Anda di halaman 1dari 26

Hasyajogi Tiara Harahap

1102019093
PBL B8

1. MM Persendian Dan Fungsi Alat Gerak


1.1. Anatomi Makro
Persendian adalah tempat bertemunya dua atau tiga unsur rangka, baik tulang ataupun
tulang rawan, dikatakan sebagai sendi atau artikulasi. Terkadang juga merupakan
hubungan antara tulang dengan ligamentum.
Klasifikasi Persendian

1. Synarthrosis
Sendi yang tidak bergerak sama sekali. Sendi ini dipersatukan oeh jaringan ikat
padat fibrosa. Salah satu contohnya sutura, yang tidak bersifat permanen karena
dapat digantikan nantinya oleh tulang dikemudian hari, disebut sinostosis. Jika
sendi pada tulang dipersatukan dengan dengan lebih banyak jaringan fibrosa,
disebut  syndesmosis. Contohnya sydesmosis radio-ulnaris dan tibio-ulnaris.
Macam yang ketiga yaitu gamphosis, sendi yang terbatas hanya pada gigi dalam
maksila dan mandibula. Ada yang bernama synchondrosis, diantara tulang terdapat
tulang rawan. Contoh: symphysis pubis dan symphysis manubriosternalis.n
Schindelysis, satu tulang yang masuk ke dalam celah tulang seperti pada reostrum
sphenoidale masuk ke dalam Os vomer.

2. Ampiarthosis
Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan.
a. Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen.
Contoh: persendian antara fibula dan tibia.
b. Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk
seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.

3. Diarthrosis
Sendi yang dapat bergerak bebas. Merupakan sendi yang terdapat rongga diantara
kedua tulang. Pada articulation synovialis terdapat: Cartilago articularis, Cavitas
articularis, Discus articularis, Meniscus articularis, Labrum articulare, Capsula
articularis, Membrana fibrosa, Membaran synovialis, Plica synovialis, Villi
synovialis, Synovia, Ligamenta terdiri dari: Ligamentum extracapsularis,
Ligamentum capsularis, dan Ligamentum intracapsularis. Dapat dikelempokkan
menjadi:
a. Sendi peluru : persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala
arah. Contoh, hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
b. Sendi pelana : persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi,
namun tidak ke segala arah. Contoh, hubungan tulang telapak tangan dan jari
tangan.
c. Sendi putar : persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi).
Contoh, hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
d. Sendi luncur : persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu
bidang datar. Contoh, hubungan tulang pergerlangan kaki.
e. Sendi engsel : persendian yang memungkinkan gerakan satu arah.
Contoh, sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.

Articulatio diarthrosis dapat dibagi atas:


Berdasarkan jumlah tulang yang bersendi
a. articulatio Simplex : terdiri dari satu sendi
b. articulation Compsita : terdiri lebih dari satu sendi
Berdasarkan bentuk permukaan sendi:
a. Arthroidea (gliding) disebut juga sendi luncur
Persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Kepala
sendi dan lekuk sendi rata. Contoh: art. Intercapales, art. Intertarsales, art.
Sternoclavicularis, hubungan tulang pergerlangan kaki.
b. Ginglymus (hing) disebut juga sendi engsel
Persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Antara permukaan konveks
dan konkaf. Contoh: art. Cubiti, art. Talocrurales, art. Interphalanges, sendi
siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta .

c. Pivot (trochoidea) permukaan sendi vertical


Contoh: articulatio Atlanto axialis, articulatio Trochoidea (radioulnaris
proksimalis)

d. Ellipsoidea (condyloidea) disebut juga sendi putar


persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Permukaan sendi
berbentuk elip. Contoh: art. Radiocarpal, hubungan tulang tengkorak dengan
tulang belakang I (atlas).

e. Spheroidea (a ball and socket) Disebut juga sendi peluru


persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Kepala sendi
seperti bentuk bola masuk kedalam lekuk sendi yang dalam. Contoh: art.
Coxae, hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
f. Sellaris (saddle) disebut juga sendi pelana
persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke
segala arah. Kepala sendi dan lekuk sendi seperti orang duduk diatas plana
kuda. Contoh: antara trapezium dan metacarpal, hubungan tulang telapak
tangan dan jari tangan.

Berdasarkan jumlah sumbu gerak:


a. Bersumbu satu : art. Interphalanx, art. Talocruralis.
b. Bersumbu dua : art. Radiocarpalis
c. Bersumbu tiga : art. Glenohumerale, art. Coxae.

Macam-macam Gerak Sendi


a. Ekstensi : gerak meluruskan
b. Fleksi : gerak menekuk, membengkok
c. Abduksi : gerak menjauhi badan
d. Adduksi : gerak mendekati badan
e. Depresi : gerak menurunkan
f. Elevasi : gerak mengangkat
g. Supinasi : gerak menengadahkan tangan
h. Pronasi : menelungkupkan tangan
i. Inversi : gerak memiringkan telapak kaki ke arah dalam tubuh
j. Eversi : gerak memiringkan telapak kaki ke arah luar

Gerak berputar dibidang transversal, dapat berupa :


a. Endorotasi : gerak berputar dari lateral ke medial
b. Eksorotasi : gerak berputar medial ke lateral.
c. Laterofleksi : gerak flexi ke arah samping
d. Sirkumdiksi : gabungan dari gerakan rotasi fleksi, laterofleksi, dan ekstensi

Dasar-dasar gerak sendi


a. Sistem pengungkit (lever system)  semakin pendek lengan bawah semakin kuat
untuk mendorong, berarti lengan bawah yang pendek baik untuk mendorong.
b. Sistem pengungkit II  kaki yang pendek akan lebih menguntungkan terutama
tuber calcanei yang panjang.
c. Sistem pengungkit III  ukuran lengan gaya tidak dapat dirubah, sebaliknya
lengan beban dapat dirubah.

