Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

S DENGAN DIAGNOSA MEDIS


EFUSI FLEURA EC CKD STADIUM V ON HD + ANEMIA + HHD
DI RUANGAN IGD RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH :

NOVITASARI
2012.C.04a.0384

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2017
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN DIAGNOSA MEDIS
EFUSI FLEURA EC CKD STADIUM V ON HD + ANEMIA + HHD
DI RUANGAN IGD RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Untuk Memenuhi Syarat Kelulusan Pada Pendidikan Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat

OLEH :

NIKO
2012.C.04a.0319

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2017
LEMBAR ORISINALITAS

Asuhan keperawatan ini disusun oleh


Nama : Novitasari
NIM : 2012.C.04a.0384
Judul Askep : Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Efusi
Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di Ruangan
IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa asuhan keperawatan ini


merupakan hasil karya saya sendiri dan bukan plagiat, begitu pula yang terkait
didalamnya baik mengenai isi, sumber yang dikutip atau yang dirujuk, maupun
teknik didalam pembuatan dan penyusunan laporan ini.
Pernyataan ini akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya apabila hari
terbukti bahwa asuhan keperawatan ini bukan hasil karya sendiri atau plagiat
maka saya bersedian menerima sanksi atas perbuatan tersebut berdasarkan
peraturan yang berlaku.

Dibuat di : Palangka Raya


Tanggal : 17 Juli 2017

Yang Menyatakan,

Novitasari
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan keperawatan ini disusun oleh saya yang bertandatangan dibawah ini:
Nama : Novitasari
NIM : 2012.C.04a.0384
Program : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Efusi
Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di Ruangan
IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan program Profesi Ners Stase Keperawatan Gawat Darurat pada
Program Studi S1 Keperawatan Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap
Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan Ini Telah Disetujui

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

Ns. suryagustina, M. Kep. Rosaniah S. Kep., Ns

Mengetahui,
Ketua Program Studi S1 Keperawatan,

Ns. Putria Carolina, M. Kep.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Efusi Fleura
ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di Ruangan IGD RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya ini tepat pada waktunya. Penulisan laporan asuhan
keperawatan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Oleh
karena itu pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. ADM Tangkudung, M.Kes selaku Direktur RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya yang telah menyediakan tempat bagi pelaksanaan praktek
profesi keperawatan.
2. Mariaty Darmawan, MM. Selaku ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya
yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk melaksanakan praktik
profesi keperawatan.
3. Rosaniah S. Kep., Nsselaku preseptor klinik yang telah banyak membantu
kami dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
4. Ns. suryagustina, M. Kep.selaku pembimbing akademik yang telah banyak
membantu kami dalam melaksanakan asuhan keperawatan.
5. Tn. S yang telah bersedia untuk menjadi klien dan keluarga yang bersedia
memberikan informasi tentang klien dan membantu dalam pemberian asuhan
keperawatan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan laporan asuhan
keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu di harapkan kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Atas perhatinnya, penulis
ucapkan terima kasih. Semoga penulisan laporan asuhan keperawatan ini dapat
berguna bagi pembaca khususnya untuk mahasiswa keperawatan.

