Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN KASUS PROFESI FISIOTERAPI

MANAJEMEN FISIOTERAPI GANGGUAN AKTIVITAS FUNGSIONAL


EKSTREMITAS SUPERIOR DEKSTRA BERUPA EATING, SELF CARE,
DRESSING DAN PRAYING KARENA LIMITASI ROM, MUSCLE
WEAKNESS DAN ATROFI OTOT E.C SUSPECT LESI PLEXUS
BRACHIALIS SEJAK 1 TAHUN YANG LALU

OLEH :
MUHAMMAD ISMAIL HAFID, S.Ft. R024181031
SITTI WULANDARI, S.Ft. R024181058
ANDI INDAH MARDHATILLAH, S.Ft. R024181017
SURIANI MEISI P.S, S.Ft. R024181050
NIHLAH RAMADHANI, S.Ft. R024181014
RISMAYANTI, S.Ft R024181024
ANDI RABIATUL MAHBUBA M, S.FT. R024181055
WAHYUNI FADLIAH THAHAR, S.Ft. R024181025

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL .............................................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Anatomi Plexus Brachialis ...................................................................... 1
B. Biomekanik ............................................................................................ 6
BAB II PATOFISIOLOGI .................................................................................... 8
A. Definisi Plexus Brachialis Injury ............................................................ 8
B. Epidemiologi ........................................................................................... 8
C. Etiologi ................................................................................................... 9
D. Patofisiologi .......................................................................................... 11
E. Klasifikasi ............................................................................................. 12
F. Manifestasi Klinis ................................................................................. 14
G. Diagnosis Banding ............................................................................... 24
H. Komplikasi ........................................................................................... 32

BAB III MANAJEMEN FISIOTERAPI ......................................................... ...36


A. Data Umum Pasien ............................................................................... 36
B. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi .................................. 36
C. Diagnosis Fisioterapi ............................................................................ 45
D. Problem, Program dan Intervensi Fisioterapi ....................................... 46
E. Evaluasi dan Home Program Fisioterapi............................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 47

LAMPIRAN ........................................................................................................ 48

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Anatomi
Plexus brachialis berada dalam regio colli posterior, dibatasi disebelah
caudal oleh clavicula dan terletak di sebelah posterolateral
m.sternocleidomastoideus, berada disebelah cranial dan dorsal a.subclavia,
disilangi oleh m.omohyoideus venter inferior. Struktur yang berada di
superficial adalah m.platysma myoides, n.supraclavicularis, v.jugularis
externa, venter inferior m.omohyoideus, m.scalaneus anterior, dan a.transversa
colli. Plexus brachialis masuk ke dalam fossa axillaris bersama-sama a.
axillaris, pada sisi inferolateral m.pectoralis minor, di sebelah ventral
m.subscapularis, tampak percabangan terminal dari plexus ini.

Gambar 1.1.Plexus Brachialis


Sumber: Moore et al, 2015

Ramus anterior nervus spinalis C5-C6 bersatu membentuk truncus


superior. Truncus medius hanya dibentuk oleh nervus spinalis C7, dan
truncus inferior dibentuk oleh nervus spinalis C8 dan T1. Setiap truncus

1
terbagi dua menjadi cabang anterior dan cabang dorsal yang masing-masing
mempersarafi bagian anterior dan posterior ekstremitas superior.Cabang
anterior dari truncus superior dan truncus medius bersatu membentuk
fasciculus lateralis, terletak di sebelah lateral arteri axillaris. Cabang anterior
dari truncus inferior membentuk fasciculus medialis, terletak di sebelah
medial a.axillaris dan cabang posterior dari ketiga truncus tersebut
membentuk fasciculus posterior, berada di sebelah posterior a.axillaris.

Ketiga fasciculus plexus brachialis terletak di atas dan lateral terhadap


bagian pertama a.aksillaris ( bagian pertama a.aksillaris terletak dari pinggir
lateral iga 1 sampai batas atas m.pectoralis minor, dan bagian III terletak dari
pinggir bawah m.pectoralis minor sampai pinggir bawah m.teres major).
Fasciculus medialis menyilang dibelakang arteri untuk mencapai sisi medial
bagian II arteri.

Fasciculus posterior terletak di belakang bagian kedua arteri, dan


fasciculus lateralis terletak bagian II arteri. Jadi fasciculus plexus membatasi
bagian kedua a.axillaris yang dinyatakan seperti namanya. Sebagian besar
cabang fasciculus yang membentuk trunkus saraf utama ekstremitas superior
melanjutkan hubungan dengan bagian kedua a.aksillaris.

Gambar 1.2.Skema Plexus Brachialis


Sumber: Moore et al, 2015

2
Plexus brachialis menerima komponen simpatis melalui ganglion
stellatum untuk nervus spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion paravertebra
T1-T2 untuk nervus spinalis T1-dan T2. Terdapat enam saraf penting yang
keluar dari plexus brachialis, saraf-saraf tersebut adalah :

1. N.Torakalis Longus berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan


masuk aksilla dengan berjalan turun melewati pinggir lateral iga I di
belakang a.aksillaris dan pleksus brachialis. Saraf ini berjalan turun
melewati permukaan lateral m.serratus anterior yang dipersarafinya.
2. N.Aksillaris merupakan cabang yang besar dari fasciculus posterior.
Berada di sebelah dorsal a.aksillaris. Meninggalkan fossa aksillaris
tanpa memberi persarafan di sisi n.aksillaris berjalan di antara
m.subscapularis dan m.teres minor, berada di sebelah lateral caput
longum m.triceps brachii, berjalan melaui fissure aksillaris lateralis
bersama-sama dengan arteri circumflexa humeri posterior, n.aksillaris
terletak bersandar pada columna chirurgicum humeri.
3. N.Radialis merupakan lanjutan langsung fasciculus posterior plexus
brachialis dan terletak di belakang a.aksillaris. N.radialis adalah cabang
terbesar plexus brachialis. Sebelum meninggalkan aksilla, saraf ini
mempercabangkan saraf untuk caput longum dan caput medial m.triceps
dan n.cutaneus brachii posterior.
4. N.Musculocutaneus merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan
berpusat pada medulla spinalis segmen C5-C7, mempersarafi
m.coracobrachialis, dan meninggalkan aksilla dengan menembus otot
tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral m.biceps brachii, menembus
fascia dan melanjutkan diri sebagai n.cutaneus antebrachii lateralis,
yang mempersarafi permukaan lateral region antebrachium.
5. N.Medianus dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis dan
radiks inferior dan fasciculus medialis, berada di sebelah lateral
a.aksillaris. Menerima serabut-serabut yang berpusat pada medulla
spinalis segmen C5-T1. Sepanjang brachium, n.medianus berjalan

3
berdampingan dengan a.brachialis, mula-mula di sebelah lateral, lalu
menyilang disebelah ventralarteri tersebut kira-kira pada pertengahan
brachium, selanjutnya memasuki fossa cubiti dan berada di sebelah
medial a.brachialis. Nervus ini tidak memberi percabangan di daerah
brachium. Memasuki daerah antebrachium, nervus ini berjalan di antara
kedua kaput m.pronator teres, berjalan ke distal di bagian mediana
(tengah-tengah) antebrachium, oleh karena itu disebut n.medianus.
6. N.Ulnaris adalah cabang utama dari fasciculus medialis, berjalan turun
antara a.aksillaris dan v.aksillaris. Pada pertengahan brachium saraf ini
berjalan kearah dorsal menembus septum intermusculare mediale,
berjalan terus ke caudal dan berada pada permukaan dorsal epicondylus
medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris. Di tempat ini
n.ulnaris ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi. Di daerah
brachium, n.ulnaris tidak memberi percabangan.

Gambar 1.3.Percabangan Plexus Brachialis


Sumber: Moore et al, 2015

4
Tabel 1.1. Cabang Terminal Plexus Brachialis dan Aksinya
Saraf Otot Aksi
Skapular Dorsal (C5) Rhomboid Stabilisasi Skapula
Long Thoracic (C5) Serratus Anterior Abduksi Skapula
Supraskapular (C5) Supraspinatus Abduksi bahu

Infraspinatus Eksternal rotasi bahu


Medialis (C8) dan Pektoralis mayor Adduksi bahu
Pektoralis Lateral (C7) Pektoralis minor Stabilisasi Skapula
Subskapular (C5) Subskapular dan teres Internal rotasi bahu
mayor
Thorakodorsal (C7) Latissimus dorsi Adduksi bahu
Muskulokutaneus (C5) Biceps brachii dan Fleksi siku
Brachialis
Ulnar (C8, T1) Fleksor karpi ulnaris Fleksi pergelangan dan
jari
Otot instriksik pada
tangan Abduksi jari
Medianus (C6, C7, C8, Pronator lengan Pronasi lengan
T1)
Otot fleksi pergelangan Fleksi pergeralangan
dan jari dan jari
Supinator Supinasi lengan

Triceps brachii Fleksi siku

Otot Ekstesor Ekstensi pergelangan


dan jari
Aksilaris (C5) Deltoid dan teres minor Abduksi bahu
Sumber:Komang dkk, 2017

5
B. Biomekanik
Ditinjau dari aspek gerak maka sendi bahu dapat dibagi menjadi dua,
yaitu gerak secara osteokinematika dan arthrokinmeatika (Subagyo, 2013).
1. Gerakan osteokinematika
a. Gerakan fleksi yaitu gerakan lengan ke depan, ke arah atas
mendekati kepala, bergerak pada bidang sagital dan axisnya
melalui pusat caput humeri dan tegak lurus bidangsagital. Otot
penggerak utamanya adalah otot deltoid anterior dan
ototsupraspinatus dari 0 ± 90 derajat, sedangkan untuk 90 ± 180
derajat di bantu olehotot pectoralis mayor, otot coracobrachialis,
dan otot bicep brachii.
b. Gerakan ekstensi yaitu gerakan lengan ke belakang yang
menjauhi dari posisi anatomis, bergerak pada bidang sagital.
Otot penggerak utamanya adalah latissimus dorsi dan
terasmayor. Sedankan pada gerakan hiper ekstensi teres mayor
tidak berfungsi lagi,hanya sampai 90 derajat dan digantikan
fungsinya oleh deltoid posterior.
c. Gerakan abduksi yaitu gerakan pada bidang frontal dengan
axisnya horisontal. Otot penggerak utamanya adalah otot deltoid
midle dan supraspinatus. Abduksi sendi bahu meliputi tiga fase,
yaitu: abduksi 0o ± 90o akan diikuti gerakan eksternal
rotasi.Otot-otot yang berkerja pada fase ini adalah deltoid,
seratus anterior, dan trapezius ascenden desenden. Gerakan ini
dihambat oleh adanya tahanan peregangan dari latisimus dorsi
dan pektoralis mayor. Abduksi 120o ± 180o melibatkan otot
deltoid, trapezius dan erector spine. Gerakan ini dikombinasikan
abduksi, fleksi dan vertebra.
d. Gerakan adduksi yaitu suatu gerakan yang merupakan kebalikan
dari gerakan abduksi. Otot penggerak utamanya adalah
pectoralis mayor dibantu oleh otot latisimus dorsi,teres mayor

