Anda di halaman 1dari 17

FAKULTAS KEDOKTERAN REFERAT

UNIVERSITAS HASANUDDIN
AGUSTUS 2021

PMR in Thoracic Outlet Syndrome

DISUSUN OLEH :
Rifqi Ramdhani Dwi Pamungkas C014202060

Supervisor Pembimbing :
dr. Nila Mayasari, M.kes., Sp.KFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL REFERAT : PMR IN THORACIC OUTLET SYNDROME

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Rifqi Ramdhani Dwi Pamungkas


NIM : C01420260

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen


Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitas Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin.

Makassar, 24 Agustus 2021


Supervisor Pembimbing

dr. Nila Mayasari, M.Kes., Sp.KFR


BAB I

PENDAHULUAN

Outlet toraks adalah ruang antara tulang klavikula dan tulang rusuk
pertama. Ini adalah suatu lorong sempit terisi dengan pembuluh darah, otot, dan
saraf. Jika otot bahu di dada Anda tidak cukup kuat untuk menahan tulang
selangka agar tetap pada posisinya, hal tersebut akan dapat membuat penekanan
pada saraf dan pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Kondisi tersebut akan
menyebabkan berbagai gejala yang sekarang kita kenal dengan sindrom outlet
toraks1,2,5.
Kelainan disebabkan oleh : 1. Dropping shoulder-girdel : gangguan
dimana otot menopang mengalami kelenturan sehingga terjadi penekanan pada
trunkus saraf antara kosta 1 dan klavikula yang menekan. 2. Cervical rib : ini
terjadi oleh karena pembesaran dari prosesus tranfersus vertebra. 3. Scaleus
anterior syndrome : terjadi penekanan pada bidang medial tendo skaleus anterior
diinsersinya pada kosta pertama, yang menyebabkan tekanan pada daerah serabut
subklavia. Penatalaksanaan secara konservatif adalah Pengobatan dengan latihan –
latihan postural bahu dan Terapi meliputi terapi panas, exercise untuk  postural
retraiining, strengthening dan stretching otot2 bahu. Penatalaksannan operatif
dilakukan apabila terapi konservatif tidak berhasil. Operasi yang dilakukan
disesuaikan dengan penyebabnya2,5.
BAB II

ANATOMI

Outlet toraks berisi arteri subklavia, vena dan pleksus brakialis4 .

Hal ini dapat dibagi menjadi tiga zona4 :

- proksimal pleksus brakialis dapat berpotensi dikompresi dalam segitiga


interscalene .
- Ruang costoclavicular adalah potensi wilayah kedua kompresi antara
klavikula dan tulang rusuk pertama .
- Zona terakhir dari kompresi adalah ruang subcoracoid berbatasan dengan
proses coracoid dan pectoralis minor anterior dan posterior tulang rusuk.

Gambar 1 : Tiga daerah kompresi pleksus brakialis : interscalene segitiga ,


ruang costoclavicular dan subcoracoid4.
BAB II

TORASIC OUTLET SYNDROME

2.1 Definisi
Outlet toraks adalah ruang antara tulang klavikula dan tulang rusuk
pertama. Ini adalah suatu lorong sempit terisi dengan pembuluh darah, otot, dan
saraf. Jika otot bahu di dada Anda tidak cukup kuat untuk menahan tulang
selangka agar tetap pada posisinya, hal tersebut akan dapat membuat penekanan
pada saraf dan pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Kondisi tersebut akan
menyebabkan berbagai gejala yang sekarang kita kenal dengan sindrom outlet
toraks5.

Gambar 2 : Thorasic outlet10

2.2 Etiologi

Sindrom outlet toraks biasanya disebabkan dari trauma, penyakit, atau


masalah kongenital, seperti kelainan tulang rusuk pertama. Kondisi seperti ini
lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria, dan sikap tubuh yang buruk
dan obesitas dapat memperburuk kondisi.

Kelainan ini dapat disebabkan oleh1 :


1. Dropping shoulder-girdel : gangguan dimana otot menopang mengalami
kelenturan sehingga terjadi penekanan pada trunkus saraf antara kosta 1
dan klavikula yang menekn
2. Cervical rib : ini terjadi oleh karena pembesaran dari prosesus tranfersus
vertebra G7
3. Scaleus anterior syndrome : terjadi penekanan pada bidang medial tendo
skaleus anterior diinsersinya pada kosta pertama, yang menyebabkan
tekanan pada daerah serabut subklavia.

