DISUSUN OLEH :
Aswiani La Jumani
71220891077
DOKTER PEMBIMBING :
SMF PSIKIATRI
MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat melengkapi jurnal ini, untuk melengkapi
persyaratan kepaniteraan klinik senior dibagian SMF Psikiatri RSUD dr Pirngadi
Medan dengan judul “Depresi Pasca Skizofrenia”.
Penulis menyadari bahwa jurnal ini memiliki banyak kekurangan baik dari
kelngkapan teori dan bahasa yang diucapkan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk kesempurnaan
jurnal ini. Penulis berharap jurnal ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
(K.S.Wildan Anugrah)
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sindrom rotator cuff adalah gangguan yang paling sering didiagnosis pada
orangorang yang bekerja melibatkan pengangkatan lengan atas lebih dari 30 °
berulang atau berkelanjutan, gerakan berulang dapat mengiritasi otot dan
tendon dengan menempatkan tekanan terhadap tulang di bagian atas tulang
belikat. Ketika lengan dinaikkan berulang kali, tepi depan tulang belikat
(akromion) dapat menggesek seluruh rotator cuff (impingement syndrome
atau painful arc syndrome). Jika cedera rotator cuff diagnosis secara dini,
dapat dilaksanakan identifikasi dan pengobatan yang lebih efektif, sehingga
mencegah cedera lebih lanjut atau kerusakan.
Pekerja yang beresiko untuk terkena sindrom rotator cuff adalah pekerja
yang yang dibutuhkan untuk memindahkan beban berat berulang kali di atas
kepala mereka, seperti pelukis, tukang las, pekerja piring, dan pekerja rumah
jagal. Sindrom ini juga telah dilaporkan pada operator mesin jahit. Hal ini
juga dapat terjadi pada atlet yang terlibat dalam olahraga seperti berenang,
tenis, angkat besi, dan bisbol di mana lengan berulang kali mengangkat di
atas kepala. Pada usia yang lebih muda lebih mungkin untuk mengalami
sindrom rotator cuff sebagai akibat dari trauma, ketidakstabilan sendi bahu,
atau ketidakseimbangan otot. Pada orang tua, sindrom ini lebih sering
berhubungan dengan memakai kronis dan degenerasi bahu. Rotator cuff
syndrome paling umum terjadi di lengan yang lebih dominan.
Tahap Sindrom rotator cuff paling sering ditemukan pada pasien berusia di
bawah 25, tahap II terjadi paling sering pada orang antara 25 dan 40. Tahap
III terjadi terutama pada pasien di atas usia 50. Pada pria dapat terjadi rotator
cuff syndrome dua kali lebih sering sebagai perempuan, mungkin karena
aktivitas kerja seperti disebutkan di atas. Sindrom ini terjadi secara
independen dari ras, etnis, atau lokasi geografis.
Tes diagnostik lain untuk rotator cuff syndrome adalah skintigrafi tulang
dan CT scan, sering dengan media kontras (CTarthrography). Elektromiografi
(EMG) dan studi kecepatan konduksi saraf (NCVs) mungkin berguna jika
keterlibatan neurologis dicurigai.
Selama fase akut sindrom rotator cuff, pengobatan konservatif terdiri dari
istirahat dan modifikasi aktivitas, es, dan penggunaan (NSAID) tujuannya
adalah untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit dan mengembalikan
fungsi bahu yang normal. Kegiatan menyebabkan rasa sakit harus dilanjutkan
secara bertahap ketika rasa sakit hilang. Kadang-kadang suntikan kortison ke
dalam ruang di atas tendon rotator cuff (injeksi kortikosteroid subacromial)
membantu meringankan pembengkakan dan peradangan. Penerapan es ke
daerah lunak untuk 15 menit 3 sampai 4 kali sehari juga membantu dalam
program peregangan dan latihan penguatan untuk meningkatkan rentang
gerak. Pemulihan fungsi harus ditekankan. Program latihan dirumah adalah
penting untuk membantu mencegah kekambuhan.
Frozen shoulder karena trauma baik yang tidak disengaja maupun berupa
tindakan operatif medis dapat menyebabkan frozen shoulder. Proses inflamasi
disertai penyembuhan yang melibatkan pertumbuhan jaringan fibrous
berlebih didaerah bahu mendasari adanya rasa nyeri dan keterbatasan luas
gerak sendi pada pasien post trauma atau post pasca operasi tersebut.
Trauma dapat mengakibatkan terganggunya sistem Muskuluskeletal yang
meliputi otot,tulang,sendi,tendon,ligamen,shoulder serta jaringan ikat yang
mendukung dan mengikat jaringan dan organ bersama-sama. Salah satu
trauma yang diakibatkan dari serangkaian kegiatan tersebut adalah frozen
shoulder. Gejala klinisnya mencakup lingkup gerak sendi, keterbatasan otot
dan rasa nyeri karena tidak digunakan serta penyebabnya gangguan ini
merupakan respon autoimun terhadap rusaknya jaringan lokal.
Infra red menjadi salah satu modalitas fisioterapi dari beberapa modalitas
fisioterapi yang bertujuan untuk menurunkan nyeri. Infra red sendiri
mempunyai arti gelombang elektromagnetik yang banyak digunakan untuk
terapi dalam bidang ilmu kesehatan terutama fisioterapi, dengan karakteristik
panjang gelombang 770 nm smpai 106 nm serta mempunyai tujuan untuk
rileksasi dan pemanasan struktur muskuloskeleta/superfisial dengan penetrasi
0,8-1 nm. Pengaplikasian infra red pada kulit dapat menimbulkan panas pada
daerah yang disinari. Oleh karena itu sinar infra red bisa meningkatkan
metabolisme yang berefek aliran oksigen juga nutrisi ke jaringan bisa
meningkat, jadi hal ini mempercepat perbaikan jaringan jika terjadi
kerusakan.
2.4 Bursitis
Peradangan atau bursitis adalah radang pada bursa (kantung kecil) yang
terisi oleh cairan sinovial yang berlebih dan biasanya disertai nyeri dan
bengkak diantara rotator cuff dan tulang bagian bahu yang dikenal dengan
nama acromion. Peradangan ini biasa disebut dengan Subacromialis
Bursitis
BAB III
PENUTUP