Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Tn “A” DENGAN DIGANOSA Benign Prostatic Hyperplasia


(BPH) RUANG ASTER RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Disusun Oleh:
Dina Febrianti (Nim 2019.C.11a.1042)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :


Nama : Dina Febrianti
NIM : 2019.C.11a.1042
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada” tn.
A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi
diganosa Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang
Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik Praklink Keperawatan 1 (PPK1) Pada Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Mengetahui:
Pembimbing Akademik Ketua Program Studi S1
Keperawatan,

Ika Paskaria., S.Kep.Ners Meilitha Carolina, Ners., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
Laporan Pendahuluan yang berjudul “Laporan pendahuluan dan asuhan
keperawatan pada” tn. A” dengan kebutuhan cairan dan eliminasi dengan
diganosa Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang aster RSUD dr.Doris
Sylvenus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi
tugas (PPK1).Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
1. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Ika Paskaria., S.Kep.Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
3. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan
pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 29 Juni 2021

Dina Febrianti

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………. 4
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………. 4
1.3 Tujuan Penulisan ………………………………………………………….. 4
1.4 Manfaat Penulisan…………………………………………………………. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………. 7
2.1 Konsep Penyakit…………………………………………………………….. 7
2.1.1 Definisi………………………………………………………………… 7
2.1.2 Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan ………………….. 8
2.1.3 Etiologi…………………………………………………………………11
2.1.4 Patofisiologi...………………………………………………………… 11
2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)………………………………...11
2.1.6 Komplikasi……………………………………………………………..14
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang………………………………………………..14
2.1.8 Penatalaksanaan Medis dan Terapi…………………………………….18
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia…………………………………………..21
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan……………………………………………29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan……………………………………………….29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………33
2.3.3 Intervensi Keperawatan………………………………………………...34
2.3.4 Implementasi Keperawatan…………………………………………….41
2.3.5 Evaluasi Keperawatan………………………………………………….41
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………...43
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………..65
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………….65
4.2 Saran…………………………………………………………………………66
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...67

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benign prostat hyperplasia (BPH) termasuk kesulitan dalam mulai dan
perasaan buang air kecil yang tidak lengkap. Saat kelenjar prostat tumbuh
lebih besar, ia menekan uretra dan mempersempitnya lalu menghalangi aliran
urin. Kandung kemih mulai mendorong lebih keras untuk mengeluarkan air
seni, yang menyebabkan otot kandung kemih menjadi lebih besar dan lebih
sensitif. Ini 12 membuat kandung kemih tidak pernah benar-benar kosong dan
menyebabkan perasaan perlu sering buang air kecil. Gejala lain termasuk
aliran urin yang lemah. (Nunes et all, 2018).
Salah satu dari masalah yang memerlukan penanganan yang tepat adalah
inkontinensia urine selalu merupakan suatu gejala dari masalah penyakit fisik.
Pada laki-laki pembesaran kelenjar prostat menyebabkan obstruksi aliran urin
dari kandung kemih (Bruno, 2019)
World Health Organization (WHO) tahun 2018 menyatakan terdapat
sekitar 70 Juta kasus insidensi penyakit benigna prostat hiperplasia dengan
presentasi (30,1%) di negara maju, sedangkan di negara berkembang sebanyak
(15,35%), salah satunya Indonesia. Tingginya kejadian benigna prostat
hiperplasia di Indonesia telah menempatkan benigna prostat hiperplasia
sebagai penyebab angka kesakitan nomor dua terbanyak setelah penyakit batu
pada saluran kemih. Pada dua tahun terakhir dimulai pada tahun 2018 di
Indonesia terdapat 9,5 juta jiwa diantaranya mengalami benigna prostat
hiperplasia diderita oleh laki-laki diatas usia 60 tahun.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk
mengambil judul “Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada “Tn.
A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus Palangka Raya”,
untuk memenuhi tugas Praktik Praklinik Keperawatan I (PPK I) Pada Program
Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka
Raya.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan pada “Tn. A” dengan dengan kebutuhan
cairan dan eliminasi diganosa Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang
Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus Palangka Raya

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU)

4
Adapun Tujuan Umum Dari Laporan Ini Adalah:
Mahasiswa Mampu Melakukan Dan Memberikan asuhan keperawatan
pada
“Tn. A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus
Palangka Raya
1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
1.3.2.1 Mahasiswa Mampu Menjelaskan Asuhan Keperawatan pada “Tn. A”
dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus Palangka
Raya
1.3.2.2 Mahasiswa Mampu Menjelaskan Manajemen asuhan keperawatan pada
“Tn. A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus
Palangka Raya
1.3.2.3 Mahasiswa Mampu Melakukan Pengkajian asuhan keperawatan pada “Tn.
A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus
Palangka Raya
1.3.2.4 Mahasiswa Mampu Menentukan Diagnose keperawatan pada “Tn. A”
dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus Palangka
Raya
1.3.2.5 Mahasiswa Mampu Menentukan Dan Menyusun Intervensi asuhan
keperawatan pada “Tn. A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi
diganosa Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD
dr.Doris Sylsvanus Palangka Raya
1.3.2.6 Mahasiswa Mampu Melaksanakan Implementasi Keperawatan asuhan
keperawatan pada “Tn. A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi
diganosa Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD
dr.Doris Sylsvanus Palangka Raya

5
1.3.2.7 Mahasiswa Mampu Melakukan Evaluasi asuhan keperawatan pada “Tn.
A” dengan dengan kebutuhan cairan dan eliminasi diganosa Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) di ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus
Palangka Raya”
1.3.2.8 Mahasiswa Mampu Menyusun Dokumentasi Keperawatan.

1.4 Manfaat Penulisan


1.1.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan Agar Mahasiswa Dapat Menambah Wawasan Dan Ilmu
Pengetahuan Dengan Menerapkan Proses Keperawatan Dan Memanfaatkan
Ilmu Pengetahuan Yang Diperoleh Selama Menempuh Pendidikan Di
Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap Palangka Raya.
1.1.2 Bagi Klien Dan Keluarga
Diharapkan Dapat Mengedukasi Keluarga Untuk Dapat Selalu Menjaga
Kesehatannya Dan Sebagai Sumber Informasi Pada Keluarga Tentang
Benign Prostatic Hyperlasia (BPH)
1.1.3 Bagi Institusi
Menjadi Sumber Refrensi Bagi Institusi Pendidikan Maupun Rumah Sakit.
1.1.4 Bagi IPTEK
Hasil Laporan Ini Diharapkan Dapat Memberikan Manfaat Peraktis Dalam
Keperawatan Yaitu Sebagai Panduan Perawat Dalam Pengelolaan Kasus
Pada Pasien Penyakit Benign Prostatic Hyperlasia (BPH)