Anatomi Makroskopis Persendian Ekstremitas Superior (Atas)

Articulationes membri superioris terdiri dari :


Cingulum membri superioris (cingulum pectorale) atau gelang bahu yang dibentuk oleh
sternum, clavicula, scapula. Dengan demikian terdiri dari 4 sendi sternoclavicularis,
acromioclavicularis, glenohumeralis dan scapulothroracis. Singkatnya articulationes
cingulum pectorales terdiri dari tulang-tulang anggota badan atas yang berhubungan
dengan batang badan. Sehubungan dengan itu istilah yang lebih tepat adalah gelang
dada.
Pars libera membri superioris atau sendi bebas yang terdiri dari art. Glenohumeris, art.
Cubiti, art. Carpalis dll.
Cingulum membri superioris (cingulum pectorale)
1. Articulatio acromioclavicularis
 Tulang : merupakan suatu sendi antara pars acromialis scapula dengan
clavicula.
 Jenis sendi : articulatio sliding, karena kedua permukaan sendinya rata.
Bergerak pada sumbu satu dan sulit bergerak karena capsula articularisnya
ketat, di dalamnya terdapat discus articularis.
 Penguat Sendi : Ligamentum acromioclaviculare, ligamentum
coracoclaviculare yang terdiri dari : ligamentum trapezoideum dan
ligamentum conoideum
 Ciri khusus : Discus kecil tidak lengkap fibrokartilago biasanya terdapat
diantara tulang, ligamentum coracoclavicularis memperkuat sendi dengan
menyatukan clavicula pada processus coracoideus scapula tepat di
bawahnya
 Gerakan : gerak meluncur pendek.
2. Articulatio sternoclavicularis
 Tulang : incisura claviculosterni dan facies articularis sterni.
 Jenis sendi : gliding (plana) synovial dengan tiga sumbu, mempunyai
discus artcularis sehingga terdapat 2 rongga pada cavum articularis.
 Penguat sendi : ligamentum sternoclaviculare anterius, ligamentum
sternoclaviculare posterius, ligamentum costoclaviculare dan ligamentum
interclaviculare.

a. Articulatio glenohumeri
Tulang : Caput humeri dengan cavitas glenoidalis serta labrum glenoidale.
Jenis sendi : Articulatio spheroidea (a ball and socket), kepala sendi seperti bentuk
bola.
Penguat sendi : Ligamentum glenohumerale superior, Ligamentum glenohumerale
medial, ligamentum glenohumeri inferior dan ligamentum coracohumerale.
Gerak sendi : Fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi.
b. Articulatio cubiti
Merupakan Articulatio composita yang terdiri dari atas 3 sendi, yaitu
Articulatiohumero-ulnaris, Articlatio humero-radialis, dan Articulatio radioulnaris.
a. Articulatio humero-ulnaris dan Articulatio humero-radialis
Tulang : Antara incisura trochlearis ulna dan trochlearishumeri; dan fovea articularis
caput radii dan capitulum humeri.
Jenis sendi : Ginglymus dengan bersumbu satu.
Penguat sendi : Ligamentum colaterale ulnare, Ligamentum colateralle radiale.
Gerak sendi : Fleksi dan ekstensi.
b. Articulatio radio-ulnaris proximalis
Tulang : Incisura radialis ulna dan caput radii
Jenis sendi : Pivot/ trachloidea bersumbu satu, yaitu sumbuvertical yang berjalan dari
radii sampai processus styloideus ulnae.
Penguat sendi : Ligamentum anulare radii yang melekat pada ujungincisura radialais
dan ligamentum quadratum diantara collum radii dan incisuraradialais ulna.
Gerak sendi : Supinasi & pronasi.
c. Articulatio radio-ulnaris media
Tulang : Corpus radius dan corpus ulnae
Jenis sendi : Syndesmosis (membrana interossea antebrachii dan corda obliqua)
Gerak sendi : sedikit
d. Articulatio radio-ulnaris distalis
Tulang : Incisura ulnaris radii dan capitulum ulnae.
Jenis sendi : Trochoidea
Penguat sendi : Capsula articularis, Discus articularis, Ligamentum radiulnare
dorsale dan Ligamentum radioulnare palmare.
Gerak sendi : pronasi dan supinasi
Sumbu gerak articulatio radioulnaris adalah dari capitulum radii menuju capitulum
ulna
e. Articulatio radiocarpalis
Tulang : Bagian distal os.radius dan ossa carpales proximalis kecuali os.pisiforme.
Jenis sendi : elipsoidea bersumbu dua
Penguat sendi : Discis articularis, ligamentum collateral carpi ulnare dan ligamentum
collateral carpi laterale.
f. Articulatio carpometacarpales
Tulang :diantara metacarpale I dan trapezium
Jenis sendi : saddle atau sellaris
Penguat sendi : Ligamenta carpometacarpalia dorsalia dan ligament
capometacarpalia palmaria.
Gerak sendi : fleksi,ekstensi,abduksi,adduksi,opposisi dan reposisi.
g. Articulatio metacarpophalangeales
a. Articulatio metacarpophalangealis I
Tulang : Antara os metacarpal dan phalanx I
Jenis sendi : ginglimus
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, sedikit abduksi dan adduksi.
b. Articulatio metacarpophalangealis II-V
Tulang : Antara os metacarpal II-V dengan os phalanx II dan V
Jenis sendi : condyloideus
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, dan sirkumdiksi. Gerakan abduksi
oleh Mm. Interosseus palmaris dan adduksi dilakukan oleh Mm. Interossei dorsalis.
h. Articulatio interphangealis
Tulang : antar ossa phalanges
Jenis sendi : Ginglymus
Penguat sendi : Ligamenta collateralis dan ligament palmaris
Gerak sendi : fleksi dan ekstensi

Tulang – tulang penyusun anggota gerak atas tersusun atas :


1. Humerus atau tulang lengan atas. Termasuk kelompok tulang panjang atau pipa,
ujung atasnya besar, halus, dan dikelilingi oleh tulang belikat pada bagian bawah
memiliki dua lekukan merupakan tempat melekatnya tulang radius dan ulna.
2. Radius dan ulna atau pengumpil dan hasta. Tulang ulna berukuran lebih besar
dibandingkan radius, dan melekat dengan kuat di humerus. Tulang radius memiliki
kontribusi yang besar untuk gerakan lengan bawah dibandingkan ulna.
3. Karpal atau pergelangan tangan. Tersusun atas 8 buah tulang yang saling
dihubungkan oleh ligament.
4. Metakarpal atau telapak tangan. Tersusun atas lima buah tangan. Pada bagian atas
berhubungan dengan tulang pergelangan tangan, sedangkan bagian bawah
berhubungan dengan tulang-tulang jari (palanges).
5. Palanges (tulang jari-jari). Tersusun atas 14 buah tulang. Setiap jari tersusun atas
tiga buah tulang, kecuali ibu jari yang hanya tersusun atas 2 buah tulang.

