Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan yang Maha Esa, dimana kami telah menyelesaikan
proposal TAK Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem Neuroligis ( Demensia ). Dalam
proposal ini kami menjelaska definisi, tanda dan gejala yang banyak terlihat pada Demensia
tahap awal, pertengahan dan tahap akhir, pemeriksaan yang akan dilakukan hingga senam otak
pada lansia.

Dalam penulisan makalah ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ns. Ika
Paskaria, S.kep selaku dosen pembimbing berserta teman-teman yang ikut membantu dalam
penulisan proposal TAK ini.

Apabila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, harap
dimaklumi karena kami juga seorang mahasiswa yang sedang belajar. Semoga proposal ini bisa
bermanfaat bagi pembaca.

Surabaya, 3 Pebuari 2017

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Demensia adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kerusakan fungsi
kognitif global yang biasanya bersifat progresif dan mempengaruhi aktivitas sosial dan okupasi
yang normal juga aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Penyakit meningkatkan gejala
demensia antara lain adalah penyakit Alzheimer, maslah vaskular seperti demensia multi infark,
hidrosefalus, tekanan normal, penyakit parkinson, alkoholisme kronis, penyakit Pick, penyakit
Huntington, dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS). Sedikitnya setengah dari seluruh
penghuni panti jompo menderita demensia. Diperkirakan bahwa 4 juta penduduk Amerika
menderita penyakit Alzheirmer dan pada tahun 2050 akan ada 14 juta orang di Amerika Serikat
yang menderita penyakit tersebut.

Penyakit Alzheimer sendiri menghabiskan biaya Amerika Serikat sekitar $ 90 miliar per
tahun untuk tagihan medis,biaya perawatan jangka panjang, dan hilangnya produktivitas.
Demensia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menghabiskan biaya, tetapi tantangan
gejala demensia menimbulkan kualitas hidup, stress, pemberi perawatan, dan pemeliharaan
martabat manusia dan mungkin mencerminkan beban kemanusiaan lebih dari yang dapat
diperbaiki perawat.

1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Untuk mempelajari tentang Demensia pada lansia.

1.2.2. Tujuan Khusus

1 Untuk mengetahui konsep dasar teoritis penyakit demensia pada lansia


2 Untuk mengetahui senam otak pada klien lansia dengan gangguan sistem
neurologis ( Demensia )
3 Untuk mengetahui dan memahami gangguan sistem neurologis ( Demensia ) dan
cara mengatasi demensia dengan senam otak.

1.3. Manfaat Penelitian

1. Proposal ini di harapkan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok

dalam memberikan terapi pada klien lansia dengan gangguan sistem neurologis

( Demensia ).

2. Menambahkan pengetahuan dan wawasan bagi semua pembaca tentang lansia denga
gangguan system neurologis ( Demeensia ).
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1.1.1 Pengertian Lansia


Berdasarkan definisi secara umum, seseorang yang dikatakan lanjut usia (lansia) apabila
usianya 65 tahun ke atas. Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
stress lingkungan (Efendi, 2009).
Usia lanjut adalah semua kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang
dikarunia usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun. Usia tua adalah periode
penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah
beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu ke
waktu yang penuh bermanfaat (Murwani,dkk, 2011).
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, yang dimaksud dengan usia lanjut
adalah laki-laki atau perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih
berkemampuan (potensial) maupun karena suatu hal tidak lagi mampu berperan aktif dalam
pembangunan atau tidak potensial (Murwani,dkk, 2011).
1.1.2 Karateristik Lanjut Usia
1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
sebagai berikut.
(1) Usia pertengahan (Middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
(2) Usia lanjut (elderly) antara 60 sampai 74 tahun.
(3) Usia tua (old) anatara 75-90 tahun.
(4) Usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
2) Depertemen Kesehatan RI membagikan lansia sebagai berikut.
(1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa vibrilitas.
(2) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium.
(3) Kelompok usia lanjut (65 tahun keatas)sebagai senium.
3) Menurut UU nomor 13 tahun 1998 dalam bab I pasal 1 ayat 2 yang berbunyi Lanjut usia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas.