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit

2.1.1 Definisi
BPH adalah kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini
dapat menyumbat uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya
aliran urine keluar dari buli-buli (Purnomo, 2011).
Benigna Prostat hiperplasia adalah keadaan kondisi patologis yang
paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
ditemukan untuk intervensi medis pada pria di atas Usia 50 tahun (Wijaya.
A & Putri. Y, 2013).
Benigne Prostat Hyperplasia (BPH) adalah suatu penyakit
pembesaran atau hipertrofi dari prostat. Kata-kata hipertrofi seringkali
menimbulkan kontroversi di kalangan klinik karena sering rincu dengan
hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi (kualitas) terjadi
pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kuantitas). Namun,
hiperplasia merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh
penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH seringkali menyebabkan
gangguan dalam eliminasi urine karena pembesaran prostat yang cederung
kearah depan/ menekan vesika urinaria (Prabowo dan Andi, 2014)
Hiperplasia noduler ditemukan pada sekitar 20% laki-laki dengan
usia 40 tahun, meningkat 70% pada usia 60 tahun dan menjadi 90% pada
usia 70 tahun. Pembesaran ini bukan merupakan kanker prostat, karena
konsep BPH dan karsinoma prostat berbeda. Secara anatomis, sebanarnya
kelenjar prostat merupakan kelenjar ejakulasi yang membantu
menyemprotkan sperma dari saluran (ductus). Pada waktu melakukan
ejakulasi, secara fisiologis prostat membesar untuk mencegah urine dari
vesika urinaria melewati uretra. Namun, pembesaran prostat yang terus
menerus akan berdampak pada obstruksi saluran kencing (meatus urinarius
internus) (Mitchell, 2009 dalam Prabowo dan Andi, 2014).

7
2.1.2 Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem Perkemihan
A. Anatomi Sistem Perkemihan
Sistem perkemihan adalah suatu sistem yang didalamnya terjadi
proses penyaringan darah sehingga bebas dari zat-zat yang tidak
dipergunakan oleh tubuh. Zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh akan
larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih). Zat yang
dibutuhkan tubuh akan beredar kembali ke dalam tubuh melalui
pembuluh kapiler darah ginjal, masuk ke dalam pembuluh darah, dan
beredar ke seluruh tubuh.
Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari:
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ terpenting dalam mempertahankan
homeostatis cairan tubuh. Berbagai fungsi ginjal yaitu : mengatur
volume cairan, keseimbangan osmotik, asam basa, eksresi sisa
metabolisme, sistem pengaturan hormonal dan metabolisme.
b. Ureter
Ureter yang panjangnya sekitar 25 -30 cm dan lebarnya 0,5 cm dan
mempunyai tiga jepitan sepanjang jalan pada piala ginjal
berhubungan dengan ureter. Ureter berjumlah dua buah yaitu ureter
kiri dan ureter kanan, terbentang dari hilus ginjal sampai kandung
kemih. Besarnya kurang lebih sebesar tangkai bulu angsa.
c. Vesika Urenaria
Vesika urinaria adalah suatu kantong berotot yang dapat mengempis,
terletak dibelakang sympisis pubis. Mempunyai empat permukaan
(berbentuk piramid); permukaan superior berbentuk segitiga, diliputi
oleh peritonium. Basisnya berada disebelah dorsal dan apexnya
berada disebelah anterior. Apexnya tepat berada dibagian belakang
symphisis ossis pubis dan merupakan apex dari vesika urinaria secara
keseluruhan. Vesika urinaria mempunyai tiga muara, yaitu dua muara
ureter dan satu muara ke uretra.
d. Uretra

8
Uretra adalah saluran kecil dan dapat mengembang, berjalan dari
kandung kemih sampai keluar tubuh. Uretra di lapisi membrana
mukosa yang bersambung dengan membran yang melapisi kandung
kemih.
B. Anatomi Prostat
Kelenjar prostate adalah suatu kelenjar fibro muscular yang
melingkar Bledder neck dan bagian proksimal uretra. Berat kelenjar
prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram dengan ukuran rata-rata :
panjang 3,4 cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri
dari 5 lobus yaitu lobus medius 1 buah, lobus anterior 1 buah, lobus
posterior 1 buah, lobus lateral 2 buah. Selama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut
lobus medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak
tampak karena terlalu kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-
abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut
kelenjar prostat.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan
muskuler. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga
sebagai adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut periuretral gland.
Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan saluran
dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis
yang bermuara ke dalam uretra. Menurut Mc Neal, prostat dibagi atas :
zona perifer, zona sentral, zona transisional, segmen anterior dan zona
spingter preprostat. Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar.
Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, secara terpisah
bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum,
kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal
terdapat sel-sel kuboid.

9
C. Fisiologi Sistem Perkemihan
Pembentukan urine di mulai dengan proses filtrasi plasma pada
glomerulus. Dari sekitar 1200 ml darah yang melalui glomerulus setiap
menit, terbentuk 120 – 125 ml filtrat (filtrat = cairan yang telah melewati
celah filtrasi). Setiap harinya dapat terbentuk 150-180 liter filtrat. Dari
jumlah ini hanya sekitar 1 % (1,5 liter) yang akhirnya keluar sebagai
kemih, sebagian besar diserab kembali.
Proses pembentukkan urine diawali dengan masuknya darah
melalui vasa afferent ke dalam glomerulus dan keluar melalui vasa
efferent. Bagian yang terlihat menyerupai bentuk batang yang terdiri dan
proximal convulated tubule, descending limb of Henle, ascending limb of
Henle, distal convulated tubule, collecting tubule. Pada bagian-bagian
batang ini terjadi proses filtrasi, reabsorbsi dan sekresi.
Sebagaimana diketahui letak kandung kemih pria adalah
dibelakang symphisis, didalam panggul besar dan di depan sisi panggul
besar, sedangkan kandung kemih wanita antara symphisis pubis, uterus
dan vagina. Kandung kemih dipisahkan dengan uterus oleh lipatan
peritonium ruang utero vesical (cavum doglasi).
Dinding ureter terdiri dari otot polos yang serabutnya terdiri dari
serabut spiral, longitudinal dan sirkular. Kontraksi peristaltik secara
reguler terjadi 1 – 5 kali setiap menit, menggerakan urine dari pelvis
ginjal ke kandung kemih. Urine masuk dengan cepat dan singkron
dengan tiap-tiap gelombang pristaltik.
Kandung kemih memiliki serabut otot polos spiral, longitudinal
dan spinter. Ketiga otot ini dinamakan Otot Destruksor, yang
bertanggung jawab terhadap pengosongan kandung kemih selama
berkemih. Berkemih pada dasarnya adalah refleks spinal yang dirangsang
dan dihambat oleh pusat saraf otak yang lebih tinggi, yang sifatnya
volunter (sistem saraf simpatis). Pada orang dewasa, volume urine dalam
kandung kemih normal yang mengawali refleks keinginan untuk
berkemih kira-kira sebanyak 250 – 450 ml dan anak-anak 50 – 250 ml.

