Penilaian awal pada pasien dalam keadaan cidera kritis akibat trauma mayor
merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, maka dari itu berkembanglah Advanced
Trauma Life Support yang merupakan acuan dalam menangani pasien trauma,
dengan tujuan sebagai berikut;
1. Stabilisasi pasien
2. Mengenali cidera mengancam nyawa, serta memulai terapi suportif awal
3. Memberikan terapi definitif, atau merujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
kompeten.
Evaluasi awal pasien trauma meliputi primary survery, secondary survey, dan
pemberian terapi definitif serta merujuk bila diperlukan. Langkah-langkah dari
primary survey dapat disingkat menjadi ABCDE (airway, breathing, circulation
atau haemorrhage, disability dan exposure atau environment). Secondary suvery
dimulai setelah primary survey selesai, dimana pada pasien dilakukan pemeriksaan
dari ujung rambut sampai ujung kaki untuk mengetahui cidera yang ada.
Pemeriksaan radiologi sangat berperan dalam memberikan infomrasi diagnostic
yang dapat menunjang pemeriksaan.
Artikel ini akan mengulas peran dari pemeriksaan radiologi pada pasien trauma.
Artikel ini lebih menekankan pada foto polos beserta interpretasinya, serta peran
dari CT Scan pada pasien trauma.
1. Foto Thorax
Foto Thorax AP pada umumnya merupakan studi foto yang pertama dilakukan
pada pasien trauma. Foto ini dapat dilakukan pada saat fase resusitasi dan dapat
memberikan informasi tentang ada atau tidaknya fraktur costae, haemothorax,
pneumothorax ataupun contusion pulmonum. Foto Thorax AP juga berguna
untuk mengevaluasi lokasi dari endotracheal tube pada saat resusitasi. Namun
sering kali karena kondisi pasien trauma, posisi foto thorax yang digunakan
adalah posisi supine (AP) sehingga ukuran mediastinum akan terlihat
membesar.
Nilai ruang pleura untuk melihat ada atau tidaknya penumpukan cairan yang
dapat mengarah ke haemothorax, kemudian nilai penumpukan udara abnormal
yang megarah ke pneumothorax (terlihat sebagai daerah luscent avaskuler).
Pneumothorax yang kecil mungkin akan sulit dievaluasi pada pasien dengan
posisi supinasi. Setelah itu, periksa kedua lapang paru apakah adanya infiltrat
yang dapat mengarah ke contusion pulmonum, haematoma atau aspirasi.
Contusio pulmonum dapat telrihat sebagai konsolidasi yang bersifat ireguler,
homogen, tersebar.
Menilai ada atau tidaknya udara maupun darah yang dapat merubah posisi
struktur mediastinum, dan mengaburkan batas antar struktur. Udara atau darah
pada pericardium akan menyebabkan membesarnya cardiac silhouette.
Perubahan progresif pada ukuran jantung dapat mengarah ke
pneumopericardium atau hemopericardium. Pada rupture aorta, dapat
ditemukan ukuran mediastinum yang melebar
Diafragma
Jaringan lunak
Menilai apakah ada jaringan lunak yang rusak dan adanya udara pada subkutan.
Mengevaluasi lokasi dan posisi dari endotracheal tube, intercostal drain, central
access lines, nasogastric tube, dan alat monitoring lainnya.
2. Foto Pelvis
Pada manajemen awal pasien trauma, alat rontgen portabel dapat digunakan
untuk mengonfirmasi ada atau tidaknya fraktur pelvis. Adanya fraktur pada
pelvic ring menandakan telah terjadinya trauma high-energy. Lihat tulang ilium,
ischium, pubis, dan acetabulum untuk tanda fraktur, dan simfisis pubis untuk
tanda diastasis.
3. Foto Servikal
Foto servikal diindikasikan untuk setiap pasien trauma yang datang dengan
gejala klinis nyeri pada leher, nyeri pada penekanan, terdapat defisit neurologis
serta penurunan kesadaran.