1
1.1.3 Tipe Lansia
Dalam Maryam (2008) ada beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya (Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman,
mempunyai kesibukkan. bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi
undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang, dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan,
bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan
apa saja.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak
acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (kebergantungan),
tipe defensif (bertahan), tipe militan, dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan
dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan
menjadi beberapa tipe yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung
keluarga, lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial,
lansia dipanti wreda, lansia yang dirawat dirumah sakit, dan lansia dengan gangguan mental.
1.1.4 Proses Penuaan dan perubahan yang terjadi pada lansia
Proses penuaan merupakan suatu proses alamiah setelah tiga tahap kehidupan, yaitu masa
anak, masa dewasa, dan masa tua yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Pertambahan
usia akan menimbulkan perubahan-perubahan pada struktur dan fisiologis dari berbagai
sel/jaringan/organ dan sistem yang ada pada tubuh manusia. Proses ini menjadikan kemunduran
fisik maupun psikis. kemunduran fisik ditandai dengan kulit mengendur, rambut memutih,
penurunan pendengaran, penglihatan memburuk, gerakan lambat, dan kelainan berbagai fungsi
organ vital. Sedangkan kemuduran psikister jadi peningkatan sensitivitas emosional, menurunnya
gairah, bertambahnya minat terhadap diri, berkurangnya minat terhadap penampilan,
meningkatkan minat terhadap material, dan minat kegiatan rekreasi tidak berubah (hanya
orientasidan subjek saja yang berbeda). Namun hal diatas tidak harus menimbulkan penyakit.
Oleh karena itu, lansia harus senantiasa berada dalam kondisi sehat, yang diartikan sebagai
kondisi: Bebas dari penyakit fisik, mental, dan sosial, mampu melakukan aktivitas untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari, mendapatkan dukungan secara sosial dari keluarga dan
masyarakat.
Ada dua proses penuaan, yaitu penuaan secara primer dan penuaan secara sekunder.
Penuaan primer akan terjadi bila terdapat perubahan pada tingkat sel, sedangkan penuaan
sekunder merupakan proses penuaan akibat faktor lingkungan fisik dan sosial, stress fisik/psikis,
serta gaya hidup dan diet dapat mempercepat proses menjadi tua. Secara umum, perubahan
fisiologis proses penuaan adalah sebagai berikut:
1) Perubahan mikro merupakan perubahan yang terjadi dalam sel sebagai berikut :
(1) Berkurannya cairan dalam sel.
(2) Berkurangnya ukuran sel.
(3) Berkurangnya jumlah sel.
2) Perubahan makro, yaitu perubahan yang jelas dapat diamati atau terlihat seperti :
(1) Mengecilnya kelenjar mandibula.
(2) Menipisnya diskus intervertebralis.
(3) Erosi pada permukaan sendi-sendi.
(4) Terjadinya osteoporosis.
(5) Otot-otot mengalami otrofi.
(6) Sering dijumpai adanya emfisema polmonum.
(7) Presbiopi.
(8) Adanya arterioklerosis.
(9) Menopouse pada wanita.
(10) Adanya demensia senilis.
(11) Kulit tidak elastis lagi.
(12) Rambut memutih.
1.1.5 Perubahan Sistem Tubuh Lansia
1) Perubahan Fisik
(1) Sel
Pada Lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan ukurannya akan lebih besar. Cairan
tubuh dan cairan intraseluler akan berkurang, proporsi protein diotak, otot, ginjal, darah, dan hati
juga ikut berkurang. Jumlah sel otak akan menurun, mekanisme perbaikan sel akan terganggu,
dan otak menjadi atrofi.
(2) Sistem persarafan
Rata-rata berkurangnya saraf neocortical sebesar 1 per detik, hubungan persarafan cepat
menurun, lambat dalam merespon baik dari gerakan maupun jarak waktu, khususnya dengan
stress, mengecilnya saraf pancaindra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.
(3) Sistem pendengaran
Gangguan pendengaran (presbiakusis), membran timpani mengalami atrofi, terjadi
pengumpulan dan pengerasan serumen karena peningkatan kreatin, pendengaran menurun pada
lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa atau stress.
(4) Sistem Penglihatan
Timbul sklerosis pada sfinger pupil dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih
berbentuk seperti bola (sferis), lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,
meningkatnya ambang pengamatan sinar dan daya adaptasi terhadap kegelapan menjadi lebih
lambat dan sulit untuk melihat dalam keadaan gelap, hilangnya adanya akomodasi, menurunnya
lapang pandang, dan menurunnya daya untuk membedakan antara warna biru dengan hijau pada
skala pemeriksaan.
(5) Sistem Kardiovaskular
Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menenal menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini
menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya. Kehilangan elastisitas pembuluh darah,
