PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan adalah suatu keadaan bebas dari penyakit, baik penyakit fisik
maupun mental dan juga bebas dari kecacatan. Keadaan sehat bukanlah
merupakan keadaan statis, akan tetapi ,merupakan keadaan yang dinamis dan
dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat melaksanakan aktivitas dalam
kehidupan secara optimal. Keadaan dinamis dari sehat tersebut dapat berubah
karena dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti umur, psikis dan keadaan
lingkungan sosial individu. Tingkat kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja
yang cukup tinggi di ibukota dapat berdampak buruk bagi fisik maupun psikis
seseorang. Pada setiap jaringan tubuh yang mengalami suatu kecelakaan dapat
menimbulkan trauma. Gangguan trauma banyak penyebabnya, salah satu trauma
yang dapat menyebabkan terjadinya gangguan bahkan kecacatan adalah “ spinal
cord injury”
”Spinal cord injury” adalah kerusakan medulla spinalis akibat trauma dan non
trauma yang menyebabkan terjadinya gangguan sensoris, motoris, vegetative
(bledder dan bowel), dan gangguan fungsi seksual. Kejadian Spinal cord injury
akibat oleh trauma biasanya lebih sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja yang akan menyebabkan fraktur pada vertebra sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan pada medulla spinalis. Pada non trauma
biasanya disebabkan karena adanya infeksi yang menyerang pada collumna
vertebralis sehingga merusak dapat merusak bagian dalam dari medulla spinalis.
Adapun peran fisioterapi dalam keadaan tersebut benar-benar harus intensif agar
dapat meminimalkan kecacatan dan mencegah terjadinya komplikasi. Untuk itu
fisioterapi selaku bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu
atau masyarakat yang berfungsi dalam hal memelihara, memulihkan dan
mengembalikan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan sangat berperan
dalam keadaan tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Pada kondisi Spinal Cord Injury, problem yang ditimbulkan biasanya bila
pasien telah melewati masa akut adapun keluhan yang dirasakan oleh pasien
berupa:
1. Adanya kelemahan anggota gerak tubuh bagian bawah
2. Hilangnya fungsi sensoris
3. Hilangnya fungsi seksual
4. Hilangnya fungsi bledder dan bowel
C. Pembatasan Masalah
Pada kasus SCI terdapat banyak sekali gangguan yang terjadi, oleh karena
terbatasnya waktu, maka penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam
laporan kasus ini adalah mengenai penatalaksanaan fisioterapi pada gangguan
gerak dan fungsi sehubungan dengan adanya kelumpuhan kedua anggota gerak
bawah akibat fraktur kompresi Thoracal VI-VII dan adanya lesi pleksus brakhialis
kanan akibat trauma.
E. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengetahui proses penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi SCI terutama
pada penderita kelumpuhan kedua anggota gerak bawah akibat fraktur
kompresi Thoracal VI-VII dan adanya kelemahan pleksus brakhialis kanan
akibat trauma
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui cara assessment penderita SCI lavael Thoracal
VI-VII yang disertai lesi pleksus brakhialis kanan akibat trauma
b. Untuk mengetahui diagnosa fisioterapi dan problem pada penderita
SCI level Thoracal VI-VII yang disertai lesi pleksus brakhialis kanan
akibat trauma
c. Untuk menentukan target yang dapat diraih oleh penderita SCI
level Thoracal VI-VII yang disertai lesi pleksus brakhialis kanan
akibat trauma
d. Untuk mengetahui intervensi yang tepat yang dapat diberikan pada
penderita SCI level Thoracal VI-VII yang disertai lesi pleksus
brakhialis kanan akibat trauma.
Oleh karena laju pertumbuhan medula spinalis dan tulang belakang berbeda,
maka segmen medula spinalis akan terdorong ke atas dari vertebra yang sesuai.
Perbedaan ini semakin besar karena vertebra bergeser ke bawah sepanjang medula
spinalis. Jadi makin rendah radix saraf, semakin besar jarak antara asalnya di
dalam segmen medula spinalis dan titik keluarnya dari canalis spinalis. Hubungan
antara segmen-segmen medula spinalis dengan corpus vertebra dan tulang
belakang penting artinya didalam klinik untuk menentukan lesi pada medula
spinalis.
Medula spinalis memanjang dari batas superior atlas ( vertebra cervical 1 )
sampai atas vertebra lumbalis 2. Pada ujung rostralnya, medula spinalis diteruskan
oleh medula oblongata.