Anatomi Makroskopis Persendian Ekstremitas Inferior (Bawah)


Articulationers membri inferioris terdiri dari :
I. Articulationes cinguli pelvici
II. Articulationes inferioris liberi
I. Articulationes cinguli pelvici
Gelang panggul dibentuk oleh Os. Coxae (ilium, ischium dan pubis) dan Os. Sacrum.
Os. Ilium, ischium dan pubis pada mulanya terpisah satu dengan lainnya, kemudian
bersatu membentuk suatu sendi disebut sinostosis. Gelang panggul ini merupakan
penghantar tekanan atau berat batang badan ke tungkai.
Gelang panggul terdiri dari :
1. Articulatio sacro-iliaca
 Tulang : Facies auricularis sacri dan facies auricularis ilei
 Jenis sendi : Ampiarthrosis
 Penguat sendi : ligamenta sacroiliaca anterior, ligamenta sacroiliaca interossea,
ligamentum sacroiliaca posterior, ligamentum sacrotuberale dan ligamentum
sacrospinal.
 Gerak sendi : articulatio ini sukar dan sedikit bergerak karena permukaan facies
suricularis coxa dan facies auricularis saralis kasar sehingga bagian yang menonjol
masuk kedalam cekungan. Selain itu articulation coxae ini diperkuat oleh ligament
yang kuat.
2. Symphysis pubica
 Tulang : antara tulang pubis kedua sisi
 Jenis sendi : Synchondrosis (terdapat tulang rawan)
 Penguat sendi : Ligamentum pubicum superius, Ligamentum arcuatum pubis dan
discus interpubica.
 Gerak sendi : gerak keseluruhannya. Gerak panggul kedepan dan gerak panggul
kebelakang sumbu geraknya terdapat setinggi sacralis II.
3. Articulationes inferioris liberi
a. articulatio coxae
Tulang : antara caput femoris dan acetabulum
Jenis sendi : Enarthrosis spheroidea
Penguat sendi : terdapat tulang rawan pada facies lunata
Gerak sendi : fleksi, ektensi, abduksi, adduksi, emdorotasi, eksorotasi
b. Articulatio genus
Articulatio genus merupakan articulatio composita yaitu : Articulatio patella femoralis
dan Articulatio tibio femoralis dan Articulatio tibiofeburalis.
 Articulatio patella femoralis
Persendian antara facies articularis os femur dengan facies patellaris femoris os patella
 Articulatio tibio femoralis
Tulang : Condylus medialis femoris dan condylus medialis tibiae
Penguat sendi : Meniscus medialis dan meniscuslateralis
Gerak sendi : fleksi, ekstensi dan sedikit rotasi pada sikap fleksi
c. Articulatio tibifiburalis
Tulang : facies articularis fiburalis tibiae dengan facies articularis capitis fibulae
Jenis sendi : Diarthrosis untuk proksimalis dan distalis syndesmosis untuk batang tibia
dan fibula
Penguat sendi : Ligamentum capitis fibulae anterius, Ligamentum capitis fibulae dan
membrana interossea cruris.
Gerak sendi : geseran ke atas dan ke bawah
d. Articulatio talocruralis
Tulang : antara trochlea tali dan lengkung yang dibentuk oleh maleoli ossa cruris.
Jenis sendi : Gynglimus
Penguat sendi : Ligamentum mediale (deltoideum) pars tibionavicularis, pars
tibiocalcanea, pars tibiotalaris anterior, pars tibiotalaris posterio ligamentum
talofibulare anterius ligamentum talofibulare posterius dan ligamentum
calcaneofibulare.
Gerak sendi : fleksi dorsalis, fleksi platar,

e. Articulatio pada pedis


 Articulatio subtalaris (talocalcanea)
Tulang : Os talus dan os calcaneus
Jenis sendi : gliding
Gerak sendi : geser
Perkuat sendi : ligamentum talocalcaneum laterale, ligamentum talocalcaneum
mediale, anterior dan posterior dan ligamentum talocalcaneum interosseum.
 Articulatio talocalcaneonavicularis
Tulang : Os. Talus, os. Calcaneus, dan os. Cuboideum
Jenis sendi : Gliding
Gerak sendi : Geser dan rotasi
Perkuat sendi : ligamentum talonaviculare dan ligamentum calcaneonaviculare.
 Articulatio calcaneocuboidea
Tulang : Os calcaneus dan os cuboideum
Jenis sendi : plana
Gerak sendi : geser dapat dilakukan abduksi dan adduksi.
Perkuat sendi : ligamentum calcaneocuboideum dorsale et plantare ligamentum
plantare longum dan articulationes tarsometatarsales.
 Articulatio tarsometatarsales
Tulang : Ossa tarsi dan ossa metatarsi
Jenis sendi : plana
Penguat sendi : ligamentum tarsometatarsalia dorsalia, ligamentum tarsometatarsalis
plantaris, dan ligamentum cunemetatarsalis interossea.
Gerak sendi : bersifat fleksibilitas bila berjalan pada permukaan jalan yang tidak rata
 Articulationes metatarsopholangeales
Tulang : Ossa metatarsi dan ossa phlangeales
Jenis sendi : Condyloidea/ ellipsoidea
Gerak sendi : fleksi, ekstensi, abduksi, dan adduksi
Penguat sendi : ligamenta collateralis, ligamenta plantaria dan ligamentum metatarsale
transversum profundum.
 Articulationes interphalanges pedis
Tulang : antara phalangeales
Jenis sendi : Ginglymus
Gerak sendi : fleksi dan ektensi
Penguat sendi : ligamenta collaterale dan ligamenta plantaria.