kurangnya efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural hipotensi,
tekanan darah meningkat diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh darah perifer.
(6) Sistem Pengaturan Suhu Tubuh
Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis 350C, hal ini diakibatkan oleh
metabolisme yang menurun, keterbatasan refleks menggigil, dan tidak dapat memproduksi panas
yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.
(7) Sistem Pernapasan
Otot-otot pernapasan mulai kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunya aktivitas
dari silia, paru-paru kehilangan elastisitas sebagai kapasitas residu meningkat, menarik napas
lebih berat, kapasitas pernapasan maximun manurun, dan kedalaman bernapas menurun. Ukuran
alveoli melebar dari normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun menjadi 75
mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang.
(8) Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan, esofagus melebar, sensitivitas
akan rasa lapar menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi, fungsi absorbsi
menurun, hati (liver) semakin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, serta
berkurangnya suplai aliran darah.
(9) Sistem Genitourinaria
Ginjal dan nefron menjadi atrofi, aliran darah menurun hingga 50% fungsi tubulus
berkurang (berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk mengonsentrasikan urine, berat
jenis urine menurun, proteinuria biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21
mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat. Otot-otot kandung kemih (Vesica
urinaria) melemah, kapasitasnya menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air
kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga meningkatkan retensi urine. Pria
dengan usia 65 tahun ke atas sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga 75% dari
besar normalnya.
(10) Sistem Endokrin
Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas tiroid, basal metabolic rate
(BMR), daya pertukaran gas, produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti
progesteron, esterogen, dan testoteron.
(11) Sistem Integumen
Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemak, permukaan kulit kasar dan
bersisik, menurunnya respons terhadap trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepala
dan rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung dan telinga menebal,
berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih
lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti
tanduk, kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan kurang
bercahaya.
(12) Sistem Muskuloskeletal
Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin rapuh, kifosis, persendian
membesar dan menjadi kaku, tendon mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot-otot
sehingga gerak seseorang menjadi lamba, otot-otot kram dan menjadi tremor.
2) Perubahan Mental
Faktor-faktor yang memengaruhi perubahan mental adalah perubahan fisik, kesehatan
umum, tingkat pendidikan, keturunan (hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan
(intellegence quotientI.Q.), dan kenangan (memory). Kenangan dibagi menjadi dua, yaitu
kenangan jangka panjang (berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu) mencakup beberapa
perubahan dan kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa
kenangan buruk.
3) Perubahan Psikososial
Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang mengalami pensiun. Berikut ini
adalah hal-hal yang akan terjadi pada masa pensiun.
(1) Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income) berkurang.
(2) Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap
dengan segala fasilitasnya.
(3) Kehilangan teman atau relasi.
(4) Kehilangan pekerjaan atau kegiatan.
(5) Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness of mortality).
1.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Lansia
1) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan hal terpenting dalam menghadapi masalah semakin tinggi
pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman yang dilalui, sehingga akan lebih siap
dalam menghadapi masalah yang terjadi. Umumnya lansia yang memiliki tingkat
pendidikan lebih tinggi masih produktif, mereka justru banyak memberikan kontribusinya
sebagai pengisi waktu luang untuk menulis buku-buku ilmiah maupun biografinya sendiri.
2) Motivasi
Adanya motivasi sangat membantu individu dalam menghadapi dan menyelesaikan .
Individu yang tidak mempunyai motivasi akan membentuk koping yang destruktif.
3) Dukungan Keluarga
Keluarga merupakan tempat berlindung yang paling disukai lansia. Sampai sekarang
penelitian dan observasi tidak menemukan bukti yang menunjukkan bahwa anak/keluarga
segan untuk melakukan hal ini.Menempatkan lansia di panti werda merupakan alternatif
terakhir. Martabat lansia dalam keluarga dan keakraban hidup kekeluargaan didunia timur
seperti yang kita rasaksekarang perlu dipertahankan.