Palangka Raya, 17 Juli 2017

Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal adalah salah satu organ sistem kemih atau uriner (traetsu urinalius)
yang bertugas menyaring dan membuang cairan, sampah metabolisme dari dalam
tubuh seperti diketahui setelah sel-sel tubuh mengubah, makanan menjadi energi,
maka akan dihasilkan pula sampah sebagai hasil sampingan dari proses
metabolisme tersebut yang harus dibuang segera agar tidak meracuni tubuh (Vita
Health, 2008. hal 1.1)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2002).
Di indonesia peningkatan penderita penyakit ini mencapai angka 20%. Pusat
data dan informasi Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PDPERSI)
menyatakan jumlah penderita gagal ginjal kronik diperkirakan sekitar 50 orang per
satu juta penduduk.berdasarkan data dari Indonesia Renal Registry, suatu kegiatan
registrasi dari perhimpunan nefrologi Indonesia, pada tahu 2008 jumlah pasien
hemodialisa (cuci darah) mencapai 2260 orang dari 2146 orang pada tahun 2007
(Roderick, 2008).
Bila seseorang mengalami penyakit ginjal kronik sampai pada stadium 5
atau telah mengalami penyakit ginjal kronik (gagal ginjal) dimana laju filtrasi
glomerulus (15 ml/menit) ginjal tidak mampu lagi menjalankan seluruh fungsinya
dengan baik maka dibutuhkan, Terapi untuk menggantikan fungsi ginjal. Hingga
saat ini dialisis dan transplantasi ginjal adalah tindakan yang efektif sebagai terapi
untuk gagal ginjal terminal (Nikon D. Cahyaningsih, 2009).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam laporan ini
adalah bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis
Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di Ruangan IGD
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan laporan asuhan keperawatan ini
adalah untuk mengetahui menghetahui tentang Asuhan Keperawatan Pada
Tn. S Dengan Diagnosa Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD +
Anemia + HHD Di Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui Laporan pendahuluan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di
Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
2) Untuk mengetahui pengkajian pada pasien dengan Diagnosa Medis
Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa Medis Efusi Fleura
ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di Ruangan IGD RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3) Untuk mengetahui perumusan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan Diagnosa Medis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan
Diagnosa Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia +
HHD Di Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4) Untuk mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di
Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
5) Untuk mengetahui implementasi keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di
Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
6) Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada pasien dengan Diagnosa
Medis Severe Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di
Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
7) Untuk mengetahui dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
Diagnosa Medis Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Efusi Fleura ec CKD Stadium V On HD + Anemia + HHD Di
Ruangan IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
8)
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Asuhan keperawatan ini dapat digunakan sebagai bahan atau referensi
serta bisa menambah wawasan dan pengetahuan sehingga dapat
meningkatkan mutu pendidikan.
1.4.2 Bagi RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya
Asuhan keperawatan ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam upaya-
upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit, khususnya ruang
IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangkaraya.
1.4.3 Bagi Penulis
Diharapkan Asuhan Keperawatan ini bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan yang didapat dalam penyusunan asuhan
keperawatran ini supaya dapat dijadikan bahan dalam pelayanan kesehatan
baik dalam keluarga, masyarakat maupun saat penulis bertugas nanti.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Chronic Kidney Disease


2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
Menurut Mary Baradero, (2008:124) gagal ginjal kronik terjadi apabila
kedua ginjal sudah tidak mampu mempertahankan lingkungan dalam yang cocok
untuk kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ireversibel, kerusakan
vaskular akibat diabetes melitus, dan hipertensi yang berlangsung terus menerus
dapat mengakibatkan pembentukan jaringan parut pembuluh darah dan hilangnya
fungsi ginjal secara progresif.
Gagal ginjal kronis (CKD) adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat
fatal dan ditandai dengan uremia (Urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar
dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi
ginjal) (Nursalam, 2009:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (Toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Menurut Muhammad, (2012:16) menyatakan gagal ginjal kronis adalah
proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari 3 bulan.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Gagal Ginjal
Kronik (Chronic kidney disease) adalah perkembangan gagal ginjal yang progresif
dan ireversibel ditandai dengan fungsi nefron yang berkurang dan penurunan
fungsi ginjal secara perlahan-lahan sehingga terjadi penumpukan sisa metabolit
dalam darah.
2.1.2 Klasifikasi
KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan
pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi
Glomerolus) :
a) Stadium 1: kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b) Stadium 2: Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -
89 mL/menit/1,73 m2)
c) Stadium 3: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2)
d) Stadium 4: kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2)
e) Stadium 5: kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal
ginjal terminal.