Mekanisme :

• Pleksus brakialis & pembuluh subklavia kompresi atau iritasi6

• Tiga lorong-lorong sempit pada pangkal leher ke arah ketiak & lengan
proksimal.

– Interscalene Triangle

– Costoclavicular Triangle

– Subcoracoid Space

• trauma berulang terutama pada

- Lower trunk

- C8-T1 saraf tulang belakang

2.3 Gejala

Gejala vaskuler antara lain5,9:


1.  Pembengkakan atau spasme pada lengan atau tangan
2.  Perubahan warna kebiruan pada tangan.
3.  Perasaan berat di lengan atau tangan.
4.  Terdapat pulsating lump  diatas clavikula.
5.  Nyeri pada leher dan bahu yang meningkat pada malam hari.
6.  Mudah lelah pada lengan dan tangan.
7.  Distensi vena superficial pada tangan
Gejala Neurologi :
1. parasthesia sepanjang lengan dan telapak (c8, T1 dermatom)
2. Kelemahan otot dan atrofi  pada otot2 mencengkeram, thenar dan intrinsik
tangan.
3. Kesulitan melakukan aktifitas motorik halus.
4. Kram pada otot lengan.
5. Nyeri pada lengan dan tangan.
6. Kesemutan dan mati rasa pada leher, bahu, lengan dan tangan.

2.4 Pemeriksaan

Langkah pertama untuk memulai terapi adalah membuat catatan tetang


gejala yang dialami oleh pasien, buat catatan  tentang kegiatan pasien , posisi saat
bekerja atau gerakan tertentu yang dapat memperburuk gejala atau meringankan
gejala .Untuk mempermudah diagnosis , ada beberapa test yang harus dilakukan.
antara lain5,8,10:

EAST TEST atau test tangan keatas(roos test)


Pasien mengangkat tangannya keatas , shoulder diposisikan depresi dan
retraksi, dengan lengan atas abduksi 80 derajat,elbow flexi 90 derajat dan sedikit
agak kebelakang. Pasien kemudian membuka dan menutup tangan mereka
perlahan-lahan selama 3 menit. Bila test positif ditandai dengan rasa sakit, berat
atau kelemahan lengan, atau mati rasa dan paraaesthesia pada tangan. Pada
beberapa kasus didapati pasien menjadi lemah dan kesulitan saat membuka dan
menutup tangan. Kadang ditemukan perubahan warna pada tangan, yang sedikit
agak pucat atau biru. Perubahan pada denyut nadi (radial pulse) sering tidak
ditemukan. Test ROOS ini sangat significan, spesific dan merupakan test yang
sensitif pada TOS. Bila test ini positif  dapat dipastikan indikasi TOS, bila hasil
test negatif , ada kemungkinan ada gangguan lain pada bahu. Jika test
positif,menandakan adanya iritasi pada plexus brachialis 98%. 1,5 % disebabkan
oleh kompresi pada vene subclavian, dan 0,5 % melibatkan artery subclavian.
 

TEST ADSON atau Scalene manuver

Pasien duduk dengan kepala berputar ke arah langan yang di test


(pendekatan pada scalene sisi yang lain)dan memiringkan kepala kebelakang
(leher memanjang) dan terapis mengulur lengan kebelakang. atau rotasi kepala
pada sisi yang berlwanan. Kemudian pasien diinstruksikan untuk menarik napas
dalam. Pada  contoh pertama (pasien memutar kepala  kearah lengan yang di test),
scalene triangles di test. Selama menarik napas dalam, scalene triangles menjadi
sempit dan costa 1 terangkat /bergerak keatas. Konsekuensinya costoclavicular
space  menyempit. Pemeriksa menempatkan satu tangan untuk  menahan kepala
pasien pada posisi rotasi lateral. Dan tangan yang lain mempalpasi radial pulse
(denyut nadi). Sebagai perbandingan, test ini dilakukan juga pada sisi yang sehat.
Test ini positif bila ditemukan gejala 2 pada TOS.

Manuver costoclavicular
Terapis memeriksa nadi  radial dan menarik bahu pasien kebawah
belakang dan kembali. pasien mengangkat dada mereka berlebihan. Test positif
bila tidak ditemukan denyut nadi. Test ini  sangat efektif terutama pada pasien
yang mengeluh saat memakai back-pack atau jaket yang berat.