6
serta otot sub scapulari. Luas gerak sendinya pada bidang
frontal.
e. Gerakan abduksi horizontal yaitu gerakan lengan yang
mendekati tubuh dalam posisi abduksi lengan 90o dan mencapai
jarak gerak sendi 45o yang dimulai posisi anatomis.
f. Gerakan adduksi horizontal yaitu gerakan lengan yang menjauhi
tubuh dalam posisi abduksi lengan 90o dan mencapai jarak
gerak sendi 145o yang dimulai posisi anatomis.
g. Gerakan eksorotasi yaitu gerakan sepanjang axis longitudinal
yang melalui caput humeri. Gerakan ini dilakukan oleh otot
infraspinatus, teres mayor dan deltoid posterior.
h. Gerakan endorotasi yaitu suatu gerakan yang merupakan
kebalikan dari gerakan eksorotasi. Gerakanini dilakukan oleh
otot sub scapularis, pectoralis mayor, latisimus dorsi dan
teresmayor
i. Gerakan sirkumduksi yaitu gerakan yang merupakan kombinasi
dari semua gerakan di atas.
2. Gerakan arthrokinematika
Pada gerakan arthrokinmeatika meliputi dua gerakan roll dan
slide. Roll adalah suatu gerakan sendi dimana perubahan jarak titik
kontak pada suatu permukaan sendi sama besarnya dengan perubahan
jarak titik kontak permukaan sendi lawannya. Sedangkanslide adalah
suatu gerakan sendi dimana hanya ada satu titik yang selalu kontak
dengantitik-titik yang selalu berubah pada permukaan sendi lawannya.
Pada sendi bahu meliputi :
a. Pada gerakan endorotasi caput humeris roll searah dengan
gerakan endorotasi dan slidenya ke posterior.
b. Pada gerakan abduksi caput humeris roll searah dengan gerakan
abduksi dan slidenya ke caudal.
c. Pada gerakan eksorotasi caput humeris roll searah gerak
eksorotasi dan slide ventral agak medial

7
BAB II

PATOFISIOLOGI

A. Definisi
Cidera plexus brachialis adalah suatu cidera pada nervus plexus
brachialis yang diakibatkan oleh trauma. Trauma ini sering kali berupa
penarikan berlebihan ataupun evulsi. Cidera traumatik sering kali
disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor berkecepatan tinggi, terutama
pembalab sepeda motor. Hantaman langsung pada sisi lateral dari scapula
adalah penyebab dari cidera ini. Selain itu juga jatuh dengan leher pada
sudut tertentu menyebabkan cidera plexus bagian atas yang menyebabkan
Erb’s palsy (Foster, 2011).
B. Epidemiologi
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial
plexus injury di Amerika Serikat sebesar 1-2 kasus per 1000
kelahiran.Terdapat 3 macam obstetrical brachial plexus injury: Erb’s
palsy adalah yang paling sering terjadi, insidennya sekitar 90% kasus, total
plexus injury sebesar 9% kasus, dan Klumpke’s palsy sebesar 1% kasus.
Insiden ini semakin menurun setiap tahunnya. Dari berbagai analisis,
didapati bahwa kejadian shoulder dystocia memiliki resiko 100 kali lebih
besar terjadinya obstetrical brachial plexus injury, sedangkan forceps
delivery memiliki resiko 9 kali lebih besar, dan bayi besar dengan berat
>4,5 kg memiliki resiko 4 kali lebih besar untuk terjadinya cedera.
Setidaknya 46% kejadian obstetrical brachial plexus injury memiliki satu
atau lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak ditemukan adanya
faktor resiko.
Informasi yang didapat mengenai insiden cedera saraf perifer
menurut Office of Rare Disease of National Institutes of Health
kejadiannya kurang dari 200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di
Amerika Serikat. Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang berusia
15-25 tahun. Sementara itu cedera lesi plexus brachialis terus meningkat

8
pula di kota-kota besar di Indonesia. Di Surabaya kebanyakan pasien
dengan lesi plexus brachialis adalah laki-laki berusia antara 15 dan 25
tahun. Sebanyak 70% dari lesi plexus brachialis terjadi karena kecelakaan
kendaraan bermotor (Suroto, dkk, 2009).
Kira-kira 70% disebabkan oleh kecelakan kendaraan bermotor.
Dari kecelakaan kendaraan bermotor tersebut, 70%-nya disebabkan oleh
sepeda motor. Dari pengendara-pengendara tersebut, 70%-nya disertai
dengan multiple injuries. Dari kejadian multiple injuries tersebut, 70%-nya
termasuk dalam supraclavicular injuries. Dari kejadian supraclavicular
injuries tersebut, 70%-nya didapati root avulsed. Dari kejadian avulsed
roots tersebut, 70%-nya termasuk lower C7, C8, T1. Dari kejadian avulsed
roots tersebut, 70%-nya berhubungan dengan nyeri kronik (Kaiser, et.al,
2012).
C. Etiologi
Ditemukan lebih dari 30 penyebab terjadinya cedera plexus
brachialis. Tetapi etiologi yang lebih sering, antara lain:
1. Trauma
Secara keseluruhan, kecelakaan motor merupakan penyebab
tersering. Menurut Narakas, dari seluruh kecelakaan motor, 2%-nya
menyebabkan cederaplexus brachialis.Trauma olahraga juga
merupakan salah satu penyebab cedera plexus brachialis yang sering
terjadi. Merupakan penyebab terbanyak lesi pleksus brakhialis pada
orang dewasa maupun neonatus. Keadaan ini dapat berupa ; cedera
tertutup, cedera terbuka, cedera iatrogenic.
a. Trauma persalinan. Menurut Ruchelsman DE, et al, setidaknya
terdapat 8 faktor resiko yang menjadi penyebab
terjadinya obstetrical brachial plexus injury:
1) Shoulder dystocia
2) Vacuum atau forceps delivery
3) Macrosomia atau bayi besar dengan berat >4,5 kg
4) Kelahiran sunsang

9
5) Prolonged second stage of labor
6) Riwayat kelahiran anak dengan obstetrical brachial plexus
injury
7) Multiparitas
8) Maternal diabetes
2. Compression syndrome
Sindrom kompresi di daerah bahu seringkali menyebabkan
cedera plexus brachialis, seperti: scalene syndrome, kompresi oleh
sabuk pengaman, kompresi akibat membawa beban berat di
bahu, costoclavicular syndrome, hyperabduction syndrome).

3. Tumor
Salah satu tumor yang sering menyebabkan cedera plexus
brachialis adalah tumor apikal paru.[9][10][11]. Dapat berupa tumor
neural sheath yaitu ; neuroblastoma, schwannoma, malignant
peripheral nerve sheath tumor dan meningioma. Tumor non-neural ;
jinak (desmoid, lipoma), malignant ( kanker payudara dan kanker
paru)
4. Entrapment

Keadaan ini merupakan penyebab cedera pleksus brakhialis pada


thoracic outlet syndrome. Postur tubuh dengan bahu yang lunglai dan
dada yang kolaps menyebabkan thoracic outlet menyempit sehingga
menekan struktur neurovaskuler. Adanya iga accessory atau jaringan
fibrous juga berperan menyempitkan thoracic outlet. Faktor lain yaitu
payudara berukuran besar yang dapat menarik dinding dada ke depan
(anterior dan inferior). Teori ini didukung dengan hilangnya gejala
setelah operasi mammoplasti reduksi. Implantasi mammae juga
dikatakan dapat menyebabkan cedera pleksus brakhialis karena dapat
meningkatkan tegangan dibawah otot dinding dada dan mengiritasi
jaringan neurovaskuler (Leffert, 1974).

10
D. Patofisiologi
Sebagian besar cedera brachial plexus injuries terjadi sebagai
akibat trauma tertutup. Jenis cedera dapat berupa kompresi atau traksi.
Setelah cedera traksi, saraf kemungkinan besar ruptur, sobek dari akar atau
secara signifikan tertarik tetapi tetap utuh. Akar dan batang yang paling
sering mengalami cedera . Cedera traksi dapat terjadi dalam beberapa
situasi klinis yang berbeda.
Peratama, ketika ada paksaan pelebaran sudut shoulder-neck,
seperti cedera yang paling sering terjadi pada pengendara motor yang
terlempar dari motor, dan mendarat pada bahu mereka, meregang keras
dari kepala ipsilateral turun sampai menekan shoulder. hal ini
menyebabkan peregangan dari upper brachial plexus antara dua titik tetap
yang dihasilkan baik avulsi, ruptur atau stretch dari upper roots (C5, C6,
C7), dengan tetap normal dari lower roots (C8, T1). Stres meknaik paling
sering menyebabkan upper roots, ketika lengan pada posisi ventral tubuh.
Ketika lengan dibelakang trunk semua akar dari plexus brachialis akan
berada pada penekanan yang kuat. Pola yang sama dari cedera ini juga
terlihat pada pasien yang telah mengalami pukulan yang sangat berat pada
bahu dari atas (seperti batu atau batang pohon yang tumbang),
menyebabkan displacement ke bawah pada shoulder atau pukulan kearah
traksi bawah dari lengan (seperti terperangkap pada mesin industri).
Supraclavicular, lower brachial plexus injuries (C8–T1), dapat
terjadi ketika lengan dalam posisi abduksi berlebih diatas kepala, dan
traksi yang dipaksa pada lengan atau trunk, seperti jatuh dari pohon.
Kedua, cedera traksi plexus injuries dapat dilihat ketika terjadi
pelebaran paksa dari sudut scapulohumeral, sebagian besar karena
dislokasi dan fraktur dari humerus, menyebabkan penekanan pada
infraclavicular diatas caput humerus, yang berpotensi ruptur atau
kerusakan pada the infraclavicular plexus. Contohnya, jatuh pada posisi
hyperabduksi dan endorotasi lengan, seperti ketika jatuh abduksi lateral
pada salah satu lengan dengan posisi scapula diblock oleh tanah, dapat

11
menyebabkan peregangan dari infraclavicular plexus diata caput humerus.
Hal ini dapat menyebabkan ruptur pada arteri axila, Terletak di dekat
medial, lateral dan posterior cords. Ruptur pada arteri diperkirakan terjadi
pada 50% dari cedera nfraclavicular plexus. Cedera plexus brachialis juga
bisa disebabkan oleh kompresi karena patah tulang atau dislokasi,
terutama dari tulang scapula atau caput humerus dan leher.
Dari sudut pandang klinis, sangat penting untuk memastikan posisi
ekstremitas atas pada saat cedera untuk memahami mekanisme cedera.
Seperti dijelaskan di atas, posisi berbeda dari ekstremitas atas akan
mengakibatkan ketegangan yang berbeda yang diterapkan ke berbagai
akar. Sebagai aturan umum, jika ekstremitas atas adduksi pada saat cedera
atau dampak, ketegangan terbesar akan menjadi pada akar atas. Jika
ekstremitas atas elevasi, ketegangan terbesar akan pada akar lebih rendah,
dan jika ekstremitas atas abduksi dan force pada trunk, mengakibatkan
ketegangan yang sama ke semua lima akar (Bonham dan Greaves, 2011).
E. Klasifikasi
Lesi plexus brachialis merupakan salah satu gangguan pada saraf
perifer. Seddon dan Wadsworth membagi klasifikasi lesi saraf tepi menjadi 3
kategori yaitu Neuropraxia, Axonotmesis dan Neurotmesis.