10
Kandung kemih terangsang dan menimbulkan gerakan yang ditimbulkan
oleh kontraksi otot abdomen yang menambah tekanan di dalam rongga
abdomen dan berbagai organ yang menekan kandung kemih kemudian
merangsang saraf simpatis untuk melepaskan urine dari kandung kemih
(Brunner & Suddarth, 2003).

2.1.3 Etiologi
Penyebab yang pasti dari benigne prostat hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, namun ada 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya benigne prostat hyperplasia yaitu usia dan hormonal menjadi
prediposisi terjadinya BPH. Usia lanjut. Beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa benigna prostat hiperplasia sangat erat kaitannya dengan:
1. Peningkatan Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan
epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidak seimbangan estroge–testoteron
Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses
penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan
hormon testosteron. Hal ini memicu terjadinya hiperplasia stroma pada
prostat.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat
Peningkatan kadar epidermal gorwth factor atau fibroblas gorwth factor
dan penurunan transforming gorwth factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma
dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan
memicu terjadinya BPH (Prabowo dan Andi, 2014)

11
2.1.4 Patofisiologi
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jila prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersulit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan
ini dapat meningkatkan tekanan intravesika. Sebagai kompensasi terhadap
tekanan prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat
untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa: hipertropi otot
detrusor, trabekulasi, terbentuknya selua, sekula dan difertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagai keluhan pada
saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary Symptom / LUTS.
Pada fase awal dari prostat hiperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dalam sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi
tidak berubah. Pada fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia
Kompensata. Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang
dan kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus
destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisa urine di dalam buli-buli saat
proses miksi berakhir seringkali prostat hyperplasia menambah kompensasi
dengan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga
timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah
tidak berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine,
keadaan ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata.
Fase dekompensasi yang masih akut menimbulkn rasa nyeri dan
dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia urine secara
berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli
tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau
dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan
otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang
kronis dapat menimbulkan kemunduran dungsi ginjal (Jitowiyono dan Weni,
2010).
Penyakit BPH ini merupakan penyakit bedah, jika keluhan masih
ringan, maka observasi diperlukan dengan pengobatan simptomatis untuk

12
mengevaluasi perkembangan klien. Namun, jika telah terjadi obstruksi/
retensi urine, infeksi, insufisiensi ginjal, maka harus dilakukan tindakan
(Prabowo & Andi, 2014). Pada klien dengan BPH salah satunya adalah
TURP, setelah tindakan TUR.P dipasang kateter threeway. Irigasi kandung
kemih secara terus menerus dilakukan untuk mencegah pembekuan darah.
Rasa nyeri dapat dikarenakan adanya pembekuan darah yang banyak di
kandung kencing, sumbatan kateter, berlubangnya kandung kencing akibat
operasi atau analgetik yang tidak adekuat (Wati, D. E. et.al. 2015).

2.1.5 Manifestasi Klinis (Tanda Dan Gejala)


a. Gejala iritatif meliputi (Kemenkes RI, 2019) :
1) Peningkatan frekuensi berkemih
2) Nokturia (terbangun pada malam hari untuk miksi)
3) Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak/tidak dapat ditunda
(urgensi)
4) Nyeri pada saat miksi (disuria)
b. Gejala obstruktif meliputi :
1) Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkalidisertai
dengan mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-
buli memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan
intravesikal guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.
2) Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan
tekanan intra vesika sampai berakhirnya miksi
3) Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
4) Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran
destrussor memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di
uretra
5) Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa
belum puas.
6) Urin terus menetes setelah berkemih.

13
c. Gejala generalisata seperti seperti keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada epigastrik.
Berdasarkan keluhan dapat dibagi menjadi (Sjamsuhidajat dan De jong,
2005)
1) Derajat I : penderita merasakan lemahnya pancaran berkemih,
kencing tak puas, frekuensi kencing bertambah terutama pada
malam hari.
2) Derajat II : adanya retensi urin maka timbulah infeksi. Penderita
akan mengeluh waktu miksi terasa panas (disuria) dan kencing
malam bertambah hebat.
3) Derajat III : timbulnya retensi total. Bila sudah sampai tahap ini
maka bisa timbul aliran refluk ke atas, timbul infeksi ascenden
menjalar ke ginjal dan dapat menyebabkan pielonfritis,
hidronefrosis.
2.1.6 Komplikasi
Menurut Sjamsuhidajat dan De Jong (2005) komplikasi BPH adalah:
a. Retensi urin akut, terjadi apabila buli-buli menjadi dekompensasi.
b. Infeksi saluran kemih
c. Involusi kontraksi kandung kemih
d. Refluk kandung kemih
e. Hidroureter dan hidronefrosis dapat terjadi karena produksi urin terus
berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu
lagimenampung urin yang akan mengakibatkan tekanan intravesika
meningkat.
f. Gagal ginjal bisa dipercepat jika terjadi infeksi
g. Hematuri, terjadi karena selalu terdapat sisa urin, sehingga dapat
terbentuk batu endapan dalam buli-buli, batu ini akan menambah
keluhan iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila
terjadi refluks dapat mengakibatkan pielonefritis
h. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadi dikarenakan pada
waktu miksi pasien harus mengedan.

14
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
1) Urinalisis/Sedimen
Urin Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya
proses infeksi atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur
urin berguna untuk dalam mencari jenis kuman yang menyebabkan
infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman terhadap
beberapa antimikroba yang diujikan dan dapat mengungkapkan
adanya leukosituria dan hematuria. Untuk itu pada kecurigaan adanya
infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan
kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli perlu dilakukan
pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah mengalami
retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak
banyak manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun
eritostiruria akibat pemasangan kateter (Purnomo, 2014).
2) Pemeriksaan fungsi ginjal
Obstruksi intravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada
traktus urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal
ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%.
Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah
(25%) lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal
(17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih banyak. Oleh karena
itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu
tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih
bagian atas (Purnomo, 2014)
3) Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)
PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific
tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk
meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika kadar
PSA tinggi berarti:
(a) Pertumbuhan volume prostat lebih cepat.
(b) Keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek.