1.2. Anatomi Mikro


Sistem muskuloskeletal pada manusia terdiri dari tulang, otot dan persendian (dibantu
oleh tendon, ligamen dan tulang rawan). Sistem ini memungkinkan untuk duduk,
berdiri, berjalan atau melakukan kegiatan lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Selain
sebagai penunjang dan pembentuk tubuh, tulang juga berfungsi sebagai pelindung
organ dalam. Tempat pertemuan 2 tulang adalah persendian, yang berperan dalam
mempertahankan kelenturan kerangka tubuh. Tanpa persendian, Anda tidak mungkin
bisa melakukan berbagai gerakan. Sedangkan yang berfungsi menarik tulang pada saat
Anda bergerak adalah otot, yang merupakan jaringan elastik yang kuat.
SENDI
Tempat dua elemen tulang kerangka bergabung bersama disebut sendi. Dua kaegori
umum sendi adalah:
a. Elemen-elemen tulang kerangka dipisahkan oleh suatu rongga/cvita (misalnya,
sendi synovialis); dan
b. Tidak ada rongga/cavitas dan komponen-komponen disatukan oleh jaringan ikat
(misalnya, sendi fibrosa/compacta)
Pembuluh darah yang melintasi sendi dan nervi/saraf-saraf yang menyuplai musculi
yang berperan pada sendi biasanya memberikan rami articulares,cabang-cabang sendi
pada sendi tersebut.
1. Sendi Synovial
Sendi synovial adalah hubungan antara komponen tulang kerangka di mana elemen-
elemen yang terlibat dipisahkan oleh cavitas articularis/ruang sendi yang sempit. Ciri
khas dari sendi synovial
Pertama, lapisan tulang rawan, biasanya tulang rawan hyaline, menutupi permukaan
sendi elemen-elemen tulang kerangka. Dengan kata lain, biasanya permukaan tulang
tidak kontak satu dengan yang lainnya secara langsung. Akibatnya, ketika dilihat pada
radiogrfi normal, suatu celah lebar tampak memisahkan tulang yang berdekatan karena
tulang rawan yang menutupi permukaan sendi Nampak lebih transparan terhadap
sinar-X dibandingkan tulang.
Ciri kedua dari sendi synovial adalah adanya capsula articularis/capsula sendi yang
terdiri dari membrane synovialis dalam dan membrane fibrosum luar.
Membran Synovialis Membran Fibrosum
Letak : melekat pada tepi Letak : mengelilingi sendi
permukaan sendi yang saling
berhadapan di antara tulang
rwan dan tulang dan menutupi
cavitas articularis
Membrane Synovialis banyak Di bentuk oleh jaringan ikat padat
mengandung pembuluh darah dan mengelilingi dan menstabilkan
dan memproduksi cairan sendi.
synovialis, yang merembes ke
dalam cavitas articularis dan
melumasi permukaan sendi
Bagian dari membrane fibrosum
dapat menebal untuk membentuk
ligamentum, yang selanjutnya
menstabilkan sendi
 Discus articularis (biasanya terdiri dari tulang rawan fibrosa ) ,emyerap /
mengabsorbsi kekuatan kompresi, menyesuaikan dri dari perubahan kontur permukaan
sendi selama pergerakan, dan meningkatkan jangkuan gerakan, dan meningkatkan
jangkuan gerkanyang terjadi pada sendi.

Gambaran Sendi Synovalis Berdasarkan Bentuk Permukaan Sendi


 Arthroidea (gliding) disebut juga sendi luncur: persendian yang
memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Kepala sendi dan lekuk
sendi rata. Contoh: art. Intercapales, art. Intertarsales, art. Sternoclavicularis,
hubungan tulang pergerlangan kaki.
 Ginglymus (hinge) disebut juga sendi engsel: persendian yang
memungkinkan gerakan satu arah. Antara permukaan konveks dan konkaf.
Contoh: art. Cubiti, art. Talocrurales, art. Interphalanges, sendi siku antara
tulang lengan atas dan tulang hasta .
 Pivot (trochoidea) permukaan sendi vertical. Contoh: art. Atlanto axialis,
art. Trochoidea (radioulnaris proksimalis)
 Ellipsoidea (condyloidea) disebut juga sendi putar: persendian yang
memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Permukaan sendi berbentuk elip.
Contoh: art. Radiocarpal, hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I
(atlas).
 pheroidea (a ball and socket) Disebut juga sendi peluru: persendian yang
memungkinka n pergerakan ke segala arah. Kepala sendi seperti bentuk bola
masuk kedalam lekuk sendi yang dalam. Contoh: art. Coxae, hubungan tulang
lengan atas dengan tulang belikat.
 Sellaris (saddle) disebut juga sendi pelana: persendian yang
memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Kepala
sendi dan lekuk sendi seperti orang duduk diatas plana kuda. Contoh: antara
trapezium dan metacarpal, hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.

2. Sendi compacta
Sendi compacta adalah hubungan anatara elemen-elemen tulang kerangka dimana
permukaan yang berdekatan dihubungkan, baik oleh jaringan ikat fibrosum atau tulang
rawan, biasanya tulang rawan fibrosa. Gerakan-gerakan pada sendi ini lebih terbatas
dibandingkan dengan sendi synovialis. Articulations, fibrosae/Sendi fobrosa
meliputi sutura, gomphosis, dan syndesmosis

a. Sutura
Tidak terdapat rongga sendi,tulang dengan tulang dihubungkan oleh jaringan ikat
fibrosa yang kuat dan tipis, terdapat di antara tulang kepala, secara fungsional
termasuk synarthrosis.
b. Syndesmosis
Terdapat lebih banyak jaringan ikat pada sendi. Contoh : sendi antara tibia dan fibula.
c. Gomphosis
Contohnya adalah akar gigi yang bersendi dengan alveoli (soket) rahang, zat yang
berada diantaranya adalah jaringan ikat ligamen periodontal.
d. Sendi kartilaginosa
Meliputi Synchondrosis dan Symphysis
e. Synchondrosis
Tulang rawan yang mengisi sendi berupa tulang rawan hialin yang termasuk jenis ini
adalah cakram epifise pada tulang-tulang yang masih tumbuh dan sendi antara costa
dengan sternum.
f. Symphisis
Tulang rawan yang mengisi rongga sendi berupa cakram tulang rawan fibrosa yang
tipis. Contohnya: sendi di antara vertebrae dan di antara os. Pubis (symphisis pubis).
Vertebrae symphisis pubis.