2.1. Pengertian Demensia

Demensia ( pikun ) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian beratnya sehingga


mengganggu aktivitas hidup sehari-hari dan aktivitas sosial ( Wahjudi
Nugroho,2008 ).
Demensia adalah salah satu penyakit yang ditandai gangguan daya pikir dan daya
ingat yang bersifat progresif disertai gangguan bahasa, perubahan kepribadian, dan
prilaku ( Menkes ).
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang secara
perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, pikiran, penilaian, dan kemampuan untuk
memusatkan fikiran, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

2.2. Etiologi

1) Trauma ( trauma kapitis )


2) Infeksi kronis seperti penderita HIV
3) Gangguan peredaran darah atau vaskular seperti hipertensi ( darah tinggi ) dan
ateriosklerosis ( penyempitan pembulu darah )
4) Penggunaan alkohol dan zat-zat terlarang serta merokok
5) Proses penuaan
6) Penyakit Alzheimer
- Belum diketahui secara pasif, tetapi melibatkan faktor genetik ( merupakan
kelainan gen tertentu )
- Otak mengalami kemunduran terjadinya kerusakan sel otak.
- Ditemukan jaringan abnormal pada sel otak

2.3. Patofisiologi
1) Demensia Vaskuler
- Merokok
Dimana pada rokok mengandung zat kimia berbahaya (nikotin), zat-zat
tersebut masuk ke dalam darah dan terjadi penumpukan di dalam darah
sehingga terjadi emboli dan penyumbatan pada aliran darah. Sehingga otak
kekurangan O2 yang dapat menggangu fungsi otak maka terjadilah Demensia
Vaskuler.
- Stroke
Dimana pada stroke terjadi gangguan pada sistem saraf yang mana terdapat
lesi di ginus argularis thalamus, arteri serebri posterior dan anterior yang
menyumbat darah sehingga darah tidak mengalir ( tersumbat ),dan
menyebabkan Demensia Vaskuler.
- Trauma kapitis
Trauma kapitis yang terjadi pada otak menyebabkan pada otak terjadi emboli
dan darah tidak dapat mengalir di otak dengan baik, sehingga otak kekurangan
O2 . karena O2 yang berkurang maka fungsi terganggu dan terjadi Demensia
Vaskuler.
- Demensia Vaskuler
Pada Demensia Vaskuler ini terjadi penurunan fungsi intelektual dan
kemunduran kognisi dan fungsional dalam berfikirsehingga menimbulkan
perubahan kepribadian. Prilaku kekerasan,depresi, halusinasi, gangguan
fungsi sosial pekerjaan, gangguan aktivitas sehari-hari, kesulitan tidur dan
wandering.
2) Demensia Alzheimer
- Faktor genetik
Yang paling sering menyebabkan demensia adalah penyakit
Alzheimer.Penyebab penyakit Alzheimer tidak diketahui, tetapi diduga
melibatkan faktor genetik,
karena penyakit ini tampaknya ditemukan dalam beberapa keluarga dan
disebabkan atau dipengaruhi oleh beberapa kelainan gen tertentu. Pada
penyakit Alzheimer, beberapa bagian otak mengalami kemunduran, sehingga
terjadi kerusakan sel dan berkurangnya respon terhadap bahan kimia yang
menyalurkan sinyal di dalam otak sehingga menyebabkan Demensia
Alzheirmer.
- Stroke
Stroke yang berturut-turut. Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan
kelemahan yang ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke
kecil ini secara bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak
yang mengalami kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark
dimana menyebabkan terjadinya Demensia Alzheirmer.

