Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .

Hematothoraks atau hemothoraks adalah akumulasi darah pada rongga


intrapleura. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah sistemik maupun
pembuluh darah paru. Pada trauma, yang tersering perdarahan berasal dari arteri
interkostalis dan arteri mammaria interna.
Hematothorax yang tidak berhubungan dengan trauma jarang terjadi dan
dapat disebabkan oleh berbagai penyebab . Identifikasi dan pengobatan traumatik
hematothorax adalah bagian penting dari perawatan pasien yang terluka
Hematothorax mengacu pada mengumpulnya darah dalam rongga pleura .
Walaupun beberapa penulis menyatakan bahwa nilai hematokrit setidaknya 50 %
diperlukan untuk mendefinisikan hematothorax ( dibandingkan dengan berdarah
efusi pleura ) , sebagian besar tidak setuju pada perbedaan tertentu . Meskipun
etiologi paling umum adalah hematothorax tumpul atau trauma tembus , itu juga
dapat hasil dari sejumlah nontraumatic menyebabkan atau dapat terjadi secara
spontan
Pentingnya evakuasi awal darah melalui luka dada yang ada dan pada saat
yang sama , menyatakan bahwa jika perdarahan dari dada tetap , luka harus
ditutup dengan harapan bahwa adanya tekanan intrathoracic akan menghentikan
perdarahan. Jika efek yang diinginkan tercapai , luka dapat dibuka kembali
beberapa hari kemudian untuk evakuasi tetap beku darah atau cairan serosa.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya
hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan
intervensi operasi. Hematotoraks akut yang cukup banyak yang terlihat pada foto
toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut
akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya
bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor
kehilangan darah selanjutnya.
Oleh karena itu,penting bagi kita untuk mengetahui dan memahami tentang
penyebab, penegakan diagnosis, serta penatalaksanaan pasien hematothorax.

1
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

a) Anatomi Toraks

Rongga thorax dibatasi oleh iga-iga, yang bersatu di bagian belakang pada
vertebra thoracalis dan di depan pada sternum. Kerangka rongga thorax,
meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut terdiri dari sternum, 12
vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago dari 6 iga memisahkan articulatio
dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk tepi kostal
sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas
clavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka
tusuk1

Gambar 1 . (a) Anterior view dinding toraks. (b). Posterior view dari
dinding toraks

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding


anterior thorax. Musculus latissimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan musculus
gelang bahu lainnya membentuk lapisan musculus posterior dinding posterior
thorax. Tepi bawah musculus pectoralis mayor membentuk lipatan/plika axillaris
posterior. Dada berisi organ vital yaitu paru dan jantung. Pernafasan berlangsung
dengan bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot
pernafasan yaitu musculus interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga
dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui trakea dan bronkus1.

2
Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah dan
limfatik. Disana terdapat pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal
kebocoran udara dan kapiler. Pleura visceralis menutupi paru dan sifatnya sensitif,
pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama ± sama dengan
pleura parietalis, yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma. Pleura
sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi
paru ± paru normal, hanya ruang potensial yang ada1.
Diafragma bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam
kartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal, bagian
muskuler melengkung membentuk tendo sentral. Nervus frenikus mempersarafi
motorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik
setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru paru selama respirasi
biasa / tenang sekitar 75%.

Gambar 2 . Skematik anatomi dinding dada.

a) Fisiologi Pernapasan
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan
yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti
yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama
inspirasi, volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga
terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus

3
mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus
mengangkat iga-iga2.
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus
relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam
rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume
toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal.
Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara
mengalir keluar dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama
kembali pada akhir ekspirasi2.

Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas


melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 μm).
Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara
darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam atmosfir pada permukaan laut
besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di
alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekiktar 103
mmHg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara
inspirasi tercampur dengan udara dalam ruangan sepi anatomik saluran udara dan
dengan uap air. Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang
jauh lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir4.

Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di


kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari total
waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa paru-paru
normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa penyakit misal;
fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat sehingga ekuilibrium
mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu berolahraga dimana waktu kontak total
berkurang. Jadi, blok difusi dapat mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak
diakui sebagai faktor utama2.

4
Adapun fungsi dari pernapasan adalah :

1. Ventilasi: memasukkan/mengeluarkan udara melalui jalan napas ke


dalam/dari paru dengan cara inspirasi dan ekspirasi. Untuk melakukan fungsi
ventilasi, paru-paru mempunyai beberapa komponen penting, antara lain4 :

a. Dinding dada yang terdiri dari tulang, otot, saraf perifer.

b. Parenkim paru yang terdiri dari saluran napas, alveoli, dan pembuluh
darah.

c. Dua lapisan pleura, yakni pleura viseralis yang membungkus erat


jaringan parenkim paru, dan pleura parietalis yang menempel erat ke
dinding toraks bagian dalam. Di antara kedua lapisan pleura terdapat rongga
tipis yang normalnya tidak berisi apapun.

d. Beberapa reseptor yang berada di pembuluh darah arteri utama.

2. Distribusi: menyebarkan/mengalirkan udara tersebut merata ke seluruh


sistem jalan napas sampai alveoli .

3. Difusi: oksigen dan CO2 bertukar melalui membran semipermeabel pada


dinding alveoli (pertukaran gas) .

4. Perfusi: Darah arterial di kapiler-kapiler meratakan pembagian muatan


oksigennya dan darah venous cukup tersedia untuk digantikan isinya dengan
muatan oksigen yang cukup untuk menghidupi jaringan tubuh.
Volume paru-paru dibagi menjadi empat macam, yakni:
a. Volume tidal merupakan volume udara yang diinspirasikan dan
diekspirasikan pada setiap pernapasan normal.
b. Volume cadangan merupakan volume tambahan udara yang dapat
diinspirasikan di atas volume tidal normal.
c. Volume cadangan ekspirasi merupakan jumlah udara yang masih dapat
dikeluarkan dengan ekspirasi kuat setelah akhir suatu ekspirasi.
d.Volume residual adalah volume udara yang masih tersisa di dalam paru-
paru setelah melakukan ekspirasi kuat.

5
Dalam menguraikan peristiwa-peristiwa pada siklus paru-paru, juga
diperlukan kapasitas paru-paru yaitu2:
1. Kapasitas inspirasi.
2. Kapasitas residual fungsional.
3. Kapasitas vital paksa.
4. Kapasitas total paru-paru.

Setiap kegagalan atau hambatan dari rantai mekanisme tersebut akan


menimbulkan gangguan pada fungsi pernapasan, berarti berakibat kurangnya
oksigenasi jaringan tubuh. Hal ini misalnya terdapat pada suatu trauma pada
thoraks. Selain itu maka kelainan-kelainan dari dinding thoraks menyebabkan
terganggunya mekanisme inspirasi/ekspirasi, kelainan-kelainan dalam rongga
thoraks, terutama kelainan jaringan paru, selain menyebabkan berkurangnya
elastisitas paru, juga dapat menimbulkan gangguan pada salah satu/semua fungsi-
fungsi pernapasan tersebut2.

2.2 DEFINISI

Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding


dada dan paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada,
parenkim paru–paru, jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya
merupakan akibat dari trauma tumpul atau tajam. Ini juga mungkin merupakan
komplikasi dari beberapa penyakit5.
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga
thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya
terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah
pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan
darahnya ke rongga pleura2.

6
2.3 ETIOLOGI

Penyebab utama hematothoraks adalah trauma, seperti luka penetrasi pada


paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada. Trauma tumpul pada
dada juga dapat menyebabkan hematothoraks karena laserasi pembuluh darah
internal 5.
Menurut Magerman (2010) penyebab hematothoraks antara lain :
1. Penetrasi pada dada
2. Trauma tumpul pada dada
3. Laserasi jaringan paru
4. Laserasi otot dan pembuluh darah intercostal
5. Laserasi arteri mammaria interna
Secara umum, penyebab terjadinya Hematotoraks adalah sebagai berikut :

a).Traumatis

- Trauma tumpul.
- Penetrasi trauma (Trauma tembus, termasuk iatrogenik).
b). Non traumatic atau spontan

- Neoplasia (primer atau metastasis).


- Diskrasia darah, termasuk komplikasi antikoagulasi.
- Emboli paru dengan infark.
- Robek adhesi pleura berkaitan dengan pneumotorax spontan.
- Bullous emfisema.
- Tuberkulosis.
- Paru atriovenosa fistula.
- Nekrosis akibat infeksi.
- Telangiektasia hemoragik herediter.
- Kelainan vaskular intratoraks non pulmoner.
- Sekuestrasi inralobar dan ekstralobar.
- Patologi abdomen.

Hemothoraks massif lebih sering disebabkan oleh luka tembus


yang merusak pembuluh darah sistemik atau pembuluh darah pada hilus paru.

7
2.4 PATOFISIOLOGIS

Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara


pleura viseralisdan pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul
atau trauma tajam pada dada, yang mengakibatkan robeknya membran serosa
pada dinding dada bagian dalam atau selaput pembungkus paru. Robekan ini akan
mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura, yang akan menyebabkan
penekanan pada paru3.

Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria


interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di
dalam rongga toraks2.

Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua


gangguan dari jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic.
Respon fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik ditentukan
oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah2.

Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan


kecepatan kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria
70-kg seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala awal
syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah)2.

Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk


terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70-kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah2.

Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan ventilasi

8
dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka pada dinding
dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan pasien mengalami
dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah yang
diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan
cadangan paru dan jantung yang mendasari2.

Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax


berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan
utama2.

Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru,


dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan beberapa derajat
defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap terjadi. Dalam beberapa
jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan enzim pleura
dimulai2.

Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein cairan


pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik
tinggi intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan
sekitarnya yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan
cara ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah2.

Dua keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari


hemothorax adalah empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi
bakteri pada hemothorax. Jika tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar,
hal ini dapat mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis2.

Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam hemothorax


yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paru-paru tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya2.

9
Hemotoraks traumatik

trauma laserasi pembuluh darah atau struktur parenkim paru perdarahan


darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks5.

Gambar 3 . Skema Patofisiologi Trauma Toraks

2.6 KLASIFIKASI

Pada orang dewasa secara teoritis hematothoraks dibagi dalam 3 golongan,


yaitu:

a. Hematothoraks ringan
 Jumlah darah kurang dari 400 cc
 Tampak sebagian bayangan kurang dari 15 % pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IX
b. Hematothoraks sedang
 Jumlah darah 500 cc sampai 2000 cc
 15% - 35% tertutup bayangan pada foto thoraks

10
 Perkusi pekak sampai iga VI
c. Hematothoraks berat
 Jumlah darah lebih dari 2000 cc
 35% tertutup bayangan pada foto thoraks
 Perkusi pekak sampai iga IV

Gambar 4 . Klasifikasi hemotoraks a. Ringan b. Sedang c. Berat

2.6 GEJALA KLINIS

Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di


dinding dada. Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri.
Kadang-kadang anemia dan syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala
yang pertama muncul. Secara klinis pasien menunjukan distress pernapasan berat,
agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, di
ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah jantung 3
Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan dalam 2 area
mayor:
a. Respon hemodinamik
Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang
terjadi. Tanda-tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang lemah dapat
muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah
b. Respon respiratori

11
Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada
kasus trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika
terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar
dapat menimbulkan dispnea3.

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan


hilangnnya darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan
perubahan hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala
gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun)3.

Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik


namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan
hemothoraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan
menunjukan symptom, diantaranya:
 Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
 Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral
dingin
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓
- Kehilangan banyak darah vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh
darah berkurang
 Tachycardia
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output
↓ hipoksia kompensasi tubuh takikardia
 Dyspnea
- Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga
pleura pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak
napas.
- Darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat kompensasi tubuh takipneu
dan peningkatan usaha bernapas sesak napas.

12
 Hypoxemia
- Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar
O2 dalam darah ↓
 Takipneu
- Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas takipneu.
- Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output
↓ hipoksia kompensasi tubuh takipneu.
 Anemia
 Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena.
- Akumulasi darah yang banyak menekan struktur sekitar mendorong
trakea ke arah kontralateral.
 Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
 Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena
- Suara napas adalah suara yang terdenger akibat udara yang keluar dan
masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura pertukaran udara
tidak berjalan baik suara napas berkurang atau hilang.
 Dullness pada perkusi (perkusi pekak)
- Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak saat diperkusi (Suara
pekak timbul akibat carian atau massa padat).
 Adanya krepitasi saat palpasi.

2.7 DIAGNOSA

Penegakkan diagnosis hemothoraks berdasarkan pada data yang diperoleh


dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa
didapatkan penderita hemothoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga
bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan
pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasanya tidak tampak kelainan,
mungkin didapatkan gerakan napas tertinggal atau adanya pucat karena
perdarahan. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan
pada auskultasi didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan menghilang6.

13
Pemeriksaan penunjang untuk diagnostik, diantaranya:
 Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi
cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya mediastinum shift
(menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest x-ray sebagi
penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif dibandingkan lainnya6.

Gambar 5 . Chest xray Hematotoraks Kanan

• CT Scan : diindikasikan untuk pasien dengan hemothoraks minimal,


untuk evaluasi lokasi clotting (bekuan darah) dan untuk menentukan kuantitas
atau jumlah bekuan darah di rongga pleura6.

