5. Kekakuan.
2.4 Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan. Humerus terdorong kedepan, merobek
kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi. Kadang-kadang bagian posterolateral kaput
hancur. Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan
luksasio erekta (dengan tangan mengarah ; lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke
posisi da bawah karakoid). Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa
sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Karena terpeleset dari
tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu
akan gampang dislokasi lagi.
2.5 Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma
yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang
dewasa.
Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :
1). Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di
sekitar sendi.
2). Dislokasi Kronik
3). Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan
trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint
dan patello femoral joint.
Berdasarkan tempat terjadinya :
1. Dislokasi Sendi Rahang
Dislokasi sendi rahang dapat terjadi karena :
a. Menguap atau terlalu lebar.
b. Terkena pukulan keras ketika rahang sedang terbuka, akibatnya penderita tidak
dapat menutup mulutnya kembali.
Scan).
2.8 Penatalaksanaan
a). Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi
jika dislokasi berat.
b). Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga
sendi.
c). Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan
mobilisasi, harus 3-4x sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi.
d). Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.
B. LANDASAN TEORI ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan,
pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya
membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi
terjadinya penyakit.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah
diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas,
fungsiolesa
misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau
ketidakmampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan
sel
darah merah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.
5. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh
3. Intervensi Keperawatan
1) Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan.
Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan rasa nyeri
teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien tampak tidak meringis lagi.
b. Klien tampak rileks.
Rencana Tindakan / Rasional:
Kaji skala nyeri
Rasional : Mengetahui intensitas nyeri.
Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional : Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada nyeri.
Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional : Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan.
Rasional : Meningkatkan relaksasi pasien.
Kolaborasi pemberian analgesik.
Rasional : Analgesik mengurangi nyeri
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi.
Tujuan asuhan keperawatan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
mobilitas fisik klien teratasi, dengan kriteria hasil :
a. Klien melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).
b. Klien menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal.
Rencana Tindakan / Rasional:
Kaji tingkat mobilisasi pasien.
Rasional : Menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
Berikan latihan ROM.
Rasional : Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi
Anjurkan penggunaan alat bantu jika diperlukan.
Rasional : Alat bantu memperingan mobilisasi pasien.
Monitor tonus otot
Rasional : Agar mendapatkan data yang akurat.
Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Aston, J N. 1999. Kapita Selekta Traumatologik dan Ortopedik. Jakarta : EGC.