2.1.3 Etiologi
Menurut Muttaqin, (2011:166) begitu banyak kondisi klinis yang bisa
menyebabkan terjadinya gagal ginjal kronis. Akan tetapi, apa pun sebabnya,
respons yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi
klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan Gagal Ginjal Kronis adalah:
a. Penyakit dari ginjal
1) Penyakit pada saringan (Glomerulus): glomerulonefritis.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis.
4) Kista di ginjal: polcystis kidney.
5) Trauma langsung pada ginjal.
6) Keganasan pada ginjal.
7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
b. Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Dyslipidemia.
3) Preeklamsi.
4) Obat-obatan.
5) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
2.1.4 Patofisiologi
MenurutSmeltzer (2001:1448) patofisiologi gagal ginjal kronik dimulai
dari fungsi renal menurun, produkan khirmetabolisme protein (yang normal nya
diekskresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah,
maka gejala akan semakin berat.
Patogenesis Chronic Kidney Disease disebabkan karena kerusakan pada
nefron yang mengakibatkan penurunan GFR dan nefron yang tersisa menjadi
hipertropi. Hal ini menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal. Jika GFR terus
menerus turun sampai nol, maka ginjal akan mengkompensasi kehilangan nefron
yang persisten yang terjadi pada gagal ginjal kronik.
Ketidakseimbangan natrium dan cairan dalam tubuh dapat meretensi
cairan dan natrium yang mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik di dalam
tubuh menyebabkan penurunan ekskresi urine dan mengakibatkan edema dan
hipertensi. Dengan menurunnya glomerulo filtrat rate (GFR) mengakibatkan
penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Hal ini
menimbulkan gangguan metabolisme protein dalam usus yang menyebabkan
anoreksia, nausea maupan vomitus yang menimbulkan perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh. Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi
fungsi kerja, mengakibatkan gangguan pada saraf, terutama pada neurosensori.
Selain itu Blood Ureum Nitrogen (BUN) biasanya juga meningkat.
Pada penyakit ginjal tahap akhir urin tidak dapat dikonsentrasikan atau
diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.
Natrium dan cairan tertahan meningkatkan resiko gagal jantung kongestif.
Penderita dapat menjadi sesak nafas, akibat ketidakseimbangan suplai oksigen
dengan kebutuhan. Dengan tertahannya natrium dan cairan bisa terjadi edema dan
ascites. Hal ini menimbulkan resiko kelebihan volume cairan dalam tubuh,
sehingga perlu dimonitor balance cairannya. Semakin menurunnya fungsi renal
terjadi asidosis metabolik akibat ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang
berlebihan. Terjadi penurunan produksi eritropoetin yang mengakibatkan
terjadinya anemia. Sehingga pada penderita dapat timbul keluhan adanya
kelemahan dan kulit terlihat pucat menyebabkan tubuh tidak toleran terhadap
aktifitas.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal terjadi peningkatan
kadar fosfat serum ureum sehingga terjadi hiperfosfatemia dan uremia akibat
pengeluaran urine terganggu sehingga toksik yang seharusnya diekskresikan
melalui urine tidak dapat keluar sehingga tejadi penumpukan toksisk di bawah
lapisan kulit menyebabkan terjadinya gatal-gatal pada kulit (pruritus). Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.
Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan
dengan gangguan yang mendasari, ekskresi protein dalam urin, dan adanya
hipertensi (Brunner dan Suddarth, 2001).
2.1.5 Pathways
Penyakit dari ginjal Penyakit umum di luar ginjal
1) Penyakit pada saringan (Glomerulus): 1) Penyakit sistemik: diabetes melitus,
glomerulonefritis. hipertensi, kolesterol tinggi.
2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis. 2) Dyslipidemia.
3) Batu ginjal: nefrolitiasis. 3) Preeklamsi.
4) Kista di ginjal: polcystis kidney. 4) Obat-obatan.
5) Trauma langsung pada ginjal. 5) Kehilangan banyak cairan yang
6) Keganasan pada ginjal. mendadak (luka bakar).
7) Sumbatan: batu, tumor,
penyempitan/striktur.

