Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sinar – x digunakan untuk semua radiografi konvensional dan untuk tomografi

dikomputerisasi yang dimana dihasilkan bila elektron berkecepatan tinggi di perlambat

dengan cepat dan dapat dicapai dengan cara melewatkan voltage sangat tinggi

melintasi dua ujung yang ditempatkan dalam tabung yang telah dikosongkan. Sinar – x

merupakan bagian spektrum radiasi elektromagnetik. Pada energi yang dipilih untuk

radiologi diagnostic, sejumlah energi diserap oleh jaringan. Sinar – x yang melewati

udara adalah yang paling sedikit diserap, sehingga menyebabkan paling hitamnya

radiograf, sedangkan kalsium menyerap sebagian besar sehingga tulang dan struktur

yang diklasifikasikan lain benar – benar tampak putih.

Pemeriksaan Radiografi thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) bertujuan

menggambarkan secara radiografi organ pernafasan yang terdapat di dalam rongga

dada. Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan

dinding thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax

termasuk paru-paru, jantung dan saluran-saluran yang besar. Foto thorax

menggunakan radiasi terionisasi dalam bentuk x-ray. Dosis radiasi yang digunakan

pada orang dewasa untuk membentuk radiografi adalah sekitar 0.06 mSv.

Pemeriksaan radiologik thorax merupakan pemeriksaan yang sangat penting

karena misalnya suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum

dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu, berbagai kelainan dini dalam paru juga

1
sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto roentgen sebelum timbulnya gejala klinis,

sehingga pemeriksaan rutin mass-chest survey menjadi prosedur lazim dalam

pemeriksaan kesehatan masyarakat secara masal untuk skrining. Misalnya suatu

sarang tuberkulosis yang hanya sekecil 2 mm diameternya, mungkin telah dapat

terlihat pada foto Roentgen, sedangkan pada pemeriksaan fisik klinis tidak akan

berhasil ditemukan sarang sekecil ini. Pemeriksaan radiografi juga baik untuk

dokumentasi dan pemeriksaan berkala (follow-up) yang objektif dan dapat

dipergunakan dan dperbandingkan dengan foto yang dibuat pada sebelumnya.

Secara umum kegunaan Foto thorax/CXR adalah untuk melihat abnormalitas

congenital (jantung, vaskuler), untuk melihat adanya trauma (pneumothorax,

haemothorax), untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB), untuk

memeriksa keadaan jantung, serta untuk memeriksa keadaan paru-paru.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Foto thorax atau sering disebut chest x-ray (CXR) adalah suatu proyeksi

radiografi dari thorax untuk mendiagnosis kondisi-kondisi yang mempengaruhi thorax,

isi dan struktur-struktur di dekatnya. Foto thorax digunakan secara rutin untuk

mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding thorax, tulang thorax dan

struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru - paru, jantung dan

saluran-saluran yang besar.

B. Anatomi Radiografi Thorax

 Trakea dan bronkus kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang

superposisi dengan vertebra

Gambar II.1 Trakea dan bronkus utama terlihat lusen.

 Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe

3
Gambar II.2 Hillus paru pada foto toraks PA

 Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru.

Perbedaan tinggi kedua diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm.

Tinggi kubah diafragma tidak boleh kurang dari 1,5 cm. Jika kurang

dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan mendatar.

Gambar II.3 Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi
kubah diafragma.

4
 Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium

kanan bersambung dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v.

cava superior.

 Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol

di sebelah kiri kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas

jantung melengkung ke dalam (konkaf) yang disebut pinggang

jantung.

 Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria

pulmonalis.

 Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan

lengkungan konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri.

Puncak lengkungan dari ventrikel kiri itu disebut sebagai apex

jantung.

 Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang

letaknya para-vertebral kiri dari arkus sampai diafragma.

Gambar II.4 Radioanatomi foto toraks PA & Lateral

5
C. Cara Pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)

 Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.

 Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.

 Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.

 Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi

kiri. Garis ini melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus

ini tidak sama tingginya, maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua

sinus itu. Ada pula yang menarik garis C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke

sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini tidak begitu besar, sehingga

dapat dipakai semuanya.