a. Neuropraxia adalah kelumpuhan mototrik yang bersifat sementara dapat di


sertai disfusi ringan sensoris atau otonomi atau tidak sama sekali. Pada
keadaan ini tidak terdapat gangguan saraf maupun selubung saraf. Pada
kasus ini saraf perifer mengalami sedikit peregangan sehingga terjadi
kehilangan kinduksi terutama serabut mototrik. Tidak terjadi regenerasi
Wallerian sehingga dalam beberap hari atau minggu akan mengalami
pemulihan contohnya crutch palsy, radial palsy, akibat pemasangan
tourniquet, sewaktu operasi maupun Saturday night palsy.
b. Aksonotmesis adalah cidera yang lebih para dengan adanya gangguan
pada akson namun selubung schwann tetap utuh. pada keadaan ini terjadi
paralisis motorik sensorik dan otonomik. Pemulihan terjadi apabila

12
kompresi di lepaskan secara tepat waktu dan jika akson mengalami
regenerasi. Pada kasus ini di mana akson perifer saraf rusak karena
fraktur tertutup atau dislokasi sedangkan pembungkus endoneurom utuh.
Askon bagian distal mengalami degenerasi Wallerian dan di ikuti
regenerasi akson satu millimeter tiap hari setelah satu jam pasca kerusakan
organ organ yang di inervasi oleh saraf tersebut akan mengalami atrofi dan
bila dua tahun terjadi pemulihan akan mengalami cacat menetap
c. Neurotmesis adalah akson dan pembungkus saraf perifer putus,sobek atau
rusak, degenerasi Wallerian terjadi pada bagian distal atapaun segemen
proximal tidak mengalami regenerasi secara alamiah karena pembungkus
akson secara terputus serabut fibril saraf dengan elemen elemen jaringan
fibrus membentuk neuroma. Pemulihan hanya dapat di harapkan bila di
lakukan repair saraf dengan pembedahan mikro.
Klasifikasi plexus brachialis:
1. Preganglionic ditandai dengan avulsi proksimal ke dorsal dari akar
saraf ganglion, melibatkan sisten saraf pusat yang tidak beregenerasi
sehingga memiliki prognosis yang buruk (potensi pemulihan fungsi
motorik buruk). Lesi yang menunjukkan cedera preganglionic seperti
sindrom horner, gangguan sympatic chain, wing scapula bagian
medial, deficit motorik tetapi sensorik tidak terganggu, tidak terdapat
tanda tinnel, kelumpuhan pada rhomboid (dorsal scapular nerve),
supraspinatus/infraspinatus (suprascapular nerve), dan latissimus dorsi
(thoracodorsal), uji histamine normal dimana terdapat ketiga respon
yaitu kemerahan, bengkak dan menyebar), serta hasil EMG
menunjukkan hilangnya inervasi ke cervical paraspinalis.
2. Postganglionic ditandai dengan gejala yang melibatkan sistem saraf
perifer yang memiliki kemampuan untuk beregenerasi sehingga
memiliki prognosis yang lebih baik. Gejalanya ditandai dengan
adanya deficit motoric dan sensorik, pada hasil EMG masih
menunjukkan adanya inervasi ke cervical paraspinal, hasil uji

13
histamine abnormal, dan hanya terdapat tanda kemerahan dan bengkak
tapi tidak menyebar.

Berdasarkan lokasinya, plexus brachialis dibagi menjadi:

1. Upper Lesi: Erb’s Palsy (C5, C6)


Paling umum terjadi pada bayi yang baru lahir dimana terjadi
penarikan yang berlebihan pada kepala bayi saat berada di jalan lahir
dan adanya depresi pada shoulder sehingga terjadi traksi pada pleksus.
Biasanya terjadi selama persalinan yang sulit tetapi memiliki
prognosis yang baik. Secara klinis, lengan dalam posisi adduksi dan
endorotasi shoulder, pronasi dan ekstensi elbow (waiter’s tip). Terjadi
defisiensi pada C5 yang meliputi defisiensi nervus axilaris (kelemahan
pada deltoid dan teres minor), defisiensi pada nervus subscapular
(kelemahan pada supraspinatus dan infraspinatus), defisiensi pada
nervus musculocutaneus (kelemahan pada biceps) dan terjadi
defisiensi pada C^ yang meliputi nervus radial (kelemahan
brachioradialis, dan supinator).
2. Lower Lesi: Klumpke Palsy (C8, Th1)
Jarang terjadi pada kasus kelahiran dan biasanya terjadi karena adanya
cedera avulsi akibat gerakan abduksi yang berlebihan biasanya jika
seseorang jatuh dari ketinggian dengan posisi lengan abduksi saat
terjatuh. Jenis ini memiliki prognosis yang buruk. Biasanya ditandai
dengan adanya deficit pada semua otot-otot kecil di tanagn yang
dipersarafi oleh nervus ulnaris dan medianus, secala klinis berbentuk
seperti “claw hand” dimana wrist berada dalam posisi hiper ekstensi
dan interphalangeal joint berada pada posisi fleksi.
3. Total Palsy (C5-Th1)
Lesi yang melibatkan semua akar saraf mulai dari C5-Th1 dan
memiliki prognosis yang sangat buruk. Ditandai dengan flaccid pada
ekstremitas superior dan melibatkan kerusakan pada motorik dan
sensorik (Jason, 2018).

14
F. Manifestasi Klinis
Pada kondisi cidera plexus injury akan terlihat dan dirasakan, gejala-
gejala yang timbul berupa; (1) nyeri, terutama pada leher dan bahu. Nyeri
pada lokasi suatu saraf sering ada bila telah terjadi ruptur, sedangkan pada
cidera evulsi ciri khasnya adalah hilangnya kelunakan perkusi pada area itu,
(2) paresthesia dan disesthesia, (3) lemahnya tubuh atau terasa berat
menggerakkan ekstremitas, (4) denyut nadinya menurun, karena cedera
vaskuler mungkin terjadi bersamaan dengan cidera traksi (Foster dkk,2008).
Yang paling sering adalah cedera traksi/tarikan. Selain itu juga bias
karena penekan anantara klavikula dan costa pertama, luka tertembus, atau
hantaman langsung. Cidera ini mungkin tidak akan segera disadari karena
dihalangi cidera lain, terutama cidera pada medulla spinalis dan kepala.
Cidera seperti ini biasanya sangat mengancam kualitas hidup penderita karena
sering kali terjadi kehilangan fungsi-fungsi ekstremitas atas yang sangat
penting. Tapi dengan pembedahan rekonstruksi untuk memper baiki cidera
ini, kehilangan fungsi itu bisa diatasi (Foster dkk,2008).
Manifestasi klinis cedera plexus brachialis tergantung dari tingkat lesi
yang terjadi (roots, trunks, divisions, cords, terminal branches,atau total
plexus)
1. Total Plexus Injury
General brachial plexus injury umumnya bersifat unilateral, tetapi
kadang-kadang bersifat bilateral, seperti cedera akibat diffuse
polyneuropathy, inflammatory demyelinating neuropathy, danmultifocal
motor neuropathy.Banyak hal yang menjadi penyebab, tetapi inflitrasi
tumor, radiation plexitis, dan idiopathic plexitis adalah yang paling sering.
MRI dengan kontras dapat mengkonfirmasi ada atau tidaknya lesi
ini.Penyebab lain adalah cedera selama persalinan.
Jika seluruh plexus cedera, maka keseluruhan anggota gerak atas
paralisis dan mati rasa, terkadang ditemukan unilateral Horner’s
syndrome, yaitu tanda ptosis, miosis, dan anhidrosisyang timbul akibat
kerusakan saraf di bagian servikal spinalis.

15
2. Root and Trunk Injury
a) Upper Radicular Syndrome (Erb-Duchenne Palsy)
Upper radicular syndrome (Erb-Duchenne palsy) adalah akibat dari
cedera pada upper roots (C4, C5, atau C6) atau upper trunk.Lesi ini
paling sering disebabkan oleh cedera selama persalinan akibat sulitnya
bayi keluar dari birth canalketika bahu bayi tertinggal pada birthcanal
yang disebut dengan shoulder dystocia.Penyebab lain adalah
penggunaan forceps dan bayi besar dengan berat >4,5 kg.
Kelainan ini mengakibatkan paralisis m. deltoid, m. biceps brachii,
m. brachioradialis, m. pectoralis mayor, m. supraspinatus, m.
infraspinatus, m. subscapularis, dan m. teres major. Jika lesi berada di
dekat akar (roots), m. serratus, m. rhomboideus, dan m. levator
scapulae juga dapat mengalami paralisis.

Gambar 2.1.Cedera plexus brachialis saat persalinan.


Sumber: http://www.erbspalsyonline.com/shoudlerdystocia2.jpg

Secara klinis, akan ditemukan kelemahan fleksi


pada cubiti, kelemahan abduksi, kelemahan endorotasi dan
eksorotasibrachii. Selain itu, juga ditemukan paralisis aposisi gerakan
skapula dan paralisis abduksi dan adduksi brachii.Sensory
loss inkomplit yang terdiri dari hipestesia di superficialis
brachii dan antebrachii.Refleks bisep tidak ada. Jika tidak dilatih
dengan latihan gerakan pasif, gejala dapat berkembang menjadi
kontraktur kronik dengan lengan menyamping, posisi adduksi, tangan
pronasi, sampai dengan munculnya waiter’s tip position.

16
Gambar 2.2.Cedera persalinan yang menyebabkan Erb’s palsy.
Sumber: Solomon et al, 2010

b.) Middle Radicular Syndrome


Middle radicular syndrome timbul akibat cedera cervical root
C7 atau middle trunk.Lesi tersebut menyebabkan paralisis terutama otot
yang disuplai oleh n. radialis, kecuali brachioradialis.Sensory loss dapat
bervariasi. Jika ada, akan terbatas pada hipestesi di antebrachii dorsal
superficialis dan manus dorsal superficialis externa.
c.) Lower Radicular Syndrome (Klumpke’s Palsy)
Lower radicular syndrome (Klumpke palsy) timbul akibat
cedera lower roots (C7-T1) atau lower trunk, yang menyebabkan
paralisis m. flexor carpi ulnaris, m. flexor digitorum, m. interossei, m.
thenar, dan m. hypothenar.Sindrom ini merupakan lesi kombinasi n.
medianusdan n. ulnaris.Secara klinis, akan terlihat clawlike deformity of
the hand , kelemahan distal fleksicubiti, ekstensicarpi, hiperekstensi
pada articulatio metacarpophalangeal. Refleks triseps hilang.Sensory
loss di bagian brachii medialis,brachii inferior, dan manus ulnaris. Jika
cabang ganglion servikal inferior ikut cedera, maka terjadi paralisis
nervus simpatetik yang menyebabkanHorner’s syndrome, yaitu tanda
yang timbul akibat kerusakan saraf di bagian servikal spinalis dengan
karakteristik ptosis, miosis, dan anhidrosis.