GFR Turun

GGK/CKD

B1 B2 B3 B4 B5 B6 Sindrom Uremia
Retensi Na

Tek. Kapiler naik Sekresi eritropoitin Vol. Intersial Naik Obstruksi Ginjal Sekresi protein terganggu
Perporasi Ospaleimia

Beban Jantung Naik Produksi Hb Turun Suplai O2 Fungsi Ginjal Menurun Gangguan Keseimbangan
jaringan turun Asam Basa Pruritus
Tek. Vena OksigenHemoglobin Turun GFR
pulmonalis Timb. Asam Gangguan
Asam Lambung Naik
Laktat integritas kulit
Suplai O2 Retensi air dan
Kapiler paru naik kasar turun natrium Iritasi Lambung
-Fatigue
-Nyeri sendi
Edema Paru Gangguan Perfusi Kelebihan Mual, muntah
Jaringan Intoleransi Aktivitas Volume Cairan

5
Pola Napas
Gangguan Pemenuhan
Tidak Efektif
Nutrisi
2.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer (2001:1450) manifestasi klinis gagal ginjal kronik yaitu:
1) Kardiovaskuler
Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, sakrum), edema periorbital,
pembesaran vena leher.
2) Integumen
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik, pruritus, ekimosis, kuku
tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
3) Pulmoner
Krekels, sputum kental, napas dangkal, pernapasan kusmaul.
4) Gastrointestinal
Napas berbau amoniak, ulserasi dan perdarahan pada mulut, anoreksia, mual
dan muntah, konstipasi dan diare, perdarahan dari saluran gastrointestinal.
5) Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai, rasa panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
6) Muskuloskeletal
Kram otot, kekakuan otot hilang, dan fraktur tulang.
7) Reproduktif
Amenore, dan atrofi testikuler.

2.1.7 Komplikasi
Menurut Smeltzer (2001:1449), komplikasi gagal ginjal kronik yang
memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup:
1) Hiperkalemia
Diakibatkan penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme, dan masukan
diet berlebihan.
2) Perikarditis
Efusi perikardial, dan temponade jantung akibat retensi produk sampah uremik
dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi
Disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta malfungsi sistem renin
angioaldosteron.
4) Anemia
Disebabkan oleh penurunan eritroprotein, rentang usia sel darah merah, dan
pendarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, dan kehilangan darah
selama hemodialisa.
5) Penyakit Tulang
Hal ini disebabkan oleh retensi fosfat kadar kalium serum yang rendah,
metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut Muttaqin (2011:172), pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah:
1) Laju Endap Darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia,dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit yang
rendah.
2) Uremia dan kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum dan
kreatinin kurang lebih 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
perdarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, dan
obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini berkurang: ureum lebih kecil dari
kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
4) Hipokaslemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
5) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada gagal
ginjal (Resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
6) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak, disebabkan peninggian
hormon insulin dan menurunya lipoprotein lipase.
7) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukan pH yang
menurun.
8) Foto polos abdomen
Untuk menilai bentuk dan besar ginjal (Adanya batu atau adanya suatu
obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu
penderita diharapkan tidak puasa.
9) Intra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai
risiko penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya: usia lanjut,
diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
10) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandungan
kemih, dan prostat.
11) Renogram
Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (Vaskular,
parenkim, ekskresi), serta sisa fungsi ginjal.
12) EKG
Untuk melihat kemungkinan: hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (Hiperkalemia).

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan dari penatalaksanaan medis pada
pasien dengan gagal ginjal kronik untuk menjaga keseimbangan cairan elektrolit
dan mencegah komplikasi.
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,
seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah
jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah,
hiperkalemia juga dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian
gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Transfusi darah
hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada insufisiensi
koroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di hindari.natrium
bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat
diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati
karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal dengan ginjal yang baru.

