Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

ROTATOR CUFF SYNDROME

“Laporan kasus ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti kepaniteraan


klinik senior di bagiab SMF Neurologi RSUD dr.Pirngadi Medan”

DISUSUN OLEH :

Aswiani La Jumani

71220891077

DOKTER PEMBIMBING :

dr.Denis Harli Siregar, M.Ked (Neu), Sp.N

SMF PSIKIATRI

RSUD dr. PIRNGADI

MEDAN

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat melengkapi laporan kasus ini, untuk
melengkapi persyaratan kepaniteraan klinik senior dibagian SMF Neurologi RSUD
dr Pirngadi Medan dengan judul “Rotator cuff syndrome”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.Denis Harli Siregar, M.Ked


(Neu), Sp.N khususnya sebagai pembimbing penulis dan semua staf pengajar di
SMF Neurologi RSUD dr Pirngadi Medan, serta teman-teman di Klinik
Kepaniteraan Senior.

Penulis menyadari bahwa jurnal ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelngkapan teori dan bahasa yang diucapkan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan jurnal
ini. Penulis berharap laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 4 Desember 2022

Penulis

(Aswiani La Jumani)
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

Nyeri bahu adalah gangguan muskuloskeletal ketiga yang paling umum.


Perkiraan dari semua gangguan bahu adalah 10 per 1.000 penduduk, dengan
kejadian puncak 25 per 1.000 penduduk usia 42-46 tahun. Di antara usia 60 tahun
atau lebih, 21% ditemukan memiliki sindrom bahu, sebagian besar yang disebabkan
rotator cuff. Namun demikian, kejadian yang sebenarnya sindrom rotator cuff tidak
pasti sejak sekitar 34% dari populasi mungkin memiliki rotator cuff yang robek tapi
tidak memiliki gejala.

Rotator Cuff merupakan kelompok otot stabilitator aktif sendi


glenohumeralis dan sekaligus sebagai penggerak. Dengan demikian fungsi “rotator
cuff” berkaitan dengan fungsi pemeliharaan sikap dan membuat sendi
glenohumeralis dan berkaitan dengan sikap tubuh serta gerak tubuh atas secara
keseluruhan.

Sakit pada “Rotator Cuff” dapat disebabkan oleh trauma besar atau kecil
baik secara langsung ataupun tidak langsung, atau oleh infeksi, metabolisme,
neoplasma atau kongenital.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Rotator cuff adalah kelompok dari empat otot dan tendon yang bekerja
sebagai satu unit untuk menggengam tulang bahu bersama-sama, yang
memungkinkan pasien untuk dapat mengangkat tangan mereka dan mencapai
sesuatu diatas kepala. Gerakan berulang dan berlebihan, beradasarkan variasi
pasien dalam anatomi bahu dan trauma dapat menyebabkan cedera rotator cuff.

Rotator cuff terbentuk atas empat otot, yaitu subscapularis, supra-spinatus,


infraspinatus, dan teres minor. Keempat otot ini juga bertanggung jawab untuk
menjaga stabilitas sendi bahu, yang terutama diperlukan karena soket sambungan
ball-and-socket ini begitu dangkal dan dengan demikian memberikan sedikit
stabilitas. Disuatu tindakan seperti melempar, otot-otot pada rotator cuff tidak
hanya menghasilkan gaya yang diperlukan untuk melempar tetapi juga
memperlambat gaya yang dihasilkan. Dengan kata lain, tindakan otot rotator cuff
sebenarnya mencegah seluruh bagian atasekstremitas mengikuti objek yang
dilemparkan dengan menjaga kepala humerus di fossa glenoidalis.
2.2 Definisi

Rotator cuff syndrom adalah kerusakan pada rotator cuff, yang merupakan
bagian dari bahu. Rotator cuff adalah kelompok empat otot yang berada di sekitar
sendi bahu dalam pola seperti manset. Rotator cuff menempel dari skapula, atau
tulang belikat, dengan humerus, atau tulang lengan, dan berfungsi untuk menarik
lengan ke soket bahu, menstabilkan lengan, sehingga gerakan melewati kepala
dapat dilakukan.