15
(c) Lebih mudah terjadinya retensi urine akut.
Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada
peradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat atau
TURP), pada retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan
usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal
berdasarkan usia adalah: a. 40-49 tahun : 0-2,5 ng/ml; b. 50-59
tahun : 0-3,5 ng/ml; c. 60-69 tahun : 0-4,5 ng/ml; d. 70-79 tahun : 0-
6,5 ng/ml.
Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma
prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit
karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur
lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam
mendeteksi adanya karsinoma prostat. Oleh karena itu pada usia ini
pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi
kemungkinan adanya karsinoma prostat. Sebagian besar guidelines
yang disusun di berbagai negara merekomendasikan pemeriksaan
PSA sebagai salah satu pemeriksaan BPH (Ikatan Ahli Urologi
Indonesia (IAUI), 2015).
b. Pencitraan
1) Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat
menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi urin, yang
merupakan tanda dari suatu retensi urin. Pemeriksaan PIV
(Pielografi Intravena) dapat menerangkan kemungkinan adanya:
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau
hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat (pendesakan buli-buli
oleh kelenjar prostat) atau ureter di sebelah distal, dan penyulit
yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau
sakulasi buli-buli. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH
dengan memakai PIV atau USG, ternyata bahwa 70-75% tidak

16
menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih bagian atas;
sedangkan yang menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja
(10%) yang membutuhkan penanganan berbeda dari yang lain.
Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas tidak
direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika
pada pemeriksaan awal ditemukan adanya:
 Hematuria.
 Infeksi saluran kemih.
 Insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG).
 Riwayat urolitiasis.
 Riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia
(IAUI,dalam,Purnomo, 2014)
2) Pemeriksaan Ultrasonografi Transrektal (TRUS) Pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk mengetahui besar atau volume kelenjar
prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat maligna,
sebagai guideline (petunjuk) untuk melakukan biopsi aspirasi
prostat, menetukan jumlah residual urine, dan mencari kelainan
lain yang mungkin ada di dalam buli-buli. Disamping itu
ultrasonografi transrectal mampu untuk mendeteksi adanya
hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat obstruksi BPH yang
lama (Purnomo, 2014).
c. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan Derajat Obstruksi (IAUI, dalam, Purnomo, 2014);
1) Residual urin yaitu jumlah sisa urin setelah miksi yang dapat
dihitung dengan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada
orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan rata-rata 0,53 mL.
Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual
urine kurang dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu
urine tidak lebih dari 12 mL.
2) Pancaran urin atau flow rate dapat dihitung secara sederhana
yaitu dengan menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya

17
miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin yang meliputi lama
waktu miksi, lama pancaran, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum
pancaran, dan volume urin yang dikemihkan. Pemeriksaan yang
lebih teliti lagi yaitu urodinamika.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis dan Terapi


1. Observasi
Biasanya pada terapi ini pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan
hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang dapat memperburuk
keluhannya, misalnya jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau
alkohol setelah makan malam, kurangi konsumsi makanan atau minuman
yang menyebabkan iritasi pada buli-buli (kopi atau coklat), batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
kurangi makanan pedas dan asin, jangan menahan kencing terlalu lama.
setiap 6 bulan pasien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan diperiksa
tentang perubahan keluhan yang dirasakan. Jika keluhan miksi bertambah
jelek daripada sebelumnya, mungkin perlu difikirkan untuk memilih terapi
yang lain (Nurarif & Hardhi, 2015)
2. Terapi Medikamentosa
Menurut (Wijaya, dkk, 2013 dalam Annisa, 2017), tujuan Medikamentosa
adalah berusaha untuk:
a. Mengurangi retensio otot polos prostate sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenalgik alfa.
b. Mengurangi volume prostate sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone dan dihidrosteron (DHT)
melalui menghambat 5 alfa-reduktase.
1) Penghambat Enzim
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1 x 5
mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan

18
DHT sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun
obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan
manfaatnya hanya jelas pada prostate yang besar. Efek samping
dari obat ini diantaranya adalah libido, Ginekomastio.

2) Fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain
eviprostate. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama
1-2 bulan dapat memperkecil volume prostate.
3. Terapi Bedah
Menurut (Smeltzer S. C,. & Brenda G. Bare, 2015) intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputi:
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka
yang bisa digunakan adalah:
1) Prostatektomi suprapubik
Salah satu metode mengangkat kelenjar memalui insisi
abdomen. Teknik ini dapat digunakan untuk kelenjar dengan
segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin terjadi ialah pasien
akan kehilangan darah yang cukup bnyak dibandingkan dengan
metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi adalah insisi
abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah
abdomen mayor.
2) Prostatektomi perineal
Tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi
dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat berguna
untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah
mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan
rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah
inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.
3) Prostatektomi retropubik

19
Tindakan lain yang dilakukan dengan cara insisi abdomen
rendah mendekati kelenjar prostat, yakni antara arkus pubis dan
kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini
sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol
dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi
dapat terjadi diruang retropubik.

b. Pembedahan endourologi, endourologi transurethral dapat dilakukan


dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1) Transurethral Prostatic Resection (TURP)
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut
resektoskop dengan suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar
prostat diiris selapis demi selapis dan dikeluarkan melalui
selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai
diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit,
tergantung besarnya prostat. Indikasi TURP adalah gejala sedang
sampai berat, volume prostat kurang dari 90 gram. Tindakan ini
dilakukan apabila pembesaran prostate terjadi dalam lobus medial
yang langsung mengelilingi uretra. TUR.P merupakan tindakan
operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat
dilakukan dengan transuretra menggunakan cairan irigan
(pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah.
Prosedur ini dilakukan dengan anastesi regional ( Blok
Subarakhnoidal/ SAB/ Peridural ). Manfaat TURP antara lain
tidak meninggalkan atau bekas sayatan serta waktu operasi dan
waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.
Setelah itu dipasang kateter threeway. Irigasi kandung
kemih secara terus menerus dilakukan untuk mencegah
pembekuan darah. Irigasi setelah TURP menggunakan cairan
NaCl 0,9% atau sterilized water for irrigation. Kedua jenis cairan
ini lazim digunakan di Indonesia. Setiap rumah sakit memiliki

20
keputusan tersendiri. Kedua jenis cairan ini aman dan sudah
terdapat penelitian yang mengungkapkannya. Di luar negri
mungkin terdapat cairan lain seperti glisin, cytal ataupun lainnya
tetapi cairan tersebut tidak masuk pasaran Indonesia. Jumlah
tetesan cairan irigasi untuk hari setelah operasi biasanya guyur.
Hari pertama sekitar 60 tetes permenit. Hari kedua sekitar 40 tetes
permenit. Hari ketiga intermiten. Meskipun demikian tetesan
dapat berbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien. Setelah
urin yang keluar jernih kateter dapat dilepas. Kateter biasanya
dilepas pada hari ke 3 –5. Untuk pelepasan kateter, diberikan
antibiotika 1 jam sebelumnya untuk mencegah urosepsis.
Biasanya klien boleh pulang setelah miksi baik, satu atau dua hari
setelah kateter dilepas (Wati, D. E. et.al. 2015)
2) Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)
Tindakan ini dilakukan apabila volume prostate tidak
terlalu besar atau prostate fibrotic, indikasi dari penggunaan
TURP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostate
normal/ kecil (30 gram atau kurang). Teknik yang dilakukan
adalah dengan memasukan instrumen kedalam uretra. Satu atau
dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk
mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi
konstriksi uretra.

2.1 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


Eliminasi
Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua, yakni eliminasi urine (kebutuhan buang
air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar)
a. Kebutuhan eliminasi urine
Organ yang Berperan dalam Eliminasi urine Ginjal
Merupakan organ retropenitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri
atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan
sebagi pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh.