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Menurut Doenges (1999:626) pengkajian pada pasien gagal ginjal adalah
sebagai berikut:
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelelahan ekstrem, kelemahan,malaise.
Gangguan tidur (Insomnia/gelisah atau somnolen)
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat
Palpitasi : nyeri dada (Angina)
Tanda: Hipertensi: nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki,
telapak, tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipertensi
ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit
tahap akhir, pucat (kulit coklat kehijauan, kuning)dan
kecenderungan perdarahan.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya Perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4. Eliminasi
Gejala: Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (Gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Peningkatan berat badan cepat (Edema), penurunan berat badan
(Malnutrisi) Anoreksia. Nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik
tak sedap pada mulut (Pernapasan amonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (Tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Edema (Umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak
bertenaga.
6. Neurosensori
Gejala: Sakit kepala, penglihatan kabur.
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala;kram otot/nyeri kaki (Memburuk saat
malam hari)
Tanda: Perilaku berhati-hati/distraksi,gelisah
8. Pernapasan
Gejala: Napas pendek; dispnea noktural paroksimal; batuk dengan/tanpa
sputum kental dan banyak
Tanda: Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman (Pernapasan
kusmaul), Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(Edema paru).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Menurut Smeltzer, (2001:1451-1456) pasien gagal ginjal kronis
memerlukan asuhan keperawatan yang tepat untuk menghindari komplikasi akibat
menurunnya fungsi renal dan stress serta cemas dalam menghadapi penyakit yang
mengancam jiwa ini. Diagnosa keperawatan potensial untuk pasien-pasien ini
mencakup yang berikut:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, edema paru.
6) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun.

2.2.3 Intervensi
Menurut Smeltzer, (2001:1452-1454) perencanaan keperawatan dari
diagnosa diatas adalah:
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin,
diet berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanpasien
dapatmempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Kriteria hasil:
Klien tidak sesak napas, edema ekstrimitas berkurang, produksi urine >600
ml/hari.
Intervensi Rasional
1. Kaji status cairan: 1. Pengkajian merupakan dasar dan
a. Timbang berat badan harian. data dasar berkelanjutan untuk
b. Keseimbangan masukan dan memantau perubahan dan
haluaran. mengevaluasi intervensi.
c. Turgor kulit dan adanya edema. 2. Pembatasan cairan akan
d. Distensi vena leher. menentukan berat badan ideal,
e. Tekanan darah, denyut dan irama haluaranurin, dan respon
nadi. terhadap alergi.
2. Batasi masukan cairan. 3. Sumber kelebihan cairan yang
3. Identifikasi sumber potensial cairan: tidak diketahui dapat
a. Medikasi dan cairan yang di diidentifikasi.
gunakan. 4. Pemahaman meningkatkan
b. Makanan kerjasama pasien dan keluarga
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
rasional pembatasan. 5. Kenyamanan pasien
5. Bantu pasien dalam menghadapi meningkatkan kepatuhan
ketidaknyamanan akibat pembatasan terhadap pembatasan diet.
cairan. 6. Hygiene oral mengurangi
6. Tingkatkan dan dorong higiene oral kekeringan mebran mukosa
dengan sering. mulut.