JARINGAN TULANG
Tulang Kompakta (padat) dan Tulang Spongiosa (cancellous)
Tulang Kompakta
 Terdiri atas matriks tulang yang tersusun berlapis-lapis à LAMEL
 LAMEL  tersusun mengelilingi SALURAN HAVERS  saluran havers
beserta lamel havers disebut SISTEM HAVERS / OSTEON, kalau tidak
mengelilingi saluran havers disebut Lamel Interstisial
 Saluran yang menghubungkan saluran havers satu dengan yang lainnya 
SALURAN VOKMAN
 PERIOSTEUM  lapisan pembungkus tulang bagian luar, dibawahnya terdapat
Lamel general luar
 ENDOSTEUM  lapisan pembungkus tulang bagian dalam (pembatas dengan
rongga sumsum tulang), dibawahnya terdapat Lamel general dalam
 SISTEM HAVERS / OSTEON  saluran havers dan lamel-lamelnya
Sel-sel tulang
 Osteoprogenitor  sel induk tulang, tugas utama adalah bereproduksi,
menghasilkan sel-sel yang akan terus bereproduksi atau berdiferensiasi khusus seperti
osteoblast
 Osteoblast  penghasil matriks, pada sediaan terletak di permukaan balok
tulang
 Osteocyte  osteoblast yg telah dikelilingi matriks, pada sediaan terletak di
dalam lakuna, terdapat saluran-saluran kecil yang menjulur keluar dari lakuna dan
mengandung cabang cabang sitoplasma osteocyte disebut kanalikuli
 Osteoclast  sel besar, berinti banyak, motil (bergerak), merupakan turunan
monosit, berperan dalam destruksi atau absorbsi tulang (contohnya pada sediaan
penulangan desmal). Sel ini ditemukan pada permukaan tulang yang sedang
mengalami resorbsi disebut Lakuna Howship
PENULANGAN / OSSIFIKASI  DESMAL (INTRAMEMBRANOSA) dan
ENDOCHONDRAL (INTRAKARTILAGINOSA)
Penulangan Desmal  proses penulangan tanpa melalui pembentukan tulang rawan
terlebih dahulu. Terjadi pada tulang pipih (tengkorak, klavikula, sebagian mandibula.
Pada sediaan penulangan desmal biasanya terdapat osteoclast diatas lakuna
Howship.
Penulangan Endochondral  proses penulangan melalui proses pembentukan
tulang rawan terlebih dahulu. Terjadi pada tulang-tulang panjang. Perubahan biasanya
mula-mula timbul di daerah metafisis, pada sediaan biasanya terlihat zona-zona
berbeda.

PENULANGAN DESMAL (INTRAMEMBRANOSA)


1. ENDOCHONDRAL (INTRAKARTILAGINOSA)

2. MM Ankle Sprain
2.1. Definisi
Ankle sprain adalah kondisi dimana terjadinya penguluran dan robekan pada
ligamentum lateral compleks. Yang meliputi ligamentum calcaneofibularis,
ligamentum talofibularis anterior dan ligamentum talofibularis posterior
bahkan dapat mengenai ligamentum talocalcaneare interosseum. Hal ini
biasanya disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar fleksi secara tiba-
tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada tumpuan seperti lantai atau
tanah, biasanya terjadi pada permukaan yang tidak rata. Menurut Calatayud
(2014), sprain ankle terjadi karena adanya cedera berlebihan (overstreching
dan hypermobility) atau trauma inversi dan plantar fleksi yang tiba - tiba,
ketika sedang berolahraga, aktivitas fisik, saat kaki tidak menumpu
sempurna pada lantai/ tanah yang tidak rata sehingga hal ini akan
menyebabkan telapak kaki dalam posisi inversi, menyebabkan struktur
ligamen yang akan teregang melampaui panjang fisiologis dan fungsional
normal, terjadinya penguluran dan kerobekan pada ligamen kompleks
lateral, hal tersebut akan mengakibatkan nyeri pada saat berkontraksi,
adanya nyeri tersebut menyebabkan immobilisasi sehingga terjadi
penurunan kekuatan otot dan kerterbatasan gerak.

2.2. Etiologi
Etiologi dari ankle sprain merupakan akibat dari gerakan pergelangan kaki
yang melebihi kekuatan ligamen ankle. Faktor-faktor yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya ankle sprain dibagi menjadi dua kelompok
yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik:
1. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik yang berhubungan dengan risiko sprain adalah:
a. Jenis olahraga: bola basket, bola voli, panjat tebing, sepak bola.
Pemuntiran mendadak dengan tenaga yang lebih kuat daripada
kekuatan ligamen dengan menimbulkan gerakan sendi di luar
kisaran gerak normal.
b. Penggunaan sepatu dengan hak tinggi dikarenakan lemahnya posisi
sendi pergelangan kaki dengan tumit tinggi, dan pijakan yang kecil.