21
- Kandung kemih (bladder, buli-buli) merupakan sebuah kantung yang
terdiri atas otot halus yang berfungsi sebagai penampung air seni
(urine).

- Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke


bagian luar.

- Proses Berkemih, berkemih merupakan proses pengosongan vesika


urinaria (kandung kemih). Vesika urinaria dapat menimbulkan
rangsangan saraf bila urinaria berisi ± 250-450 cc (pada orang
dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Komposisi urine :
(1) Air (96%)
(2) Larutan (4%)
a) Larutan Organik
Urea, ammonia, keratin, dan asam urat
b) Larutan Anorganik
11 Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sufat,
magnesium, fosfor. Natrium klorida merupakan garam
anorganik yang paling banyak.
b. Faktor Yang Memengaruhi Eliminasi Urine Diet dan Asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
memengaruhi output urine (jumlah urine). Protein dan natrium dapat
menentukan jumlah urin yang dibentuk. Selain itu, minum kopi juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.

a) Respon keinginan awal untuk berkemih


Kebiasan mengabaikan keinginan awal utnuk berkemih dapat
menyebabkan urin banyak tertahan di vesika urinaria, sehingga
memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran
urine

b) Gaya hidup

22
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya fasilitas
toilet.

c) Stress psikologis
Meningkatkan stres dapat meningkatkan frekuensi keinginan
berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.

d) Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinearia yang
baik untuk fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot di
dapatkan dengan beraktivitas. Hilangnya tonus otot vesika
urinearia dapat menyebabkan kemampuan pengontrolan
berkemih menurun.

e) Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat
memengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan
pada anak, yang lebih mengalami mengalami kesulitan untuk
mengontrol buang air kecil. Namun kemampuan dalam
mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya
usia

f) Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti
diabetes mellitus.

g) Sosiokultural
Budaya dapat memegaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine, seperti adanya kultur pada pada masyarakat tertentu yang
melarang untuk buang air kecil di tempat tertentu.

h) Kebiasaan seseorang

23
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemh di toilet, biasanya
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui
urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.

i) Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dlam membantu proses
berkemih adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan
pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi sebagai
pengontrolan pengeluaran urine

j) Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai
dampak dari pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan
penurunan jumlah produksi urine.

k) Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada
terjadinya peningkatan atau penurunan proses perkemihan.

l) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat memengaruhi kebutuhan
eliminasi urine, khususnya prosedur-prosedur yang
berhubungan dengan tindakan pemeriksaan saluran kemih
seperti Intra Venus Pyelogram (IVP).

c. Gangguan / Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine

a. Retensi urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidak
mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih.
Tanda klinis retensi:

- Ketidaknyamanan daerah pubis

- Distensi vesika urinaria

- Ketidaksanggupan untuk berkemih

- Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)

24
- Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan
asupannya

- Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih

- Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih


Penyebab:

- Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria

- Trauma sumsum tulang belakang

- Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah

- Sphincter yang kuat 14

- Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)

b. Inkontinensia urine
Merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol ekskresi urine.

c. Enuresis
Merupakan ketiksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mampu mengontrol sphincter eksterna.
Faktor penyebab enuresis:

- Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal

- Anak-anak yang tiidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi


keinginan berkemih tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan
terlambatnya bangun tidur untuk ke kamar mandi

- Vesika urrinaria peka rangsang, dan seterusnya, tidak dapat


menampung urine dalam jumlah besar.

- Suasana emosional yang tidak menyenangkan dirumah (misalnya,


persaingan dengan saudara kandung atau cekcok dengan orang tua)

- Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi


kebiasaannya tanpa di bantu dengan mendidiknya

25
- Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis system
perkemihan.

- Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral

- Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi

d. Perubahan pola eliminasi urine


Merupakan keadaan sesorang yang mengalami gangguan pada eliminasi
urine karena obstruksi anatomis, kerusakan motorik sensorik, dan infeksi
saluran kemih. Perubahan eliminasi 15 terdiri atas:

- Frekuensi, merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam satu hari

- Urgensi, merupakan perasaan seseorang yang takut mengalami


inkontinesia jika tidak berkemih

- Disuria, merupakan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih

- Poliuria, merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar


oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan.

- Urinaria supresi, merupakan berhentinya produksi urine secara


mendadak.

e. Sistem yang Berperan dalam Eliminasi Alvi


Sistem tubuh berperan dalam proses eliminasi alvi (buang air besar) adalah
sistem gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.

f. Proses Buang Air Besar (Defekasi)


Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut buang air
besar. Terdapat dua pusat yang menguasai refleks untuk defekasi, yang
terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Secara umum, terdapat
dua macam terdapat dua macam refleks yang membantu proses defekasi
yaitu refleks defekasi intrinsic dan refleks defekasi parasimpatis.

g. Gangguan / Masalah Eliminasi

1. Alvi Konstipasi

26
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko
tinggi mengalami statis usus besar sehingga mengalami eliminasi yang
jarang atau keras, serta tinja yang keluar jadi terlalu kering dan keras.
Tanda Klinis:
- Adanya fefes yang keras
- Defekasi kurang dari 3 kali seminggu
- Menurunnya bising usus
- Adanya keluhan pada rektum
- Nyeri saat mengejan dan defekasi
- Adanya perasaaan masih ada sisa feses Kemungkinan Penyebab:
Defek persarafan, kelemahan pelvis, immobilitas karena cedera
serebrospinalis, cerebro vascular accident (CVA), dan lain-lain.
- Pola defekasi yang tidak teratur
- Nyeri saat defekasi karena hemorrhoid
- Menurunnya peristaltic karena stress psikologis
- Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anestesi
- Proses menua (usia lanjut)

2. Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko
sering mengalami pengeluaran feses dalam bentuk cair. Diare sering
disertai kejang usus, mungkin ada rasa mula dan muntah
Tanda Klinis:
- Adanya pengeluaran feses cair
- Frekuensi lebih dari 3 kali sehari
- Nyeri/kram abdomen
Bising usus meningkat Kemungkinan Penyebab:
- Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi
- Peningkatan peristaltic karena peningkatan metabolisme
- Efek tindakan pembedahan usus
- Efek penggunaan obat seperti antasida, laksantif, antibiotic, dan
lain-lain
- Stres psikologis

27
3. Inkontinensia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami
perubahan kebiasaan dari proses defekasi normal, sehingga mengalami
proses pengeluaran feses tidak disadari. Hal ini juga disebut sebagai
inkontinensia alvi yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk
mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sphincter akibat
kerusakan sphincter.
Tanda Klinis :
- Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki Kemungkinan
Penyebabnya
- Gangguan sphincter rectal akibat cedera anus, pembedahan, dan
lainlain  Distensi rectum berlebih
- Kurangnya control sphincter akibat cedera medula spinalis, CVA,
dan lain-lain
- Kerusakan kognitif

4. Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karena
pengumpulan gas berlebihan dalam lambung atau usus

5. Hemorroid
Hemorrhoid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah
anus sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat
disebabkan karena konstipasi, peregangan saat defekasi dan lain-lain

6. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakann massa feses karena dilipatan rektum yang
diakibatkan oleh retensi dan akumulasi materi feses yang
berkepanjangan. Penyebab fecal impaction adalah asupan kurang,
aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus otot.

h. Faktor yang Memengaruhi Proses Defekasi Usia


Setiap tahap perkembangan/usia memiliki kemampuan mengontrol proses
defekasi yang berbeda.