- Hipertensi dan DM
Demensia yang berasal dari beberapa stroke kecil disebut demensia multi-
infark. Sebagian besar penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau
kencing manis, yang keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di
otak sehingga menyebabkan Demensia Alzheirmer.
- Demensia Alzheirmer
Dimana pada penderitanya terjadi perbahan-perubahan kognisi berupa
bahasanya lambat sering tidak dimengerti yang terjadi secara tiba-tiba
sehingga ingatan hilang yang menyebabkan fungsi sosial terganggu,
aktifitassehari-hari terganggu ( membaca dan berkerja ).

2.4. WOC Penggunaan


alcohol/merok Proses Penyakit
Trauma (Kapitis) Infeksi kronis Gangguan peredaran alzheimer
darah (hipertensi) ok penuaann
nnnnnnn

Mengandung Bahasa
Emboli diotak virus masuk Kerusakan Berkurangnya
zat kimia yg lambat/se
keperedaran darah pembuluh darah spontanitas
berbahaya ring tidak
mengerti
Darah tidak
mengalir ke otak Terjadinya
Terganggunya system
penyumbatan Masuk kedalam Gangguan
peredaran darah
darah memori
keotak

Otak kekurangan 02 Fungsi


Aliran darah Menumpuk sosial
Terjadinya
keotak terganggu didalam darah terganggu
penyumbatan

Fungsi otak
terganggu
Terjadi emboli
Penyumbatan
aliran darah

Otak
kekurangan O2

DIMENSIA

Gangguan kepribadian & Kemampuan otak Fungsi kognitif


perilaku berkurang

Mudah tersinggung Dalam ingatan afasia

disorientasi
s
Menarik diri Gangguan proses pikir

Mk:- perubahan persepsi


Mk: -perubahan proses
Mk:- kurangnya sensori
pikir
keperawatan diri
-resiko terhadap trauma
-perubahan pola tidur

2.5. Manifestasi Klinis

1) Penurunan dalam ingatan


2) Disorientasi ( lupa hari, waktu, tanggal, orang, dan lain-lain )
3) Fungsi kognitif berkurang ( pertimbangan dan penilaian berkurang )
4) Menarik diri
5) Gangguan kepribadian dan prilaku ( cleptomania )
2.6. Stadium Dimensia

1) Stadium I ( berlangsung 2-4 tahun )/Stadium Amnesia

Stadium ditandai dengan amnesia yang menonjol, berkurangnya spontanitas. Gangguan


memori, terutama memori jangka pendek. Pada stadium itu kegiatan sehari-hari didalam
lingkungan keluarga/ yang sudah dikenal biasanya tidak terganggu. Namun bila penderita
dihadapkan pada situasi yang baru/harus mengingat sesuatu secara aktif maka kesalahan dapat
terjadi. Penderita sering menjadi gugup, gusar atau bingung bila dihadapkan kepada masalah
yang baru, pasien lupa akan informasi, menempatkan objek ditempat yang salah, mengulang-
ulang ceritanya sehingga membosankan dan mengganggu.

Pada stadium ini pasien mungkin menyadari kemampuan otaknya berkurang dan ia
bereaksi dengan sikap mudah tersinggung, menarik diri dan pergaulan dan bersedih.

2) Stadium II( berlangsung 2-10 tahun )/Stadium Bingung

Stadium ini ditandai dengan oleh mundurnya secara progresif bidang kognitif yang
melibatkan banyak aspek. Afasia, apraksia dan disorientasi waktu dan tempat lambat laun
menjadi lebih nyata.

Penderita mudah menjadi bingung dan dapat memperlihatkan episode dan masalah
behavior seperti agresif dan ingin mengembara. Pada stadium ini perubahan kepribadian dapat
menjengkelkan atau menyulitkan anggota keluarganya. Sifat kepribadian yang dimilikinya
sebelum sakit menjadi lebih mencolok.