17
Gambar 2.3.Clawlike hand deformity pada Klumpke palsy.
Sumber: http://www.glowm.com

d.) Nervus Thoracicus Longus Injury


N. thoracicus longus berasal dari C5, C6, dan C7 yang
mensuplai m. serratus anterior.Cedera nervus ini paling sering
disebabkan oleh tekanan yang kuat pada bahu sehingga terjadi kompresi
nervus (biasanya axonotmesis). Biasanya tekanan tersebut disebabkan
membawa beban terlalu berat di bahu, misalnya karung beras, ransel
pada satu bahu, dsb.
Cedera pada nervus menyebabkan instabilitas skapula dan
kesulitan gerakan abduksi lengan 90-180° ke arah atas, kelemahan
pergerakan elevasi lengan di atas garis horizontal.Gambaran utamanya
adalah winging scapula, yaitu penonjolan sisi medial scapuladilihat dari
punggung akibat paralisis m. serratus anterior.Tes klasik untuk winging
scapula dengan mengarahkan pasien ke dinding kemudian pasine
mengangkat kedua telapak tangannya menempel pada dinding.
Kecuali setelah cedera secara langsung, saraf biasanya membaik
secara spontan, sekalipun membutuhkan waktu 1 tahun atau
lebih.Persisten winging of the scapula biasanya membutuhkan operasi
stabilisasi dengan cara mentransfer m. pectoralis mayor atauminor di
bagian bawah dari scapula.

18
Gambar 2.4.Winging scapula.
Sumber: http://www.wheelessonline.com

e.) Nervus Suprascapularis Injury


N. suprascapularis merupakan cabang dari upper trunk yang
berasal dari C5-C6.Fungsi utamanya untuk pergerakan motorik dan
menginervasi supraspinatus dan infraspinatus plexus.Saraf ini biasanya
cedera pada fracturescapula, dislokasi bahu, trauma bahu akibat
membawa beban berat pada bahu dan diffuse injury pada plexus
brachialis.
Dari anamnesis akan ditemukan riwayat cedera, tetapi terkadang
pasien datang dengan keluhan nyeri di bagian suprascapularis dan
kesulitan pergerakan abduksi lengan 15-30° dan kesulitan eksorotasi
pada bahu.Jika tidak ada riwayat trauma, mungkin terjadi nerve
entrapment syndrome.Gejala ini terkadang sulit dibedakan
dengan rotator cuff syndrome.Pemeriksaan EMG dapat membantu
penegakkan diagnosis.
Cedera ini biasanya berupa axonotmesis yang akan sembuh
spontan setelah 3 bulan. Pada persistent n. scapularis injury, dilakukan
operasi melalui insisi posterior atas dan paralel dari spine of the scapula.
3. Cord Injury
Lesi pada kord menyebabkan hilangnya aktivitas motorik dan
sensorik yang terlihat setelah cedera pada dua atau lebih nervus

19
perifer.Lateral cord injury menyebabkan kelemahan pada distribusi n.
musculocutaneouss dan n. medianus, termasuk kelemahan padam.
pronator teres, m. flexor carpi radialis, m. flexor pollicis dan m. opponens.
Posterior cord injury menyebabkan kelemahan paralel yang
mengakibatkan cedera kombinasi pada n. radialis dan n. axillaris. Medial
cord injury mengakibatkan cedera kombinasi pada n. ulnaris dan n.
medianus (finger-flexion weakness).
Brachial Cutaneous dan Antebrachial Cutaneous Nerve Injury
Brachial dan antebrachial cutaneous nervusyang merupakan cabang
dari plexus C8-T1 memperlengkapi sensasi pada barchii medialisdan 2/3
bagian anterior antebrachii.Nervus ini biasanya cedera bersamaan
dengan medial cord dari plexus brachialis dan jarang cedera pada satu
nervus saja. Ketika cedera, akan terjadi loss sensation pada antebrachii
medialis dan posterior.
4. Terminal Branches Injury
a) Nervus Musculocutaneous Injury
N. musculocutaneous berasal dari C5 dan C6 yang merupakan
cabang utama dari upper trunk plexus brachialis.Nervus ini
memperlengkapi inervasi m. coracobrachialis, m. biceps brachii,m.
brachialis, dan sensorik pada ventrolateral foream dan antebrachii
dorsolateral superficialis. Cedera nervus ini jarang terjadi.
Jika cedera, gejala klinis yang muncul adalah kelemahan fleksi dan
supinasi antebrachii akibat paralisis biceps brachii dan m.
brachialis.Sensory loss pada musculocutaneous myotomes (antebrachii
lateral superficialis)dan hilangnya refleks bisep.Pergerakan
fleksi antebrachii mungkin saja masih dapat dilakukan oleh m.
brachioradialis, yang diinervasi oleh n. radialis. Tetapi, untuk
refleksbiceps dapat dipastikan paralisis karena m. biceps brachii tidak
diinervasi oleh nervus lain.
b.) Nervus Axillaris Injury

20
Nervus axillaris adalah cabang terakhir dari kord posterior plexus
brachialis sebelum menjadi n. radialis.Nervus axillaris berasal dari C5
dan C6 yang mensuplai m. deltoideus dan mentransmisikan sensasi
kutaneus pada area kecil di permukaan lateral bahu. Lesi n.
axillaris biasanya disebabkan oleh trauma, fracture leher humerus,
dislokasi pada kepala humerus, maupun brachial plexitis.
Lesi pada n. axillaris memiliki karakteristik utama kelemahan
abduksi pada lengan bahu setelah 15-30° pergerakan tangan yang
menjauhi pinggul.Pergerakan adduksi, fleksi, dan ekstensi juga terjadi
kelemahan.Sensory loss sangat terbatas dan biasanya hanya terjadi
pada brachii lateralis.
N. axillary injury biasanya berhubungan dengan fracture atau
dislokasi yang sembuh spontan pada 80% kasus. Jika deltoid tidak
menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah 8 minggu, dilakukan
pemeriksaan EMG. Jika tes menunjukkan tanda denervasi, biasanya
dibutuhkan eksisi nerve ends dan grafting yang pada umumnya hasil
dapat terlihat dalam 3 bulan setelahnya. Jika operasi gagal dan bahu
masih nyeri, dilakukan arthrodesis untuk stabilitas dan memperbaiki
fungsi abduksi.
c.) Nervus Medianus Injury
N. medianus injury biasanya disebabkan oleh cedera di
bagian carpi (low lesions) dan di bagian antebrachii superior (high
lesions).
Sindrom yang paling sering terjadi adalah carpal tunnel
syndrome akibat terjepitnya n. medianus saat melewati celah
antara os.carpalis dan ligamentum transversus.

21
Gambar 2.5 Carpal tunnel syndrome.
Sumber: Baehr et al, 2005

Akibatnya, timbul nyeri dan sensory loss pada distribusi n.


medianus (manus palmaris superficialis, digiti I, II, III, dan setengah digiti
IV),kelemahan pada median myotomes di tangan dan bagian thenar. Hal
ini dapat disebabkan karena cedera akibat gerakan fleksi pergelangan
tangan yang terlalu lama, seperti mengetik dan merajut.
Dari pemeriksaan khusus, Tinel’s sign positif pada carpal tunnel
syndrome. Diagnosisnya didapatkan melalui gejala klinis, tetapi tes
elektrofisiologis, seperti segmental nerve conductions dapat
mengkonfirmasi lesi dan melokalisasi letak kompresi. Pengobatan
konservatif menggunakan wrist splint, tetapi pada kasus berat, dilakukan
tindakan operatif. [23]

d.) Nervus Radialis Injury


Radial neuropati adalah kondisi yang disebabkan oleh kompresi
saraf radial pada posterior humerus.Temuan klinis trauma padan.
radialis tergantung pada tingkat lesi.Nervus radialis injury biasanya
terjadi di bagian cubiti (low lesions), upper arm (high lesions), danaxilla
(very high lesions).

22
Gambar 2.6 Cedera n. radialis akibat fracture humerus pada spiral groove.
Sumber: http://www.e-radiography.net

Jika terjadi persistent injury, sebaiknya dilakukan pemeriksaan


EMG.Jika hasil menunjukkan denervasi saraf, maka neuropraxia telah
tereksklusi. Fungsi motorik n. radialis dapat dikembalikan dengan quite
long grafts. Jika kesembuhan tidak terjadi, dapat dilakukantendon
transfers, yaitu pronator teres ke short radial extensor of the wrist, flexor
carpi radialis ke long finger extensors, dan palmaris longus ke long thumb
abductor.
e.) Nervus Ulnaris Injury
Lesi komplit pada n. ulnaris menimbulkan gejala kelemahan pada
gerakan fleksi dan adduksi carpi dan kelemahan gerakan fleksi pada jari
kelingking, paralisis gerakan abduksi dan oposisi digiti I, paralisis
gerakan adduksi digiti I, dan paralisis gerakan adduksi dan abduksi digiti,
bersamaan dengan hypotrofi hypothenar dan interossei.
Atrofi interossous terutama terlihat jelas di bagian manus dorsum,
antara digiti I dan digiti II.Sensory loss terutama pada bagian permukaan
palmar dan dorsal digiti V dan setengah digiti IV. Lesi kronis akan
menyebabkan claw hand. Cedera n. ulnaris dapat disebabkan oleh
trauma, iskemik, dan kompresi anatomis. Lesi n. ulnaris dapat terjadi

23
pada 2 lokasi utama, yaitu lesi dekat cubiti(high lesions) dan lesi
dekat carpi (low lesions).

Gambar 2.7. Kompresi n. ulnaris pada cubital tunnel.


Sumber:http://www.handsurgery.com.