28
1. Diet
Diet, pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki kandungan serat tinggi dapat
membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun
dapat memengaruhinya

2. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi
menjadi keras. Oleh karena itu, proses absorpsi air yang kurang
menyebabkan kesulitan proses defekasi.

3. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas
tonus otot abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran
proses defekasi

4. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi, seperti
penggunaan laksantif, atau antasida yang terlalu sering.

5. Gaya hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini
dapat terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup sehat/
kebiasaan melakukan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet,
etika seseorang tersebut buang air besar di tempat terbuka atau tempat
kotor, maka akan mengalami kesulitan dalam proses defekasi.

6. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya
penyakit-penyakit tersebut berhubungan langsung dengan system
pencernaan, seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainnya.

7. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan / keinginan untuk
defekasi seperti nyeri pada kasus hemorrhoid atau episiotomi

8. Kerusakan sensoris dan motoris

29
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat memengaruhi
proses defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi
sensoris dalam melakukan defekasi

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis pada pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama pasien mengeluh nyeri atau mengakui
ketidaknyamanan.
2. Riwayat Kesehatan/ Penyakit Sekarang
Riwayat penyakit sekarang dikaji dimulai dari keluhan yang dirasakan
pasien sebelum masuk rumah sakit, ketika mendapatkan perawatan di
rumah sakit sampai dilakukannya pengkajian. Pada pasien post TUR.P
biasanya didapatkan adanya keluhan seperti nyeri. Keluhan nyeri dikaji
menggunakan PQRST:
P (provokatif), yaitu faktor yang mempengaruhi awat atau ringannya
nyeri.
Q (Quality), yaitu kualitas dari nyeri, seperti apakah rasa tajam,
tumpul atau tersayat.
R (Region), yaitu daerah / lokasi perjalanan nyeri.
S (Severity), yaitu skala/ keparahan atau intensitas nyeri.
T (Time), yaitu lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perawat menanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah dialami
sebelum nya, terutama yang mendukung atau memperberat kondisi
gangguan system perkemihan pada pasien saat ini seperti pernakah
pasien menderita penyakit kencing manis, riwayat kaki bengkak
(edema), hipertensi, penyakit kencing batu, kencing berdarah, dan
lainnya. Tanyakan: apakah pasien pernah dirawat sebelumnya, dengan

30
penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dan
sebagainya (Muttaqin, 2011).
4. Riwayat Keluarga
Tanyakan mungkin di antara keluarga klien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian Psiko-sosio-spirutual
Pengkajian psikologis pasien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai Kecemasan pasien terhadap penyakitnya, kognitif, dan
prilaku pasien. Perawat mengumpulkan pemeriksaan awal pasien
tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan
tingkat perlunya pengkajian psikososiospiritual yang saksama
(Muttaqin, 2011).
6. Pola sehari-hari
a. Nutrisi
Pola nutrisi sebelum dan sesudah sakityang harus dikaji adalah
frekuensi, jenis makanan dan minuman, porsi, tanyakan perubahan
nafsu makan yang terjadi. Pada post TUR.P biasanya tidak terdapat
keluhan pada pola nutrisi.
b. Eliminasi
BAB: Tanyakan tentang frekuensi, jumlah, warna BAB terakhir
BAK: Mengkaji frekuensi, jumlah, warna BAK Pada pasien post
TUR.P terpasang kateter threeway, mengkaji jumlah, warna
biasanya kemerahan.
c. Tidur/istirahat
Pola tidur dapat terganggu maupun tidak terganggu, tergantung
bagaimana toleransi pasien terhadap nyeri yang dirasakannya.
d. Personal Hygiene
Upaya untuk menjaga kebersihan diri cenderung kurang.
e. Pola Aktivitas
Pada pasien post TUR.P biasanya dianjurkan untuk tirah baring
sehinga aktivitas dibantu keluarga sebagian.

31
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Head to-toe meliputi:
a. Keadaan Umum
Keadaan umum klien mulai saat pertama kali bertemu dengan klien
dilanjutkan mengukur tanda-tanda vital.Kesadaran klien juga
diamati apakah kompos mentis, apatis, samnolen, delirium, semi
koma atau koma.
b. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu) umumnya
pasien menglami takikardi, peningkatan tekanan darah, dapat juga
terjadi hipotensi.
c. Pemeriksaan kepala dan muka
Inspeksi: Kebersihan kepala, warna rambut hitam keputihan, tidak
ada kelainan bentuk kepala, Pasien nampak meringis menahan
nyeri. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, mengkaji kerontokan dan
kebersihan rambut, kaji pembengkakan pada muka.
d. Mata
Inspeksi: Keadaan pupil isokor atau anisokor, refleks cahaya tidak
ada gangguan, konjungtiva anemis.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan atau peningkatan tekanan
intraokuler pada kedua bola mata.
e. Hidung
Inspeksi: Bersih, tidak terdapat polip, tidak terdapat nafas cuping
hidung.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan pada hidung.
f. Telinga
Inspeksi: Simetris telinga kanan dan kiri, tidak ada luka, telinga
bersih tidak ada serumen.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan
g. Mulut
Inspeksi: Tidak ada kelainan kogenital (bibir sumbing), warna,
kesimetrisan, sianosis atau tidak, pembengkakkan, lesi, amati

32
adanya stomatitis pada mulut, amati jumlah dan bentuk gigi, gigi
berlubang, warna, plak, dan kebersihan gigi.
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan pada pipi dan mulut bagian
dalam.
h. Leher
Inspeksi: Tidak ada luka, kesimetrisan, masa abnormal.
Palpasi: Mengkaji adanya distensi vena jugularis, pembesaran
kelenjar tiroid.
i. Thorak
1) Paru-paru
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat luka, ekspansi dada
simetris
Palpasi : Tidaknya nyeri tekan, vokal fremitus sama antara
kanan dan kiri.
Perkusi : normalnya berbunyi sonor.
Auskultasi : normalnya terdengar vasikuler pada kedua paru.
2) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 4 & 5 mid clavicula
sinistra.
Perkusi : normalya terdengar pekak
Auskultasi : normalnya terdengan tunggal suara jantung
pertama
dan suara jantung kedua.
j. Abdomen
Inspeksi : tidak ada odema, tidak terdapat lesi
Palpasi : terdapat nyeri tekan pada perut bagian bawah
Perkusi : kaji suara apakah timpani atau hipertimpani
Auskultasi : dengarkan bising usus apakah normal 5-20x/meni
k. Ekstremitas
1) Atas
Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan ekstremitas