5. Stadium SCI
a. Fase akut / spinal shock ( 2-3 minggu ), cirinya :
1) Gangguan motorik
Bila terjadi pada daerah cervical maka kelumpuhan terjadi pada ke
empat extremitas yang disebut tetraplegi, sedangkan pada lesi di
bawah daerah cervical akan terjadi kelumpuhan pada anggota gerak
bawah yang disebut paraplegi.
2) Gangguan sensorik
Sensasi yang terganggu sesuai dengan deramtom di bawah lesi, hal
yang terganggu berupa sensasi raba, sensasi nyeri, sensasi
temperatur ataupun sensasi dalam.
3) Gangguan fungsi autonom ( bladder, bowel, dan seksual )
Di sini bisa terjadi gangguan pengosongan kandung kemih dan
saluran pencernaan, fungsi seksual, fungsi kelenjar keringat dan juga
tonus pembuluh darah di bawah lesi. Pada fase ini urine akan
terkumpul di dalam kandung kemih sampai penuh sekali dan baru
dapat keluar apabila sudah penuh.
4) Gangguan respirasi (tergantung letak lesi )
Dapat terjadi gangguan respirasi jika terletak lesi yang terkena level
C4 yaitu cabang dari C4 adalah keluarnya n.prenicus yang
mempersarafi tractus respiratorius, jika terkena maka diafragma
7. Level SCI
SCI diberi nama sesuai dengan level kerusakan neurology yang terkena
(Ragnarsson, 1993; Farcy dan Rawlins, 1993). Kerusakan pada sistem
motorik dan sensorik digunakan untuk mengidentifikasi level kerusakan.
The American Spinal Injury Association (ASIA) telah membuat suatu
standar untuk assessment dan klasifikasi yang biasa digunakan pada kondisi
SCI.
b. Problem fisioterapi
Asuhan pelayanan fisioterapi yang diberikan pada penderita SCI dilakukan
secara bertahap sesuai dengan problema yang ditemukan pada saat dilakukan
assessment. Untuk itu sebelum melakukan intervensi fisioterapi, hendaknya
g. Home Program
Pemberian home program kepada pasien berupa positioning agar
mencegah terjadinya pressure sore yang akan menimbulkan decubitus.
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. R
Usia : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Kurir
Alamat : Lebak Bulus
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Fraktur Compresi Thorakal VI-VII dan Lesi
Pleksus Brachialis
B. Riwayar Penyakit
1. Keluhan Utama
Pasien mengeluh kedua kakinya tidak bisa digerakan serta nyeri pada
bahu sebelah kanan.
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pada tanggal 5 November 2019 os mengalami kecelakaan pada pagi
hari saat pergi kekantor, Os menghindari motor yang berada di
depannya lalu os meloncat melewati motor dan menabrak pohon
mengenai sisi kanan badanya. Pada saat yang bersamaan os dibawa
ke RS untuk di CT-Scan setelah mengetahui adanya patah pada
tulang belakang lalu os di operasi untuk dilakukan pemasangan
PSSW dan menjalani fisioterapi.
2. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Umum
Kesadaran : Compos Metis
Tekanan darah : 90 / 70 mmHg
Pernafasan : 28 x / menit
Denyut Nadi : 96 x / menit
Psikososial :-
Suhu : Afebris
Status Gizi : Baik
b. Pemeriksaan Khusus
1. Inspeksi
a. Statis
1) Warna Muka : Pucat
2) Warna Bibir : Pucat
3) Pengembangan dada : Simetris
4) Pola nafas : abdominal
5) Postur posis duduk : Tegap
6) Ada luka bekas jahitan pada:
- Post PSSW sepanjang Thoracal VI-
- Gluteus sebelah kiri
b. Dinamis :
- Os mampu menggerakkan anggota gerak atas kiri tanpa
adanya limitasi ROM.tetapi kanan tidak bisa digerakan
- Os kesulitan menggerakkan kedua tungkainya
Keterangan :
Untuk kedua anggota gerak bawah tidak dapat dilakukan pemeriksaan
fungsi gerak dasar aktif karena tidak dapat bergerak secara aktif.
6. Pemeriksaan ROM
Anggota gerak atas Aktif
No Sendi Kanan Kiri Normal
S:- S : 60-0-180 S : 60-0-180
1 Sholder
F: - F : 180-0-45 F : 180-0-45
2 Elbow S:- S : 0-0-150 S : 0-0-150
3 Wrist S: - S : 70-0-80 S : 70-0-80
Keterangan : Adanya kelemahan pada lengan kanan.