G. Diagnosis Banding
1. Acromial Clavicular Joint Injury

Gambar 2.8. Acromioclavicular Joint


Sumber: Brett et al, 2018

Cedera sendi acromioclavicular sering terjadi akibat kecelakaan, cedera


olahraga, dan traumatic injury lainnya. Sendi acromioclavicular terletak di
bagian atas bahu di mana prosesus akromion dan klavikula bertemu untuk
membentuk sendi. Beberapa ligamen mengelilingi sendi ini dimana
ligamen yang robek dapat menyebabkan subluksasi dan dislokasi pada

24
sendi acromioclavicular. Tingkat keparahan tergantung pada derajat cedera
ligamen seperti sprain atau dalam kasus yang lebih parah terjadi tear atau
robekan sehingga dapat mengakibatkan cedera acromioclavicular tipe III-
VI (Brett et al, 2018).
Prosesus klavikula dan akromion distal juga dapat patah. Cedera pada
sendi acromioclavicular dapat melukai tulang rawan dalam sendi dan
kemudian dapat menyebabkan radang sendi pada acromioclavicular.
Klasifikasi acromioclavicular injuries menurut Rockwood Classification
adalah:

Gambar 2.9. Klasifikasi Acromioclavicular Injury


Sumber: Pifer et al, 2013
a) Tipe I
Terjadi minor sprain pada ligament acromioclavicular, kapsul sendi
utuh, ligament coracoclavicular utuh, m. deltoid dan m. trapezius
utuh. Pada sprain tipe I hanya terjadi trauma ringan sehingga
ligament acromioclavicular dan coracoclavikular tidak robek. Cedera
yang terjadi menyebabkan terjadinya sprain yang menimbulkan rasa
nyeri tetapi tidak tampak adanya dislokasi pada sendi
acromioclavicular.
b) Tipe II

25
Ruptur pada ligament acromioclavicular, sprain pada ligament
coracoclavicular tetapi inter space pada coracoclavikular masih utuh,
m. deltoid dan m. trapezius sedikit terpengaruh. Pada tipe ini
disebabkan karena adanya trauma berat sehingga tampak klavikula
lateral sedikit menonjol.
c) Tipe III
Ruptur pada ligament acromioclavicular dan coracoclavikular,
terdapat elevasi klavikula kurang dari 100%, m. deltoid dan m.
trapezius teriritasi. Pada tipe ini terjadi pemisahan sempurna
(dislokasi) pada klavikula dan tampak perubahan yang jelas pada
struktur klavikula.
d) Tipe IV
Ruptur pada ligament acromioclavicular dan coracoclavikular,
klavikula bergeser ke arah posterior terhadap acromion yang melalui
m. trapezius, dan teriritasinya otot deltoid dan trapezius.
e) Tipe V
Ruptur pada ligament acromioclavicular dan coracoclavikular,
terjadi elevasi klavikula lebih dari 100% dan terjadi iritasi pada m.
deltoid dan m. trapezius. Pada tipe ini klavikula bergeser sangat jelas
kea rah superior terhadap acromion dan mengakibatkan
terganggunya perlekatan otot di area tersebut
f) Tipe VI
Tipe ini sangat jarang terjadi. Ditandai dengan adanya ruptur pada
ligament acromioclavicular dan coracoclavikular,terjadi pergeseran
klavikula distal ke arah inferior di bawah prosesus acromial atau
prosesus coracoideus. Biasanya klavikula berada di belakang tendon
biceps dan coracobrachialis (Pifer et al, 2013).

2. Cervical Radiculopathy
Cervical radiculopathy adalah disfungsi akar saraf dari cervical.
Akar saraf yang sering terkena adalah akar saraf ke tujuh (C7; 60%) dan

26
ke enam (C6; 25%). Pada populasi yang lebih muda, cervikal
radiculopathy adalah hasil dari herniasi diskus atau cedera akut yang
menyebabkan foraminal impingement dari saraf yang keluar. Diskus
herniasi menyumbang 20-25% dari kasus cervikal radiculopathy. Pada
pasien yang lebih tua, radikulopati servikal sering terjadi akibat
penyempitan foraminal dari pembentukan osteofit, kompresi pada diskus,
perubahan degeneratif pada sendi ke anterior dan ke posterior.
Faktor-faktor yang terkait dengan peningkatan risiko terjadinya
cervical radiculophaty termasuk tenaga kerja yang sering mengoperasikan
alat berat, merokok, dan mengemudi atau mengoperasikan peralatan
bergetar. Penyebab lain yang lebih jarang termasuk tumor tulang belakang,
kista sinovial cervikal yang meluas, kondondosis sinovial pada facet
cervical, dan infeksi tulang belakang (Brett et al, 2018).
Cervical radiculophaty adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh
iritasi atau penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus
invertebralis, gejalanya adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan
atas atau lengan bawah, parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot.
Salah satu contoh penyakitnya adalah Syndrome radikulopati.
Radikulopati berarti terdapat proses patologik pada radiks posterior dan
anterior. Nyeri yang dirasakan dapat terjadi hanya pada area tertentu
ataupun menjalar ke lengan hingga jari-jari. Nyeri yang timbul pada
vertebra servikalis biasanya dirasakan didaerah leher dan belakang kepala
sekalipun rasa nyeri ini bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas,
lengan bawah atau tangan. Rasa nyeri di picu/diperberat dengan
gerakan/posisi leher tertentu dan akan disertai nyeri tekan serta
keterbatasan gerakan leher (Snell, 2007).
3. Shoulder Dislocation
Dislokasi sendi merupakan keadaan di mana tulang- tulang yang
membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis. Dislokasi ini
dapat terjadi pada komponen tulangnya saja yang bergeser atau seluruh
komponen tulang terlepas dari tempat yang seharusnya. Sendi bahu

27
menjadi kasus dislokasi yang paling sering terjadi dengan angka 45 % dari
seluruh kasus dislokasi, menyusul sendi panggul dan siku. kasus dislokasi
sendi bahu berupa 95% dislokasi anterior, 4% dislokasi posterior, 0,5%
dislokasi inferior, serta kurang dari 0,5% dislokasi superior.
Adapun etiologi yang menyebabkan dislokasi shoulder adalah
karena trauma yang datang dari arah anterior atau jatuh yang posisi lengan
dalam keadaan hiper flexi akibat tekanan dalam usaha untuk
mempertahankan tubuh atau karena over use (penggunaan gerakan yang
berlebihan) dari sendi glenohumeral. Bisa juga karena cidera akibat dari
benturan yang terjadi secara tiba-tiba yaitu baik langsung maupun tidak
langsung.
Tanda dan gejala dari dislokasi shoulder adalah terlepasnya caput
humeri dari cavitas gleinodalis yang menonjol kearah anterior, sehingga
menimbulkan adanya masalah salah satunya adalah nyeri (nyeri tekan dan
nyeri gerak), karena adanya kerusakan jaringan disekitar persendian serta
posisi dari lengan yang selalu menempel pada tubuh dengan lengan bawah
exorotasi.
a. Nyeri (nyeri tekan dan nyeri gerak) dimana nyeri ini timbul karena
adanya kerusakan jaringan lunak maupun pemendekan otot-otot
rotator cuff yang disertai penyumbatan pembuluh darah maupun
saraf disekitar sendi bahu.
b. Spasme otot yang disebabkan oleh rasa nyeri yang merangsang
reaksi protektif dari tubuh sehingga mengakibatkan sirkulasi darah
tidak lancar.
c. Keterbatasan gerak sendi (stiff joint) karena adanya kerusakan
disekitar persendian (cairan sendi meningkat), pembuluh darah yang
mengalami gangguan akan mengeluarkan cairan exaudat dari daerah
persendian (tergantung arah dislokasi) didalam persendian itu
sendiri.
d. Gangguan fungsional merupakan akibat gejala-gejala yang telah
disebutkan, dimana penderita dislokasi shoulder ini akan merasa

28
terganggu saat melakukan aktifitasnya, seperti : menyisir rambut,
memakai baju, mengendarai sepeda motor, dll.(Boone, 2010).

4. Shoulder Impingement Syndrome


Shoulder impingement merupakan suatu kumpulan gejala nyeri
bahu yang timbul akibat adanya jepitan atau penekanan pada tendon atau
bursa di sendi bahu bagian atas. Sendi bahu dibentuk oleh 3 tulang yaitu
humerus, scapula dan klavikula. Bagian atas tulang humerus akan masuk
ke dalam suatu cekungan yang dibentuk oleh tulang scapula dan diikat
oleh ligament, otot serta beberapa jaringan lain termasuk kapsul dan
bantalan sendi, yang berperan dan berfungsi menstabilkan posisi lengan
atas dan menggerakkan sendi. Terdapat 4 otot yang berperan dalam
menggerakkan, memutar, dan melakukan begitu banyak gerakan melalui
shoulder joint. Otot supraspinatus sangat penting untuk mengangkat
lengan. Sementara otot infraspinatus dan teres minor berfungsi
menggerakkan atau memutar lengan kearah luar dan otot subscapularis
berperan dalam gerakan lengan kearah dalam.
Pada umumnya keluhan nyeri bahu dipicu karena adanya aktivitas
berulang menggunakan sendi bahu yang dikaitkan dengan overuse atau
aktivitas olahraga. Gerakan-gerakan berulang dan berlebihan seperti
gerakan overhead dari shoulder akan menyebabkan terjadinya cedera
ringan dan peradangan. Peradangan akan menyebabkan kompresi pada
tendon supraspinatus. Penyebab lain dikaitkan dengan adanya kelainan
bentuk anatomi dari acromion atau adanya bone spur (pembentukan tulang
baru). Bone spur dapat terjadi akibat adanya gangguan metabolism tulang
yang umumnya dikaitkan dengan proses penuaan ataupun karena penyakit
tertentu. Kelainan bentuk dan adanya bone spur dapat menyebabkan
penekanan pada tendon otot supraspinatus terlebih pada kondisi ketika
lengan digerakkan ke atas (Flexfree,2015).

29
Gejala khas yang timbul adalah nyeri saat lengan diangkat maupun
ketika lengan diturunkan dari posisi tinggi. Adanya kesulitan
menggerakkan lengan mencapai belakang punggung disertai kelemahan
otot bahu. Gejala ini berjalan secara kronis. Timbulnya gejala dikaitkan
dengan beban aktivitas yang memicu timbulnya proses impingement
tersebut dan juga usia penderita. Gejala awal mungkin ringan sehingga
penderita sering tidak mencari pengobatan pada tahap awal. Gejalanya
dapat berupa:

a. Nyeri yang pada awalnya dirasakan ringan di bahu bagian atas dan
timbul hanya saat beraktivitas. Nyeri terasa terutama pada saat
melakukan gerakan mengangkat lengan namun secara perlahan, nyeri
akan dirasakan setiap waktu bahkan saat beristirahat.
b. Nyeri dapat menjalar dari bagian depan bahu ke sisi lengan
c. Otot kehilangan kekuatan dan kemampuan gerak terutama pada
gerakan-gerakan yang menempatkan lengan di belakang punggung
d. Semakin lama, semua gerakan semakin terbatas dan terasa
menyakitkan

Gambar 2.10. Shoulder Impingement Syndrome

Sumber: Flexfree, 2015

30
5. Thoracic Outlet Syndrome
Thoracic outlet syndrome (TOS) merupakan kelainan yang
disebabkan penekanan pada pembuluh darah dan pleksus saraf di area
upper thoracic aperture. Hal ini dapat terjadi akibat kelainan kongenital
ataupun kelainan yang didapat. TOS sering terjadi pada pasien usia muda
antara 20 hingga 40 tahun. Gejala yang muncul dapat bervariasi sesuai
dengan kelainan struktur yang terkena, arteri, vena atau saraf.
Gejala yang muncul dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu gejala
neurologi dan gejala vaskular. Gejala neurologi lebih sering muncul,
seperti nyeri pada lengan atas dan lengan bawah, kesemutan, hilangnya
rasa raba, dan kelemahan motorik. Selain itu dapat juga muncul gejala
sistem saraf otonom seperti gangguan termoregulasi, misalnya pada cuaca
dingin, pasien akan mengalami pucat pada ujung-ujung jari, kesemutan,
dan sianosis. Gejala vaskular yang muncul akibat dari penekanan arteri
meliputi klaudikasio ekstremitas atas selama aktifitas, pucat, dingin,
kelainan suplai darah perifer, mikroemboli, dan perubahan warna kulit.
Gejala vaskular yang muncul akibat penekanan vena meliputi bengkak,
perasaan terasa berat, dan perubahan warna kulit.
Terdapat beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
memprovokasi gejala TOS sehingga diagnosis dapat lebih mudah untuk
ditegakkan. Pemeriksaan tersebut antara lain tes Adson, tes Wright, tes
Roos dan tes Milliary brace (Widiastuti dkk, 2015).
a. Tes Adson Tes Adson dilakukan dengan cara palpasi nadi radialis
pasien kemudian lengan dieksternal rotasi, diregangkan, dan sedikit
abduksi. Pasien diminta menoleh ke sisi lengan yang diperiksa dan
diminta untuk menghirup napas dalam. Tes Adson dikatakan positif
bila nadi radialis menghilang atau berkurang
b. Tes Wright dilakukan dengan cara lengan diabduksikan hingga 90
derajat pada posisi eksternal rotasi sambil dilakukan palpasi nadi
radialis. Hilangnya nadi menunjukkan hasil tes positif namun tes ini
memiliki nilai positif palsu yang tinggi.