33
atas, Integritas ROM (Range Of Motion), kekuatan
dan tonus otot.
Palpasi : mengkaji bila terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas
2) Bawah
Inspeksi : mengkaji kesimetrisan dan pergerakan ekstremitas
atas, Integritas ROM (Range Of Motion), kekuatan
dan tonus otot.
Palpasi : mengkaji bila terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas
l. Integritas kulit
Inspeksi : warna kulit, kelembapan, akral hangat atau tidak
Palpasi : integritas kulit, CRT (Capilary Refil Time) pada
jari
normalnya < 2 detik
m. Genetalia
Inspeksi : laki-laki, terpasang folley kateter 3 lubang
(treeway
catheter) dengan Irigasi NaCl 0,9% (urine berwarna
merah muda kemerahan hingga merah muda jernih
setelah pembedahan).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
pengalaman atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah
kesehatan, pada resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan.
Diagnosa keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk membantu pasien mencapai kesehatan
yang optimal (PPNI, 2016):
Pre Operasi:
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Retensi urin (D.0050)

34
c. Gangguan Eliminasi urin (D.0040)
d. Ansietas (D.0080)
e. Gangguan pola tidur (D.0055)
f. Defisit pengetahuan (D.0111)
Post Operasi:
a. Nyeri akut (D.0077)
b. Risiko Infeksi (D.0142)
c. Risiko perdarahan (D.0012)

2.3.3 Intervensi Keperawatan


Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan
keperawatanpada pasien/klien berdasarkan analisa pengkajian agar
masalah kesehatan dan keperawatan pasien dapat diatasi (Nurarif &
Kusuma, 2016).
Intervensi Keperawatan Pre Operasi BPH
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (D.l.08238)
berhubungan dengan keperawatan selama …x… diharapkan (Halaman 201)
agen pencedera nyeri menurun dengan Kriteris hasil Obsevasi
fisiologis ( D.0077 ) (L.08066) (Halaman 145) - Identifikasi lokasi, karakteristik,
(Halaman 172) 1) Kemampuan pasien untuk durasi, frekuensi, kualitas,
menuntaskan aktivitas menurun intensitas nyeri
2) Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
3) Pasien tampak meringis menurun - Identifikasi respons nyeri non
4) Frekuensi nadi membaik verbal
5) Pola nafas membaik - Identifikasi factor yang
6) Tekanan darah membaik memperberat dan memperingan
7) Fungsi berkemih membaik nyeri
8) Perilaku membaik - Identifikasi pengetahuan dan
9) Pola tidur membaik keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah di
berikan
- Monitor efek samping
penggunaan analgesic

Terapeutik
- Berikan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.

35
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri

Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan Teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Retensi urin Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urine
berhubungan dengan keperawatan selama …x… (l.04152) (Halaman 175)
peningkatan tekanan kemampuan berkemih membaik Observasi
uretra (D.0050) Dengan kriteria hasil (L.03019) - Identifikasi penyebab retensi
(Halaman 115) (Halaman 25) urine (mis. Peningkatan
1) Sensasi berkemih meningkat tekanan uretra, kerusakan
2) Desakan kandung kemih menurun arkus reflek, disfungsi
3) Distensi kandung kemih menurun neurologis, efek agen
4) Berkemih tidak tuntas menurun farmakologis)
5) Nocturia menurun - Monitor intake dan output
6) Dysuria menurun cairan
7) Frekuensi BAK membaik - Monitor distensi kandung
8) Karakteristik urine membaik kemih dengan palpasi/perkusi
- Pasang kateter urine, jika perlu

Terapeutik
- Catat waktu-waktu dan haluaran

36
berkemih
- Batasi asupan cairan
- Ambil sampel urine tengah
(midstream) atau kultur

Edukasi
- Jelaskan penyebab retensi
urine
- Anjurkan pasien atau keluarga
mencatat output urine
- Ajarkan cara melakukan
rangsangan berkemih
- Anjurkan mengambil posisi
yang nyaman
- Demontrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. Napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
suposutoria uretra, jika perlu
3 Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen eliminasi urin &
urin berhubungan keperawatan selama …x… diharapkan katerisasi urine (l.04148)
dengan penurunan pola eliminasi kembali normal dengan (Halaman 129)
kapasitas kandung kriteria hasil (L.03019) (Halaman 25) Observasi
kemih (D.0040) 1) Sensasi berkemih meningkat Identifikasi tanda dan gejala retensi
(Halaman 96) 2) Desakan kandung kemih menurun atau inkontenensia urine
3) Distensi kandung kemih menurun identifikasi factor yang
4) Berkemih tidak tuntas menurun menyebabkan retensi atau
5) Nocturia menurun inkokntenensia urine monitor urine
6) Dysuria menurun (mis. Frekuensi, konsistensi, aroma,
volume, dan warna )

Terapeutik
Catat waktu-waktu dan haluaran
berkemih batasi asupan cairan, jika
perlu

Edukasi
Ajarkan tanda dan gejala infeksi
saluran kemih ajarkan minum yang
cukup jika tidak ada kontraindikasi
jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter urine anjurkan
menarik nafas saat insersi selang
urine

37
Kolaborasi
kolaborasi pemberian obat
suposutoria uretra, jika perlu
4 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (l.09314)
berhubungan dengan keperawatan selama …x… diharapkan (Halaman 387)
krisis situasional pasien tidak cemas dengan kriteria Obeservasi
(D.0080) (Halaman hasil (L09093) (Halaman 132) - Identifikasi saat tingkat ansietas
180) 1) Perilaku gelisah menurun berubah (mis. Kondisi, waktu,
2) Perilaku tegang menurun stresor)
3) Frekuensi pernafasan menurun - Identifikasi kemampuan
4) Frekuensi nadi membaik menurun mengambil mengambil
5) Konsentrasi pola tidur membaik keputusan
6) Pola berkemih membaik - Monitor tanda-tanda ansietas
(verbal dan nonverbal)

Terapeutik
- Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
- Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
- Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
- Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan

Edukasi
- Informasikan secara factual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
- Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan presepsi
- Latih Teknik relaksasi
- Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
- Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
- Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antiansietas, jika perlu
5 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan selama … Dukungan tidur (l.05174)
berhubungan dengan x… keperawatan pasien diharapkan (Halaman 48)
nyeri/kolik (D.0055) pola tidur membaik dengan kriteria Observasi

