagnosis
Diagnosis sprain dapat ditentukan melalui riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien sprain adalah look, feel,
move secara umum. Menurut studi yang dilakukan oleh Vuurberg et
al.pemeriksaan fisik spesial yang dilakukan 4–5 hari setelah kejadian
memiliki sensitivitas (96%) dan spesifisitas (84%) yang lebih baik dalam
mendiagnosis ankle sprain.
1. Look
Perhatikan adanya deformitas, bengkak dan memar untuk menentukan
tingkat keparahan dari ankle sprain serta kecenderungan terjadi fraktur.
Pasien dengan ankle sprain juga umumnya memiliki gangguan gait berupa
antalgic gait.
2. Feel
Lakukan palpasi pada seluruh fibula, distal tibia, kaki dan tendon Achilles
untuk menyingkirkan adanya fraktur terutama fraktur Maisonneuve yang
sering dikaitkan dengan cedera sindesmotik. Perhatikan adanya nyeri pada
area yang diperlukan untuk menentukan Ottawa Ankle Rules.
3. Move
Perhatikan adanya nyeri pada gerakan pasif inversi dan eversi. Pada ankle
sprain lateral, nyeri akan meningkat pada gerakan inversi, sedangkan pada
medial sprain nyeri akan lebih meningkat pada gerakan eversi.
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien sprain adalah
pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan X-ray dilakukan apabila terdapat
kecurigaan terhadap fraktur kaki atau ankle. Computed Tomography (CT)
dan MRI dilakukan apabila dicurigai cedera pada soft tissue dan lesi
osteokondral.
1. X-Ray
Foto X Ray dilakukan apabila dicurigai terjadinya fraktur. Ottawa Ankle
Rules digunakan pada pemeriksaan fisik untuk menentukan apakah pasien
memiliki kecenderungan terjadinya fraktur, dan mengurangi penggunaan
radiografi yang tidak perlu.
2. Computer Tomography ( CT ) Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan pada pasien pasien sprain dengan gejala
menetap lebih dari 6 minggu untuk menyingkirkan adanya lesi pada talar
dome.
3. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Sensitivitas MRI dalam mendiagnosis ruptur ligamen lateral dari sendi
pergelangan kaki/tangan adalah 75-100%, namun karena ketersediaan MRI
yang terbatas serta tingginya biaya pemeriksaan, maka MRI hanya
dilakukan apabila terdapat kecurigaan pada lesi osteokondral, instabilitas
kronis, cedera pada sindesmosis tibiofibular, serta cedera ligamen tingkat 3.
4. Arthografi
Arthrografi merupakan tindakan invasif, namun sensitivitas dan
spesifisitasnya sama saja dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan 4–5 hari
setelah kejadian maka artrografi tidak direkomendasikan pada situasi akut.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jumlah dari ligamen dan
kapsul yang cedera, dan hanya dilakukan apabila ada indikasi dilakukan
operasi.
2.6. Pencegahan
Pencegahan untuk ankle sprain dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti:
1. Lakukan peregangan sebelum dan setelah berolahraga
2. Lakukan olahraga yang bertujuan untuk menguatkan otot - otot di
sekitar ankle
3. Menggunakan deker/tape untuk menghindari terjadinya cedera inversi
pada ankle
4. Penggunaan sepatu yang sesuai dengan aktivitas (seperti penggunaan
sepatu lari ketika melakukan aktivitas lari)
5. Latihan proprioseptif juga terbukti efektif dalam pencegahan ankle
sprain. Contoh latihan proprioseptif adalah berdiri satu kaki dengan
mata tertutup dan latihan keseimbangan.
6. bagi yang pernah mengalami ankle sprain, usaha pencegahan bila
setelah program penyembuhan yaitu:
a. plester atau pembungkus plastic sebaiknya digunakan untuk
mendukung
pergelangan kaki selama 4 sampai 6 minggu
b. Latihan-latihan kekuatan otot-otot peritoneal sebaiknya tetap
dilakuan
selama 2 sampai 3 bulan.
c. Sebaiknya pemakaian plester pada pergelangan kaki tetap dipakai
pada
janga waktu yang tidak terbatas
Untuk menghindari ankle sprain alangkah baiknya melakukan
pencegahan dengan melakukan streatching, pemanasan, latihan
penguatan ligament-ligament sendi, otot dan tendon yang melintasi
sendi, latihan pergelangan kaki, serta melakukan pembebatan
pergelangan kaki.
boleh duduk pada saat sudah tidak dapat lagi berdiri dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Bila ia tidak dapat mengerjakan shalat dengan berdiri di sepanjang
pelaksanaannya meskipun dengan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam
kondisi seperti ini ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk sepenuhnya.
2) Bila ia tidak dapat mengerjakan shalat dengan berdiri di sepanjang
pelaksanaannya kecuali dengan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam
kondisi seperti ini ulama berbeda pendapat. Sejumlah ulama di antaranya Ibn
Hajar, menyatakan ia tetap harus shalat berdiri; sementara menurut sejumlah
ulama lain termasuk al-Ramli, ia boleh sepenuhnya duduk.
3) Bila ia dapat mengerjakan shalat dengan berdiri, namun pada saat bangkit
berdiri dari sujud selalu membutuhkan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam
kondisi seperti ini ia belum diperbolehkan shalat dengan duduk.
4) Bila ia dapat mengerjakan shalat dengan berdiri namun dalam batas/tempo
tertentu, maka dalam kondisi seperti ini, ia hanya boleh duduk ketika sudah tidak
mampu lagi berdiri. Misalnya, ia sanggup berdiri hanya sebatas pembacaan surah
al-Fatihah saja, maka ia wajib berdiri sepanjang pembacaan surat tersebut.
Selanjutnya ia boleh duduk untuk membaca surat lainnya. Namun demikian ia
harus berdiri lagi (jika mampu walaupun dengan bantuan orang lain atau alat
bantu) untuk keperluan pelaksanaan ruku’ dan yang seterusnya.