Anda di halaman 1dari 40

Laporan Kasus

GAMBARAN RADIOLOGI PADA PNEUMONIA


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik
Senior pada Bagian / SMF Radiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
BPK RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh :
Muhammad Iskandar
Rahmanizar
Mulya Raisa

Pembimbing :
dr. Nurul Machillah, Sp. Rad.

BAGIAN/INSTALASI RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus ini.
Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW,
atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.
Adapun tugas ini berjudul Gambaran Radiologi pada Pneumonia yang
diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian / SMF Radiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah BPK RSUD dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh.
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi
tingginya kepada dr. Nurul Machillah, Sp. Rad. yang telah meluangkan waktunya
untuk memberi arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas ini.
Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh
dari kesempurnaan. Saran dan kritik dari pembimbing dan teman-teman akan
penulis terima dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran
dan bekal di masa mendatang.

Banda Aceh, Juni 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................

BAB II LAPORAN KASUS ..........................................................................

2.1 Identitas pasien ...................................................................................


2.2 Anamnesa ...........................................................................................
2.3 Pemeriksaan Fisik................................................................................
2.3.1 Status Present ..............................................................................
2.3.2 Status General .............................................................................
2.4 Pemeriksaan Penunjang.......................................................................
2.4.1 Pemeriksaan Laboratorium .........................................................
2.4.2 Foto toraks ..................................................................................
2.5 Differential Diagnosa ..........................................................................
2.6 Terapi..................................................................................................
2.7 Prognosis ............................................................................................

3
3
4
4
4
6
6
6
7
7
7

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................

3.1 Definisi ...............................................................................................


3.2 Insidensi ..............................................................................................
3.3 Etiologi ...............................................................................................
3.4 Anatomi paru-paru...............................................................................
3.4 Patofisiologi.........................................................................................
3.5 Klasifikasi............................................................................................
3.6 Diagnosis.............................................................................................
3.3.1 Gejala klinis ..............................................................................
3.3.2 Pemeriksaan fisik ......................................................................
3.3.4 Pemeriksaan laboratorium ........................................................
3.3.5 Pemeriksaan radiologis .............................................................
3.3.6 Pemeriksaan bakteriologis.........................................................
3.3.7 Pemeriksaan patologi anatomi...................................................
3.4 Penatalaksanaan...................................................................................
3.5 Komplikasi...........................................................................................
3.6 Pencegahan..........................................................................................
3.7 Prognosis.............................................................................................

8
8
8
9
11
12
13
13
13
13
14
21
21
23
24
24
24

BAB IV MODALITAS RADIOLOGI ..........................................................

25

4.1 Pemeriksaan Radiologi .......................................................................


4.1.1 Foto toraks ..................................................................................
4.1.2 CT-Scan ......................................................................................
4.2 Diagnosis Banding...............................................................................

25
25
29

BAB V KESIMPULAN .................................................................................

32

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

33

BAB I
PENDAHULUAN
Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) menimbulkan angka kesakitan
dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. ISNBA dapat
dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia.(1)
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia
juga dapat disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi,
alergi) sering disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia merupakan proses
konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat
inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. (1-4)
Klasifikasi pneumonia dapat berdasarkan : klinis dan epidemiologinya,
etiologinya, dan predileksi infeksi. Secara klinis dan epidemiologinya pneumonia
dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia komuniti, pneumonia nosokomial,
pneumonia aspirasi, dan pneumonia pada penderita immunocompromised. Secara
etiologi dapat dibedakan atas pneumonia tipikal (bakteri), pneumonia atipikal,
pneumonia virus, dan pneumonia jamur. Sedangkan menurut predileksi infeksinya
diklasifikasikan

sebagai

pneumonia

lobaris,

pneumonia

lobularis

(bronkopneumonia), dan pneumonia interstisial. Pembagian dibuat untuk


memudahkan

dalam

menentukan

kemungkinan

jenis

mikroorganisme

penyebabnya. (1-3,6)
Pneumonia merupakan penyakit yang sering terjadi dan setiap tahunnya
menyerang sekitar 1% dari seluruh penduduk Amerika.

(1,2)

Insidensi pneumonia

komuniti (community-acquired) di Amerika adalah 12 kasus per 1000 orang per


tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi pada orang dewasa
di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika adalah 10 %.
Meskipun telah ada kemajuan dalam bidang antibiotik, pneumonia tetap
merupakan penyebab kematian terbanyak ke enam di Amerika Serikat. (2,7)
Sedangkan insidensi pneumonia nosokomial (hospital-acquired) adalah
pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi
nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka
kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial

terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih
tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. Angka
kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. (5)
Identifikasi pneumonia dengan modalitas radiologi akan memberikan
gambaran yang sangat bervariasi mengingat pneumonia memiliki banyak
penyebab. Modalitas yang dapat digunakan saat ini berupa foto konvensional XRay Toraks, High Resolution CT-Scan Toraks. Selain itu pemeriksaan lain seperti
laboratorium, dan diagnostik intervensional lainnya juga dapat digunakan untuk
menunjang diagnosis pneumonia. (7)

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama

: Tn. FS

Umur

: 63 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Suku

: Aceh

Pekerjaan

: Pensiunan PNS

Alamat

: Aceh Timur

CM

: 1-09-23-75

Tanggal Masuk

: 01 Juni 2016

Tanggal Pemeriksaan

: 02 Juni 2016

2.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama

: nyeri dada kanan

b. Keluhan Tambahan

: napas berat, batuk

c. Riwayat Penyakit Sekarang : pasien datang dengan keluhan nyeri dada


kanan yang dirasakan sejak 1 minggu yang lalu dan memberat dalam 3 jam
sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan dengan nafas yang
memberat. Batuk dirasakan sesekali dan dahak berwarna putih
kekuningan. Cairan pleura pasien telah disedot pada tanggal 2 juni 2016
dan didapatkan cairan berupa pus.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : pasien pernah mengalami hal yang sama
seperti ini dan berobat ke Malaysia pada tahun 2012. Saat di Malaysia
cairan paru pasien disedot dan didapatkan cairan berwarna bening.
e. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga pasien yang mengalami
hal yang sama.
f. Riwayat Kebiasaan Sosial : pasien merupakan perokok aktif 40 tahun,
pasien adalah pensiunan PNS.
g. Riwayat Penggunaan Obat : pasien tidak mengkonsumsi obat tertentu

2.3

Pemeriksaan Fisik

2.3.1 Status Present


Keadaan Umum

: Kesan Baik

Kesadaran

: Compos Mentis

Vital Sign
Tekanan Darah : 152/80 mmHg
Frekuensi Nadi : 81 kali /menit, regular, isi cukup
Frekuensi Nafas : 21 kali /menit
Suhu Axilla

: 36,6 0C

2.3.2 Status Generalisata


Kulit
Warna

: Sawo matang

Turgor

: Kembali cepat

Ikterik

: (-)

Pucat

: (-)

Kepala
Rambut

: Hitam

Mata

: Konjungtiva pucat (- /-), sklera ikterik (-/-), mata cekung


(-/-) pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

Telinga

: Serumen (-/-)

Hidung

: Sekret (-/-), NCH (-/-)

Mulut
Bibir

: Pucat (-), Sianosis (-)

Lidah

: atrofi (-)

Leher
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Pembesaran KGB (-)

Toraks
Inspeksi

: Simetris, retraksi (-), bentuk dada normal, pernafasan


abdominalthorakal.

Paru Paru
Tabel 2.1 Pemeriksaan fisik paru
Depan

Kanan
Fremitus normal
Redup
Bronkovesikuler (+)
Rhonchi (+)
Wheezing (-)
Kanan
Fremitus normal
Redup
Bronkovesikuler (+)
Rhonchi (+)
Wheezing (-)

Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Belakang
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

Kiri
Fremitus normal
Sonor
Bronkovesikuler (+)
Rhonchi (-)
Wheezing (-)
Kiri
Fremitus normal
Sonor
Bronkovesikuler (+)
Rhonchi (-)
Wheezing (-)

Jantung
Inspeksi

: Denyut jantung tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra

Perkusi

: Batas atas
Batas kiri

: ICS III line midclavicula


: ICS V linea midclavicula sinistra

Batas kanan : ICS V linea parasternalis dekstra


Auskultasi

: BJ I > BJ II, reguler, bising (-).

Abdomen
Inspeksi

: Datar, pulsasi epigastrium (-), eversi umbilikalis (-),


sikatrik(-), stria (-),

Auskultasi

: Peristaltik (+) normal, suara abnormal (-)

Palpasi

: Nyeri tekan epigastrik (+), nyeri ketok ginjal (-), defans


musculer (-), murphy sign (-), hepatomegali (-),
splenomegali (-), nyeri ketok costovertebra (-/-)

Perkusi

: Timpani diseluruh regio abdomen

Ekstremitas

Tabel 2.2 Pemeriksaan ekstremitas


Superior

Inferior

Kanan

Kiri

Kanan

Kiri

Pucat

(-)

(-)

(-)

(-)

Edema

(-)

(-)

(-)

(-)

Akral Dingin

(-)

(-)

(-)

(-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


2.4.1

Laboratorium Darah (1/6/2016)


Hemoglobin
Eritrosit
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Eos/Baso/NB/NS/Lim/Mono
GDS
Ureum/kreatinin
Na/K/Cl/

10,2 g/dL
4,1 x 106 / mm3
7,8 x 103 / mm3
33 %
95 x 103 / mm3
3/1/0/52/34/10
159 mg/dL
24/1,04 mg/dL
147/2,9/102

2.4.2 Foto Toraks (01/6/2016)


Kesimpulan Foto Thoraks :
Efusi

pleura

kanan.

Infiltrat di kedua paru.


Hilus
tidak

suram.

Jantung

membesar.

normal.

Aorta
Sinus

kostopfrenikus

kiri.

Diafragma,

dan

costae

jaringan lunak normal.


Gambar 2.1 Foto Toraks 1 Juni 2016
2.

Diagnosis Banding

- Pnemonia
- Tb paru
- Tumor paru
- Atelektasis
2.

Diagnosis Kerja

1. Empiema
2. Pneumonia
2.7

Penatalaksanaan

2.7.1

Non-Medikamentosa
1. Istirahat yang cukup
2. Kurangi melakukan aktivitas-aktivitas berat
3. Berhenti merokok

2.7.2. Medikamentosa
1. Bed rest
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr /12 jam
3. Curcuma 3x1 tab
4. Ventolin 1x1
5. Omeprazole 20 mg 2x1
6. KSR 2x1
2.8

Prognosis
Quo ad Vitam

: dubia ad bonam

Quo ad Functionam

: dubia ad bonam

Quo ad Sanactionam

: dubia ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Definisi
Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkim paru yang
disebabkan oleh mikroorganisme-bakteri, virus, jamur, parasit, namun pneumonia
juga dapat disebabkan oleh penyebab selain mikroorganisme (fisik, kimiawi,
alergi) sering disebut sebagai pneumonitis. Pneumonia merupakan proses
konsolidasi rongga udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat
inflamatori yang disebabkan oleh adanya infeksi. (1-4)
3.2. Insidensi
Kejadian pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ICU lebih sering
daripada pneumonia nosokomial (hospital-acquired) di ruangan umum, yaitu
dijumpai pada hampir 25% dari semua infeksi di ICU, dan 90% terjadi pada saat
ventilasi mekanik.(1)
Pneumonia semakin sering dijumpai pada orang-orang lanjut usia (lansia)
dan seirng terjadi pada penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Juga dapat terjadi
pada pasien dengan penyakit lain seperti diabetes mellitus (DM), payah jantung,
penyakit arteri koroner. Juga adanya tindakan infasive seperti infuse, intubasi,
traekostomi, atau pemasangan ventilator. Perlu diteliti faktor lingkungan
khususnya tempat kediaman misalnya di rumah jompo atau panti, penggunaan
antibiotik, obat suntik IV, serta keadaan alkoholik yang meningkatkan
kemungkinan terinfeksi kuman gram negative. Pasien-pasien pneumonia
komunitas juga dapat terinfeksi oleh berbagai jenis patogen yang baru. (1,8)
3.3 Etiologi
Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan
hal ini berdampak kepada obat yang akan diberikan. Pneumonia dapat disebabkan
oleh berbagai macam mikroorganisme, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa.
Dari kepustakaan pneumonia komuniti (community-acquired) yang diderita oleh
masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram positif, sedangkan
pneumonia di rumah sakit (nosokomial-acquired) banyak disebabkan bakteri
Gram negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan oleh bakteri

anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan


bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia
komuniti adalah bakteri Gram negatif. (1,2)
Tabel 1.1 Penyebab paling sering pneumonia yang didapat di masyarakat
(komunitas) dan nosokomial (rumah sakit)
Lokasi Sumber
Masyarakat (community-acquired)

Penyebab
Streptococcus pneumoniae
Mycoplasma pneumoniae
Haemophilus pneumoniae

Rumah sakit (hospital-acquired)

Chlamydia pneumoniae
Basil usus gram negative (misal, Escherchia coli,
Klebisiella pneumonia)
Pseudomonas aeruginosa
Staphylococcus aureus

3.4 Anatomi Paru-Paru


Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan letaknya
berada di rongga toraks. Masing-masing paru mempunyai apex yang tumpul, yang
menjorok ke atas, masuk ke leher sekitar 2,5 cm di atas clavicula, facies costalis
yang konveks, yang berhubungan dengan dinding dada, dan facies mediastinalis
yang konkaf yang membentuk cetakan pada pericardium dan struktur
mediastinum lain. Sekitar pertengahan permukaan kiri, terdapat hillus pulmonis,
suatu lekukan dimana bronchus, pembuluh darah

masuk ke paru-paru untuk

membentuk radix pulmonis. (9)


Paru-paru terbagi menjadi beberapa lobus : atas, tengah, dan bawah di
kanan, dan atas dan bawah kiri. Paru-paru dibungkus oleh suatu kantung tipis,
pleura. Pleura visceralis terdapat tepat di atas parenkim paru-paru, sedangkan
pleura parietalis melapisi dinding dada. Kedua pleura ini saling meluncur satu
sama lain selama inspirasi dan ekspirasi. (10)
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Cabang utama bronkus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.
Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil
sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus
di dekatnya oleh dinding tipis atau septum. Alveolus pada hakekatnya merupakan

suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jaringan kapiler sehingga batas antara
cairan dan gas membentuk tegangan permukaan yang cenderung mencegah
pengembangan saat inspirasi dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi. (9,11)

Gambar 3.1 Anatomi saluran pernapasan(9)


Fissura interlobaris yang diperlihatkan pada gambar di bawah ini terletak
di antara lobus paru-paru. Paru-paru kanan dan kiri mempunyai fissure obliq yang
dimulai pada dada anterior setinggi iga keenam pada garis midclavicula dan
memanjang lateral atas ke iga kelima di garis aksillaris media, berakhir pada dada
posterior pada prosessus spinosus T3. Lobus bawah kanan terletak di bawah
fissure obliq kanan, lobus atas dan tengah kanan terletak di atas fissure obliq
kanan. Lobus bawah kiri terletak di bawah fissure obliq kiri, lobus atas kiri
terletak di atas fissure obliq kiri. Fissura horizontal hanya ada di bagian kanan dan
memisahkan lobus atas kanan dan lobus tengah kanan. Fissura memanjang dari
iga keempat pada tepi sternum ke iga kelima pada garis aksillaris media.(10)

Gambar 3.2 Anatomi paru dan lobus


paru(9)
3.5 PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme
di paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila terjadi
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat berkembang
biak dan menimbulkan penyakit. Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada
kemampuan mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
-

Inokulasi langsung
Penyebaran melalui pembuluh darah
Inhalasi bahan aerosol
Kolonisasi dipermukaan mukosa
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara kolonisasi.

Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria


atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 mm melalui udara dapat
mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya terjadi proses infeksi. Bila
terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi
aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini
merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.(2)
Setelah mikroba samapai ke saluran napas bawah, maka ada empat rute
masuknya mikroba tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
-

Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu seperti


kasus neurologis dan usia lanjut

Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang digunakan

pasien
Hematogenik

Penyebaran langsung
Terjadi infeksi dalam alveoli, membran paru mengalami peradangan dan

berlubang-lubang sehingga cairan dan bahkan sel darah merah dan sel darah putih
keluar dari pembuluh darah masuk ke dalam alveoli. Dengan demikian, alveoli
yang terinfeksi disebarkan oleh perpindahan bakteri dari alveolus ke alveolus.
Lobus bagian bawah paru paling sering terkena karena mikroorganisme penyebab
yang paling sering adalah bakteri anaerob sehingga oksigenasi berkurang atau
tidak terlalu dibutuhkan, disamping itu juga karena efek gravitasi. (5,3,14)
Adapun cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman, misalnya
infeksi melalui droplet sering disebabkan Streptococcus pneumoniae, melalui
selang infus oleh Staphylococcus aureus sedangkan infeksi pada pemakaian
ventilator oleh Pseudomonas aeruginosa dan Enterobacter.(1)
Faktor resiko yang berkaitan dengan pneumonia yang disebabkan oleh
mikroorganisme adalah usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, diabetes
melitus, penggunaan ventilator mekanik, PPOK, immune defect, serta terapi
khusus. (6)
3.6 KLASFIKASI
A. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
1. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia= CAP)
2. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia= HAP)
3. Health Care Associated Pneumonia (HCAP)
4. Pneumonia pada penderita immunocompromised Host
5. Pneumonia aspirasi
B. Berdasarkan lokasi infeksi
1. Pneumonia lobaris
2. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)
3. Pneumonia interstisial
3.7 DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:
3.7.1 Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejalagejala meliputi:

1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan


2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadangkadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi.
3.7.2

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,

biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis


leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk
menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan
serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati.
Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik.

3.7.3 Gambaran Radiologis


Pada foto konvensional, secara umum tidak mungkin mendiagnosis suatu
agen penyebab infeksi dari jenis bayangannya saja. Sehingga dibutuhkan
keterangan klinis, laboratoris seperti jumlah leukosit dan hitung jenis. Oleh karena
itu pada dasarnya semua pemeriksaan saling melengkapi dan saling membantu
dalam menegakkan suatu diagnosis. (16,18)
American Thoracic Society merekomendasikan posisi PA (posteroanterior)
dan lateral (jika dibutuhkan) sebagai modalitas utama yang di gunakan untuk
melihat adanya pneumonia. Gambaran pneumonia pada foto toraks sebenarnya

sama seperti gambaran konsolidasi radang. Prinsipnya jika udara dalam alveoli
digantikan oleh eksudat radang, maka bagian paru tersebut akan tampak lebih
opaq pada foto Roentgen. Jika kelainan ini melibatkan sebagian atau seluruh lobus
disebut lobaris pneumoniae, sedangkan jika berupa bercak yang mengikutsertakan
alveoli secara tersebar maka disebut bronchopneumoniae. (16,19)
Adapun gambaran radiologis foto toraks pada pneumonia secara umum
antara lain: (16-19)
a. Perselubungan padat homogen atau inhomogen
b. Batas tidak tegas, kecuali jika mengenai 1 segmen lobus
c. Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.
Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/seperti pada atelektasis.
d. Air bronchogram sign adalah bayangan udara yang terdapat di dalam

Gambar 3.4 Gambaran air bronchogram pada foto toraks(23)

percabangan bronkus yang dikelilingi oleh bayangan opaq rongga udara


yang akan tampak jelas jika udara tersebut tergantikan oleh cairan/eksudat
akibat proses inflamasi. Pada saat kondisi seperti itulah, maka dikatakan
air bronchogram sign positif (+) (4,19,20)

e. Sillhoute sign adalah suatu tanda adanya dua bayangan benda (objek) yang
berada dalam satu bidang seakan tumpang tindih. Tanda ini bermanfaat
untuk menentukan letak lesi paru ; jika batas lesi dengan jantung hilang,
berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau di lobus medius
kanan. Maka akan disebut sebagai sillhoute sign (+) (4,22)

Gambar 3.5 Gambaran shillhoute sign pada foto toraks(4)

I.

Pneumonia Lobaris
Berikut ilustrasi progresifitas konsolidasi pada pneumonia lobaris :

Gambar 3.6 Ilustrasi progresivitas konsolidasi pada pneumonia lobaris(19)


Pada gambar (A) memperlihatkan bahwa konsolidasi awalnya cenderung terjadi
di daerah paru dekat dengan pleura visceral dan lama kelamaan akan menyebar
secara sentripetal menuju ke pori-pori kohn (pore of kohn) yang selanjutnya akan
membentuk konsolidasi pada satu segmen (B), lalu daerah yang mengalami
konsolidasi tersebut sampai mengisi 1 lobus parenkim paru sehingga pada derah
bronkus yang terkena akan tampak dengan jelas air bronchogram sign (+).(19)

Gambar 3.7 Pada posisi PA dan lateral tersebut tampak perselubungan


homogen pada lobus paru kanan tengah dengan tepi yang tegas. Lapangan
paru lainnya masih tampak normal. Cor, sinus,diafragma tidak tampak
kelainan. Pnemonia lobaris ini paling sering disebabkan oleh Strep.
Pneumonia (19,21)

Gambar 3.8 Gambaran CT scan pada pneumonia(19)

Gambar di atas, menunjukkan foto CT-scan toraks resolusi tinggi dengan


memperlihatkan adanya perselubungan di lobus atas paru kanan. Tampak air
brochogram sign sepanjang bronkus lobus atas paru kanan dan gambaran ground
glass di tepi perselubungan dan paru normal.(19)
High resolution CT-scan sangat baik digunakan untuk melihat gambaran
pola dan distribusi pneumonia dibandingkan dengan foto konvensional seperti Xray. Namun jarang digunakan untuk mengevaluasi pasien yang curiga atau
dipastikan

pneumonia.

Akan

tetapi,

CT-scan

merupakan

pilihan

yang

direkomendasikan untuk menilai adanya kelainan non spesifik yang tidak di


temukan pada foto konvensional.(19)
II. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia)
Gambaran radiologi bronkopneumonia bercak berawan, batas tidak tegas,
konsolidasi dapat berupa lobular, subsegmental, atau segmental. Khas biasanya
menyerang beberapa lobus, hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris.
Lokasi predileksi bronkopneumonia biasanya hanya terjadi di lapangan paru
tengah dan bawah. (4,19,21)
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnya menyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan nodul
sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq (tree-in-bud
pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai daerah peribronkhial
dan akan berkembang menjadi lobular, subsegmental, atau segmental (B).
Selanjutnya proses konsolidasi tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata,
corakan bronkovaskular kasar akibat dinding cabang bronkus menjadi lebih tebal,
namun perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C) (19)

Gambar 3.9 Bentuk ilustrasi progresivitas konsolidasi pada bronkopneumonia(19)

Gambar 3.10 Pada foto toraks posisi PA di atas tampak perselubungan inhomogen pada
lobus medius di kedua lapangan paru. Bronchopneumonia ini sering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa. (19)

Gambaran CT-scan toraks memprlihatkan adanya nodul sentrilobular


(panah lurus), perselubungan di daerah lobus yang disertai dengan gambaran
ground-glass opacity (panah lengkung).

Gambar 3.11 Gambaran nodul sentrilobular dan ground-glass opacity pada CT scan
toraks pasien pneumonia

Kadang-kadang, pneumonia dapat meluas menjadi pneumonia necrosis


(necrotizing pneumonia). Tampak adanya perselubungan di lobus paru kanan atas
dan lobus paru kiri bawah. Tampak bulging fissure sign di lobus paru kanan atas.
(19)

Gambar 3.12 Gambaran bulging fissure sign (19)

II.

Pneumonia Interstisial
Umumnya jenis pneumonia intersisial ini disebabkan oleh virus. Infeksi

dari virus berawal dari permukaan dengan terjadinya kerusakan silia sel goblet
dan kelenjar mukus bronkioli, sehingga dinding bronkioli menjadi edematous.
Juga terjadi edema di jaringan interstisial peribronkial. Kadang-kadang alveolus
terisi cairan edema. Pneumonia interstisial dapat juga dikatakan sebagai
pneumonia fokal/difus, di mana terjadi infiltrasi edema dan sel-sel radang
terhadap jaringan interstisial paru. Septum alveolus berisi infiltrat limfosit,
histiosit, sel plasma dan neutrofil. Dapat timbul pleuritis apabila peradangan
mengenai pleura viseral.(17)

Gambar 3.13 Pada fase akut tampak gambaran bronchial cuffing, yaitu penebalan dan
edema dinding bronkiolus. Corakan bronkovaskular meningkat, hiperaerasi, bercakbercak inifiltrat dan efusi pleura juga dapat ditemukan. (19)

III.

Pneumonia Cystis Carinii


Di negara berkembang, pola penyakit pneumonia ini sering dipersulit

dengan adanya imunosupresi akibat infeksi human immunodeficiency virus (HIV).


Pola ini sulit dikenali, namun petunjuknya adalah pembuluh darah paru tampak
tidak berbatas tegas atau kabur dan paru tampak sedikit opaq. Tidak ditemukan
adanya air brochogram sign. Pola ini sering ditemukan pada infeksi pneumonia
Pneumocystis carinii yang diderita oleh pasien dengan imunosupresi terutama
akibat AIDS, infeksi mikoplasma dan infeksi virus.(4)

Gambar 3.14 Pneumonia cystis carinii(4)

Gambaran radiologi x-ray :


-

Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris atau pola reticulonodular

Utamanya cenderung mengisi daerah perihiler

Namun dapat juga meluas ke daerah atas dan bawah paru.(4,20)

Gambaran radiologi CT-scan Toraks :


-

Bayangan ground-glass opak yang bilateral simetris

Terkadang tidak rata dan menyebar. (20)

Gambar 3.15

ground-glass opak
pada CT scan toraks(20)

IV.

Pneumonia Aspirasi
Pneumonia aspirasi adalah masuknya benda atau zat asing, padat atau cair

ke dalam saluran pernafasan, inhalasi uap atau asap. Pneumonia ini biasanya juga
disebabkan oleh adanya flora orofaring normal yang teraspirasi ke dalam saluran
napas.(26)

Gambar 3.16 Gambaran foto toraks dan CT scan pneumonia aspirasi. Pada foto toraks
menunjukkan tampak perselubungan homogen bilateral di kedua lapangan paru yang
disertai dengan adanya endotracheal di atas carina. Kasus tersebut adalah seorang pria
usia 29 tahun, dengan riwayat cerebral palsy dan gangguan neurologis, di bawa ke
rumah sakit dengan kesadaran menurun.(26)

3.7.4 Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,


torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.
3.7.5 Patologi anatomi
Pada masa praantibiotik, pneumonia pneumokokkus mengenai seluruh
atau hampir seluruh lobus dan berkembang melalui empat stadium : kongesti,
hepatisasi merah, hepatisasi abu-abu, dan resolusi. Terapi antibiotik dini
mengubah atau menghentikan perkembangan ini, sehingga jika pasien meninggal,
kelainan anatomik yang tampak saat autopsi mungkin tidak sesuai dengan stadium
klasik. (27)
a. Kongesti (4-12 jam pertama), pada stadium ini, lobus yang terkena
menjadi berat, merah, sembab akibat adanya eksudat serosa masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) lobus paru tampak merah dan
bergranula karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit PMN mengisi
alveoli.
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) paru-paru menjadi kering, abu-abu, dan padat,
karena sel darah merah mengalami lisis sementara eksudat fibrinosa
menetap dan mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

d. Resolusi (7-11 hari) eksudatnya di dalam alveolus dicerna secara enzimatis


sehingga mengalami lisis dan direabsorpsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali pada strukturnya semula. (2,3,27)
Pada pola bronkopneumonia, fokus konsolidasi peradangan distribusi dalam
bercak-bercak di satu atau beberapa lobus, terutama di lateral dan basal. Lesi yang
sudah tebentuk sempurna dengan garis tengah 3 atau 4 cm tampak sedikit
meninggi dan berwarna merah abu-abu hingga kuning. (27)

Gambar 3.17 Gambaran patologi anatomi konsolidasi pada pneumonia (27)

Pada gambar bagian kiri menunjukkan gambaran makroskopik pneumonia lobaris


dengan hepatisasi abu-abu. Lobus bawah mengalamai konsolidasi yang merata.
Pada gambar bagian kanan menunjukkan adanya neutrofil di dalam rongga
alveolus. Hal ini disertai kongestif kapiler septum dan eksudat fibrinosa, yang
terjadi akibat peningkatan permeabilitas kapiler.(27)

3.8

Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme


dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : (2)
1. Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2. Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
3. Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.
Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.
Secara umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat
dilihat sebagai berikut :
Tabel 1.2 Terapi Empirik Antibiotik Awal Untuk Pneumonia

Patogen Potensial
Streptococcus pneumonia

Antibiotik yang Disarankan


Seftriaxon, Levofloksasin,

Haemophilus influenza

Moksifloksasin, atau

Bakteri gram (-) sensitif antibiotic :


Escherichia
coli
(Klebsiella

Ciprofloksasin
Ampisilin/sulbaktam atau

pneumonia, Enterobacter spp., Serratia

Ertapenem

marcescens)
Catatan : Karena Streptococcus pneumonia yang resisten penisilin semakin sering
terjadi maka, levofloksasin, moksifloksasin lebih dianjurkan. (1,2)

Terapi suportif dapat berupa :


1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%
berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah
2. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk
dan napas dalam.
3. Pengaturan Cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada
pneumonia, dan paru lebih sensitive pada pembebanan cairan terutama bila
terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur
dnegan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal.
Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
4. Bila terdapat gagal napas , diberikan nutrisi dari lemak (50%) hingga dapat
dihindari produksi CO2 yang berlebihan. (1)
3.9

Prognosis
Pada umumnya prognosisnya adalah baik, tergantung dari faktor penderita,

bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan
yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita
yang dirawat.
3.10

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumonia ekstrapulmoner,

misalnya pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteremia dijumpai pada 10%


kasus berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, empiema.
(1,15)

3.11

Pencegahan
Untuk pneumonia komunitas (community-acquired), dapat dicegah dengan

pemberian vaksinasi pada penghuni rumah jompo atau rumah penampungan

penyakit kronik dan usia > 65 tahun, sedangkan pencegahan pada pneumonia
nosokomial (hospital-acquired) ditujukan kepada upaya program pengawasan dan
pengontrolan infeksi termasuk pendidikan staf pelaksana, pelaksanaan teknik
isolasi, dan praktek pengontrolan infeksi. Salah satau contoh tindakan
pencegahannya yaitu berupa pembatasan pemakaian selang nasogastrik atau
endotrakeal atau pemakaian obat sitoprotektif sebagai pengganti antagonis H2 dan
antacid.(1)
3.12 Diagnosis Banding
3.12.1 TB Paru

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang


disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk
lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan
gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu
makan dan penurunan berat badan.(7)

Gambar 3.18 Gambaran kavitas pada TB paru


3.12.2 Tumor Paru

Gambaran klinis tumor paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru
lainnya, terdiri dari keluhan subjektif dan objektif. Dari anamnesis akan didapat

keluhan utama dan perjalanan penyakit, serta faktor-faktor lain yang sering sangat
membantu tegaknya diagnosis. Keluhan utama dapat berupa: (2)

Batuk-batuk dengan atau tanpa dahak (dahak putih dapat juga purulen)
Batuk darah
Sesak nafas
Suara serak
Sakit dada
Sulit/sakit menelan
Benjolan di pangkal leher

Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan


rasa nyeri yang hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat

metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di
otak, pembesaran hepar ata patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang tidak khas
seperti: (2)

Berat badan berkurang


Nafsu makan hilang
Demam hilang timbul
Sindrom paraneoplastik, seperti hipertrofik pulmonary osteoarteopathy,
trombosis vena perifer, dan neuropati.
Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat dilihat bila massa

tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1cm. Tanda yang mendukung keganasan
adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura, tumor satelit tumor, dll.(2)
Pada foto tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke dinding dada, efusi
pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner. Sedangkan keterlibatan KGB
untuk menentukan nodul agak sulit ditentukan dengan foto toraks saja.(2)

Gambar 3.19 Gambaran foto toraks tumor paru

3.12.3 Atelektasis

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak


sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang
tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan
pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan
mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal
space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru
yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.(7)

Gambar 3.20 Gambaran atelektasis pada foto toraks proyeksi PA

BAB IV
MODALITAS RADIOLOGI
4.1 Pemeriksaan Radiologi pada Pneumonia
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi utama yang
bertanggung jawab terhadap angka kesakitan dan angka kematian yang signifikan
di seluruh dunia. Pemeriksaan radiologi memiliki peranan yang penting dalam
diagnosis dan tatalaksana pasien pneumonia. Modalitas radiologi yang paling
bermanfaat dalam pemeriksaan pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
pneumonia adalah foto toraks atau chest x-ray dan computed tomography (CT)
scan.(28)
Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan konvesional dengan
harga yang terjangkau dan dapat dengan cepat menunjukkan kelainan yang paru
yang terjadi. Pemeriksaan foto toraks merupakan pemeriksaan penunjang awal
yang penting pada semua pasien yang dicurigai terinfeksi pneumonia.
Berdasarkan American Thoracic Society guidelines, pemeriksaan foto toraks
dengan posisi posteroanterior (dan lateral jika diperlukan) harus dilakukan pada
semua pasien dewasa yang dicurigai menderita pneumonia. Pada kebanyakan
kasus hasil yang didapatkan dari gambaran foto toraks dapat mendiagnosis
pneumonia tanpa memerlukan pemeriksaan radiograpis tambahan.(28,29)
CT-scan merupakan pemeriksaan tambahan yang bermanfaat terhadap
pemeriksaan foto toraks. Meskipun kegunanan CT dalam diagnosis pneumonia
masih diragukan, penggunaan CT bermanfaat sebagai pemeriksaan tambahan pada
pasien dengan hasil gambaran foto toraks yang tidak jelas.(30)
4.1.1 Foto Toraks
Pemeriksaan radiologi paruparu atau yang lebih dikenal dengan
pemeriksaanfototoraksmerupakanpemeriksaanyangsangatpenting.Kemajuan
yangpesatselamadasawarsaterakhirdalamteknikpemeriksaanradiologistoraks
dan pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks menyebabkan
pemeriksaantoraksdengansinarroentgeninimenjadisuatukeharusanyangrutin.
Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan roentgen saat ini dapat dianggap tidak
lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum

dilakukan pemeriksaan radiologi. Selain itu,berbagai kelainan dini dalam paru


juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada fotoroentgensebelum timbul gejala
gejalaklinis.(16)
Pemeriksaan foto toraks atau sering disebut chest xray bertujuan
menggambarkan secara radiografi organ pernapasan yang terdapat di dalam
rongga dada. Foto toraks digunakan untuk mendiagnosis banyak kondisi yang
melibatkan dinding toraks, tulang toraks, dan struktur yang berada di dalam
kavitastorakstermasukparuparu,jantung,dansaluransaluranyangbesar.(16)

Gambaran radiologis foto toraks pada penyakit pneumonia antara lain:


Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau segmen

paru secara anatomis.


Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru mengecil.

Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada atelektasis.


Silhouette sign (+): bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru; batas lesi
dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan dengan jantung atau

di lobus medius kanan.


Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang paling

akhir terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak air bronchogram sign (terperangkapnya


udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara pada alveolus).
Foto toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia,

hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya penyebab


pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae,
Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran
bronkopneumonia

sedangkan

Klebsiela

pneumonia

sering

menunjukan

konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai
beberapa lobus. Gambaran lainnya dapat berupa bercak-bercak dan kavitas.
Kelainan radiologis yang lain yang khas yaitu penebalan (bulging) fisura
interlobar. Pneumonia yang disebabkan oleh kuman pseudomonas sering
memperlihatkan infiltrate bilateral atau gambaran bronkopnemonia.(2)

1.Pneumonia Lobaris
Foto Toraks

Gambar 4.1 gambaran foto toraks pada pneumonia lobaris(19)


Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu
segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral) atau bercak yang mengikutsertakan
alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya ditemukan pada pneumonia jenis ini.

2.

Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)


Foto Toraks

Gambar 4.2 Gambaran foto toraks bronchopneumonia(21)


Gambar di atas merupakan pneumonia yang terjadi pada ujung akhir
bronkiolus yang dapat tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus. Pada gambar di atas tampak konsolidasi tidak
homogen di lobus atas kiri dan lobus bawah kiri.(19
3.

Pneumonia Interstisial
Foto Toraks

Gambar 4.3 Foto toraks pneumonia interstisial(19)


Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial
prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih terlihat,
diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.(19)

4.1.2CTScan
CT-scan merupakan pemeriksaan tambahan yang bermanfaat terhadap
pemeriksaan foto toraks. Terdapat sejumlah literatur yang menunjukkan bahwa
CT merupakan pemeriksaan yang sensitif dan dan mampu menghasilkan
gambaran paru dengan resolusi yang sangat baik dan gambaran anatomi yang
menyerupai bentuk patologis aslinya. Gambaran asinar nodul, ground-glass
opacities, konsolidasi, air bronchogram, dan distribusi sentrilobular atau
perilobular dapat dilihat lebih baik dengan menggunakan CT dibandingkan foto
toraks.(28)
Meskipun demikian, penggunanan CT dalam diagnosis pneumonia masih
diragukan. Beberapa penelitian menunjukkan kegunaan CT dalam diagnosis
pneumonia terbatas pada keadaan-keadaan berikut: gambaran opasitas abnormal
yang tidak dapat dibedakan dari penyakit lain pada pemeriksaan foto toraks;
gambaran opak dengan bentuk ground glass, patch, atau linier/retikular pada foto
toraks; konfirmasi efusi pleura; pemeriksaan pada pasien neutropenia dengan
demam yang tidak diketahui sebabnya. Meskipun tidak direkomendasikan sebagai
pemeriksaan awal dalam diagnosis pneumonia, penggunaan CT bermanfaat
sebagai pemeriksaan tambahan pada pasien dengan hasil gambaran foto toraks
yang tidak jelas.(28,30)

1. Pneumonia Lobaris
CT Scan

Gambar 4.4 CT scan toraks pada pneumonia lobaris. Hasil CT dada ini menampilkan
gambaran hiperdens di lobus atas kiri sampai ke perifer.(28)

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)


CT Scan

Gambar 4.5 Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak
menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial
CT Scan

Gambar 4.6 Gambaran CT scan pneumonia interstisial pada seorang pria berusia 19
tahun. (A) menunjukkan area konsolidasi di percabangan peribronkovaskuler yang
irreguler. (B) CT scan pada hasil follow up selama 2 tahun menunjukkan area
konsolidasi yang irreguler tersebut berkembang menjadi bronkiektasis atau
bronkiolektasis (tanda panah).(19)

BAB V
KESIMPULAN
Pneumonia adalah peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Pada pnemonia paru-paru mengalami proses konsolidasi rongga
udara akibat rongga udara alveolar terisi dengan eksudat inflamatori yang
disebabkan oleh adanya infeksi. Pemeriksaan radiologi yang dianjurkan adalah
foto toraks, baik untuk mendeteksi adanya pneumonia maupun evaluasi terapi.
Pemeriksaan foto toraks dianjurkan untuk dilakukan pada semua pasien yang
dicurigai mengalami infeksi pneumonia. Pemeriksaan CT-scan dapat dilakukan
sebagai pemeriksaan radiologis tambahan apabila pada pemeriksaan foto toraks
didapatkan gambaran patologis yang tidak jelas atau sulit dibedakan dengan
penyakit paru lain.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Dahlan, Zul. Pneumonia. In: Sudoyo, Aru W dkk. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jakarta: Interna Publishing. 2009; hal 2196200, 2203-05

2.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Komuniti. Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-6

3.

Wilson, M Lorraine. Penyakit Pernapasan Restriktif. In: Price, Sylvia A.,


Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume 2. Jakarta. Penerbit EGC.
2003; hal 804-806

4.

Corr, Peter. Fot Toraks normal dan Infeksi Paru. In: Ramadhani, Dian.,
Dwijayanthi, Linda., Dharmawan, Didiek. Mengenali Pola Foto-Foto
Diagnostik (terjemahan dari Patterm Recognation in Diagnostic Imaging).
Jakarta: Penerbit EGC. 2010; hal 28, 33-5

5.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pneumonia Nosokomial. Pedoman


Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. 2003; hal 2-5

6.

Djojodibroto, Darmanto. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta.


Penerbit EGC. 2007; hal 136-142

7.

Kasper L, Dennis et all. Pneumonia in Harrisons Principles of Internal


Medicine 17th Edition. United States of America: McGraww Hill Companies,
Inc. 2008; Chapter 251

8.

Wilson, Walter R., Sande, Mele A. Tracheobronchitis and Lower


Respiratory Tract Infections. In: Wilson, Walter R et all. Current Diagnosis
and Treatment in Infectious Disease. United States of America: McGraww
Hill Companies, Inc. 2001; Part 10

9.

Ellis, Harold. Clinical Anatomy. USA. BlackWell Publishing. 2006; page


20, 23-4

10.

Swartz, Mark H. Textbook of Physical Diagnosis: History and


Examination. New York. Elsevier. 2014; hal 155-7

11.

Waugh, Anne., Grant, Allison. Anatomy and Physiology in Health and


Illness. Ninth Edition. Spain. Elsevier Limited. 2004; page 248, 262-3

12.

Fanz, Omar., Moffat, David. Anatomy at A Glance. UK. BlackWell


Publishers Company. 2002; page 15, 17

13.

Gunderman B, Richard. Essential Radiology Second Edition. New York.


Thieme Medical Publishers. 2006; page 69,78

14.

Guyton C, Arthur., Hall, John E. Textbook of medical Physiology. In:


Setiawan, Irawati. Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. 1997: hal 673-4

15.

McPhee, Stephen J., Papapdokis, Maxine A. Current Medical Diagnosis


and Treatment. California. McGraw Hill. 2008; Part Pulmonology

16.

Nurlela Budjang. Radang Paru Tidak Spesifik. In: Rasad, Sjahriar.


Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal
101

17.

Sutarto, Ade Satriyani., Budyatmoko, Bambang., Darmiati, Sawitri.


Radiologi Anak. In: Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua
Jakarta. Balai Penerbit FK UI. 2009: hal 400-1

18.

Patel, Pradip R. Radiologi Lecture Notes. Jakarta. EMS. 2009; hal 36-7

19.

Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of


Pulmonary Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part
Bacterial Pneumonia, page 21-8

20.

Muller, Nestar L., Franquet Tomas., Kyung Soo, Lee. Imaging of


Pulmonary Infections 1st edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007; Part
Immunocompromised Host, page 161-2

21.

Ketai, Loren., Lofgren, Richard., Mecholic, Andrew J. Fundamental of


Chest Radiology. Second Edition. Philadelphia: Elsevier, Inc. 2006; page 1069, 110-1

22.

Colak, Errol., Lofaro, Anthony. Clinical and Radilogy Atlas. Webexe.


2003: Part Chest Imaging, air space (air bronchogram and sillhoutte sign)

23.

Eastman, George W., Wald Christoph., Crossin, Jane. Getting Started in


Clinical Radiology. New York. Thieme Stuttgart. 2006; page 49-50

24.

Tsue J., Betty, Lyu E, Peter. Chest Radiography. In: Atlas of the Oral and
Maxillofacial Surgery Clinics. USA. WBS. 2002; Part Viral and Bacterial
Pneumonia

25.

Ahuja, A.T., Antonio, G.F., Yuen H.Y. Case Studies in Medical Imaging.
NewYork. Cambridge University Press. 2006; 23-4

26.

Lee, Jaw. Aspiration of Imaging. In: Lin, Eugene C. Pneumonia. Available


from www.medscape.com updated May 25, 2011

27.

Vinay K, Ramzi S, Cotran, Stanley L, Robbins. Textbook of Pathology. In:


Hartanto, huriawati., Darmaniah, Nurwany., Wulandari, Nanda. Buku Ajar
Patologi Edisi 7 Volume 2. Jakarta: EGC. 2007; hal 537-9, 540

28. Franquet T. Imaging of Pneumonia: trends and algorithms. Eur Resp J 2001;
18: 196-208
29. American thoracic society. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med 2001; 163:
1730-54.
30. Shiley KT, Van Deerlin VM, Miller WT. Chest CT features of communityacquired respiratory viral infections in adult inpatients with lower respiratory
tract infections. J Thorac Imaging. 2010. 25(1):68-75

Anda mungkin juga menyukai