Jika dicurigai adanya cidera tulang servikal, maka harus dilakukan 3 foto
standar yaitu lateral, odontoid dan AP (dengan tambahan swimmer view bila
cervical bagian bawah dan cervicothoracic tidak terlihat pada posisi lateral).
Posisi standar ini dapat ditunjang dengan pemeriksaan CT bila terdapat gejala
klinis namun tidak ditemukan kelainan pada foto polos.
Foto polos tulang servikal lateral yang layak (terlihat dasar tengkorak sampai
T1) dapat mengidentifikasi sebagian besar fraktur dan subluksasi servikal.
Foto servikal lateral cross-table
Pada posisi lateral, dasar tengkorak, semua tujuh tulang servikal, dan tulang
torakal pertama harus terlihat untuk menghindari adanya fraktur yang terlewat
pada tulang servikal bawah ataupun dislokasi pada C7-T1.
Bahu pasien dapat ditarik kebawah pada saat foto servikal lateral, ataupun dapat
dilakukan swimmer view untuk melihat pertemuan cervicothoracic.
Sejajarnya arah garis dari tulang servikal dapat dievaluasi dengan melihat 3
garis kontur imajiner, dimana garis pertama menghubungkan batas anterior
dari semua vertebra (garis vertebra anterior), garis kedua menghubungkan sisi
posterior vertebra (garis vertebra posterior), dan garis ketiga menghubungkan
dasar dari prosesus spinosus (garis spinolaminar). Ketiga garis ini membentuk
garis lengkung lordotik. Cidera pada ligamen atau tulang dapat dicuragi bila
ada malposisi dari ketiga garis tersebut.
Evaluasi setiap corpus vertebra untuk tanda fraktur dan perubahan densitas
tulang. Penurunan densitas tulang terlihat pada pasien osteoporosis,
osteomalasia ataupun lesi osteolitik. Lesi tersebut merupakan lokasi yang
rentang mengalami cidera. Area dengan peningkatan densitas tulang dapat
mengarah ke gambaran fraktur kompresi.
Corpus dan diskus vertebra pada umumnya memiliki tinggi yang sama. Jika
tinggi corpus vertebra anterior >3mm lebih rendah dibandingkan posterior
corpus, maka dapat dicurigai terjadinya fraktur wedge-compression.
Posisi odontoid dilakukan dengan membuka mulut, dan harus meliputi seluruh
prosesus odontoid, artikulasi C1-2 kedua sisi. Nilai apakah ada fraktur atau
pergeseran lateral.
Ultrasonografi FAST merupakan pelengkap dari foto polos thorax dan pelvis.
Modalitas ini digunakan untuk mendeteksi darah atau cairan bebas pada rongga
cavum abdomen. Alat ini berguna karena dapat mendeteksi dengan cepat,
sensitif, dan bersifat tidak invasif.
CT tulang servikal
CT kepala
GCS <13 saat pemeriksaan awal atau GCS <15 pada 2 jam setelah
kejadian
Curiga adanya fraktur terbuka ataupun depresi pada tengkorak
Adanya tanda fraktur basis cranii
Kejang post-traumatic
Defisit fokal neurologis
Muntah sebanyak satu kali atau lebih
Pasien mengalami koagulopati dan amnesia atau kehilangan
kesadaran setelah trauma
CT scan merupakan modalitas pilihan untuk mendeteksi fraktur tengkorak,
pendarahan intrakranial, atau adanya udara didalam tengkorak. CT scan
juga dapat mengidentifikasi fraktur basis cranii.
Gambar 14. CT non kontras pada bone window menunjukkan adanya fraktur
linier non-depressed pada tulang parietal kanan dengan subcutaneous
hematoma. Pada soft tissue window menunjukkan adanya ekstradural
hematoma dengan pergeseran midline, dan penyempitna ventrikel lateral
kanan