2. Faktor Intrinsik
Terdapat juga faktor risiko intrinsik sebagai berikut:
a. Jenis kelamin wani
b. Range of motion pergelangan kaki yang terbatas
c. Berkurangnya propriosepsi
d. Defisiensi pada keseimbangan
f. BMI yang rendah
g. Kurangnya kekuatan, koordinasi dan ketahanan kardiorespiratori
h. Abnormalitas anatomi dari kesejajaran lutut dan ankle
i. Indeks dari postur kaki (Flat foot)

Beberapa faktor sebagai penyebab sprain :


 Umur
Faktor umur sangat menentukan karena mempengaruhi kekuatan
serta kekenyalan jaringan. Misalnya pada umur tiga puluh sampai
empat puluh tahun kekuatan otot akan relative menurun. Elastisitas
tendon dan ligamen menurun pada usia tiga puluh tahun.
 Terjatuh atau kecelakan
Sprain dapat terjadi apabila terjadi kecelakan atau terjatuh sehingga
jaringan ligamen mengalami sprain.
 Pukulan
Sprain dapat terjadi apabila mendapat pukulan pada bagian sendi
dan menyebabkan sprain.
 Tidak melakukan pemanasan

2.3. Patofisiologi
Akibat sprain ankle akan menimbulkan nyeri yang menganggu aktivitas
seseorang sehingga terjadi kompensasi gerak dari bagian tubuh yang lain
untuk menghindari nyeri. Seseorang yang mengalami sprain ankle sebagian
besar pola berjalannya berubah menjadi antalgic gait, dimana individu
tersebut berjalan berjinjit untuk menghindari nyeri dan penekanan pada
lateral dan anterior ankle ketika fase mid stance pada stand phase berjalan.

Kompensasi gerak dengan pola jalan antalgic gait, akan membuat m.


gastrocnemeus dan m. soleus bekerja dengan keras mempertahankan posisi
ankle yang menjinjit dimana lutut fleksi sehingga menimbulkan ketegangan
pada otot-otot tersebut dan tendon achiles menerima tegangan yang besar
dengan posisi yang memendek. Akibatnya, tendon achiles tightness, m.
gastrocnemeus dan m. soleus spasme dan tightness. Selain itu, posisi ankle
yang plantar fleksi dengan jari-jari kaki fleksi akan mempengaruhi m.
tibialis anterior yang terus bekerja mempertahankan gerak plantar fleksi
sehinga otot ini cenderung lemah dan spasme.

Instabilitas Kronis Ankle


Instabilitas kronis pada ankle dapat disebabkan oleh perubahan morfologi
dari ankle akibat terjadinya ankle sprain yang pertama. Instabilitas ini dapat
disebabkan penyebab mekanik atau fungsional. Keduanya dapat berdiri
sendiri atau terjadi secara bersamaan.

Instabilitas Mekanik
Merupakan instabilitas yang terjadi akibat perubahan anatomi dari ankle
sprain pertama kali. Yang termasuk di dalamnya adalah :
• Perkembangan dari penyakit sendi degeneratif
• Kelemahan ligamen patologi
• Perubahan synovial
• Lemahnya dari artrokinematik
Instabilitas Fungsional
Merupakan instabilitas yang terjadi akibat perubahan dari neuromuskular.
Yang termasuk di dalamnya adalah :
• Terganggunya propriosepsi dan sensasi
• Terganggunya pola konduksi saraf
• Terganggunya kontrol postural
• Berkurangnya kekuatan motorik

Mekanisme
Berdasarkan lokasinya, ankle sprain dapat dibagi menjadi 3:
1. Lateral Ankle Sprain.
Lateral ankle sprain merupakan lokasi paling sering terjadinya sprain yaitu
diperkirakan 85% dari angka kejadian.Mekanisme terjadinya lateral ankle
sprain disebabkan oleh gerakan supinasi berlebih pada subtalar yang
menyebabkan gerakan inversi dan internal rotasi yang berlebihan pada kaki
yang sedang plantar fleksi.
Ligamen yang paling rentan mengalami cedera adalah ligamen talofibular
anterior, yang diikuti oleh ligamen kalkaneofibular dan kemudian ligamen
talofibular posterior. Rupturnya ligamen tersebut bergantung pada kekuatan
dari tekanan yang ditimbulkan.
2. Medial Ankle Sprain
Medial ankle sprain merupakan lokasi paling jarang terjadi sprain. Ankle
sprain bagian medial disebabkan oleh gerakan eversi yang berlebih pada
pergelangan kaki, namun umumnya hal ini disebabkan oleh fraktur avulsi
dari maleolus medial.
3. Syndesmotic Sprain
Tiga gerakan penyebab dari syndesmotic sprain adalah rotasi
eksternal,eversi dari talus dalam bony mortise, dan gerakan dorsifleksi yang
berlebihan.Pasien dengan cedera pada ligamen sindesmotik akan memiliki
kecenderungan terjadinya ankle sprain rekuren dan pembentukan dari
osifikasi heteropik.
Cedera pada pergelangan kaki biasanya disebabkan oleh gerakan ke sisi
luar/samping (lateral) atau ke sisi dalam/tengah (medial) dari pergelangan
kaki yang terjadi secara mendadak. Terkilir secara inversi yaitu kaki
berbelok dan atau membengkok ke dalam dan terbalik. Tipe ini merupakan
cedera yang paling umum terjadi pada pergelangan kaki (Arnheim, 1985:
473; Peterson dan Renstrom, 1990: 345-346).
Tekanan yang kuat pada tumit menekan kaki menjadi inverse, membuatnya
lebih mungkin untuk terjadi sprain pada sisi sebelah luar/samping.
Kebalikannya, kaki yang pronasi, kelebihan gerakan atau adanya tekanan
dari telapak kaki sisi sebelah dalam/tengah secara longitudinal lebih
memungkinkan untuk terjadi eversi sebagai salah satu pola sprain pada
pergelangan kaki (Arnheim, 1985; 473). Sehingga Ligamentum yang paling
sering terjadi injury adalah ligamentum talofibular anterior.
Pada trauma yang lebih berat atau kalau ligament tersebut fungsinya sudah
tidak memadai lagi karena suatu trauma yang pernah dialaminya. Beberapa
orang yang mengalami sprain ankle sering melaporkan adanya bunyi
“Ceklek” atau letupan saat terjadi injury. Setelah injury terjadi, pasien
mengalami kesulitan berjalan karena pada posisi lateral ankle mulai nyeri
dan bengkak.