2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanpasien dapat
mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Kriteria hasil:
Asupan nutrisi tubuh pasien terpenuhi dengan baik.
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi: 1. Menyediakan data dasar untuk
a. Perubahan berat badan. memantau perubahan dan
b. Pengukuran antropometrik. mengevaluasi intervensi.
c. Nilai laboratorium (elektrolit 2. Pola diet dahulu dan sekarang
serum, BUN, kreatinin, protein, dapat dipertimbangkan dalam
dan kadar besi). menyusun menu.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien: 3. Menyediakan informasi
Riwayat diet. mengenal faktor lain yang dapat
a. Makanan kesukaaan. diubah atau dihilangkan untuk
b. Hitung kalori meningkatkan masukan diet.
3. Kaji faktor yang berperan dalam 4. Mendorong peningkatan
merubah masukan nutrisi: masukan diet
a. Anoreksia, mual atau muntah. 5. Mencegah dan memperlambat
b. Diet yang tidak menyenangkan perburukan fungsi ginjal
bagi pasien. 6. Mengurangi makanan dari
c. Depresi. protein yang dibatasi dan
d. Kurang memahami pembatasan menyediakan kalori untuk energi,
diet. membagi protein untuk
e. Stomatitis. pertumbuhan dan penyembuhan
4. Menyediakan makanan kesukaan jaringan.
pasien dalam batas-batas diet. 7. Meningkatkan pemahaman
5. Anjurkan konsumsi makanan tinggi pasien tentang hubungan antara
kalori, rendah protein. diet, urea, kadar kreatinin dengan
6. Tingkatkan masukan protein yang penyakit renal.
mengandung nilai biologis tinggi: 8. Untuk memantau status cairan
telur, produk susu, daging. dan nutrisi.
7. Jelaskan rasional pembatasan diet
dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan
kadar kreatinin.
8. Timbang berat badan harian.
(Putra Mardana, Kadek Arditya)

3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.


Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkantidak terjadi
kerusakan integritas kulit.
Kriteria hasil:Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak gatal.
Intervensi Rasional
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan 1. Menandakan area sirkulasi buruk,
warna, turgor, perhatikan yang dapat menimbulkan
kemerahan, eksoriasi. dekubitus.
2. Kaji keadaan kulit terhadap 2. Sirkulasi darah darah yang kurang
kemerahan dan adanya eksoriasi. menyebabkan kulit mudah rusak
3. Pantau masukan cairan dan hidrasi dan memudahkan timbulnya
kulit, membran dekubitus/infeksi.
mukosa.Menyediakan makanan 3. Deteksi adanya dehidrasi yang
kesukaan pasien dalam batas-batas mempengaruhi integritas jaringan
diet. pada tingkat seluler.
4. Ganti posisi tiap 2 jam sekali beri 4. Mengurangi/menurunkan tekanan
bantalan pada tonjolan tulang, pada daerah yang edema. Daerah
pelindung siku dan tumit. yang perfusinya kurang baik untuk
5. Jaga keadaan kulit tetap kering dan mengurangi/menurunkan iskemia
bersih. jaringan.
6. Anjurkan pada klien untuk 5. Kulit yang basah terus-menerus
menggunakan pakaian tipis dan memicu terjadinya dekubitus.
kering yang menyerap keringat dan 6. Mencegah iritasi kulit dan
bebas keriput. meningkatkan evaporasi.

4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi


produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan toleransi
terhadap aktivitas meningkat
Kriteria hasil:
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat dilakukan sendiri.
Intervensi Rasional
1. Kaji faktor yang menimbulkan 1. Menyediakan informasi tentang
keletihan: indikasi tingkat keletihan.
a. Anemia. 2. Meningkatkan aktivitas
b. Ketidakseimbangan cairan dan ringan/sedang dan memperbaiki
elektrolit. harga diri.
c. Retensi produk sampah. 3. Mendorong latihan dan aktivitas
d. Depresi. dalam batas-batas yang dapat
2. Tingkatkan kemandirian dalam ditoleransi dan istirahat yang
aktivitas perawatan diri yang dapat adekuat.
di toleransi; bantu jika keletihan 4. Istirahat yang adekuat di anjurkan
terjadi. setelah dialisis, yang bagi banyak
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil pasien sangat melelahkan.
istirahat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah
dialisis.