7. Pemeriksaan MMT
Anggota gerak atas
Kanan Kiri
Gerakan
Sendi MMT MMT Sendi
Fleksi
Ekstensi
Abduksi
Sholder 0 5 Sholder
Adduksi
Internal Rotasi
Eksternal Rotasi
0 Fleksi
Elbow 5 Elbow
Ekstensi
0 Palmar fleksi
Dorsal Fleksi
Wrist 5 Wrist
Ulnar Deviasi
Radial Deviasi
Keterangan :
Untuk kedua anggota gerak bawah tidak dapat dilakukan
pemeriksaan MMT karena lumpuh
8
Tidak Nyeri Sangat nyeri sekali
Keterangan :
Pemeriksaan Nyeri dilakukan pada tangan kanan pasien, yang
diprovokasi dengan gerakan dan tekanan pada keadaan Lesi pleksus
brakialis.
9. Pemeriksaan Antropometri
a. Lingkar Segmen Upper Extremity
Lingkar segmet Kanan Kiri Selisih
Lengan Atas 20 23 3
Elbow 23 24 1
Lengan bawah 17 21 4
Keterangan : adanya atropy pada lengan kanan.
c. Panjang Tungkai
Panjang Tungkai Kanan Kiri Selisih
True length 93 93 0
Bone length
Os Femur 49 49 0
Os Tibia 37 37 0
Appereance lenght 99 99 0
Keterangan : tidak adanya beda panjang tungkai
B. PROBLEM FISIOTERAPI
1 Kelemahan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah
2 Gangguan sensasi pada area thorakal VI kebawah
3 Adanya Nyeri pada bahu sebelah kanan
4 Keterbatasan gerak pada bahu sebelah kanan
C. DIAGNOSA FISIOTERAPI
Adanya gangguan gerak dan fungsi sehubungan dengan adanya
kelumpuhan anggota gerak bawah akibat froktur compresi Thoracal VI-
VII yang disertai adanya kelemahan anggota gerak atas kanan yang
diakibatkan karena lesi pleksus brakialis
E. INTERVENSI FISIOTERAPI
Modalitas Fisioterapi
a. Modalitas Alternatif : - Faradic
- Galvanic
- Excercise
- Hydrotherapy
b. Modalitas Terpilih : - Faradic
- Excercise
1. Faradic
a. Prosedur : Pasien tidur terlentang atau duduk. Pada posisi tidur
terlentang elektrode pasif di tempatkan di L4 dan
elektrode aktif di otot tibialis anterior ( di dorsum
pedis ). Pada posisi duduk elektrode pasif di sebelah
lateral fibula dan yang aktif di tibialis anterior.
b. Dosis : F : Setiap Hari
I : 2-60 mA ( kontraksi optimal )
T : 30-90 kali rangsangan dengan waktu 1-3 menit.
T : Stimulasi Saraf
R : 5-10 kali seri
2. Exercise
a. Breathing Exercise
- Prosedur : Menggunakan metode deep breathing, posisi pasien
duduk di kursi roda lalu pasien menarik nafas panjang
melalui hidung semaksimal mungkin lalu
G. HOME PROGRAM
Pasien dianjurkan untuk melakukan positioning di ruang rawat inapnya
minimal 2 jam sekali melakukan miring kiri dan kanan.
H. PROGNOSA
Quo et vitam : baik
Quo et sanam : menuju baik
Quo et Fungsionam : baik dengan alat bantu
Quo et kosmeticam : buruk
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, klasifikasi ASIA yang ditemui Tn. GP
adalah komplit tipe A. Adapun hasil yang didapatkan setelah pemberian
intervensi adalah :
1. Nilai ROM sebelum dan sesudah tidak ada perubahan. ( Lihat lampiran
Pengukuran ROM ).
2. Kekuatan otot anggota gerak bawah tidak ada peningkatan. ( Lihat
lampiran MMT ).
3. Sensasi pada anggota gerak bawah tidak ada perubahan.
B. Saran
1. Untuk Pasien
Pasien diharapkan agar tidak putus asa dan lebih meningkatkan keyakinan
dan semangat dalam melakukan latihan.
2. Untuk Keluarga
Keluarga diberikan informasi tentang keadaan pasien setelah mengalami
SCI dan lebih memotivasi pasien dalam membantu penyembuhan serta
memberikan pengetahuan tentang hal-hal yang harus dan tidak boleh
dilakukan.
3. Tim Medis
a. Pasien lebih terampil menggunakan kursi roda
sehingga dapat mobilisasi dalam berbagai tempat / medan, dan dapat
dikonsultasikan oleh tim Occupational Therapy.