3) Stadium III/Stadium Akhir

Penderita hampir menjadi vegetatif, ia menjadi akinetik dan membisu. Setelah 6-12 tahun
sakit, intelek dan memori berdeteorasi terus sampai penderita tidak lagi mengenal orng-orang
dekatnya. Pada stadium ini penderita menyendiri, inkontinen dan sebagian besar bergantung
kepada orang lain. Kebersihan diri dan kebutuhan nutrisi tidak diperhatikan lagi. Kontrol
spingter menghilang, penderita berak dan kencing tidak terkontrol. Ia jalan dengan langkah yang
pendek dan kurang pasti, kematian bias terjadi karena penyakit infeksi/trauma.

2.7. Faktot-Faktor Resiko

1) Usia

Merupakan faktor resiko bagi semua jenis demensia. Bertambahnya tinggi usia bertambah besar
kemungkinan menderita demensia.

2) Riwayat Penderita

Pada keluarga derajat I meningkatkan resiko mendapatkan demensia sebanyak 4x.

3) Jenis Kelamin

Angka insidensi cenderung lebih tinggi pada wanita daripada pria di semua kelompok usia,
meskipun tidak ada penjelasan biologis yang bertanggung jawab untuk perbedaan jenis kelamin
tersebut.

4) Pendidikan

Pendidikan yang rendah mungkin juga insiden yang secara kasar dapat dikatakan bahwa mereka
yang berusia di atas 75 tahun dan tidak pernah bersekolah. Maka kemungkinan mendapat
demensia ialah 2x lebih besar ketimbang mereka dengan pendidikan lebih tinggi dari SD.

5) Faktor Resiko Lain

Keluarga dengan sindrom down, fertilitas yang kurang, penggunaan analgesik seperti fenasidin,
kandung aluminium pada air minum, defisiensi kalsium.
2.8. Tindakan yang Sebaiknya Dilakukan Jika Menghadapi Pasien Demensia

1) Terapi obat dengan pengawasan dokter

2) Terapi non obat berupa:

a) Terapi lingkungan

Bentuknya:

Jangan mengubah lingkungan, keadaan sekitarnya( lingkungan dalam rumah ) karena


lingkungan tersebut sudah familiar ( lingkungan sudah dikenal )
Lingkungan di dalam kamar
- Tempatkan juga jam, kalender, radio, guna untuk membantu orientasi lansia
- Jelaskan pada nya apabila ia bertanya, berada dimana, siapa orang
disekitarnya, gunanya akan membantu orientasi tempat
- Penerangan dalam kamar harus cukup, gunanya membantu lansia dalam
penglihatan.
b) Intervensi Prilaku
Wandering
- Yakinkan dimana keberadaan pasien
- Berikan keleluasaan bergerakan di dalam dan di luar ruangan
- Gelang pengenalHendaya Memory
Asitasi dan agresivitas
- Hindari situasi yang memprovokasi
- Hindari argumentasi
- Sikap kita tenang dan mantap
- Alihkan perhatian ke hal lain
Sikap dan pertanyaan yang berulang
- Tenang, dengarkan dengan baik, jawab dengan penuh pengertian, bila masih
berulang, acuhkan dan usahakan alihkan perhatian ke hal yang menarik
pasien.
Prilaku seksual yang tidak sesuai/wajar
- Tenang dan bimbing pasien ke ruang pribadinya
- Alihkan ke hal yang menarik perhatiannya
- Bila didapatkan dalam keadaan telanjang, berilah baju/selimut untuk menutupi
badannya
c) Intervensi Psikologis
Dapat berupa psikoterapi untuk mengurangi kecemasan, memberi rasa aman dan
ketenangan, dalam bentuk:
- Psikoterapi individual
- Psikoterapi kelompok
- Psikoterapi keluarga
Untuk pengasuh diperlukan:
- Dukungan mental
- Pengembangan kemampuan adaptasi dan peningkatan kemandirian
- Kemampuan menerima kenyataan
Mengatasi mudahlupa lakukan:
- Latihan terus - menerus, berulang-ulang
- Tingkatkan perhatian
- Asosiasikan hal yang diingat dengan hal yang sudah ada dalam otak