Gambar 3 : Manufer Costoclavicular8


TEST ALLEN

Pasien duduk, dengan mengangkat  lengan dan flexi elbow 90 derajat.


sementara bahu di putar horizontal dan lateral. Pasien diminta untuk
menggerakkan kepalanya lateral rotasi kearah yang berlawanan. test positif bila
pulsa radial tak terdeteksi.

HYPERABDUCTION TEST

Lengan diangkat hyperabduction 180 derajat, test positif bila pulsa radialis
melambat.

Gambar 4: Kompresi pleksus dengan hiperabduksi pada lengan4

MEDIAN NERVE STRETCH TEST

Pada posisi tegak, pasien melakukan depresi dan retraksi  shoulder.


Pemeriksa mengangkat lengan pasien abduksi 90derajat , dengan posisi extensi
dan supinasi elbow. Wrist full extensi, diikuti oleh extensi jari2. dengan cara ini
median nerve teregang(stretch) . Pada phase kedua dari test, kepala pasien 
digerakkan pasif oleh pemeriksa ke arah  sideflexi kontralateral.untukmengulur
nerve medianus pada brachial plexus. Tes ini penting untuk membedakan
gangguan pada TOS atau pada nerve medianus.

Gambar 5 : MEDIAN NERVE STRETCH TEST8

RADIAL NERVE STRETCH TEST

posisi sama seperti test pada median nerve , hanya saja posisi elbow
extensi dan pronasi. Wrist full flexi. posisi kepala sama, digerakkan side flexi 
kontra lateral.

Gambar 6 : RADIAL NERVE STRETCH TEST8


ULNAR NERVE STRETCH TEST

Pasien dalam posisi tidur  atau duduk, shoulder depresi  dan retraksi.
Pemeriksa mengangkat shoulder abduksi 90 derajat dengan flexi elbow dan
pronasi lengan bawah. Kemudian wrist digerakkan full extensi. kemudian cervical
side flexi ontralateral.

Gambar 7 : ULNAR NERVE STRETCH TEST8

CERVICALTHORACIC ROTATION TEST

Pada test ini, lengan atas pasien digerakkan pasif elevasi  sekitar 160
derajat, maka rotasi ipsilateral dari C7 ke T4 terjadi. Persegmen tes ini dapat
dilakukan sebagai berikut , Pemeriksa memfixasi segment caudal dengan
menempatkan ibu jari pada lateral procesus spinosus bagian kontralateral. Ujung
ibu jari ditempatkan pada ruang interspinosus. Lengan pasien digerakkan pasive
elevasi keatas sampai end range. Terapis merasakan gerakan pada cranial
processus spinosus melalui ujung ibu jari. Segment C7 sampai T4 ditest
berulangkali dari cranial ke caudal. Pada TOS , rotasi dari cervicothoracalis sering
ditemukan terbatas. Keterbatasan tersebut disebabkan oleh clavikula yang
mencapai posisi akhir terlalu cepat selama elevasi lengan. Hal ini dapat
menyebabkan kompresi pada strukture di ruang costoclavikular.

Gambar 8 : CERVICALTHORACIC ROTATION TEST8

CLAVICLE TEST

Satu jari ditempatkan pada  permukaan cranial clavikula yang sedekat


mungkin dengan sternoclavicular joint.Pemeriksa mempalpasi gerakan clavicula
saat  lengan digerakkan passive sampai 45 derajat. Keterbatasan gerak di
acromioclavikularis  dan atau sendi sternoklavikularis dapat mengarah pada pola
gerak abnormal pada clavicula. Clavicula dapat bergerak terlalu cepat ke arah
dorsal dan mencapai posisi akhir terlalu cepat selama elevasi, sehingga
menyebabkan penyempitan pada costoclavikular.
 SCALENE MUSCLE TEST

Gambar 9 :  SCALENE MUSCLE TEST8

Pasien diinstruksikan menarik dagunya kedalam , seolah olah meluruskan


tulang cervicalnya semaksimal mungkin sambil menghembuskan napas. Saat
pasien menghembuskan napas , scalene memanjang dan penyempitan pada
posterior scalenic triangle terjadi. Pada hipertrofi scalene yang biasa ditemukan
pada atlete angkat besi atau pada penderita chronic obstructiv pulmonary , terjadi 
kompresi pada posterior scalenic triangle .