31
c. Tes Roos dilakukan dengan cara bahu pasien diabduksikan dan siku
ditekuk hingga 90 derajat. Pada posisi ini, minta pasien untuk
membuka dan menutup tangan selama 3 menit. Ketidakmampuan
untuk menyelesaikan latihan tanpa nyeri atau munculnya gejala
tambahan yang lain menunjukkan hasil tes yang positif.
d. Tes Milliary brace dilakukan dengan cara pasien menggerakkan bahu
ke belakang dan bawah sehingga menyebabkan klavikula menjadi
lebih dekat dengan kosta pertama. Nadi radialis yang menghilang atau
berkurang menunjukkan hasil tes yang positif.

H. Komplikasi
1. Berkurangnya Innervasi
Setiap cedera pleksus brachialis permanen dapat mengurangi
kemampuan tubuh untuk memasok saraf, sehingga area yang terkena
sepeti dada, punggung atas, bahu, lengan, siku, lengan bawah,
pergelangan tangan dan tangan tidak dapat berfungsi secara normal
untuk bergerak dan merasakan sensasi. Bahkan setelah dilakukan
operasi pencangkokan saraf, tidak dapat sepenuhnya mengembalikan
pasokan saraf ke area yang terkena cedera.
2. Menurunkan Kekuatan dan Stamina
Kekuatan dan stamina dari setiap bagian tubuh secara langsung
dipengaruhi oleh seberapa baik daerah tersebut disuplai oleh saraf.
Semakin rendah suplai, semakin rendah pula kekuatan dan stamina.
Penurunan pasokan saraf berarti ada pengurangan jumlah muscular
unit yang berfungsi, dan muscular bundle yang menyusut pada ukuran
dan kekuatannya. Lebih sedikit, lebih kecil, dan lebih lemah saraf
berarti lebih sedikit kekuatan dan stamina. Latihan dan terapi yang
tepat dapat meningkatkan kekuatan dan fungsi muscular bundle yang
masih ada dan masih berfungsi, tetapi tidak dapat membalikkan
dampak dari hilangnya pasokan saraf pada jaringan otot.

32
3. Perubahan Gerakan dan Biomekanik
Gangguan pasokan saraf memiliki dampak mendalam pada gerakan
normal kelompok otot. Agar lengan dapat berfungsi dengan baik, harus
ada keseimbangan dalam kekuatan otot yang mengelilinginya, dan
dalam kekuatan yang diberikan pada sendi di shoulder, elbow, wrist,
dan finger. Cedera pleksus brakialis dapat mengubah keseimbangan
kekuatan, dan menyebabkan gerakan dan fungsi sendi yang tidak
normal. Efeknya dapat berupa keterbatasan ROM dan penurunan
fungsi struktur sendi itu sendiri. Selain itu, dalam jangka waktu yang
lama akan terjadi gerakan abnormal yang menyebabkan "wear
patterns" yang sangat meningkatkan risiko osteoartritis pada sendi,
terutama bahu.
4. Atrofi otot
Atrofi otot adalah penyusutan jaringan otot yang disebabkan oleh
berkurangnya atau tidak adanya pasokan saraf dan kurangnya gerakan
otot. Ukuran atau massa jaringan otot tampak lebih kecil daripada
kelompok otot yang sama di sisi tubuh yang berlawanan. Tingkat atrofi
otot berkorelasi dengan tingkat kehilangan suplai saraf (persarafan).
Exercise dapat meningkatkan massa otot dalam beberapa keadaan
tetapi hanya jika ada pasokan saraf yang cukup dan sel-sel otot yang
selamat setelah cedera.
5. Joint Dysfunction
Fungsi sendi yang tepat tergantung pada gerakan normal di sekitar
sendi dan keseimbangan kekuatan otot yang bekerja pada sendi.
Disfungsi sendi dapat terjadi tanpa adanya sendi yang mengalami
deformasi struktural. Shoulder adalah sendi yang paling sering terkena
secara signifikan oleh cedera pleksus brakialis atau biasa disebut
glenohumeral dysplasia. Sedangkan sendi-sendi di sekitar seperti
elbow, wrist, dan finger juga dapat terganggu secara signifikan.
6. Glenohumeral Dysplasia

33
Glenohumeral Dysplasia adalah perkembangan abnormal pada
shoulder joint. Komplikasi ini dapat menyebabkan persendian rusak
sehingga tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan menciptakan
resiko dislokasi bahu yang tinggi. Cedera pleksus brakialis
menyebabkan ketidakseimbangan kekuatan berbagai kelompok otot
yang memberikan kekuatan pada bahu dan lengan. Ketidakseimbangan
menyebabkan gerakan abnormal; gerakan abnormal menyebabkan
“wear pattern” abnormal, dan akan mengarah pada perkembangan
osteoartritis di shoulder.
7. Osteoartritis Shoulder
Salah satu komplikasi jangka panjang terbesar dari cedera pleksus
brakialis adalah perkembangan osteoartritis parah, terutama pada sendi
bahu. Rasa sakit yang terkait dengan kondisi ini dapat mengakibatkan
berkurangnya usia kerja karena pekerja dipaksa untuk membatasi
kegiatan atau menghentikan pekerjaan lebih awal karena kondisi
tersebut. Dalam beberapa kasus yang parah, mungkin diperlukan joint
replacement.
8. Winging Scapular
Tepi luar dari os scapula membentuk "socket" pada shoulder joint. Ini
merupakan tempat dari kelompok otot yang dirangsang oleh saraf yang
timbul sebagian dari pleksus brakialis. Ketika pleksus brakialis terluka,
sebagian otot yang melekat pada shoulder pada posisi normal akan
melemah dan mengecil. Kelemahan ini memungkinkan scapula untuk
terangkat ke atas dan ke luar ke "winged position". Fossa gleinoidal
kemudian ditempatkan pada posisi tulang lengan relatif lebih diatas
daripada yang seharusnya. Salah satu hasil "winging" ini adalah posisi
dan fungsi yang tidak normal dari shoulder.
9. Skoliosis
Seseorang yang memiliki gangguan neurologis dari cedera pleksus
brakialis, akan memiliki ketidakseimbangan pada kekuatan otot. Hal

34
Ini dapat menyebabkan kekuatan abnormal pada tulang belakang yang
mengarah ke skoliosis.
10. Gangguan Keseimbangan dan Koordinasi
Cidera pleksus brakialis dapat merusak sensasi, propriosepsi,
pergerakan otot, kekuatan, dan biomekanik sehingga berdampak
signifikan dan negatif pada keseimbangan dan koordinasi.
11. Partial Paralysis Diaphragm
Pasokan saraf ke diafragma berasal dari saraf frenikus yang muncul
dari akar saraf C3, C4, dan C5. Saraf frenikus juga dapat rusak pada
saat yang sama dengan pleksus brakialis akibat adanya peregangan
yang berlebihan. Kerusakan saraf frenikus dapat melemahkan
diafragma yang dapat mengakibatkan penurunan kapasitas paru-paru
dan mengurangi daya tahan saat berolahraga.
12. Sindrom Horner
Horner Syndrome (juga disebut sindrom Bernard-Horner dan palsy
oculosympathetic) umumnya mengacu pada kelopak mata terkulai di
sisi yang terkena cedera pleksus brakialis. Indikasi lain adalah sedikit
peningkatan kelopak bawah, pupil yang menyempit, kelambatan yang
terlihat saat mata membesar. Terkadang akan ada kesan bahwa mata
tenggelam, atau berkurangnya keringat pada sisi wajah yang sakit. Hal
ini dapat terjadi karena stimulasi saraf yang tidak sama dengan sisi
yang berseberangan.

35
BAB III

MANAJEMEN FISIOTERAPI

A. Proses Pengukuran dan Pemeriksaan Fisioterapi


1. Data Umum
Nama : Tn. Jf
Usia : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Kab. Soppeng
Pekerjaan :-
Hobby : Membaca

Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Denyut Nadi : 88x/menit
Suhu Tubuh : 360C

2. Chief of Complaint
Kelemahan pada lengan sisi kanan
3. History Taking
Pertanyaan Jawaban
Sejak kapan anda mengalami Sejak 1 tahun yang lalu tepatnya pada
kelemahan pada lengan sisi tanggal 28 januari 2018 jam 9 malam
kanan?
Bisa anda ceritakan bagaimana Awal kejadian saya sedang mengendarai
awal kejadiannya? motor, saat itu ada seorang polisi yang
sedang mengejar jambret tiba-tiba saya
disambar oleh jambret tersebut kemudian
terjatuh dan pingsan selama 1 hari 1 malam
Bagaimana posisi anda saat Saya tidak terlalu mengingat posisinya
terjatuh? karena saat terjatuh saya langsung tidak
sadarkan diri
Apakah setelah kejadian anda Iya setelah kejadian saya dibawa ke rumah
dibawa ke rumah sakit? sakit dengan kondisi tidak sadarkan diri.
Diopname selama satu hari dan setelah
sadar langsung dibawa pulang ke rumah.