5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak


optimal, edema paru
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkanpola napas
kembali efektif
Kriteria hasil:
Tidak ada dispnea, pernapasan normal dan teratur, tidak ada retraksi dada
dan pengguanaan otot bantu pernapasan.
Intervensi Rasional
1. Observasi irama, kedalaman, dan 1. Mengetahui status pernapasan
frekuensi pernapasan. pasien
2. Auskultasi bunyi napas 2. Mengetahui adanya gangguan
3. Berikan posisi semifowler atau sumbatan pada jalan napas
4. Batasi pengunjung 3. Posisi semifowler membantu
5. Ajarkan batuk efektif bila terdapat pembukaan jalan napas
sekret pada jalan napas 4. Membatasi pengunjung agar
6. Kolaborasi pemeberian oksigen pasien tenang dan sirkulasi
sesuai kebutuhan udara dilingkunagn pasien baik
5. 5. Batuk efektif membantu
mengeluarkan sekret dari jalan
napas
6. Memenuhi kebutuhan oksigen
6) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun.
Tujuan:setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan sirkulasi
perifer pasien normal
Kriteria hasil:
Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler, warna kulit tidak
pucat/sianosis
Intervensi Rasional
1. Observasi tanda-tanda vital, warna 1. Mengetahui perubahan tanda vital
kulit, membran mukosa dan warna kulit dan membran
2. Berikan posisi semifowler mukosa pucat menunjukan adanya
3. Berikan Oksigen sesuai indikasi gangguan perfusi jaringan
4. Kolaborasi pemeriksaan kadar 2. Posisi semifowler akan membantu
hemoglobin membuka jalan napas sehingga
5. Kolaborasi pemberian transfusi pernapasan optimal.
darah jika perlu. 3. Membantu memenuhi kebutuhan
oksigen
4. Mengetahui kadar hemoglobin
untuk memberikan tindakan lebih
lanjut
5. Bila kadar hemogobin rendah
maka perlu dilakukan trnsfusi
darah.

2.2.4 Implementasi
Implementasiadalahtahap pelaksanananterhadap rencanatindakan
keperawatanyang telahditetapkanuntukperawatbersamapasien.Implementasi
dilaksanakansesuaidenganrencana dan
dibutuhkanketrampilaninterpersonal,intelektual,teknikalyang dilakukandengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamananfisik dan psikologis(Ummi Hani,dkk,2006).
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan membandingkan antara
proses dengan pedoman atau rencana proses tersebut (Mubaraq, 2006:88).
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, diet
berlebih dan retensi cairan serta natrium.
Kriteria Evaluasi: Tidak sesak napas, edema ekstremitas berkurang,
produksi urine >600 ml/hari.
2) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran
mukosa mulut.
Kriteria Evaluasi: Masukan nutrisi dapat terpenuhi dengan baik.
3) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan uremia.
Kriteria Evaluasi: Kulit tidak lecet, kulit lembab, dan kulit pasien tidak
gatal.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Kriteria Evaluasi: Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat
dilakukan sendiri.
5) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, edema paru
Kriteria Evaluasi:Tidak ada dispnea, pernapasan normal dan teratur, tidak
ada retraksi dada dan pengguanaan otot bantu pernapasan.
6) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai oksigen ke jaringan
menurun
Kriteria Evaluasi:Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler, warna kulit
tidak pucat/sianosis
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:EGC

Marry Baradero. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:EGC.

Muttaqin, Arif. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta:Salemba Medika.

Nursalam. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta:Salemba Medika.

Sibuea, Herdin. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth. Jakarta:EGC.

Wahid Iqbal Mubarak. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta: Sagung


Seto.

Paryanti, Yani. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan Chronic Kidney
Disease Yang Mengalami Asites Di RuangHemodialisa Rumah Sakit
Umum DaerahDr. Moewardi Surakarta.

Husna, Cut. 2010. Gagal Ginjal Kronis dan Penanganannya: Literatur Review.
FIKkeS. Jurnal Keperawatan.

Putra Mardana, Kadek Arditya. Penyakit Ginjal Kronis Stadium V Akibat


Nefrolitiasis dan Pielonefritis Kronis. Denpasar, Bali: Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.

Anda mungkin juga menyukai