PROVOKASI TEST

Test ini dilakukan pada pasien yang sudah mengalami gejala.Posisi pasien 
duduk dan terapis memegang lengan pasien yang akan di test.Kedua lengan pasien
menyilang didepan dada. dan terapis mengangkat lengan pasien keatas. Posisi ini
ditahan selama 30 detik atau lebih. test positif bila denyut nadi meningkat,
perubahan warna kulit (pada  orang eropa warna kulit lebih merah muda) dan
suhu tangan meningkat. Tanda2 neurologis yang telah dialami sebelumnya akan
menghilang (mati rasa, nyeri, kesemutan).

Pemeriksaan penunjang

• Foto toraks & foto C-spine:


- Melihat tulang servikal & melihat perubahan degeneratif
• CT servikal dilakukan jika:
- Perubahan osteophytic & terdapat penyempitan pada ruang intervertebralis
• Angiografi diindikasikan untuk:
- Berdenyut massa paraclavicular
- pulsa radial (-)
- Bruit-Paraclavicular

2.6 Penatalaksanaan

1. Konservatif

Pengobatan konservatif dengan latihan – latihan postural bahu

Terapi konservatif meliputi terapi panas, exercise untuk  postural retraiining,


strengthening dan stretching otot2 bahu2,9.

2. Operatif

Terapi operatif dilakukan apabila terapi konservatif tidak berhasil. Operasi yang
dilakukan disesuaikan dengan penyebabnya6.
BAB III

KESIMPULAN

Outlet toraks adalah ruang antara tulang klavikula dan tulang rusuk
pertama. Ini adalah suatu lorong sempit terisi dengan pembuluh darah, otot, dan
saraf. Jika otot bahu di dada Anda tidak cukup kuat untuk menahan tulang
selangka agar tetap pada posisinya, hal tersebut akan dapat membuat penekanan
pada saraf dan pembuluh darah yang terletak di bawahnya. Kondisi tersebut akan
menyebabkan berbagai gejala yang sekarang kita kenal dengan sindrom outlet
toraks.
Kelainan disebabkan oleh : Sindrom outlet toraks biasanya disebabkan
dari trauma, penyakit, atau masalah kongenital, seperti kelainan tulang rusuk
pertama. Kondisi seperti ini lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria.
sikap tubuh yang buruk dan obesitas dapat memperburuk kondisi.
Penatalaksanaan secara konservatif adalah Pengobatan dengan latihan – latihan
postural bahu dan Terapi meliputi terapi panas, exercise untuk  postural
retraiining, strengthening dan stretching otot2 bahu. Penatalaksannan operatif
dilakukan apabila terapi konservatif tidak berhasil. Operasi yang dilakukan
disesuaikan dengan penyebabnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. “Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi” PT Yarsif Watampone,


Jakarta 2009.
2. “Thoracic Outlet Syndrome Medical Treatment Guidelines”. State of
Colorado Department of Labor and Employment. November 1, 2008
3. Sanders RJ, Pearce WH. “The treatment of thoracic outlet syndrome (a
comparison of different operations)”. J Vasc Surg.1989;10:626–634
4. Steinmann S. “Thoracic Outlet Syndrome” h51 . Hand Surgery
1st Edition, © 2004 Lippincott Williams & Wilkins.
5. Cheng SWK, Stoney RJ. “Supraclavicular reoperation for neurogenic
thoracic outlet syndrome”. J Vasc Surg. 1994;19:565–572
6. Sanders RJ. “Thoracic outlet syndrome”. Philadelphia: Lippincott; 1991;
7. Mackinnon SE, Dellon AL. “Surgery of the peripheral nerve”. New York:
Thieme; 1988;
8. Mackinnon SE,Patterson GA,Urschel HC. Thoracic outlet syndromes. 
In:  Pearson FG,  Graeber GM editor. Thoracic surgery.New York: Churchill
Livingstone; 1995
9. http://physio-upik.blogspot.com/2011/08/physioterapi-pada-thoracic-
outlet.html
10. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00336
11. Mackinnon SE. “Thoracic outlet syndrome [Editorial]”. Ann Thorac
Surg. 1994;58:287–289

Anda mungkin juga menyukai