Gambar 6 . CT-scan Hematotoraks

• USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST dan diindikasikan


untuk pasien yang tidak stabil dengan hemothoraks minimal6.

14
Gambar 7 . USG toraks pada pasien Hematotoraks

 Nilai AGD : Hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang


menyebabkan asidosis respiratori. Saturasi O2 arterial mungkin
menurun pada awalnya tetapi biasanya kembali ke normal dalam
waktu 24 jam.
 Cek darah lengkap : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukan
jumlah darah yang hilang pada hemothoraks.
 Torakosentesis : Menunjukkan darah/cairan serosanguinosa
(hemothoraks).

2.7 DIAGNOSIS BANDING


KONDISI PENILAIAN
Tension pneumothorax • Deviasi Tracheal
• Distensi vena leher
• Hipersonor
• Bising nafas (-)
Massive hemothorax • ± Deviasi Tracheal
• Vena leher kolaps
• Perkusi : dullness
• Bising nafas (-)
Cardiac tamponade • Distensi vena leher
• Bunyi jantung jauh dan lemah
• EKG abnormal

15
2.7 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan


hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah
serta udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan
hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan
infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik5.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan
hemothoraks adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat
dilakukan dengan cara2:
 Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage
merupakan terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi
chest tube melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara.
Pemasangannya selama beberapa hari untuk mengembangkan paru ke
ukuran normal.
 Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
 Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

 Perdarahan di rongga dada (hemothorax)


 Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax
or hemothorax)
 abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
 Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube
thoracostomy adalah sebagai berikut:
 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan
menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau
ICS VII posterior Axillary Line
 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn
lidokain

16
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan
selanjutnya dihubungkan dengan WSD (Water Sealed
Drainage)
 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

Gambar pemasangan chest tube

• Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi


rongga dada ketika hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.
Thoracotomy juga dilakukan ketika hemothoraks parah dan chest tube sendiri
tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan
untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang
segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan di
antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat2.

Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :

 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube


 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik
 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

17
Gambar 5 . Prosedur torakotomi
• Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan
bekuan darah pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di
rongga pleura, tetapi hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya
perdarahan dan perlu tindakan operasi segera2.

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dapat berupa :
a. Kegagalan pernafasan (Paru-paru kolaps sehingga terjadi gagal napas dan
meninggal).
b. Fibrosis atau skar pada membran pleura.
c. Pneumothorax.
d. Pneumonia.
e. Septisemia.
f. Syok.
Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma
(otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan
kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps.
Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi
dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kematian5.

18
2.10 PROGNOSIS
Prognosis berdasarkan pada penyebab dari hemothoraks dan seberapa cepat
penanganan diberikan. Apabila penanganan tidak dilakukan segera maka kondisi
pasien dapat bertambah buruk karena akan terjadi akumulasi darah di rongga
thoraks yang menyebabkan paru-paru kolaps dan mendorong mediastinum serta
trakea ke sisi yang sehat.

19
BAB III

KESIMPULAN

Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga


thoraks akibat trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya
terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah
pembuluh darah atau kebocoran aneurisma aorta yang kemudian mengalirkan
darahnya ke rongga pleura.

Hemathothoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu oleh trauma


dan non-trauma. Penanganan dan tujuan pengobatan Hematothorax adalah untuk
menstabilkan pasien,mmenghentikan pendarahan, dan menghilangkan darah dan
udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hemotoraks dapat berupa resusitasi
cairan, pemasangan chest tube ( WSD ), sanpai Thoracotomy. Tergantung dari
derajat keparahannya.

Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui penyebab serta menangani


dengan cepat kasus ini karena dapat sangat menentukan prognosis yang akan
terjadi.

20
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratomo, Irandi Putra, dkk. 2013. Anatomi dan Fisiologi Pleura.
Departemen pulmonologi dan ilmu kedokteran Respirasi, FKUI/ RSUP
Persahabatan, Jakarta.
2. 2.Schwartz S, Shires G, Spencer F. Prinsip-prinsip Ilmu Bedah(Principles
of Surgery. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000.459-
64.
3. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005. 570-9.
4. Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC :
Jakarta.
5. Mancini, Mary C. Hemothorax. Tersedia di
http://emedicine.medscape.com/article/2047916-overview.
6. Gopinath N, Invited Arcticle Thoracic Trauma, Indian Journal of Thoracic
and Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.

21

Anda mungkin juga menyukai