Sindrom rotator cuff adalah gangguan yang paling sering didiagnosis pada
orang-orang yang bekerja melibatkan pengangkatan lengan atas lebih dari 30 °
berulang atau berkelanjutan, gerakan berulang dapat mengiritasi otot dan tendon
dengan menempatkan tekanan terhadap tulang di bagian atas tulang belikat. Ketika
lengan dinaikkan berulang kali, tepi depan tulang belikat (akromion) dapat
menggesek seluruh rotator cuff (impingement syndrome atau painful arc
syndrome). Jika cedera rotator cuff diagnosis secara dini, dapat dilaksanakan
identifikasi dan pengobatan yang lebih efektif, sehingga mencegah cedera lebih
lanjut atau kerusakan.
2.3 Klasifikasi

Rotator cuff syndrome dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :

1. Tahap 1
Tahap 1 sering dikaitkan dengan cedera penggunaan yang berlebihan. Pada
tahap ini, sindrom dapat membaik atau malah bertambah parah pada tahap
2. Pada taha ini ada peradangan pada tendon (tendinitis) dan pengembangan
jaringan parut (fibrosis).
2. Tahap 2
Pada tahap ini dapat diakibatkan oleh karena sering mengangkat lengan
sebatas atau melebihi tinggi akronion. Posisi yang sedemikian ini bila
berlangsung terus-menerus juga akan menyebabkan terjadinya iskemia pada
tendon. Tendinitis pada bahu yang sering terjadi adalah tendinitis
supraspinatus dan tendinitis bisipitalis.
3. Tahap III
Pada tahap ini sering melibatkan robeknya tendon atau robeknya otot dan
sering menandakan fibrosis dan tendinitis yang menahun.

2.4 Diagnosis
1. Anamnesis
Riwayat kesehatan yang lengkap, termasuk kegiatan pekerjaan
Menanyakan riwayat perjalanan nyeri bahu yang dirasakan termasuk sejak
kapan timbulnya, onset, durasi, lokasi, faktor yang memperberat nyeri,
gejala tambahan terkait, dan hubungan dengan kegiatan apapun yang dapat
membantu untuk mendiagnosis sindrom rotator cuff. Pada pasien pasien
yang mengalami rotator cuff syndrome biasanya mengeluhkan nyeri di bahu
atau nyeri disebut sepanjang lengan atas luar dan rasa sakit memburuk
ketika lengan diangkat diatas
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan bahu dimulai dengan pemeriksaan menyeluruh untuk setiap
cacat, bekas luka, edema, atau penurunan curah otot (atrofi). Berikutnya,
seluruh sendi bahu dan semua kelompok otot yang berada palpasi untuk
mengetahui konsistensi otot. Kedua aktif dan pasif ruang gerak ditentukan
dengan memutar lengan pasien pada semua arah, dan dilakukan pencatatan
pada setiap penurunan rentang gerak dan sakit. Rasa sakit mungkin lebih
intens dengan gerakan-gerakan tertentu atau ketika diberikan tekanan. Hal
ini dapat menghilang dengan gerakan lain. Pengujian kekuatan otot dan
pengujian neurologis harus dilakukan. Manuver khusus selama pemeriksaan
fisik (seperti Neer impingement, Hawkins- Kennedy impingement, drop-
arm, apprehension dan relocation tests) dapat membantu. Pemeriksaan
menyeluruh meliputi evaluasi tulang belakang leher bersama dengan kedua
lengan dan bahu.
 Hawkins- Kennedy impingement
Tes dilakukan dengan cara pasien diminta flexi shoulder 90° dan terapis
melakukan gerakan internal rotasi pada shoulder kiri pasien. Hasil positif
pasien merasakn nyeri dan tidak mampu melakukan melakukan test secara
sempurna.

 apprehension Test
Apprehension test (anterior) dilakukan dengan subjek pada posisi telentang
dan bahu abduksi 90 derajat kemudian emeriksa secara perlahan merotasi
eksternal bahu.
Apprehension Test (posterior) dilakukan dengan subjek pada posisi
telentang, pemeriksa menempatkan bahu pada posisi fleksi 90 derajat dan
rotasi internal sambil melakukan tekanan posterior.