36
Tindakan apa yang diberikan Selama di rumah sakit diberikan obat, infus
selama di rumah sakit? dan dilakukan pemeriksaan foto radiologi
Kata dokter bagaimana hasil Kata dokter tulang di bahu terlepas dari
fotonya? tempatnya, retak dibagian siku, patah di
tulang paha, dan patah di tulang rusuk
pertama
Apakah dilakukan tindakan Tulang yang patah tidak di operasi. Hanya
operasi pada tulang yang patah? bahu yang lepas dari posisinya
dikembalikan ke posisi awal
Bagaimana kondisi anda setelah Setelah keluar dari rumah sakit selama 10
keluar dari rumah sakit? hari saya tidak bisa mengenali orang
Bisa diceritakan bagaimana Saya bisa mengenali orang-orang disekitar
awalnya anda bisa mengenali saya karena selalu diajak bicara dan lama-
kembali orang-orang disekitar ? kelamaan saya jadi mengenali mereka
Selama di rumah, tindakan apa Selama di rumah saya diurut kurang lebih
yang diberikan oleh keluarga? 30 kali dan tidak pernah berpindah dari
tempat tidur selama 5 bulan. Karena saya
diberitahu oleh teman kalau patah tulang
dibagian paha tidak boleh berpindah dari
tempat tidur selama 6 bulan, tetapi saat
memasuki bulan ke 5 saya sudah tidak tahan
dan ingin mencoba berpindah dari tempat
tidur
Saat pertama kali mencoba Awalnya harus berpegangan di kursi dan
berjalan bagaimana cara berjalan sambil mendorong kursi. Lama
berjalannya? kelamaan sudah bisa berjalan sendiri tapi
jalannya pincang karena salah satu kakinya
lebih pendek
Saat ini apakah masih ada nyeri Sudah tidak ada nyeri di kaki hanya
yang dirasakan di kakinya yang dibagian tangan kanan yang masih terasa
patah? nyeri
Nyeri yang dirasakan menjalar Nyerinya menjalar dari bahu sampai ke jari-
atau hanya di titik tertentu? jari tapi lebih terasa seperti berkumpul di
jari-jari
Apakah nyeri menjalarnya ke jari- Nyerinya menjalar ke telapak tangan karena
jari bagian telapak tangan atau bagian punggung tangan sudah tidak berasa
bagian punggung tangan? walaupun disentuh
Dalam posisi apa atau saat Saat di tekan di bagian tulang rusuk bekas
melakukan apa nyerinya terasa? patah terasa nyeri menjalar sampai telapak
tangan
Dalam posisi apa nyeri Nyerinya tetap ada walaupun tidak ada
menjalarnya hilang? tekanan di daerah tulang rusuk tapi nyerinya
hanya sedikit sekali dan tidak mengganggu
Bagaimana aktivitas sehari- Bisa dilakukan sendiri tapi menggunakan
harinya seperti makan, mandi, tangan kiri
pakai baju apakah bisa dilakukan

37
sendiri atau butuh bantuan?
Sekarang sudah berapa kali Sudah 11 kali
fisioterapi?
Bisa diceritakan kenapa baru Kebetulan kedua orang tua saya sudah tidak
mulai terapi saat ini? Kenapa ada jadi saya tinggal sama om. Om saya
tidak dari awal dibawa ke tidak mau jika dilakukan tindakan medis
fisioterapi? jadi di urut saja di rumah karena beliau juga
sebagai tukang urut. Tapi saya berangkat ke
Makassar tanpa izin dari om saya untuk
periksa ke dokter. Setelah konsul di dokter,
katanya tangan saya mau dioperasi tapi
harus fisioterapi dulu untuk meningkatkan
kekuatan ototnya.
Setelah menjalani fisioterapi Ada tapi hanya sedikit
apakah ada perubahan yang
dirasakan?
Apakah anda pernah melakukan Iya, bulan januari 2019
pemeriksaan foto radiologi
beberapa bulan terakhir?
Kata dokter bagaimana hasilnya? Kata dokter bekas patah tulangnya masih
ada
Bagaimana perhatian keluarga Perhatian dari keluarga sangat kurang. Om
dengan kondisi anda saat ini? saya yang menjadi pengganti orang tua saya
juga melarang untuk periksa ke dokter.
Untungnya masih ada kakak dan teman saya
yang mendukung dan menguruskan BPJS
sehingga saya bisa sampai ke Makassar
untuk berobat.
Saat ini bagaimana perasaan anda Saya merasa sangat sedih dan tertekan
dengan kondisi yang dialami? dengan kondisi saya saat ini karena saya
merasa terlalu memberatkan om dan tante
saya. Saya juga sudah tidak bisa
melanjutkan pekerjaan saya sebagai
mekanik.
Apakah anda memiliki riwayat Tidak ada
penyakit lain seperti jantung,
diabetes, kolesterol dan lain-lain?
Apakah ada keluhan lain? Tidak ada

4. Assymetric
a. Inspeksi Statis
Tampak Anterior Tampak Lateral Tampak Posterior
- Shoulder - Tampak - Shoulder
asimetris, lengan asimetris,

38
bahu kanan kanan tidak bahu kanan
lebih tinggi berada tepat lebih tinggi
dibanding di sisi tubuh dibanding
bahu kiri - Tampak bahu kiri
- Tampak semi fleksi - SIPS sinistra
perubahan elbow lebih tinggi
structural dekstra dibanding
pada SIPS dekstra
klavikula - Tampak
(klavikula garis poplitea
dekstra lebih asimetris,
menonjol) dekstra lebih
- Semi fleksi rendah
elbow daripada
dekstra sinistra
- Tampak
atrofi pada
ekstremitas
superior
dekstra
- Tampak
SIAS sinistra
lebih tinggi
dari SIAS
dekstra
- Pasien lebih
menumpukan
berat badan
ke sisi kiri

b. Inspeksi Dinamis
1) Pasien terlihat pincang saat berjalan dan tidak terlihat ayunan
pada lengan kanan
2) Saat berjalan posisi lengan kanan semi fleksi
3) Pasien tidak mampu menggerakkan tangan kanan saat diminta
meraih sebuah benda

c. Palpasi
Dekstra Sinistra
Suhu Normal Normal
Kontur Kulit Normal Normal
Oedem (-) (-)
Tenderness (+) pada old fraktur (-)
costa 1

39
d. PFGD
1) Regio Shoulder

Aktif Pasif TIMT


Gerakan
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM, ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Springy Tidak ada Tidak ada
ROM, nyeri nyeri, nyeri
Endfeel
Elastic
Endfeel
Ekstensi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Abduksi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Nyeri, Tidak ada
ROM nyeri Elastic nyeri
Endfeel
Adduksi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Endorotasi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Eksorotasi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Depresi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Elevasi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Protraksi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,

40
ROM Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel
Retraksi Tidak Full Tidak Full Full Tidak Full
Full ROM, ROM,Springy ROM, Mampu ROM,
Tidak ada Endfeel Tidak ada Tidak ada
ROM nyeri nyeri, nyeri
Elastic
Endfeel

2) Regio Elbow

Aktif Pasif TIMT


Gerakan
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi Tidak DBN Tidak Full Tidak Mampu
ada Full ROM, Mampu
gerakan ROM, Soft
Hard Endfeel
Endfeel
Ekstensi Tidak DBN Tidak Full Tidak Mampu
ada Full ROM, Mampu
gerakan ROM, Hard
Hard Endfeel
Endfeel
Pronasi Tidak DBN Tidak Full Tidak Mampu
ada Full ROM, Mampu
gerakan ROM, Elatic
Hard Endfeel
Endfeel
Supinasi Tidak DBN Tidak Full Tidak Mampu
ada Full ROM, mampu
gerakan ROM, Elastic
Hard Endfeel
Endfeel

3) Regio Wrist

Aktif Pasif TIMT


Gerakan
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Dorso Tidak DBN Full Full ROM, Tidak Mampu
Fleksi ada ROM, Hard Mampu
gerakan Hard Endfeel
Endfeel

41
Palmar Tidak DBN Full Full ROM, Tidak Mampu
Fleksi ada ROM, Elastic Mampu
gerakan Elastic Endfeel
Endfeel
Radial Tidak DBN Full Full ROM, Tidak Mampu
Deviasi ada ROM, Hard Mampu
gerakan Hard Endfeel
Endfeel
Ulnar Tidak DBN Full Full Tidak Mampu
Deviasi ada ROM, ROM,Hard Mampu
gerakan Hard Endfeel
Endfeel

5. Restrictive
a. Limitasi ROM : semua gerakan di region shoulder, elbow
dan wrist dekstra
b. Limitasi ADL : Dressing, eating, self care dan praying
(gerakan takbir)
c. Limitasi Pekerjaan : Terganggu
d. Limitasi Rekreasi :-

6. Tissue Impairment and Psychogenic Prediction


a. Osteoarthrogen : Old fraktur olecranon dekstra, costa 1
dekstra, dan shaft femur dekstra
b. Musculotendinogen : Muscle weakness, atrofi pada ekstremitas
superior dekstra dan kontraktur pada m. corachobrachialis
c. Neuromuscular : Suspect lesi plexus brachialis dekstra
d. Psychogenic : Kecemasan

7. Specific Test
a. Penilaian Nyeri (VAS)
1) Nyeri Diam
Hasil : 2,4
Interpretasi : Sedikit Nyeri
2) Nyeri Gerak

42
Hasil :0
Interpretasi : Tidak ada nyeri
3) Nyeri Tekan
Hasil : 9,6
Interpretasi : Tak Tertahankan
b. Circumferensia
1) Upper arm
Hasil : 16 cm (d), 24cm (s)
Interpretasi : Muscle atrofi
2) Lower arm
Hasil : 14 cm (d), 18cm (s)
Interpretasi : Muscle atrofi
c. Kekuatan Otot (MMT)
1) Regio shoulder dekstra
Hasil : 2-
Interpretasi : Gerakan parsial ROM tanpa pengaruh
gravitasi
2) Regio elbow dekstra
Hasil :1
Interpretasi : Sedikit kontraksi tapi tidak ada gerakan
3) Regio wrist dekstra
Hasil :1
Interpretasi : Sedikit kontraksi tapi tidak ada gerakan
d. Tes Sensorik
1) Area Dermatom
Area Dermatom Hasil Pemeriksaan
C2 Normal
C3 Normal
C4 Normal
C5 Hipersensasi

43
C6 Hiposensasi
C7 Asensasi
C8 Asensasi
Th 1 Hiposensasi
2) Tes Sensasi
Panas-Dingin : Hiposensasi
Tajam-Tumpul : Hiposensasi
Diskriminasi 2 titik : Hiposensasi
e. Tes Motorik : Hipotonus
f. Tes Refleks : Hiporefleks
g. Muscle Length Test
Hasil : (+) m. corachobrachialis dekstra
Interpretasi : Muscle kontraktur
h. Tes ROM Pasif
1) Shoulder Dekstra
Hasil : S. 500.0.1050
F. 600.0.430
R. 420.0.650

2) Elbow Dekstra
Hasil : F. 300.0.1180
i. Tes Palpasi
Hasil : (+)
Interpretasi : Hipotonus
j. Tes Kecemasan (HRS-A)
Hasil : 20
Interpretasi : Kecemasan berat
k. Tes ADL (Disabilities of The Arm, Shoulder and Hand)
Hasil :
Interpretasi :

44
B. Diagnosis Fisioterapi
Adapun diagnosis fisioterapi yang dapat ditegakkan dari hasil
pemeriksaan adalah “Gangguan aktivitas fungsional ekstremitas superior
dekstra berupa eating, self care, dressing dan praying karena limitasi
ROM, muscle weakness dan atrofi otot e.c suspect lesi plexus brachialis
sejak 1 tahun yang lalu”.
C. Problem Fisioterapi dan Tujuan Fisioterapi
1. Problem
Adapun problem dan planning fisioterapi yang dapat diuraikan
berdasarkan hasil dari proses pengukuran dan pemeriksaan adalah:
a) Problem Primer : Lesi plexus brachialis
b) Problem Sekunder : Kecemasan, nyeri tekan, kelemahan otot,
atrofi
otot, kontraktur, limitasi ROM, hipo
sensasi, hipo refleks dan hipotonus
c) Problem Kompleks : Keterbatasan ADL
2. Tujuan
a. Tujuan jangka pendek
1) Membantu menurunkan tingkat kecemasan
2) Menurunkan nyeri
3) Meningkatkan kekuatan otot
4) Mengatasi atrofi otot
5) Mengatasi kontraktur otot
6) Meningkatkan ROM
7) Mengatasi hipo sensasi, hipo refleks, dan hipo tonus
b. Tujuan jangka panjang
Mengembalikan kemampuan aktivitas fungsional ADL berupa
eating, praying, dressing, self care
D. Intervensi Fisioterapi

NO PROBLEM MODALITAS DOSIS


FISIOTERAPI FISIOTERAPI

45
1 Kecemasan Komunikasi terapeutik F : 3 x / minggu
I : Pasien fokus
T : Motivasi
T : Selama terapi
2 Metabolic Reaction Heating (IRR) F : 3 x / minggu
I : 30 cm dari area
lengan
T : Lokal
T : 10 menit
3 Muscle Weakness Electrotherapy F : 3 x / minggu
(Muscle Stimulation) I : 30 mA
T : Russian Stimulant
T : 10 menit
4 Hipo Sensasi Manual Therapy F : 3 x / minggu
I : 3x10 repetisi
T : Stimulasi sensoris
T : 3 menit
6 Hipo Tonus Manual Therapy F : 3 x / minggu
I : 30 repetisi
T : MMBTS
T : 3 menit
7 Kontraktur Exercise Therapy F : 3 x / minggu
I : 15 hitungan, 3
repetisi
T : Stretching
T : 3 menit
8 Limitasi ROM Exercise Therapy F : 3 x / minggu
I : 8 hitungan, 3
repetisi
T : PROMEX
T : 3 menit
9 Atrofi Otot Exercise Therapy F : 3 x / minggu
I : 8 hitungan, 3
repetisi
T : Strengthening
T : 3 menit
10 Gangguan ADL Exercise Therapy F : 3 x / minggu
I : 8 hitungan, 3
repetisi
T : AAROM Exc
T : 3 menit

46
DAFTAR PUSTAKA

Baehr M, Frotscher M. (2005). Topical Diagnosis in Neurology. Germany:


Thieme.
Bonham C dan Greaves I. (2011). Brachial Plexus Injuries. Trauma.
Foster M. (2011). Traumatic Brachial Plexus Injuries. E-medicine, 1-4.
Jason Mckean. (2018). Brachial Plexus Injuries. Retrieved Maret 28, 2019, from
Ortho Bullets: https://www.orthobullets.com/trauma/1008/brachial-plexus-
injuries
Kaiser R, Waldauf P, Haninec P. (2012). Types and Severity of Operate
Supraclavicular Brachial Plexus Injuries Caused by Traffic Accidents.
Acta Neurochirrurgica.
Komang dkk. (2017). Trauma Pleksus Brachialis. Bali: FK UNUD.
Leffert RD. (1974). Brachial Plexus Injuries. The New England Journal of
Medicine, 1059-1067.
Moore KL, Agur AMR, and Dalley AF. (2015). Essential Clinical Anatomy.
Lippincott & Wilkins and Phyladelphia, 5th Edition.
Snell R, J.Oswari, Editor. (1998). Ekstremitas Superior, in Anatomi Klinik untuk
Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC p. 132-
253.
Solomon et al. (2010). Appley's System of Orthopedics and Fractures. United
Kingdom: Hodder Arnold.
Subagyo. (2013). Dislokasi Sendi Shoulder. Jakarta: Klinik jakarta Orthopedic.
Suroto H, Whardani I Iukita, dan Maria Patricia. (2009). Tatalaksana Plexus
Brachialis Dewasa. Mimbar, 2.

47
LAMPIRAN

Lampiran 1. Hamilton Rating Scale

No. Kemampuan Penilaian Nilai


1. Keadaan Perasaan 0 : Tidak ada
Sedih 1 : Perasaan ini hanya ada bila ditanya
(sedih, putus asa, tak 2 : Perasaan ini ditanyakan secara verbal spontan
berdaya, tak berguna) 3 : Perasan yang nyata tanpa komunikasi verbal,
misalnya ekspresi wajah, bentuk, suara, dan 1
kecenderungan menangis
Pasien menyatakan perasaan yang sesunguhnya ini
4 : dalam komunikasi baik verbal maupun non verbal
secara spontan
2. Perasaan Bersalah 0 : Tidak ada
1 : Menyalahkan diri sendiri dan merasa sebagai
penyebab penderitaan orang lain
2 : Ada ide-ide bersalah atau renungan tentang
kesalahan masa lalu
3 : Sakit ini sebagai hukuman, waham bersalah, dan 1

berdosa
4 : Ada suara-suara kejaran atau tuduhan dan
halusinasi pengihatan tentang hal-hal yang
mengancamnya

3. Bunuh Diri 0 : Tidak ada


1 : Merasa hidup tidak ada gunanya
2 : Mengharapkan kematian atau pikiran-pikiran lain
0
ke arah itu
3 : Ada ide-ide bunuh diri atau langkah-langkah ke
arah itu
4. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
1
(Initial Insomnia) 1 : Ada keluhan, kadang-kadang sukar masuk tidur.

48
Misalnya >30 menit baru masuk tidur
2 : Ada keluhan, tiap malam sukar masuk tidur
5. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Middle Insomnia) 1 : Pasien merasa gelisah dan terganggu sepanjang
malam 0
2 : Terganggu sepanjang malam (bangun dari tempat
tidur kecuali buang air kecil)
6. Gangguan Pola Tidur 0 : Tidak ada
(Late Insomnia) 1 : Bangun saat dini hari tetapi dapat tidur lagi 0
2 : Bangun saat dini hari tetapi tidak dapat tidur lagi
7. Kerja dan Kegiatan- 0 : Tidak ada
kegiatannya Berfikir tidak mampu, keletihan/ kelemahan yang
1 : berkaitan dengan kegiatan kerja/ hobi
Hilangnya minat terhadap pekerjaan/ hobi
1
2 : Berkurangnya waktu untuk aktivitas sehari-hari
3 : atau produktivitas menurun
Tidak bekerja karena sakitnya
4 :
8. Kelambanan 0 : Normal
(lambat dalam 1 : Sedikit lamban dalam wawancara
berfikir, berbicara, 2 : Jelas lamban dalam wawancara
1
gagal berkonsentrasi, 3 : Sukar diwawancarai; stupor (diam sama sekali)
dan aktivitas motorik
menurun)
9. Kegelisahan 0 : Tidak ada
1 : Kegelisahan ringan
2 : Memainkan tangan jari-jari, rambut, dan lain-lain
1
3 : Bergerak terus, tidak dapat duduk dengan tenang
4 : Meremas-remas tangan, menggigit kuku, menarik-
narik rambut, menggigt bibir
10. Kecemasan Sakit/nyeri pada otot, kaku, kedutan otot; gigi 3

49
(Ansietas somatik) gemeretak; suara tidak stabil; tinnitus (telinga
berdenging); penglhatan kabur; muka merah atau
pucat; perasaan ditusuk-tusuk.
0 : Tidak ada
1 : Ringan
2 : Sedang
3 : Berat
4 : Ketidakmampuan
11. Kecemasan 0 : Tidak ada
(Ansietas psikis) 1 : Ketegangan subyektif dan mudah tersinggung
2 : Mengkhawatirkan hal-hal kecil
0
3 : Sikap kekhawatiran yang tercermin di wajah atau
pembicaraaannya
4 : Ketakutan yang diutarakan tanpa ditanya
12. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Pencernaan) 1 : Nafsu makan berkurang tetapi dapat makan tanpa
dorongan teman, merasa perutnya penuh
0
2 : Sukar makan tanpa bantuan teman, membutuhkan
pencahar untuk buang air besar atau obat-obatan
untuk saluran pencernaan
13. Gejala Somatik 0 : Tidak ada
(Umum) 1 : Anggota gerak, punggung, atau kepala terasa berat
Sakit punggung, kepala dan otot-otot, hilangnya 1
kekuatan dan kemampuan
2 :
14. Kotamil Sering buang air kecil terutama malam hari di kala
(Genital) tidur, tidak haid, darah haid sedikit sekali, tidak ada
gairah seksual, ereksi hilang, impotensi
0
Tidak ada
0 : Ringan
1 : Berat

50
2 :
15. Hipokondriasis 0 : Tidak ada
(Keluhan somatic fisik 1 : Dihayati sendiri
yang berpindah- 2 : Preokupasi (keterpakuan) mengenai kesehtan
pindah) sendiri 0
3 : Sering mengeluh membutuhkan pertolongan orang
lain
4 : Delusi hipokondriasi
16. Kehilangan Berat 0 : Tidak ada
Badan 1 : Beratbadan berkurang berhubungan dengan
penyakitnya sekarang 1
2 : Jelas penurunan berat badan
3 : Tak terjelaskan lagi penurunan berat badan
17. Insight 0 : Mengetahui dirinya sakit dan cemas
(Pemahaman diri) 1 : Mengetahui sakit tapi berhubungan dengan
penyebab iklim, makanan, kerja berlebihan, virus, 1
perlu istirahat, dll
2 : Menyangkan bahwa ia sakit
18. Variasi Harian Adakah perubahan keadaaan yang memburuk pada
waktu malam atau pagi
0 : Tidak ada 0
1 : Buruk saat pagi
2 : Buruk saat malam
19. Depersonalisasi 0 : Tidak ada
(Perasaan Diri 1 : Ringan
Berubah) 2 : Sedang
1
Dan Derelisiasi 3 : Berat
(Perasaan tidak nyata 4 : Ketidakmampuan
– tidak realistis)
20. Gejala Paranoid 0 : Tidak ada
1
1 : Kecurigaan

51
2 : Pikiran dirinya menjadi pusat perhatian peristiwa
kejadian diluar tertuju pada dirinya (ideas refence)
3 : Waham (delusi) dikejar/ diburu
21. Gejala Obsesi dan 0 : Tidak ada
Kompulsi 1 : Ringan 0
2 : Berat
TOTAL NILAI 20

Interpretasi :
0 - 7 = Normal
8 - 13 = Depresi ringan Total Nilai :20
14 - 18 = Depresi sedang Interpretasi :Depresi Berat
19 - 22 = Depresi berat
> 23 = Depresi sangat berat

52
Lampiran 2. Indeks DASH (Disabilities of the Arm, Shoulder and Hand

53
54
55
56

Anda mungkin juga menyukai