Gambar II.5 Cara pengukuran CTR

Rumus :

Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR

normal adalah kurang dari 50%.

6
Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut :

 Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis

A ini panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.

 Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular

line).

 Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah

tepi manubrium sterni.

D. Jenis Pemeriksaan

1. Fluoroskopi

Fluoroskopi adalah cara pemeriksaan yang mempergunakan sifat tembus

sinar Roentgen dan suatu tabir yang bersifat fluoresensi bila terkena sinar

tersebut. Fluoroskopi terutama diperlukan untuk menyelidiki pergerakan suatu

organ atau sistem tubuh seperti dinamika alat-alat peredaran darah, misalnya

jantung dan pembuluh darah besar serta pernapasan berupa pergerakan

diagfragma dan aerasi paru-paru. Kondisi teknis alat roentgen adalah antara 80-

90 KV.

2. Roentgenografi

Roentgenografi adalah pembuatan foto roentgen thoraks yang biasanya

dibuat dengan arah postero-anterior (PA) dan lateral bila perlu. Agar distorsi dan

magnifikasi yang diperoleh menjadi sekecil mungkin, maka jarak antara tabung

dan film harus 1,80 meter dan foto dibuat sewaktu penderita sedang bernafas

dalam (inspirasi). Tekanan listrik yang digunakan biasanya 60-90 KV.

7
3. Bronkografi

Bronkografi ialah pemeriksaan percabangan bronkus, biasanya dilakukan

baik dengan fluoroskopi maupun roentgenografi, dengan cara mengisi saluran

bronchial dengan suatu bahan kontras yang bersifat opaque (menghasilkan

bayangan putih pada foto). Bahan kontras tersebut biasanya mengandung jodium

(lipiodol, donosil dan sebagainya). Indikasi pemeriksaan ini misalnya pada

bronkiektasis untuk meneliti letak, luas, dan sifat bagian-bagian bronkus yang

melebar dan pada tumor-tumor yang terletak di dalam lumen bronkus yang

mungkin mempersempit atau bahkan menyumbat sama sekali bronkus

bersangkutan.

Gambar II.6 Gambaran Bronchography

4. Tomografi

Istilah lain untuk tomografi ialah : planigrafi, laminagrafi, atau stratigrafi.

Dengan istilah ini dimaksudkan pemeriksaan terhadap 1 lapisan jaringan dengan

mengaburkan lapisan-lapisan lain yang berada diatas maupun dibawahnya. Hal ini

dapat dilakukan dengan menghubungkan tabung roentgen dan kaset yang berisi

film dan pada saat foto dibuat, kedua bagian ini digerakkan dalam jurusan yang

8
saling bertentangan. Dengan cara ini, maka semua bangunan pada hasil foto

menjadi kabur, kecuali lapisan yang tepat berada di persimpangan arus sinar

lapisan yang hendak diselidiki. Cara pemeriksaan ini berguna sekali untuk lebih

mempertegas prasangka akan adanya suatu kavitas pada foto biasa, misalnya pada

tuberkulosis. Dapat digunakan juga untuk melihat adanya penyumbatan pada

bronkus besar seperti pada daerah hilus pada penyelidikan karsinoma bronkogen.

Gambar II.7 Gambaran Computed Tomography

5. Angiokardiografi

Angiokardiografi adalah pemeriksaan untuk melihat ruang-ruang jantung

dan pembuluh-pembuluh darah besar dengan sinar roentgen (fluoroskopi atau

roentgenografi), dengan menggunakan suatu bahan kontras radioopak, misalnya

Hypaque 50%, dimasukan ke dalam salah satu ruang jantung menggunakan

kateter intravena. Angiokardiografi sangat berguna dalam pemeriksaan penyakit-

penyakit jantung dan pembuluh darah besar, baik bawaan maupun yang diperoleh,

serdalam pemeriksaa penyakit paru menahun. Cara pemriksaan ini misalnya

sangat diperlukan pada penyakit tetralogi fallot, koarktasi aorta, pada penyakit

diagnostik diferensial aneurisma aorta.

9
Gambar II.8 Gambaran Angiokardiografi

E. Indikasi & Kontra Indikasi Pemeriksaan

Indikasi dilakukannya foto thoraks antara lain :

 Persiapan pre operatif untuk keperluan anestesi

 Trauma dada

 Infeksi traktus respiratorius bawah (TBC Paru, bronkitis, Pneumonia)

 Batuk kronis

 Batuk berdarah

 Trauma dada

 Tumor

 Nyeri dada

 Metastase neoplasma

 Penyakit paru akibat kerja

 Aspirasi benda asing

 Curiga keganasan

 Pemeriksaan berkala (follow up) yang objektif

10
Sedangkan kontraindikasi dilakukannya foto thorax adalah hal-hal yang dilarang

untuk dilakukannya pemeriksaan ini yaitu pada wanita hamil dikarenakan dapat

menimbulkan kecacatan atau kelainan pada janin.

F. Proyeksi Foto Thorax

1. Posisi PA (Posterior Anterior)

Pada posisi ini film diletakkan didepan dada, siku ditarik kedepan

supaya scapula terbuka dan tidak menutupi parenkim paru dan arah sinar dari

posterior tubuh pasien. Foto PA dapat dilakukan dengan erect (berdiri) atau

duduk, namun posisi PA erect lebih sering digunakan karena apabila ada cairan

di dalam paru maka batasnya akan nampak jelas.

Gambar II.9 Posisi PA dan Foto Thorax PA

2. Posisi AP (Antero Posterior)

Posisi ini biasanya dilakukan pada anak-anak atau pada pasien yang

tidak kooperatif. Film diletakkan dibawah punggung, biasanya scapula

menutupi parenkim paru, jantung juga terlihat lebih besar daripada posisi PA.

Bagian posterior tubuh pasien menempel pada film lalu sinar dari atah anterior

tubuh pasien. Posisi AP dapat dilakukan dengan erect, supine atau semi erect.

11
Gambar II.9 Posisi AP dan Foto Thorax AP
3. Posisi Lateral Dextra & Sinistra

Posisi ini hendaknya dibuat setelah posisi PA diperiksa. Buatlah

proyektil lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah

kanan, maka dibuat proyeksi lateral kanan, berarti sebelah kanan terletak pada

film. Foto juga dibuat dalam posisi berdiri. Kriteria foto yang layak baca pada

posisi ini adalah tampak gambaran paru dari sisi lateral, bagian apex paru

superposisi dengan bahu.

Gambar II.10 Posisi Lateral dan Foto Thorax Lateral

12
4. Posisi Lateral Decubitus

Foto ini hanya dibuat pada keadaan tertentu, yaitu bila klinis diduga ada

cairan bebas dalam cavum pleura, tetapi tidak terlihat pada posisi PA atau

lateral. Penderita terbarig pada satu sisi (kanan atau kiri). Film diletakkan di

punggung penderita dan diberikan sinar dari depan arah horizontal.

Gambar II.11 Posisi RLD dan Foto Thorax RLD

5. Posisi Apical (Lordotik)

Foto ini dibuat pada foto PA bila menunjukan kemungkinan adanya

kelainan pada daerah kedua apex paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya

hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan

mengintrepetasikan suatu lesi di apex.

13
Gambar II.12 Posisi Lordotik dan Foto Thorax Lordotik

Adapun kesulitan interpretasi daerah apex paru apabila pada foto PA,

AP atau lateral bagian apex paru tertutup clavicula. Kriteria foto thorax apical

yang layak baca adalah tampak gambaran dari apex sapai sinus costophrenicus

kanan dan kiri, kedua scapula tidak menutup lapangan paru, tampak diafragma

dan jantung.

6. Foto Oblique Iga

Foto ini hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga (misal

pembengkakan lokal) atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bisa

diterangkan sebabnya, dan hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan

dengan foto oblique ysng bagus fraktur iga bisa terlihat.

14
Gambar II.13 Posisi Oblique dan Foto Thorax Oblique

G. Kriteria Kelayakan Foto

Foto thorax harus memenuhi beberapa kriteria tertentu sebelum dinyatakan

layak baca diantara lain :

1. Faktor kondisi

Yaitu faktor yang menentukan kualitas sinar-X selama dikamar rontgen. Faktor

kondisi meliputi hal-hal berikut yang biasa dinyatakan dengan menyebut

satuannya :

 Waktu/lama exposure millisecond (ms)

 Arus listrik tabung mili Ampere (mA)

 Tegangan tabung kilovolt (kV)

Ketiga hal di atas akan menentukan kondisi foto apakah cukup/normal, kurang

bila foto thorax terlihat putih (samar samar), atau lebih : bila foto thorax terlihat

sangat hitam.

15
Dalam membuat foto thorax ada dua kondisi yang dapat sengaja dibuat tergantung

bagaimana ingin diperiksanya yaitu :

A. Kondisi pulmo (kondisi cukup) foto dengan kV rendah Inilah kondisi standart

pada foto thorax, sehingga gambaran parenkim dan corakan paru dapat terlihat.

Cara mengetahui apakah suatu foto rontgen pulmo kondisinya cukup atau tidak :

a. Melihat lusensi udara (hitam) yang terdapat diluar tubuh

b. Memperhatikan veterbae thorakalis

 Pada proyeksi PA kondisi cukup : tampak VTh I-IV

 Pada proyeksi PA kondisi kurang : hanya tampak VTh I

B. Kondisi kosta (kondisi keras/tulang) foto dengan kV tinggi

Cara mengetahui aoakah suatu pulmo kondisinya keras atau tidak :

a. Pada foto kondisi keras, infiltrate pada paru tidak terlihat lagi. Cara

mengetahuinya adalah dengan membandingkan densitas paru dengan jaringan

lunak. Pada kondisi keras densitas keduanya tampak sama.

b. Memperhatikan veterbrae thorakalis

 Proyeksi PA kondisi keras : tampak Vth V-VI

 Proyeksi PA kondisi tulang : yang tampak VTh I-XII selain itu densitaas

jaringan lunak dan kosta terlihat mirip

2. Inspirasi cukup

Foto thorax harus dibuat dalam keadaan inspirasi cukup, cara mengetahui

cukup tidaknya inspirasi adalah :

a. Foto dengan inspirasi cukup

 Diagfragma setinggi VTh X (dalam keadaan ekspirasi diagfragma

setinggi VTh VII-VIII)

 Kosta VI anterior memotong dome diafragma

16
b. Foto dengan inspirasi kurang

 Ukuran jantung dan mediastinum meningkat sehingga dapat

menyebabkan salah interpretasi

 Corakan bronkovaskular meningkat sehingga dapat terjadi salah

intepretasi juga.

3. Posisi sesuai

Seperti telah diterangkan diatas, posisi standar yang paling banyak dipakai

adalah PA dan lateral. Foto thorax biasanya juga diambil dalam posisi erect

(berdiri). Cara membedakan foto thorax posisi PA dan AP adalah sebagai

berikut :

 Pada foto AP scapula terletak di dalam bayangan thorax, sementara

pada foto PA scapula terletak diluar bayangan thorax.

 Pada foto AP klavikula terlihat lebih tegak disbanding foto PA

 Pada foto PA jantung biasanya terlihat lebih jelas

 Pada foto AP gambaran vertebra biasanya terlihat lebih jelas

4. Simetris

Cara mengetahui kesimetrisan foto : jarak sendi sternoklavikularis dektra dan

sinistra terhadap garis median adalah sama. Jika jarak ini antara kanan dan kiri

berbeda berarti foto tidak simetris.

5. Foto thorax tidak boleh terpotong

6. Memiliki identitas, marker (R Right atau L Left)

7. Os Scapula tidak superposisi dengan thoraks

G. Cara membaca foto thorax

Foto thorax dibaca dari luar kedalam, atas kebawah, cor ke pulmo, dll. Urutan

pembacaan dai luar kedalam :

17
1. Cek apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat pada waktu inspirasi

penuh. Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bisa menimbulkan keraguan

karena bisa menyerupai suatu penyakit, misal kongesti paru, kardiomegali

atau mediastinum yang lebar. Kesampingkan bayangan – bayangan yang

terjadi karena rambut, pakaian atau lesi kulit.

2. Cek apakah exposure sudah benar (bila sudah diperoleh densitas yang

benar, maka jari yang diletakkan dibelakang “daerah yang hitam” pada

foto tepat dapat terlihat). Foto yang pucat karena “underexposed” harus

diinterpretasikan dengan hati – hati, gambaran paru bisa memberi kesan

adanya edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena

“overexposed” bisa memeberi kesan adanya emfisema.

3. Cek apakah tulang – tulang (iga, clavikula, scapula, dll) normal.

4. Cek jaringan lunaknya, yaitu kulit, subcutan fat, musculus – muskulus

seperti pectoralis mayor, trapezium dan sternocleidomastoideus. Pada

wanita dapat terlihat mammae serta nipplenya.

5. Cek apakah posisi diafragma normal: diafragma kanan biasanya 2,5 cm

lebih tinggi dari pada kiri. Normalnya pertengahan costae 6 depan

memotong pada pertengahan hemidiafragma kanan.

6. Cek sinus costophrenicus baik pada foto PA maupun lateral.

7. Cek mediastinum superior apakah melebar, atau adakah massa abnormal,

dan carilah trachea.

8. Cek adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Diameter

jantung pada orang dewasa (posisi berdiri) harus kurang dari separuh lebar

dada. Atau dapat menentukan CTR (Cardio Thoracalis Ratio).

18
9. Cek hilus dan bronkovaskuler pattern. Hilus adalah bagian tengah pada

paru – paru dimana tempat masuknya pembuluh darah, bronkus, syaraf dan

pembuluh limfe. Hilus kiri normal lebih tinggi dari pada hilus kanan.

H. Syarat Foto Thorax normal

 Posisi penderita simetris

Hal ini dapat dievaluasi dengan melihat apakah proyeksi tulang korpus

vertebra thoracal terletak di tengah sendi sternoclavikuker kanan dan kiri.

 Kondisi sinar-X sesuai

Jumlah sinar dan kualitas sinar cukup dan kV (kualitas sinar cukup)

 Film meliputi seluruh cavum thorax

Mulai dari puncak cavum thorax sampai sinus phrenicocostalis kanan dan

kiri dapatterlihat pada film tersebut.

19
I. Kelainan Foto Thorax

Berikut ini merupakan kelainan – kelainan radiologi toraks :

1. Jantung

Cardiomegaly :

Gambar II.14 Cardiomegaly

Cardiomegaly dapat di diagnosis dengan mengukur cardio thoracic ratio

(CTR). Setelah dibuat garis - garis, maka dihitung dengan menggunakan rumus :

CTR= 𝐴+𝐵/𝐶 × 100%

Jika nilai didapatkan > 50 % maka dinyatakan telah terjadi pembesaran

jantung (cardiomegaly).

 Apex cordis tergeser kebawah kiri pada pembesaran Ventrikel kiri

 Apex cordis terangkat lepas dari diafragma pada pembesaran ventrikel kanan

2. Pleura

a. Efusi Pleura

Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak keadaan

yang berasal dari kelainan dalam paru sendiri misalnya infeksi baik oleh bakteri

20
maupun virus atau jamur, metastasis, atau yang disebabkan oleh kelainan

sistemik, antara lain penyakit yang menyebabkan hambatan getah bening,

hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati dan gagal jantung. Dapat juga oleh

karena trauma kecelakaan.

Cairan (pleural effusion) dapat berupa :

1. Cairan transudat, terdiri atas cairan bening, biasa ditemukan pada kegagalan

jantung, gagal ginjal akut atau kronik, kegagalan fungsi hati.

2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruhan yang paling sering ditemui pada

infeksi tuberkulosis, atau nanah (empiema).

3. Cairan darah (hemoragic), disebabkan oleh trauma tertutup atau terbuka dan

karsinoma paru. Mirip dengan Hematothorax, yang dimana adalah adanya

darah dalam rongga pleura. Sumber darah mungkin dinding dada, parenkim

paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Meskipun beberapa sumber

menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50% diperlukan untuk

membedakan hematotoraks dari efusi pleura berdarah (hemoragic), sebagian

besar tidak setuju pada setiap perbedaan yang spesifik. Biasanya akibat dari

trauma tumpul atau penetrasi. Lebih jarang, mungkin merupakan komplikasi

dari penyakit, dapat induksi iatrogenik, atau mungkin berkembang secara

spontan.

4. Cairan getah bening, sangat jarang. Diakibatkan oleh sumbatan aliran getah

bening thorax, misalnya pada filariasis atau metastasis pada kelenjar getah

bening dari suatu keganasan.

21
Gambaran radiologik :

Gambar II.15 Efusi pleura sinistra


Pada pemeriksaan foto thorax PA erect cairan pleura tampak berupa

perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relatif

radioopaque dengan permukaan atas cekung. Karena cairan mengisi ruang

hemithoraks sehingga jaringan paru akan terdorong kearah sentral/hilus dan

kadang mendorong mediastinum kearah kontralateral. Jumlah cairan minimal

yang dapat terlihat pada foto thoraks erect adalah 250-300 ml.

b. Pneumothorax

Pneumothorax adalah adaya udara dalam rongga pleura dimana masuknya

udara ke dalam rongga pleura, dalam dibedakan menjadi :

1. Pneumotoraks spontan, timbul robekan subpleura dan bulla sehingga

udara dalam saluran pemapasan masuk kedalam rongga pleura melalui

suatu lubang robekan atau katup.

2. Udara lingkunga luar masuk kedalam rongga pleura melalui luka tusuk

atau pneumotorak disengaja (artificial) dengan tujuan terapi dalam hal

22
pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak

dilakukan lagi. Tujuan pneumotoraks artificial lainnya adalah diagnostic

untuk membedakan massa apakah berasala dari pleura atau jaringan paru.

Penyebab-penyebab lain adalah akibat tindakan biopsy paru dan

pengeluaran cairan rongga pleura.

3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma

pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat

(endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam

mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura

melalui fistula antara saluran napas proksimal dengan rongga pleura.

4. Udara berasala dari subdiafragma dengan adanya robekan lambung akibat

suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.

Gambaran radiologik :

Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan

radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern) dengan

batas paru berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceral.

Jika pneumotoraks luas, akan menekan jaringan paru kearah hilus atau

paru menjadi kuncup/kolaps didaerah hilus dan mendorong mediastinum

kearah kontralateral. Selain itu iga menjadi lebih lebar.

23
Gambar II.16 Pneumothorax tension

c. Tuberculosis

Tuberculosis dibagi menjadi 2, yaitu :

 Tuberculosis anak (infeksi primer)

 Tuberculosis orang dewasa (re-infeksi)

Tuberculosis primer

Tuberculosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pemapasan oleh

Mycobacterium tuberculosis. Biasanya pada anak-anak. Kelainan rontgen

akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana saja dalam paru-paru, namun sarang

dalam parenkim paru sering disertai oleh pembesaran kelenjar limfe regional

(komleks primer). Komplikasi yang timbul adalah pleuritis dan atelektasis.

Tuberkulosis sekunder atau tuberculosis reinfeksi

Tuberculosis yang bersifat kronis ini teijadi pada orang dewasa, bahwa

timbul reinfeksi pada seorang yang dimasa kecilnya pernah menderita

tuberculosis primer, tetapi tidak diketahui dan menyebmbuh sendiri. Sarang-

sarang yang terlihat pada foto rontgen biasanya berkedudukan dilapangan atas

24
dan segmen apical lobih bawah, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi

dilapangan bawah, yang biasanya diertai pleuritis. Pembesaran kelenjar limfe

pada tuberculosis sekunder jarang ditemukan.

Klasifikasi tuberculosis sekunder menurut American Tuberculosis Association

(ATA) :

1. Tuberkulosis minimal (minimal tuberculosis), yaitu luas sarang-sarang yang

kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis median, apek dan

iga 2 didepan, sarang-sarang soliter dapat berada dimana saja , tidak harus

berada dalam daerah tersebut diatas. Tidak ditemukan adanya lubang

(kavitas).

2. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced tuberculosis), yaitu luas

sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu paru,

sedangkan bila ada kavitas,diameternya tidak melebihi 4 cm. kalau sifat

bayangan sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma

menjadi daerah konsolidasi yang homogeny,luasnya tidak boleh melebihi

luas satu lobus.

3. Tuberkulosis sangat lanjut (far advanced tuberculosis), yaitu luas daerah

yang di hinggapi oleh sarang-sarang lebih dari pada klasifikasi kedua diatas,

atau bila ada kavitas maka diameter keseluruhan melebihi 4 cm.

25
Gambar II.17 Tingkatan Tuberkulosis

Pembagian TB menurut bentuk kelainan yang dapat dilihat dari foto roentgen

yang lazim dipergunakan di Amerika Serikat dan mulai banyak

dipergunakan di Indonesia, yaitu :

1. Sarang-sarang berbentuk awan atau bercak-bercak dengan densitas

rendah atau sedang dengan batas tidak tegas. Menunjukkan proses aktif.

Gambar II.18. nampak awan - awan

2. Lubang (kavitas) (Gambar II.19), ini selalu proses aktif kecuali bila

kavitas sudah sangat kecil, yang dinamakan kavitas sisa (residual cavity)

(Gambar II.20).

26
Gambar II.19. Awan - awan dan lubang besar (diameter total 4 cm)

Gambar II.20. Tuberkulosis fibrosis densa (fenomena kanton celana;


arteri pulmonalis terangkat keatas) dengan kavitas sisa (residual
cavity)

3. Sarang seperti garis-garis (fibrotik) (Gambar II.21) atau bintik-bintik kapur

(kalsifikasi) yang biasanya menunjukkan proses tenang. (gambar II.22)

27
Gambar II.21. fibrotik (proses lama, tenang)

Gambar II.22. Bintik-bintik kapur (kalsifikasi)

d. Emfisema

Emfisema adalah suatu keadaan dimana paru lebih banyak berisi udara,

sehingga ukuran paru bertambah, baik anterior-posterior maupun ukuran paru

secara vertical kearah diafragma.

Gambaran radiologic emfisema secara umum :

Penambahan ukuran paru secara vertical menyebabkan diafragma letak

28
rendah dengan bentuk diafragma yang datar dan pergerakan diafragma berkurang

bila dilihat dengan fluoroskopi. Dengan aerasi paru yang bertambah pada seluruh

paru atau lobaris ataupun segmental akan menghasilkan bayangan yajng

radioluscen, sehingga corakan paru tampak lebih jelas selain gambaran fibrosisnya

dan vascular paru yang relative jarang.

Gambar II.23. Emfisema

e. Bronkitis

1. Radang bronkus akut (Bronkitis Akut)

Radang kataral akut bronkus yang berhubungan dengan infeksi saluran

nafas bagian atas, penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan

komplikasi. Juga tidak ditemukan gambaran foto Roentgen yang positif pada

keadaan ini. Tetapi foto rontgen berguna jika ada komplikasi pneumonitis

pada penderita infeksi akut saluran nafas. Gejala biasanya hebat.

2. Radang Bronkus Kronik (Bronkitis Kronik)

Penyakit bronkitis kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran khas

pada foto toraks. Pada foto rontgen hanya tampak corakan yang ramai

29
dibagian basal paru. bronkitis kronik hanya memperlihatkan perubahan yang

minimal dan biasanya tidak spesifik. Kadang-kadang tampak corakan

peribronkial yang bertambah dibasis paru oleh penebalan dinding bronkus dan

peribronkus.

Gambar II.23. Bronchitis

f. Pneumonia

Peradangan paru disebabkan oleh bakteri,virus, protozoa, jamur, bahan

kimia, lesi kanker, dan radiasi ion. Pada foto toraks, semua pneumonia

memperlihatkan tanda-tanda radiologis yang positif. Gambaran radiologis

memperlihatkan bayangan homogency berdensitas tinggi pada satu segmen,

lobus paru atau pada sekumpulan segmen lobus yang berdekatan, berbatas tegas

(tampak seperti pemadatan).

30
Gambar II.24. Pneumonia

g. Abses Paru

Abses paru ialah peradangan dijaringan paru yang menimbulkan nekrosis

dengan pengumpulan nanah. Pada foto PA dan lateral abses paru biasanya

ditemukan satu kavitas, tetapi dapat pula multikavitas berdinding tebal, dapat pula

ditemukan permukaan udara dan cairan didalamnya.

Gambar II.25. Abses Paru

31
h. Atelektasis

Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami

hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau

sama sekali tidak berisi udara. Biasanya ateletaksis merupakan akibat suatu

kelainan paru yang dapat disebabkan oleh:

1. Bronkus tersumbat

2. Tekanan ekstrapulmoner

3. Paralisis atau paresis gerak pemapasan

4. Hambatan gerak pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma thorax

Gambaran radiologi

Sebagai dasar gambaran radiologi pada atelektasis adalah pengurangan

volume bagian paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru dengan akibat

kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi)

dengan penarikan mediastinum ke arah yang atelektasis, sedangkan diafragma

tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka bagian

paru sekitarnya mengalami suatu emfisema kompensasi.

Jadi dapat ditemukan bayangan lobus yang kolaps, pergeseran struktur

untuk mengisi ruangan yang normalnya ditempati lobus kolaps, pada kolaps

keseluruhan paru tampak opaque dan ada pergeseran hebat pada mediastinum

dan trakea.

32
Gambar II.26. Atelektasis

i. Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah suatu keadaan bronkus atau bronkiolus yang

melebar akibat hilangnya sifat elastisitas dinding otot bronkus yang dapat

disebabkan oleh obstruksi dan peradangan yang kronik atau dapat pula

disebabkan oleh kelainan congenital yang disebut Sindroma Kartegener,

yaitu sindroma yang terdiri dari bronkiektasis, sinusitis, dan dekstrokardia.

Pemeriksaan foto torak polos tampak gambaran berupa bronkovaskular

yang kasar yang umumnya terdapat dilapangan bawah paru tau gambaran

garis - garis translusen yang panjang menuju kehilus dengan bayangan

konsolidasi sekitarnya akibat peradangan sekunder, kadang-kadang juga

berbentuk bulat-bulat translusen yang sering disebut sebagai gambaran

sarang tawon (honey comb appearance). Bulatan translusen ini dapat

berukuran besar (diameter 1-10 cm) yang berupa kista-kita translusen dan

kadang berisis cairan (air fluid level) akibat peradangan sekunder.


33
Gambar II.27. Bronkiektasis & Honey-comb appearance

j. Neoplasma

Gambar II.27. Neoplasma

Bayangan bulat dengan tepi tak teratur berlobulasi dan tepi terinfiltrasi,

terdapat kavitasi dengan massa.

34
3. Pada Diagfragma

 Paralisis diagfragma

Akibat kelainan nervus phrenicus, misal invasi oleh karsinoma

bronchus, Ditandai oleh elevasi 1 hemidiaphragma.

 Enventrasi Diagfragma

Merupakan keadaan kongenital, yang diafragmanya tanpa otot dan

menjadi lembaran membranosa tipis

35
KESIMPULAN

Foto thorax digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang melibatkan dinding

thorax, tulang thorax dan struktur yang berada di dalam kavitas thorax termasuk paru-paru,

jantung dan saluran-saluran yang besar. Pneumonia dan gagal jantung kongestif sering

terdiagnosis oleh foto thorax. Foto thorax sering digunakan untuk skrining penyakit paru

yang terkait dengan pekerjaan di industri-industri seperti pertambangan dimana para pekerja

terpapar oleh debu. Secara umum kegunaan Foto thorax adalah untuk melihat abnormalitas

congenital (jantung, vaskuler), untuk melihat adanya trauma (pneumothorax, haemothorax),

untuk melihat adanya infeksi (umumnya tuberculosis/TB), untuk memeriksa keadaan

jantung dan untuk memeriksa keadaan paru-paru.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasad Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi ke-2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta,2005.

2. Rusdi Gazali, Malueka. 2008. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia


Press

3. Palmer P.E.S, Cockshott W.P, Hegedus V, Samuel E. Manual of Radiographic


Interpretation for General Practitioners (Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter
Umum). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta : EGC,1995.

4. Armstrong Peter, L.Wastie Martin. Pembuatan Gambar Diagnostik. Jakarta :


EGC,1989

37

Anda mungkin juga menyukai