Dan akhirnya bisa menyebabkan kondisi berikut :


1. Biasanya terkilir pada kaki bagian samping meliputi satu atau dua
robekan pada serabut ligamentum. Jika satu ligamentum robek,
biasanya termasuk juga ligamentum calcaneal fibular akan robek.
Dengan mekanisme ini ligamentum anterior tibiofibular dan
ligamentum deltoid menjadi robek. Dengan perobekan pada
ligamentum tersebut menyebabkan talus bergerak secara lateral,
terutama mengakibatkan degenerasi pada persendian, dan juga
berakibat adanya ruangan abnormal antara medial malleolus dan talus
(Arnheim, 1985: 473; Peterson dan Renstrom, 1990: 342-343).

2. Perputaran yang tidak diharapkan pada ligamentum lateral dapat


menyebabkan bagian tulang menjadi avulsi dari malleolus. Satu situasi
yang khusus adalah ketika lateral malleolus teravulsi oleh tulang
calcaneofibular dan talus melawan medial malleolus untuk
menghasilkan patah yang kedua kalinya. Kejadian ini sering disebut
bimalleolar fracture. Ketika serabut otot ligamentum untuk eversi tidak
cukup kuat untuk menahan atau melawan kekuatan inversi, maka
serabut ligamentum sisi sebelah samping menjadi tertekan atau robek.
Sedangkan, ligamentum talofibular posterior sangat jarang terjadi
kerusakan dibanding ligament-ligamen diatas.

2.4. Diagnosis
Diagnosis sprain dapat ditentukan melalui riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
A. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien sprain adalah look, feel,
move secara umum. Menurut studi yang dilakukan oleh Vuurberg et
al.pemeriksaan fisik spesial yang dilakukan 4–5 hari setelah kejadian
memiliki sensitivitas (96%) dan spesifisitas (84%) yang lebih baik dalam
mendiagnosis ankle sprain.
1. Look
Perhatikan adanya deformitas, bengkak dan memar untuk menentukan
tingkat keparahan dari ankle sprain serta kecenderungan terjadi fraktur.
Pasien dengan ankle sprain juga umumnya memiliki gangguan gait berupa
antalgic gait.
2. Feel
Lakukan palpasi pada seluruh fibula, distal tibia, kaki dan tendon Achilles
untuk menyingkirkan adanya fraktur terutama fraktur Maisonneuve yang
sering dikaitkan dengan cedera sindesmotik. Perhatikan adanya nyeri pada
area yang diperlukan untuk menentukan Ottawa Ankle Rules.
3. Move
Perhatikan adanya nyeri pada gerakan pasif inversi dan eversi. Pada ankle
sprain lateral, nyeri akan meningkat pada gerakan inversi, sedangkan pada
medial sprain nyeri akan lebih meningkat pada gerakan eversi.

B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien sprain adalah
pemeriksaan radiografi. Pemeriksaan X-ray dilakukan apabila terdapat
kecurigaan terhadap fraktur kaki atau ankle. Computed Tomography (CT)
dan MRI dilakukan apabila dicurigai cedera pada soft tissue dan lesi
osteokondral.
1. X-Ray
Foto X Ray dilakukan apabila dicurigai terjadinya fraktur. Ottawa Ankle
Rules digunakan pada pemeriksaan fisik untuk menentukan apakah pasien
memiliki kecenderungan terjadinya fraktur, dan mengurangi penggunaan
radiografi yang tidak perlu.
2. Computer Tomography ( CT ) Scan
Pemeriksaan CT Scan dilakukan pada pasien pasien sprain dengan gejala
menetap lebih dari 6 minggu untuk menyingkirkan adanya lesi pada talar
dome.
3. MRI ( Magnetic Resonance Imaging )
Sensitivitas MRI dalam mendiagnosis ruptur ligamen lateral dari sendi
pergelangan kaki/tangan adalah 75-100%, namun karena ketersediaan MRI
yang terbatas serta tingginya biaya pemeriksaan, maka MRI hanya
dilakukan apabila terdapat kecurigaan pada lesi osteokondral, instabilitas
kronis, cedera pada sindesmosis tibiofibular, serta cedera ligamen tingkat 3.
4. Arthografi
Arthrografi merupakan tindakan invasif, namun sensitivitas dan
spesifisitasnya sama saja dengan pemeriksaan fisik yang dilakukan 4–5 hari
setelah kejadian maka artrografi tidak direkomendasikan pada situasi akut.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan jumlah dari ligamen dan
kapsul yang cedera, dan hanya dilakukan apabila ada indikasi dilakukan
operasi.

2.5. Tata Laksana


Berikut beberapa langkah pengobatan cedera ankle yang bisa dilakukan di
rumah:
1. Pertolongan pertama pada cedera ankle (48-72 jam pertama cedera)
Segera setelah terjadi cedera angkle, melakukan penatalaksanaan cedera
akut pada umumnya yaitu dengan PRICE : Protection, Rest, Ice,
Compression dan Elevation.
• Protection (Perlindungan). Misalnya melindungi pergelangan kaki dengan
mengenakan sepatu yang tingginya melebihi mata kaki (boots).
• Rest (Istirahat). Mengistirahatkan cedera engkel kaki, dengan
meminimalisasi gerakan pada area yang cedera dan bila perlu menggunakan
brace atau tapping pada saat melakukan aktivitas.
• Ice (Es). Melakukan kompres es di area cedera pergelangan kaki selama
15-20 menit tiap 2-3 jam sekali. Kompres es ini sebaiknya dilakukan 48-72
jam pertama setelah cedera engkel.
• Compression (Membalut). Melakukan kompresi dengan menggunakan
bebat atau perban elastik atau non adhesive bandage di area engkel kaki.
Fungsi dari bebat ini adalah untuk mengurangi bengkak dan perdarahan di
area cedera engkel.
• Elevation (Menaikan). Mengelevasikan area yang cedera angkle lebih
tinggi dari level jantung untuk mengurangi perdarahan dan bengkak.

