SPINAL INJURY
OLEH:
M. Insanul Kamil Rery
Marco A. S. Tambunan
Khalishaturrahmi Nasution
Reyhana Gathari
Tririn Rinanti
110100303
110100279
110100269
110100103
110100244
Pembimbing:
Dr.dr.RR.Suzy Indharti, M.Kes, Sp.BS
DEPARTEMEN ILMU BEDAH SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Cedera Spinal.
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk melengkapi persyaratan
Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen
Ilmu Bedah Umum RSUP H. Adam Malik Medan Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dokter
pembimbing, Dr.dr.RR.Suzy Indharti, M.Kes, Sp.BS yang telah meluangkan
waktunya dan memberi banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini
sehingga penulis dapat menyelesaikannya tepat waktu
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar......................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................
2.1.2 Epidemiologi......................................................................
2.1.4 Tatalaksana.........................................................................
14
2.1.5 Prognosis............................................................................
17
17
18
18
2.2.2 Epidemiologi......................................................................
19
20
2.2.4 Klasifikasi...........................................................................
21
24
25
2.2.7 Penatalaksanaan..................................................................
31
2.2.8 Komplikasi.........................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................
41
BAB I
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Cedera spinal adalah trauma yang dapat menyebabkan kerusakan pada
spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi
motorik maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI)
didiagnosis setiap tahunnya, dan lebih dari 80 % adalah laki laki berusia sekitar
16 sampai 30 tahun. Trauma ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas 36 %,
karena kekerasan 28,9 %, dan jatuh dari ketinggian 21,2 %, jumlah paraplegi lebih
banyak dari pada tetraplegi dan sekitar 450.000 penduduk di Amerika hidup
dengan SCI (The National Spinal Cord Injury, 2001).
Kemungkinan untuk bertahan dan sembuh pada kasus cedera spinal,
tergantung pada lokasi serta derajat kerusakan akibat trauma, dan juga kecepatan
mendapat perawatan medis setelah trauma. Trauma pada cervical dapat
mengakibatkan seseorang mengalami penurunan kemampuan bernafas dan
kelemahan pada lengan, tungkai dan trunk atau yang disebut tetraplegi. Trauma
pada bagian bawah dari vertebra dapat menyebabkan hilang atau berkurangnya
fungsi motorik serta sensoris pada tungkai dan bagian bawah dari tubuh disebut
paraplegi. Pada kasus trauma yang berat, kesembuhan tergantung pada luasnya
derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila pasien mampu melakukan
gerakan yang disadari atau dapat merasakan sensasi dalam waktu yang singkat.
Tujuan Penulisan
a
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Trauma Cervical
2.1.1. Anatomi cervical
Atlas C1
Axis C2
C7
LIGAMENTUM
a. Ligamentum longitudinal anterior
Ligamentum longitudinal anterior merupakan suatu serabut
yang membentuk pita lebar dan tebal serta kuat, yang melekat
pada bagian corpus vertebra, dimulai dari sebelah anterior
corpus vertebrae cervicalis II (yang meluas ke kepala pada os
occipitale pars basilaris dan tuberculum anterior atlantis) dan
memanjang ke bawah sampai bagian atas depan fascies pelvina
os sacrum. Ligamen longitudinal anterior ini lebih tebal pada
bagian
depan
corpus
karena
mengisi
kecekungan
corpus.
c. Ligamentum intertransversarium
Ligamentum intertransversarium melekat antara processus
transversus dua vertebra yang berdekatan. Ligamentum ini
berfungsi mengunci persendian sehingga membentuk membuat
stabilnya persendiaan.1
d. Ligamentum flavum
Ligamentum flavum merupakan suatu jaringan elastis dan berwarna kuning,
berbentuk pita yang melekat mulai dari permukaan anterior tepi bawah suatu
lamina, kemudian memanjang ke bawah melekat pada bagian atas permukaan
posterior lamina yang berikutnya. Ligamentum flavum ini di daerah servikal tipis
akan tetapi di daerah thorakal ligamentum ini agak tebal. Ligamentum ini akan
menutup foramen intervertebral untuk lewatnya arteri, vena serta nervus
intervertebral. Adapun fungsi ligamentum ini adalah untuk memperkuat hubungan
antara vertebra yang berbatasan.1
e. Ligamentum interspinale
Ligamentum interspinale merupakan suatu membran yang tipis melekat pada tepi
bawah processus suatu vertebra menuju ke tepi atas processus vertebra yang
berikutnya. Ligamentum ini berhubunganm dengan ligamentum supra spinosus
dan ligamentum ini didaerah lumbal semakin sempit.1
kaki
Penilaian pinprick dan sentuhan ringan pada 28 dermato bilateral
Pemeriksaan colok dubur untuk penilaian sensorik dan motorik
Tentukan level sensorik sisi kanan dan kiri tubuh
Tentukan level motorik pada sisi kanan dan kiri tubuh
Tentukan level sensorik dan motorik final
Hitung skor motorik dan sensorik
Tentukan level neurologis (segmen paling kaudal yang memiliki fungsi
normal)
9. Kategorikan cedera medula spinalis sebagai cedera komplit atau inkomplit
berdasarkan The American Spinal Injury Association (ASIA) impairment
scale (inkomplit : masih terdapat fungsi motorik /sensorik pada level S4S5)
10. Tentukan zona dengan presevarsi parsial (ekstensi kaudal dari segmen
yang memiliki inervasi parsial)
Klasifikasi dari The American Spinal Injury Association (ASIA) untuk cedera medula
spinalis dan ASIA impairment scale merupakan cara yang sangat berharga untuk
pemetaan defisit motorik dan sensorik
2.1.2 Epidemiologi
Kecelakaan merupakan penyebab kematian terbanyak ke-4 di Amerika
Serikat, setelah penyakit jantung, kanker, dan stroke, dengan jumlah kematian 50
kasus per 100.000 populasi setiap tahunnya. Cedera medula spinalis, cenderung
terjadi pada populasi laki-laki usia muda. Dengan perbandingan 3-20 kali lebih
sering dibanding pada perempuan. 3
Walaupun fraktur servikal mencakup 20-30% dari seluruh keseluruhan
kasus fraktur spinal, cedera medula spinalis servikal terjadi lebih dari 50% pada
keseluruhan kasus. Sejak 1920 dilaporkan terdapat 4-8% sedera spinal servikal
yang bersamaan dengan cedera kepala. Tingkat keparahan cedera kepala
dilaporkan memiliki korelasi positif dengan cedera servikal. 2,4
Foto Polos
Foto polos merupakan imejing dasar pada pasien yang dicurigai menderita cedera
servikal. Indikasi dilakukannya foto polos servikal antara lain adalah nyeri lokal,
deformitas, krepitus, edema, perubahan status mental, disfungsi neurologis, cedera
kepala dan multipel trauma. Serial foto servikal lengkap terdiri dari foto lateral,
anteroposterior, open mouth view, dan oblique film. Pillar view, swimmers view,
dan studi dinamik merupakan foto tambahan yang perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan evaluasi yang penuh dari cedera.7
Gambar 2.1 Hubungan normal dari servikal lateral. 1. prosesus spinosus, 2. Spinolaminar line, 3.
Posterior vertebral body line, 4. Anterior vertebral body line (Dept. Bedah Saraf FK USU)
Gambar 2.2. Lateral view : 1. Anterior vertebral line, 2. Posterior vertebral line, 3. Spinolaminal
line, 4. Interspinosus line. (Dikutip : diagnostik imaging pathway. Cervical spine series. Available
at : Diagnostic Imaging Pathways. Cervical Spine Series. Available at
http://www.imagingpathways.health.wa.gov.au/Includes/DIPMenu/normal_musculoskeletal/image
.html
10
Gambar 2.3. Posterior cervical line (Swischuk line) membedakan pseudosubluksasi dengan
instabilitas patologis saat translasi C2 pada C3 tampak pada foto x-ray lateral fleksi. Swischuks
line ditarik antara korteks anterior dari arkus posterior C1 dan C3, dan stabilitasnya dinilai dari
hubungannya dengan arkus posterior dari C2 (Dept. Ilmu Bedah Saraf FK USU)
Gambar 2.4. Malalignment Swischuks line menunjukkan adanya subluksasi C2 pada C3. Dikutip
dari : The Line of Swischuks. Available at : http://www.accessem.com/loadbinary.aspx?
fileName=schw1_c044f003t.jpg
11
Gambar 2.5 ADI (Atlanto-Dens Interval) dan SAC (Space Available for the Cord) digunakan
untuk evaluasi instabilitas atlanto axial. Wackenheim clivus canal laine digunakan untuk evaluasei
cedera atlantooccipital. Puncak odontoid normal berada di sebelah posterior dari garis ini. McRae
dan McGregor line digunakan untuk evaluasi impresi basilar. Powers ratio merupakan
perbandingan BC/OA. Nilai normalnya adalah 0,7-1. Nilai lebih besar mengindikasikan adanya
dislokasi atlanto occipital, dan nilai lebih kecil mengindikasikan subluksasi posterior. A. Atlas
B.Basion C.Arkus posterior dari atlas O.Opisthion. (Dept. Bedah Saraf FK USU)
Adults
3mm or less
3mm or less
Less than 6
mm at C2, less
than 22 mm at
C6
Angulation of spinal column at any single Less than 11
interspace level
degrees
Cord dimension
10 to 13 mm
Children
4 to 5 mm or less
4 to 5 mm or less
1/3 to 2/3 vertebral
body
distance
anteroposterioly
Less
than
11
degrees
Adult size by 6
years of age
*Dikutip dari : Graber MA, Kathol M. Cervical Spine Radiographs in the Trauma Patient
12
setelah pemberian analgetik dosis tinggi. Seiring kemajuan teknologi MRI, foto
ini semakin ditinggalkan.2,7
CT SCAN
Pada saat ini CT scan merupakan metode pilihan untuk melakukan
MYELOGRAFI
Prosedur ini dilakukan dengan memberikan kontras intratekal, diikuti
dengan foto polos atau CT scan, sehingga didapatkan gambaran medula spinalis,
rongga sub arachnoid, dan radiks. Myelografi dapat menunjukkan massa
intramedula atau ekstramedula, obstruksi dari cairan serebrospinal, avulsi radiks,
robekan dura, dan syringomyelia post traumatic. Namun demikian hanya sedikit
sekali informasi yang didapatkan mengenai patologi intrinsik dari medula spinalis
pada cedera akut. Myelografi juga merupakan prosedur invasif yang memiliki
komplikasi cedera medula spinalis, perdarahan intra spinal, reaksi alergi terhadap
kontras.6
CT scan, disamping itu prosedur MRI juga membutuhkan waktu yang lebih lama,
13
dan membutuhkan pasien berada dalam keadaan yang diam. MRI lebih superior
dalam mendeteksi jaringan lunak; hematom epidural spinal, perdarahan intra
medula, kontusio medula spinalis, encephalomalacia, edema medula spinalis,
struktur ligamen penunjang. 8
ANGIOGRAFI
14
*Dikutip dari France JC. Radiographic Imaging of the Traumatically Injured Spine: Plain
Radiographs, CT, MRI, Angiography, Clearing the Cervical Spine in Trauma Spine.
2..1.4. Tatalaksana
Tujuan utama dari manajemen cedera servikal adalah pencegahan dari cedera
neurologis sekunder dan menciptakan situasi yang optimal untuk pemulihan dari setiap
cedera neurologis bersamaan dengan mengembalikan stabilitas struktur osteoligamen. 9
1. Prehospital Care
15
2. Rekomendasi Terapi
a. Reduksi Tertutup
Pasien yang mengalami defisit neurologis akut sering mengalami subluksasi yang
nyata pada imejing, sebagai akibatnya akan terjadi kompresi medula spinalis. Contoh
yang umum termasuk pasien dengan locked facet unilateral atau bilateral, fraktur
servikal tipe burst, fraktur odontod. Selama berpuluh tahun telah dilakukan reduksi
tertutup dini terhadap penanganan cedera ini. Tujuannya adalah untuk dekompresi medula
spinalis yang cepat, mengembalikan stabilitas struktrur servikal dan imobilisasi. Namun
praktik reduksi tertutup dini ini telah dipertanyakan oleh banyak penulis. Mereka
menyarankan untuk dilakukannya MRI dini diikuti dengan diskectomy anterior yang
diikuti dengan reduksi, bila dijumpai herniasi diskus. Frekuensi disrupsi atau herniasi
diskus adalah cukup tinggi, yaitu sebesar 42%. 11
b. Pemulihan Stabilitas Spinal
Pemulihan stabilitas spinal adalah penting untuk meminimalisasi risiko cedera
sekunder dan memungkinkan mobilisasi dini dari pasien dan oleh karena itu mengurangi
risiko yang berhubungan dengan tirah baring jangka panjang. 9,11
c. External Orthoses
Imobilisasi eksternal dari spinal servikal terdiri dari cervical collar yang terdiri
dari berbagai desain, poster type orthoses, cervicothoracic devices termasuk Minervatype braces, dan halo orthosis.Cervical collar terdiri dari soft collar Philadelphia, Miami
J, Aspen, Newport, dan berbagai jenis tipe rigid collar. Soft collar memberikan
perlindungan yang minimal dan restriksi pergerakan yang sangat sedikit sehingga
peranannya pada manajemen trauma sangatlah terbatas. Poster type orthoses terdiri dari
orthoses tipe Guilford dan Sternal-Occipital-Mandibular Immobilization (SOMI).
Perlengkapan ini memberikan immobilisasi yang yang lebih baik dari cervical collar
tetapi jarang dapat diaplikasikan pada setting trauma akut. 12
16
Gambar 2.7. Orthoses dan Cast. a,b Soft Collar; c,d Philadelphia collar; e,f Minerva
cast.
D. Stabilisasi Pembedahan
17
instrumentation.
2.1.5 Prognosis13
Pada penelitian yang dilakukan oleh Frielingsdorf dan Dunn (2007) terhadap 101
pasien dengan cedera servikal, didapatkan hasil intervensi dini yang agresif menghasilkan
keluaran 1-year survival rate yang lebih baik dari yang diperkirakan. Masalah yang
terkait, seperti pressure ulcer, tetap menjadi masalah besar baik bagi pasien dan dalam hal
biaya perawatan kesehatan.
2.1.6. Komplikasi
a. Komplikasi Akut14
Neurogenic shock
Disfungsi sistem kardiovaskular
Gangguan thermoregulasi
Gangguan sekresi keringat
Gangguan sistem pernafasan dan disfagia
Thromboembolism
Pressure ulcers
Heterotopic ossification
18
b. Komplikasi Kronis15
2.2.
Trauma Thorakolumbal
19
20
21
sering
terjadi
adalah
spondylolisthesis
anterior
yang
biasanya
secara
luas
sebagai
gold
standard
dalamdokumentasi
dan
penatalaksanaan cidera dari vertebra. Klasifikasi ini adalah berdasarkan teori dua
kolom sebagai mana dijelaskan oleh Holdsworth dan Kelly dan Whitesides.17
Berdasarkan system klasifikasi ASIF yang umum, cidera dikelompokkan
sesuai tingkat keparahan kedalam tiga tipe, yaitu:17
-. Tipe A: cidera kompresi
-. Tipe B: cidera fleksi/distraksi
-. Tipe C: cidera rotasional.
22
23
24
25
kekerasan secara tidak langsung, hampir selalu berhubungan dengan cedera kolom
spinal yang berat.23
2.2.6. Penegakan Diagnosa
A. Anamnesa
Anamnesa dari pasien yang menderita cedera torakolumbal biasanya jelas.
Gejala utama adalah: nyeri, kelumpuhan, defisit sensorimotor, disfungsi miksi dan
defekasi. Anamnesa sebaiknya mencakup penilaian yang detail dari cedera,
misalnya jenis trauma (high / low energy), mekanisme cedera (kompresi, fleksi
distraksi, hiperekstensi, rotasi, shear injury). Fraktur dari vertebra torakolumbal
biasanya terjadi akibat trauma dengan energi kuat seperti kecelakaan lalu lintas
atau terjatuh dari ketinggian. Aktifitas rekreasional sering berhubungan dengan
cedera spinal, misalnya naik kuda, ski, snowboarding, paralayang. Setiap
penderita yang mengalami trauma dengan energi kuat harus dicurigai menderita
cedera spinal sampai terbukti sebaliknya. Sebaliknya fraktur kompresi sering
terjadi pada orang tua dengan tulang yang osteoporotik, cedera ini biasanya
melibatkan energi trauma yang rendah. Pada penilaian status neurologis,
anamnesa harus detail dan mencakup: waktu onset, dan perkembangan defisit
neurologis (tetap, progresif, membaik).18
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pemeriksaan fisik pasien dengan
multipel trauma yang tidak sadar, adalah sulit untuk diinterpretasikan dengan baik.
Oleh karena 30% pasien yang mengalami trauma multipel juga mengalami cedera
spinal, pemeriksaan seluruh sistem vertebra sebaiknya dilakukan.
B. Pemeriksaan Fisik
Seperti pada pemeriksaan fisik pada pasien dengan cedera servikal, fokus
penting dari pemeriksaan fisik adalah penilaian fungsi vital dan defisit neurologis.
Tujuannya adalah untuk mengamankan fungsi vital, yang dapat terganggu pada
pasien dengan trauma multipel dan pada pasien dengan cedera medulla spinalis.
Cedera sekunder pada medulla spinalis yang diakibatkan oleh hipotensi dan
oksigenasi jaringan yang inadekuat harus dicegah dengan manajemen yang sesuai.
26
27
28
Imaging Standar
Pada kebanyakan institusi, radiografi anterior-posterior dan lateral dari
keseluruhan vertebra merupakan studi imejing standar setelah cedera spinal. Jika
dijumpai kecurigaan klinis dari cedera spinal, foto polos harus didapatkan.
Imejing yang didapatkan pada saat pasien dalam keadaan pronasi sangat mungkin
melewatkan deformitas kifosis. Foto yang diambil pada saat pasien dalam keadaan
berdiri dapat menunjukkan kemungkinan gangguan integritas dari struktur
posterior dibawah axial loading. Foto atau imejing yang diambil dalam keadaan
emergensi adalah tidak adekuat. Krueger25 dkk menyarankan untuk dilakukannya
29
CT scan pada pasien dengan fraktur pada prosesus transversus, karena CT scan
dapat mendeteksi cedera yang memiliki potensi serius.
Saat melakukan analisa foto polos, beberapa poin dibawah ini adalah tanda
yang perlu dipertimbangkan dan dicari pada foto anteroposterior:18
Berkurangnya ketinggian korpus vertebra (misalnya, deformitas
skoliosis)
Perubahan jarak interpedikular horizontal dan vertikal
Struktur posterior yang tidak simetris
Luksasi dari artikulasi costotranversus
Fraktur oblik atau tegak lurus dari elemen dorsal
Jarak interspinosus yang iregular
Pada foto lateral, hal yang perlu diinvestigasi adalah:18
Profil sagital
Derajat kompresi korpus vertebra
Interupsi atau pembengkakan garus posterior dari corpus vertebra
Dislokasi dari fragmen dorsoapical
Tinggi dari celah intervertebra
30
CT Scan
Ada
peningkatan
kecenderungan
manajemen
trauma,
khususnya
31
sarana imejing untuk investigasi lesi medulla spinalis atau kompresi medulla
spinalis yang mungkin terjadi oleh karena fragmen fraktur atau hematoma
epidural. Pada pasien tanpa defisit neurologis MRI dari torakolumbal biasanya
tidak dibutuhkan pada fase akut. MRI dapat membantu dalam menetukan
integritas dari struktur ligamen posterior dan oleh karena itu dapat membedakan
antara fraktur tipe A dan B. Untuk tujuan ini, sekuens T2 berguna untuk
menentukan adanya edema.
2.2.7. Penatalaksanaan
2.2.7.1. Terapi Non Operatif
Penatalaksanaan pasien cedera spinal pre hospital dapat meningkatkan
outcome pada pasien dengan cedera spinal. Pada tahapan ini, pengetahuan dan
kewaspadaan tim penolong, penalataksanaan protokol ATLS, sistem transportasi
pasien memegang peranan yang penting. Sasaran utama dari penatalaksanaan
cedera torakolumbal adalah sama dengan cedera servikal, yaitu: mengembalikan
32
ini
harus
memberikan
lingkungan
biologis
dan
33
Functional Bracing
Magnus28 menyarankan terapi fungsional dini tanpa reposisi. Menurut
34
Walau demikian, studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan dalam hal
pemulihan neurologis (Frankel Score) dan perbedaan substansial pada pemulihan
jangka panjang antara terapi operatif dan non operatif.28 Temuan ini valid pada
fraktur kompresi yang relatif stabil, misalnya fraktur A1 dan A2 sesuai klasifikasi
35
AO. Namun studi-studi yang dilakukan sering menggabungkan tipe fraktur secara
cohort tanpa diferensiasi secara lanjut, yang mengakibatkan hasil yang
inkonklusif. Pada burst fracture sering terdapat berbagai derajat penyempitan
kanalis spinalis yang mempengaruhi risiko cedera neurologis. Oleh karena itu
defisit neurologis yang progresif dengan gangguan pada kanalis spinalis yang
substansial merupakan indikasi untuk dekompresi dan stabilisasi. Status
neurologis, stabilitas spinal, derajat deformitas dari segmen yang cedera, dan
cedera yang berhubungan merupakan hal yang paling relevan yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan terapi operatif atau non operatif pada pasien
dengan fraktur vertebra torakolumbal.
Indikasi absolut terapi pembedahan adalah: paraparese incomplete, defisit
neurologis progresif, kompresi medulla spinalis, fraktur dislokasi, kifosis
segmental >300, cedera ligamen yang predominan. Sementara indikasi relatif
adalah: lesi tulang murni, keinginan pasien untuk cepat kembali ke aktifitas
sehari-hari, menghidari kifosis sekunder, cedera lain yang bersamaan (toraks,
cerebral), membantu perawatan pada pasien paraplegi.18
Dengan tidak adanya bukti ilmiah kelas I dan II untuk kebanyakan jenis
fraktur, panduan terapi pada fraktur torakolumbal masih tetap kontroversial,
namun pendekatan pragmatis yang digunakan pada setiap sentra trauma mungkin
membantu.
Waktu yang tepat untuk tindakn pembedahan masih kontroversial sampai
saat ini. Walaupun ada studi yang menunjukkan bahwa tindakan dekompresi dini
yang dilakukan <72 jam tidak memberikan efek perbaikan neurologis jangka
panjang, beberapa seri studi prospektif menunjukkan dekompresi dini (<12 jam)
dapat dilakukan dengan aman dan akan meningkatkan outcome neurologi.28
2.2.7.2.1. Teknik Pembedahan
Jika tindakan pembedahan telah diambil, pertimbangan berikutnya adalah
jenis pendekatan bedah yang sesuai untuk setiap kasus tersebut. Sama halnya
dengan keputusan apakah konservatif atau operasi, bukti ilmiah yang
36
37
38
Gambar 2.18. Starting point untuk insersi thoracic pedicle screw berada hampir di
dekat perpotongan antara garis yang ditarik sepanjang batas superior dari prosesus
tranversus dan aspek lateral dari prosesus artikularis superior.
Gambar 2.19. Titik insersi untuk lumbar pedicle screw berada pada perpotongan dari
garis yang ditarik sepanjang pertengahan prosesus tranversus dan garis yang ditarik
sepanjang aspek lateral dari titik tengah sendi facet.
B. Anterior Approach
Dari sudut pandang biomekanik, adalah jelas bahwa kerusakan spinal
harus ditangani sesuai dengan mekanisme cedera dan pada sisi tempat terjadinya
cedera. Pada cedera fleksi (misalnya Chance fracture) dengan fraktur pada
pedikel dan korpus vertebra, stabilisasi dapat dilakukan dengan pendekatan dorsal
dan fungsi tension band dapat tercapai sampai penyembuhan tulang. Sekitar 80%
axial load dari vertebra yang intak didukung oleh kolom anterior. Jika terjadi
cedera signifikan pada kolom anterior, kemampuan suportif anterior secara
39
dramatis berkurang 10%, mengakibatkan 90% beban ditanggung oleh implan dan
elemen posterior. Pertimbangan biomekanik umum mendukung penggunaan
suportif anterior (seperti graft tulang tricortical atau cage).18
Indikasi utama pendekatan anterior adalah: dekompresi spinal yang
insufien, restorasi kolom anterior yang insufien. Penekanan kanalis spinalis pada
pasien dengan defisit neurologis yang tidak dapat secara adekuat dapat
diselesaikan dengan pendekatan posterior saja, membutuhkan dekompresi
anterior. Indikasi tambahan untuk pendekatan anterior adalah fraktur korpus
vertebra dengan dislokasi dan fraktur kominutif yang substansial yang tidak dapat
diatasi dengan pendekatan posterior saja. Walau demikian fraktur tipe A dapat
diterapi dengan pendekatan anterior saja; beberapa fraktur tipe B dan C dapat
diatasi dengan pendekatan anterior saja dengan menggunakan fiksasi anterior jenis
rigid angle.18
C. Pendekatan Minimally Invasive
Pendekatan bedah konvensional untuk terapi fraktur torakolumbal
membutuhkan ekspos yang ekstensifdan sering mengakibatkan morbiditas dan
nyeri yang signifikan post operasi. Dalam mengurangi risiko tambahan yang
diakibatkan oleh akses pembedahan yang luas, metoda yang lebih minimal invasif
telah
dikembangkan.
Penggunakan
sistem
retraktor
seperti
SynFrame
dekompresi,
rekonstruksi,
dan
stabilisasi
masih
tercapai.
Sejak
40
mengenai
stabilisasi
posterior
dari
fraktur
torakolumbal
41
Daftar Pustaka
1. Wahyudi Latif. 2012. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Post Fraktur
Kompresi Vertebra Servikal V Frenkel A Di RSO. Prof. DR. R.Soeharso
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Snell, Richard S. Anatomi Klinik ed. 6. EGC : Jakarta. 2006
3. Vollmer DG, Eichler ME, Jenkins AL III. Assesment of the Servikal Spine
After Trauma. In : Winn HR, ed. Youmans Neurological Surgery Vol.3, 6th
edition. Philadelphia:Elsevier 2011.p.3166-3185
4. Marshall LF, Knowlton S, Garfin SR, et al. Deterioration following spinal
cord injury: A multicenter study. JNeurosurg. 1987;66:400-404
5. Tator C. Epidemiology and general characteristics of the spinal cord injured
patient. In: Benzel E, Tator C, eds. Contemporary Management of Spinal
Cord Injury. Park Ridge, IL: American Association of Neurological
Surgeons; 1995:9-20
6. Holly LT, Kelly DF, Counelis GJ, et al. Servikal spine trauma in children: a
review. Neurosurg Focus 2002;96:285-291
7. Pang D,Wilberger J. Spinal cord injury without radiographic abnormalities
in children. J Neurosurg 1982;57:114-129.
8. Benzel EC, Hart BL, Ball PA, et al. Magnetic resonance imaging for the
evaluation of patients with occult servical spine injury. J Neurosurg
1996;85:824-829
9. Vollmer DG, Eichler ME, Jenkins AL III. Assesment of the Servikal Spine After
Trauma. In : Winn HR, ed. Youmans Neurological Surgery Vol.3, 6th edition.
Philadelphia: Elsevier 2011.p.3166-3185
11. Brunette DD, Rockswold GL. Neurologic recovery following rapid spinal
realignment for complete servikal spinal cord injury. J Trauma.
1987;27:445-447
42
12. Johnson RM, Hart DL, Simmons EF, et al. Servikal orthoses: A study
comparing their effectiveness in restricting servikal motion in normal
subjects. J Bone Joint Surg Am 1977;59;332-339
13. Frielingsdorf K dan Dunn RN. Cervical spine injury outcome a review of 101
cases treated in a tertiary referral unit. S Afr Med J 2007; 97: 203-207
14. Hagen EM. Acute complications of spinal cord injuries. World J Orthop 2015;
6(1): 17-23
15. Sezer N, Akkus S, Ugurlu FG. Chronic complications of spinal cord injury. World
J Orthop 2015; 6(1): 24-33
16. Donny Luis, Abdul GS. Torakolumbar Trauma. Abdul GS (ed). Neurosurgery
Lecture Notes, 1 ed. Medan: USU Press; 2012. pp. 257-289.
17. Michael H, Guido AW. Thoracolumbal Spinal Injuries. Boos N, Aebi M (eds).
Spinal Disorder, Fundamentals of Diagnosis and Treatment. : Springer; 2008. pp.
883-924.
43
25. Krueger MA, Green DA , Hoyt D, Garfin SR. Overlooked spine injuries
associated with lumbar transverse process fractures. Clin Orthop
1996;327:191195.
26. Bohlman HH, Anderson PA. Anterior decompression and arthrodesis of the
servikal spine: long-termmotor improvement. Part I Improvement in
incomplete traumatic quadriparesis. J Bone Joint Surg Am 71992;4:671
682.
27. Rechtine GR. Nonsurgical treatment of thoracic and lumbar fractures. Instr
Course Lect 1999;48:413416.
28. Magnus G. Die Begutachtung und Behandlung des Wirbelbruchs. Arch
Orthop Unfallchir 1930;29:277-283.
29. Vaccaro AR,Kim DH, Brodke DS, Harris M, Chapman JR, Schildhauer T,
Routt ML, Sasso RC. Diagnosis and management of thoracolumbar spine
fractures. Instr Course Lect 2004;53:35937.
30. Bono CM, Pryor JD. Operative Techniques: Posterior thoracolumbar
decompression, fusion and instrumentation. In: Kim DH, Ludwig SC,
Vaccaro AR, Chang JC, eds. Atlas of Spine Trauma. Philadelphia: Elsevier
Saunders 2008.p.328-342.
31. Kossmann T, Jacobi D, Trentz O. The use of a retractor system (SynFrame)
for open, minimal invasive reconstruction of the anterior column of the
thoracic and lumbar spine. Eur Spine J 2001;10:396402.
32. Been HD, Bouma GJ. Comparison of two types of surgery for thoracolumbar burst fractures: combined anterior and posterior stabilisation vs.
posterior instrumentation only. Acta Neurochir (Wien) 1999;141:349357.