 drop-arm

Tes ini dilakukan dengan cara pasien diminta


mengankat bahunya setinggi 90° dan terapis memfiksai
pergelangan tangan pasien, minta pasien untuk menurunkan
bahunya secara perlahan. Hasil pemeriksaan negatif, karena
pasien tidak merasakan nyeri dan mampu melakukan tes
secara sempurna.
2.5 Faktor Risiko

Pekerja yang beresiko untuk terkena sindrom rotator cuff adalah pekerja
yang yang dibutuhkan untuk memindahkan beban berat berulang kali di atas kepala
mereka, seperti pelukis, tukang las, pekerja piring, dan pekerja rumah jagal.
Sindrom ini juga telah dilaporkan pada operator mesin jahit. Hal ini juga dapat
terjadi pada atlet yang terlibat dalam olahraga seperti berenang, tenis, angkat besi,
dan bisbol di mana lengan berulang kali mengangkat di atas kepala.

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Jika gejala tidak membaik setelah 3-6 minggu dilakukan terapi konservatif,
modalitas pencitraan lainnya bisa membantu, terutama dalam mendiagnosis
robekan pada rotator cuff. MRI dapat mendeteksi robekan parsial hingga komplit,
selain itu juga dapat menunjukkan jika ada kelainan pada jaringan lunak.

Pilihan Ultrasonografi dapat dipertimbangkan juga dalam mendiagnosis


robekan rotator cuff dan mengevaluasi penyakit cuff lainnya. Pemeriksaan
penunjang lain untuk rotator cuff syndrome adalah CT scan.

2.7 Penatalaksanaan

Selama fase akut sindrom rotator cuff, pengobatan konservatif terdiri dari
istirahat dan modifikasi aktivitas, es, dan penggunaan NSAID tujuannya adalah
untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit. Injeksi kortikosteroid subacromial
terkadang dilakukan untuk membantu meringankan pembengkakan dan peradangan
jika dengan penggunaan NSAID tidak mengurangi rasa sakit. Pembedahan dapat
dipertimbangkan untuk orang-orang yang tidak menunjukkan perbaikan setelah 3
bulan terapi agresif atau yang terus menunjukkan kelemahan.
2.8 Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi bahu tidak digunakan (misal saat penggunaan arm
sling), dapat terjadi Frozen shoulder (adhesive capsulitis). Kondisi seperti rotator
cuff robek atau sindrom impingment juga dapat menyebabkan berbagai penurunan
gerak di bahu.

2.9 Prognosis

Prognosis tergantung pada tahap sindrom dan usia pasien. Beberapa pasien
yang mengalami rotator cuff syndrome disebabkan oleh mengangkat bahu berulang
dapat pulih sepenuhnya jika aktivitas berulang tersebut dihentikan.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Rotator Cuff merupakan kelompok otot yang berfungsi sebagai pemelihara


stabilitas aktif sendi glenohumeralis yang sekaligus sebagai penggerak sendi. M.
supraspinatus, m. subskapularis dan m. infraspinatus dan m.teres minor.

Sakit pada “Rotator Cuff” dapat disebabkan oleh trauma besar atau kecil
baik secara langsung ataupun tidak langsung, atau oleh infeksi, metabolisme,
neoplasma atau kongenital.

Selama fase akut sindrom rotator cuff, pengobatan konservatif terdiri dari
istirahat dan modifikasi aktivitas, es, dan penggunaan (NSAID). Namun, jika hal
tersebut tidak mengurangi rasa nyeri maka injeksi kortikosteroid dapat
dipertimbangkan.
DAFTAR PUSTAKA

Benyamin MC. Rotator Cuff Problems. http://www.nlm.gov/medlineplus/ency/art


icle/000438.htm. US National Library of Medicine, National Institute of Health,
2013.

Mercier, L.R."Rotator Cuff Syndrome." Ferri's Clinical Advisor 2009. Ed. Fred
Ferri. Philadelphia: Mosby, Inc., 2009.

Morrison, D.S., B.S. Greenbaum, and A. Einhorn."Shoulder Impingement. "


Orthopedic Clinics of North America 31 2 (2000): 285-293. National Center For
Biotechnology Info

Putz R, Pabst R. Sobotta Atlas of Human Anatomy (Fourteenth Edition).


Muenchen: Elsevier GmbH, 2008.

Anda mungkin juga menyukai