Bagaimana peran kita terhadap orang lansia yang pikun:

1. Factor keluarga/orang-orang terdekat adalah paling penting

2. Walaupun mungkin lansia membutuhkan bantuan kita, namun bukan berarti


kita harus melakukan semuanya untuknya, kita juga harus membantu lansia untuk
mandiri kembali, untuk membantu menghilangkan rasa ketergantungannya

3. Kesabaran

4. Jangan mengubah lingkungan/keadaan sekitarnya

- Tempatkan jam, kalender, radio untuk membantu orientasi waktu lansia


- Jelaskan kepadanya apabila lansia bertanya
- Tempatkan cahaya terang untuk membantu lansia yang kurang dalam
penglihatan.

2.9. Pemeriksaan yang Harus Dilakukan

1) Anamnesa
Telusuri perjalanan penyakit dengan teliti, bagaimana perjalanan demensia apakah
mendadak lambat laun, gradual, seperti anak tangga telusuri pula apakah ada keluhan
lain/gejala lain dan bagaimana perjalanannya.
2) Pemeriksaan keadaan mental
Dari bentuk gangguan mental tidak jarang kita dapat mengetahui diagnosa etiologi.
Apakah gangguan kognitifnya seluruh/sebagian. Fungsi kognitif otak mana yang
terutama terganggu, kortikal atau sub kortikal, hemisfer, kiri/kanan, lobus
frontal,temporal/lobus pariental.

3) Pemeriksaan fisik umum

Status interna harus diperiksa dengan baik, misalnya adakah gangguan tiroid, gangguan
hepar, ginjal, diabetes mellitus, dan hipertensi. Gejala efek samping obat juga perlu
diperhatikan.

4) Pemeriksaan neurologi
Dimensia disebabkan gangguan di otak, tidak jarang fungsi otak lainnya ikut terganggu.
Otak ikut berpartisipasi pada tiap kegiatan tubuh kita. Apakah pernah kejang.

2.10. Penatalaksanaan

Demensia dapat disembuhkan bila tidak terlambat, secara umum terdiri dari:

1) Terapi
a) Perawatan medis yang mendukung
b) Memberi dukungan emosional pada pasien dan keluarga
c) Farmakoterapi untuk gejala yang spesifik
Terapi simtomatik meliputi:
a) Diet
b) Latihan fisik yang sesuai
c) Terapi rekresional dan aktivitas
d) Penanganan terhadap masalah-masalah lain.

2) Pengobatan
a) Untuk ansietas dan insomnia obat farmakoterpi, benzodeazepam
b) Depresi diberikan anti depresan
c) Untuk gejala waham dan halusinasi diberikan antipsikotik

BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori yang dapat
mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Penderita demensia seringkali menunjukkan beberapa
gangguan dan perubahan pada tingkah laku harian (behavioral symptom) yang mengganggu
(disruptive) ataupun tidak menganggu (non-disruptive) (Volicer, L., Hurley, A.C., Mahoney, E.
1998). Grayson (2004) menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau kondisi tertentu sehingga
terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.

Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal.Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak degeneratif
yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila mengalami
demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latarbelakang pendidikan
mahupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sebarang rawatan untuk demensia, namun
rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperolehi.

4.2. Saran

Dengan adanya makalah Askep pada Klien Lansia Dengan Gangguan Sistem Neuroligis
( Demensia ) ini, diharapkan agar kita semua dapat mengetahui tentang Askep pada Klien
Lansia Dengan Gangguan Sistem Neuroligis ( Demensia ) dan bagaimana pula penatalaksanaan
medisnya.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho,Wahjudi. Keperawatan Gerontik.Edisi2.Buku Kedokteran EGC.Jakarta;1999


Stanley,Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Edisi2. EGC. Jakarta;2002

Anda mungkin juga menyukai