Selain melakukan berbagai hal di atas, pasien disarankan untuk mengindari


HARM (heat, alcohol, running, massage) pada area yang mengalami
keseleo, selama 3 hari ke depan. Langkah ini disarankan untuk mempercepat
proses pemulihan.
• Heat (panas). Hindari mandi air panas, sauna, dan kompres panas. Hawa
panas membuat pembuluh darah melebar dan mengingkatkan aliran darah,
sehingga memperburuk peradangan dan memar.
• Alcohol (Alkohol). Jauhi konsumsi alkohol, karena bisa memperburuk
peradangan dan pembengkakan, sehingga memperlambat proses pemulihan.
• Running (Berlari). Tunda aktivitas olahraga seperti lari, karena bisa
memperburuk cedera, khususnya pada tungkai atau kaki.
• Massage (Pemijatan). Pemijatan pada area yang keseleo dapat
memperparah pembengkakan dan berisiko menimbulkan perdarahan.
Pemijatan yang lembut baru boleh dilakukan 3 hari setelah cedera.
Selama 3-4 minggu berikutnya, penderita keseleo tidak boleh berolahraga
atau menjalani aktivitas berat yang melibatkan bagian yang cedera. Namun
demikian, hal ini tergantung pada kondisi keseleo yang dialami.
Konsumsi obat tidak diperlukan jika pasien hanya mengalami keseleo
ringan. Namun demikian, obat pereda nyeri seperti paracetamol. atau obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) seperti ibuprofen atau diclofenac, dapat
digunakan. Sebaiknya berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter sebelum
mengonsumsi obat-obat tersebut.
Pada kasus ankle sprain berat diperlukan penanganan tambahan, misalnya
penggunaan gips selama kurang lebih 10 hari. Hal ini untuk mengurangi
pergerakan pada area yang ankle sprain. Jika robekan pada ligamen amat
parah dan kondisi sendi sangat tidak stabil, dokter akan menyarankan pasien
untuk menjalani operasi.

2. Fase pengembalian ruang gerak sendi dan fase fenguatan


Setelah nyeri hilang atau sangat berkurang dan tidak ada bengkak di daerah
cedera, dapat dilakukan latihan untuk mengembalikan ruang gerak sendi
(Range of Motion Exercise).
Salah satu contoh range of motion exercise pada sendi ankle adalah dengan
membuat tulisan Alphabet dari A-Z menggunakan sendi ankle.Kriteria
untuk dapat melakukan latihan penguatan pada sendi ankle adalah seteah
didapatkan ruang gerak sendi yang maksimal dan sudah tidak ada nyeri
ataupun bengkak.Beberapa contoh latihan penguatan sendi ankle antara lain
adalah:Calf raise, Ankle axercise dengan thera-band, Single leg stand, Toe
pointing exercise

2.6. Pencegahan
Pencegahan untuk ankle sprain dapat dilakukan dengan beberapa cara
seperti:
1. Lakukan peregangan sebelum dan setelah berolahraga
2. Lakukan olahraga yang bertujuan untuk menguatkan otot - otot di
sekitar ankle
3. Menggunakan deker/tape untuk menghindari terjadinya cedera inversi
pada ankle
4. Penggunaan sepatu yang sesuai dengan aktivitas (seperti penggunaan
sepatu lari ketika melakukan aktivitas lari)
5. Latihan proprioseptif juga terbukti efektif dalam pencegahan ankle
sprain. Contoh latihan proprioseptif adalah berdiri satu kaki dengan
mata tertutup dan latihan keseimbangan.
6. bagi yang pernah mengalami ankle sprain, usaha pencegahan bila
setelah program penyembuhan yaitu:
a. plester atau pembungkus plastic sebaiknya digunakan untuk
mendukung
pergelangan kaki selama 4 sampai 6 minggu
b. Latihan-latihan kekuatan otot-otot peritoneal sebaiknya tetap
dilakuan
selama 2 sampai 3 bulan.
c. Sebaiknya pemakaian plester pada pergelangan kaki tetap dipakai
pada
janga waktu yang tidak terbatas
Untuk menghindari ankle sprain alangkah baiknya melakukan
pencegahan dengan melakukan streatching, pemanasan, latihan
penguatan ligament-ligament sendi, otot dan tendon yang melintasi
sendi, latihan pergelangan kaki, serta melakukan pembebatan
pergelangan kaki.

3. MM Tata Cara Beribadah (sholat) Saat Cedera Persendian


“Diriwayatkan dari Ibn Buraidah, dari Imran bin Hushain Ra, ia berkata: “Aku
menderita penyakit wasir, lalu Aku bertanya tentang shalat (dalam kondisi sakit)
kepada Nabi Saw. Kemudian beliau menjawab: “Shalatlah dengan berdiri, bila
tidak mampu maka dengan duduk, dan bila tidak mampu maka dengan tidur
miring.” (HR al-Bukhari)

boleh duduk pada saat sudah tidak dapat lagi berdiri dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Bila ia tidak dapat mengerjakan shalat dengan berdiri di sepanjang
pelaksanaannya meskipun dengan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam
kondisi seperti ini ia boleh mengerjakan shalat dengan duduk sepenuhnya.
2) Bila ia tidak dapat mengerjakan shalat dengan berdiri di sepanjang
pelaksanaannya kecuali dengan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam
kondisi seperti ini ulama berbeda pendapat. Sejumlah ulama di antaranya Ibn
Hajar, menyatakan ia tetap harus shalat berdiri; sementara menurut sejumlah
ulama lain termasuk al-Ramli, ia boleh sepenuhnya duduk.
3) Bila ia dapat mengerjakan shalat dengan berdiri, namun pada saat bangkit
berdiri dari sujud selalu membutuhkan bantuan orang atau alat bantu, maka dalam
kondisi seperti ini ia belum diperbolehkan shalat dengan duduk.
4) Bila ia dapat mengerjakan shalat dengan berdiri namun dalam batas/tempo
tertentu, maka dalam kondisi seperti ini, ia hanya boleh duduk ketika sudah tidak
mampu lagi berdiri. Misalnya, ia sanggup berdiri hanya sebatas pembacaan surah
al-Fatihah saja, maka ia wajib berdiri sepanjang pembacaan surat tersebut.
Selanjutnya ia boleh duduk untuk membaca surat lainnya. Namun demikian ia
harus berdiri lagi (jika mampu walaupun dengan bantuan orang lain atau alat
bantu) untuk keperluan pelaksanaan ruku’ dan yang seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai