“ Dislokasi ”
Dosen pengampu
Ns. Dwi Retnaningsih,. M.kes,. M.kep
KELOMPOK 2
NAMA :
ADRIANA BILLI
GRATZIA FIONA NATALSYA
GITA FEPBRI WIDDONA
RAHMAYULI ARDIAN PUTRI
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Tujuan ..........................................................................................2
C. Rumusan Masalah.........................................................................2
i
BAB 1 PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut Thomson (2018) dislokasi komplikasi penyumbang terjadinya revisi ulang
operasi, Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain
macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-
ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi,
didapatkan bahwa dari sebanyak 45 pasien yang dilibatkan dalam penelitian ini terdapat
75% (pasien yang pernah mengalami dislokasi sekali) dirawat dengan abduction brace
mengalami dislokasi ulang, dan 26% pasien yang dirawat tanpa bracing mengalami
dislokasi ulang. Pada kelompok berulang, 63% telah dipasangi penyangga setelah
dislokasi awal. Dari penelitian ini bahwa responden dengan pemasangan brace lebih
banyak mengalami dislokasi ulang, kelemahan dari penelitian ini belum terdapat
penjelasan trekait bias yang mungkin terjadi atau faktor-faktor yang menyebabkan brace
tidak efektif untuk digunakan
Dislokasi sendi terjadi ketika tulang bergeser dari posisinya pada sendi.dislokasi sendi
biasanya terjadi setelah trauma berat yang mengangu kemampuan ligamen menahan
tulang di tempatnya.dislokasi sendi dapat juga terjadi secara kongenital; misalnya,
panggul kadang di jumpai pada bayi baru lahir (displasia perekmbangan panggul ).
1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk memberikan gambaran dan mengetahui bagaimana asuhan keperawatan
pada pasien “dislokasi”
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengerti konsep dasar medis penyakit dislokasi
b. Mahasiswa mampu mengerti konsep pemberian asuhan keperawatan penyakit
dislokasi
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu
sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari dislokasi?
2. Apa etiologi dari dislokasi?
3. Bagaimanakah patofisiologis pada dislokasi?
4. Apa saja manifestasi dari dislokasi?
5. Bagaimanakah penatalaksanaannya ?
6. Apa saja komplikasinya ?
7. Bagaimana prognosis dari penyakit dislokasi?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien dengan dislokasi?
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.Dislokasi terjadi bila
sendi terlepas dan terpisah, dengan ujung ujung tulang tidak lagi menyatu. Bahu, siku,
jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki merupakan sendi sendi yang paling sering
mengalami dislokasi. (Thygerson A, dkk, 2011)
Sendi bahu adalah sendi yang paling umum terjadi dislokasi, dikarenakan rentang gerak
pada sendi glenohumeral yang luas, dangkalnya fossa glenoid, dan juga ligament laxity
Dislokasi biasanya terjadi akibat benturan yang tiba-tiba yaitu yang disebabkan kerena
seseorang terjatuh, terpukul benda keras, atau cedera lainnya. Ketika seseorang terjatuh
tulang humerus akan terdorong ke depan, sehingga merobek kapsul atau menyebabkan
tepi glenoid teravulasi, dan terkadang menyebabkan pecahnya bagian posterolateral caput
humerus (Setiyawan, 2013)
3
Gerakan pada sendi scapulothoracic secara mekanis terkait dengan gerakan di kedua
sendi yaitu sendi sternoclavicular dan sendi acromionclavicular. Posisi scapula pada
toraks memberikan dasar untuk sendi glenohumeral, yaitu sendi yang paling distal dan
mobile pada persendian shoulder complex. Istilah "gerakan bahu" menggambarkan
gerakan gabungan pada sendi glenohumeral dan sendi scapulothoracic (Neumann, 2017).
Empat sendi tersebut bekerjasama secara sinkron untuk menggerakkan lengan. Aktivitas
menusia yang banyak bergantung pada fungsi ekstremitas atas terutama pada bahu
menimbulkan berbagai masalah patologis dan muskuloskeletal yang terjadi. Oleh karena
itu, pemahaman mengenai anatomi sendi ini diperlukan untuk memahami keadaan
normal, dan patologis pada bahu, serta untuk membantu dalam penegakkan diagnosis
(Bakhsh, 2018).
Sendi bahu adalah sendi yang paling umum terjadi dislokasi, dikarenakan rentang gerak
pada sendi glenohumeral yang luas, dangkalnya fossa glenoid, dan juga ligament laxity
pada beberapa orang (Samudro, 2013). Cedera jenis ini sering dialami oleh orang-orang
yang banyak bekerja dengan menggunakan lengannya secara aktif sepeti seorang
olahragawan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Apey dalam (Legiran,
2015) yang menyatakan bahwa sekitar 48,3% kasus terjadi akibat trauma seperti pada
kegiatan olahraga.
Menurut (Adams, 1972, pp. 235-236) terdapat beberapa tipe dislokasi berdasarkan pada
penyebab terjadinya, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Dislokasi congenital yaitu dislokasi yang terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik yaitu dislokasi yang terjadi akibat dari penyakit sendi dan atau
jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Hal ini
disebabkan karena berkurangnya kekuatan tulang.
3. Dislokasi traumatik yaitu dislokasi yang terjadi sehingga menyebabkan kondisi
darurat ortopedi seperti kehilangan pasokan darah, kerusakan sistem saraf dan
stress berat, dan kematian jaringan karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi
4
sebagai akibat dari trauma yang signifikan yang dapat menyebabkan tulang
bergeser dari jaringan sekitarnya dan juga dapat merusak struktur sendi, ligamen,
saraf, dan sistem vascular. Dislokasi traumatic biasanya terjadi pada orang-orang
dewasa, karena tingginya tangkat aktivitas fisik berat yang dilakukan dapat
meningkatkan risiko terjadinya dislokasi.
4. Dislokasi berulang yaitu dislokasi yang terjadi akibat longgarnya
ligamentligament padasuatu sendi karena pernah mengalami dislokasi.
5
C. Etiologi
Dislokasi biasanya terjadi akibat benturan yang tiba-tiba yaitu yang disebabkan kerena
seseorang terjatuh, terpukul benda keras, atau cedera lainnya. Ketika seseorang terjatuh
tulang humerus akan terdorong ke depan, sehingga merobek kapsul atau menyebabkan
tepi glenoid teravulasi, dan terkadang menyebabkan pecahnya bagian posterolateral caput
humerus (Setiyawan, 2013).
Pada kasus post dislokasi acromionclavicula joint dextra terjadi karena trauma yang
datang dari arah anterior atau jatuh dengan posisi lengan dalam keadaan hiperfleksi akibat
tekanan dalam usaha untuk mempertahankan tubuh atau karena overuse
(penggunaan gerakan yang berlebihan) dari sendi glenohumeral (Samudro, 2013)
Dalam 90% kasus, dislokasi bahu anterior mempengaruhi individu muda, banyak di
antaranya adalah atlet. Mekanismenya bisa langsung atau tidak langsung dengan
dorongan maju dari lengan yang ditinggikan dan diputar ke luar (misalnya, selama smash
bola basket) atau jatuh di telapak tangan dengan lengan terentang (F, 2015).
D. Patofisiologi
Penyebab terjadinya dislokasi sendi ada tiga hal yaitu karena kelainan congenital yang
mengakibatkan kekenduran pada ligamen sehingga terjadi penurunan stabilitas sendi, dari
adanya traumatic akibat dari gerakan yang berlebih pada sendi dan dari patologik karena
adanya penyakit yang akhirnya terjadi perubahan struktur sendi.Dari 3 hal tersebut,
menyebabkan dislokasi sendi.Dislokasi mengakibatkan timbulnya trauma jaringan dan
tulang, penyempitan pembuluh darah, perubahan panjang ekstremitas sehingga terjadi
perubahan struktur.Dan yang terakhir terjadi kekakuan pada sendi. Dari dislokasi sendi,
perlu dilakukan adanya reposisi dengan cara dibidai
E. Manifestasi klinik
Pada dislokasi bahu anterior umumnya dikarenakan jatuh dalam keadaan out stretched,
trauma pada scapula dengan gambaran klinis pada dislokasi jenis ini adalah nyeri hebat
dan gangguan pergerakan bahu, permukaan sendi bahu jadi rata, dan caput humerus
6
bergeser ke arah anterior. Pada pemeriksaan radiologis ditemukan adanya deformitas
dengan caput humerus berada di anterior dan medial glenoid cavity. Pada dislokasi bahu
posterior terlihat trauma langsung pada sendi bahu dalam keadaan internal rotasi, dengan
gejala nyeri dan terdapat benjolan di bagian posterior sendi saat dilakukan pemeriksaan
radiologis. Pada dislokasi inferior dapat dilihat bahwa caput humerus terjepit di bawah
glenoid cavity, dengan lengan mengarah ke atas.
7
elastin, asam hyaluronic, fibronectin dan profeoglycans yang berperan dalam
rekonstruksi jaringan baru.
3. Remodeling
Selama fase ini terjadi proses pematangan yang terdiri atas reabsorbsi jaringan
berlebih, yang dimulai pada minggu ke-3 dan berakhir hingga 12 bulan. Tujuan
dari fase ini adalah untuk menyelesaikan pembentukan jaringan baru menjadi
jaringan penyembuhan yang kuat.
F. Penatalaksanaan
Penanganan medis secepatnya adalah solusi untuk dislokasi persendian. Obat penghilang
rasa sakit juga dapat diberikan selama penanganan medis. (Davies K, 2007)
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat. PRICE/RICE
P : protection
R : Rest (istrirahat)
I : Ice (kompres dengan es)
C : Compression (kompresi/pemasangan balut tekan)
E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil.
4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4x
sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
G. Kompilikasi
1. Komplikasi dini
a. Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera, pasien tidak dapat mengkerutkan otot
deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
b. Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
8
c. Fraktur disloksi
2. Komplikasi lanjut.
a. Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan
sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya
kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
b. Dislokasi yang berulang: terjadi kalau labrum glenoid robek atau
c. Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
d. Kelemahan otot
H. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, pada tahap ini
terdapat pengumpulan data yang berhubungan, data diambil dari wawancara,
observasi dari catatan – catatan maupun laporan yang dihubungkan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam
tahapan pengkajian, yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu pengumpulan data,
analisa data, dan interpretasi data (NANDA,2015).
2. Diagnosa keperawatan
Menurut PPNI (2016) dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia,
pada anak gastroenteritis dapat diangkat diagnosa keperawatan meliputi :
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi ditandai
dengan kekuatan oto menurun, sendi kaku, gerakan terbatas
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi ditandai dengan
tampak meringis, gelisah, bersikap protektif
c. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan
mengakses toilet ditandai dengan distensi kandung kemih, berkemih tidak
tuntas
9
3. Intervensi
Menurut PPNI(2018) dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia dan
Standar Luaran Keperawatan Indonesia
a. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi ditandai
dengan kekuatan oto menurun, sendi kaku, gerakan terbatas
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam status
mobilitas meningkat dengan kriteria hasil :
• Pergerakan ekstremitas meningkat (5)
• Kekuatan otot meningkat (5) Rentang gerak
(rom ) meningkat (5)
Intervensi :
1) Dukungan ambulasi
2) Dukungan mobilisasi
3) Edukasi latihan fisik
4) Latihan otogenik
5) Pengaturan posisi
4. Implementasi
Prinsip dalam memberikan tindakan keperawatan adalah menggunakan
komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan kepada klien, pendekatan
yang diberikan adalah pendekatan yang secara independen ,dependen, dan
interpenden. Tindakan independen adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat
tanpa petunjuk atau arahan dokter atau tenaga kesehatan lain, tindakan dependen
adalah tindakan yang berhubungan dengan pelaksanaan tindakan medis, tindakan
interdependen adalah tindakan yang memerlukan suatu kerjasama dengan tim
kesehatan lain (Harnilawati,2013).
10
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, untuk menilai
keberhasilan yang dicapai. Pada tahap ini dikenal dua macam evaluasi yang
meliputi evaluasi menekan pada jumlah pelayana atau kegiatan yang telah
diberikan, evaluasi kualitatif dapat dilihat pada : evaluasi struktut berhubungan
dengan tenaga atau bahan yang diperlukan dalam suatu kegiatan, evaluasi proses:
evaluasi yang dilakukan selama kegiatan berlangsung, sedangkan evaluasi hasil
merupakan evaluasi dari seluruh proses kegiatan yang dilaksanakan menurut
perencanaan, pendokumentasian dilakukan dengan pedoman SOAP
(Harmoko,2016).
11
BAB 3 PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sendi bahu adalah sendi yang paling umum terjadi dislokasi, dikarenakan rentang gerak
pada sendi glenohumeral yang luas, dangkalnya fossa glenoid, dan juga ligament laxity
pada beberapa orang (Samudro, 2013). Apabila sendi sudah pernah mengalami dislokasi,
maka biasanya ligamen-ligamen pada sendi tersebut sudah menjadi longgar sehingga
meningkatkan resiko terjadinya dislokasi kembali. Dislokasi biasanya terjadi akibat
benturan yang tiba-tiba yaitu yang disebabkan kerena seseorang terjatuh, terpukul benda
keras, atau cedera lainnya. Ketika seseorang terjatuh tulang humerus akan terdorong ke
depan, sehingga merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulasi, dan terkadang
menyebabkan pecahnya bagian posterolateral caput humerus (Setiyawan, 2013)
B. SARAN
Pasien dengan dislokasi sendi hendaknya melakukan terapi dengan rutin, dan
menjalankan homeprogram yang diberikan oleh fisioterapis dengan bersungguh-sungguh
untuk proses penyembuhan yang lebih cepat. Hendaknya penelitian selanjutnya lebih
mendalami mekanisme yang terjadi dengan diberikannya intervensi infrared dan terapi
latihan. Bagi masyarakat umum hendaknya selalu berhati-hati ketika melakukan suatu
aktivitas tertentu yang dapat meningkatkan risiko terjadinya dislokasi bahu.
12
Daftar pustaka
Ardiartana. 2013. Askep Dislokasi. http://ardiartana.wordpress.com/xmlrpc. php diakses pada
tanggal 10 Oktober 2014 pukul 14:23 WITA
Brooker, Chris. 2009. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC
Davies, K. 2007. Buku Pintar Nyeri Tulang dan Otot. East Sussex: The Ivy.
Dhanti. 2013. Asuhan Keperawatan Muskuloskeletal Dislokasi. http://keperawatan
blog.wordpress.com/xmlrpc.php diakses pada tanggal 9 Oktober 2014 pukul 21.20 WITA
Mohamad, Kartono. 1975. Pertolongan pertama. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Muttaqin, Arif. 2013. Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
Pearce. 2000. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia.
Putri, D. P., Siswanto, B. D., & Antonius, D. (2020). Pengaruh Waktu Artificial Aging terhadap
Struktur Kristal, Kerapatan Dislokasi dan Kekerasan pada Paduan Al-7075. JOURNAL
OF MECHANICAL ENGINEERING MANUFACTURES MATERIALS AND ENERGY,
4(2), 114-128.
Siswo, L. Dislokasi Sendi Bahu: Epidemiologi Klinis dan Tinjauan Anatomi. Buku Abstrak:
Kongres Nasional Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia Jakrta, 27-28 Maret 2015.
Septadina, I. S. (2015). Prinsip Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Temporomandibular. Majalah
Kedokteran Sriwijaya, 47(1), 61-66.
Siswo, L. Dislokasi Sendi Bahu: Epidemiologi Klinis dan Tinjauan Anatomi. Buku Abstrak:
Kongres Nasional Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia Jakrta, 27-28 Maret 2015.
Wicaksono, Emirza Nur. 2013. Dislokasi. http://www.w3.org/1999/xhtml diakses pada tanggal 9
Oktober 2014 pukul 21:17 WITA