38
(Halaman 126) hasil (L.05045) (Halaman 96) - Identifikasi pola aktivitas dan
1) keluhan sulit tidur membaik tidur
2) keluhan sering terjaga - Identifikasi factor pengganggu
3) keluhan tidak puas tidur tidur (fisik dan/atau psikologis)
4) keluhan pola tidur berubah - Identifikasi makanan atau
menurun miuman yang menggangu tidur
5) keluhan istirahat tidak cukup Terapeutik
menurun - Modifikasi lingkungan
- Fasilitasi penghilang stress jika
perlu
- Lakukan prosedur untuk
meningkatkan kenyamanan
- Sesuaikan jadwal pemberian
obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur-terjaga

Edukasi
- Jelaskan pentingnnya tidur
cukup selama sakit
- Ajarkan relaksasi otot autogenic
atau cara nonfarmakologi
lainnya

6 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Edukasi kesehatan (l.12383)


berhubungan dengan keperawatan selama …x… diharapkan (Halaman 65)
kurang terpapar tingkat pengetahuan meningkat Observasi
informasi (D.0111) dengan kriteria hasil (L.12111) - Identifikasi kesiapan dan
(Halaman 246) (Halaman 146) kemampuan menerima
1) perilaku sesuai anjuran meningkat informasi
2) kemampuan menjelaskan - Identifikasi bahaya keamanan di
pengetahuan tentang suatu topik lingkungan (mis. Fisik, biologi,
meningkat dan kimia)
3) pertanyaan tentang masalah yang
dihadapi menurun Terapeutik
4) pertanyaan tentang masalah yang - Sediakan materi dan media
dihadapi meningkat Pendidikan kesehatan
5) perilaku membaik - Jadwalkan Pendidikan
kesehatan
- Berikan kesempatan untuk
bertanya

Edukasi
- Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan
- Ajarkan perilaku hidup sehat
- Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat

39
Intervensi Keperawatan Post Operasi BPH
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (l.08238)
berhubungan dengan selama …x… diharapkan nyeri menurun (Halaman
tindakan invasive dengan kriteria hasil (L.08066) (Halaman Observasi
( D.0077 ) (Halaman 1) Keluhan nyeri menurun - Identifikasi factor
172) 2) Meringis menurun pencetus dan Pereda nyeri
3) Gelisah menurun - Monitor kualitas nyeri
4) Frekuensi nadi membaik (mis. Terasa tajam,
5) Pola napas membaik tumpul, diremas-remas,
6) Tekanan darah membaik ditimpa beban berat)
7) Fungsi berkemih membaik - Monitor lokasi dan
penyebaran nyeri
- Monitor intensitas nyeri
dengan menggunakan
skala
- Monitor durasi dan
frekuensi nyeri

Terapeutik
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgetik,
sesuai indikasi

2 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi


dibuktikan dengan selama …x… diharapkan tingkat infeksi (l.14539) (Halaman
tindakan invasive menurun dengan kriteria hasil (L.14137) Observasi
(D.0142) (Halaman (Halaman - Periksa kesiapan dan
304) 1. Kebersihan tangan meningkat kemampuan menerima

40
2. Kadar sel putih membaik informasi
3. Kemerahan menurun - Jelaskan tanda dan gejala
4. Kebersihan badan meningkat infeksi local dan sistemik
5. Demam menurun
6. Nyeri menurun
7. Bengkak menurun
Edukasi
- Anjurkan membatasi
pengunjung
- Ajarkan cara merawat
kulit pada daerah yang
edema
- Anjurkan nutrisi, cairan
dan istirahat
- Anjurkan mengelola
antibiotic sesuai resep
- Ajarkan cara mencuci
tanga

3 Risiko Pendarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan perdarahan


dibuktikan dengan selama …x… diharapkan tingkat perdarahan ( l.02067) (Halaman
tindakan pembedahan menurun dengan kriteria hasil (L.02017) Observasi
(D.0012) (Halaman (Halaman - Monitor tanda dan gejala
42) 1. Kelembapan membrane mukosa perdarahan
meningkat - Monitor nilai
2. Kelembaban kulit meningkat hematocrit/hemoglobin
3. Kognitfi meningkat sebelum dan setelah
4. Hemoptosis menurun kehilangan darah
5. Hematemesis menurun - Monitor tanda tanda vital
6. Hematuria menurun ortostatik
7. Perdarahan pasca operasi menurun - Monitor koagulasi (mis.
8. Hemoglobin membaik Prontombin time (PT),
9. Hematocrit membaik (PTT), fibrinogen,
10. Tekanan darah membaik degrradasi fibrin.
11. Denyut nadi apical membaik
12. Suhu tubuh membaik Terapeutik
- Pertahankan bed rest
selama perdarahan
- Batasi tindakan invasive,
jika perlu
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
- Anjurkan segera melapor
jika terjadi perdarahan

Kolaborasi
- Kolaborasi produk
darah, jika perlu

41
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Gordon, 1994, dalam
(Potter & Perry, 2011). Komponen tahap implementasi:
1. Tindakan keperawatan mandiri
2. Tindakan keperawatan kolaboratif
3. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan
2.3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi itu sendiri. (Ali, 2009)Evaluasi dilakukan berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan
hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan
mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan
(Mubarak,dkk.,2011). Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:
(Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara
subjektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan
objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

42
Tugas dari evaluator adalah melakukan evaluasi, menginterpretasi
data sesuai dengan kriteria evaluasi, menggunakan penemuan dari evaluasi
untuk membuat keputusan dalam memberikan asuhan keperawatan.
(Nurhayati, 2011)
Ada tiga alternative dalam menafsirkan hasil evaluasi yaitu :
a. Masalah teratasi
Masalah teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan tingkah laku
dan perkembangan kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan
yang telah ditetapkan.
b. Masalah sebagian teratasi
Masalah sebagian teratasi apabila pasien menunjukkan perubahan dan
perkembangan kesehatan hanya sebagian dari kriteria pencapaian
tujuan yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi
Masalah belum teratasi, jika pasien sama sekali tindak menunjukkan
perubahan perilaku dan perkembangan kesehatan atau bahkan timbul
masalah yang baru.

43
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan pada tanggal 29 Juni 2021. Jam 10.00 WIB
ruang Aster RSUD dr.Doris Sylsvanus Palangka Rayadi. Pengkajian didapat
melalui wawancara dengan klien, keluarga, dan data status klien.
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. K
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/ Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : Smp
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Sulawesi
Tgl MRS : 26 Juni 2021
Diagnosa Medis : Benign Prostat Hyperplasia (BPH)

B. RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Pasien mengatakan nyeri dibagian perut bawah dan kelaminnya.
Pasien mengatakan nyeri saat BAK
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien mengatakan bulan April 2021 mengeluh nyeri saat berkemih
serta tidak tuntas saat berkemih. Pada tanggal 23 April 2021 pasien
dating ke RSUD karena tidak dapat BAK sama sekali. Pada tanggal 25

44
April 2021 datang ke RSUD untuk menjalani operasi TURP pertama.
Pada tanggal 26 Juni 2021 datang lagi untuk operasi TURP ke dua
karena pasien mengalami sakit lagi saat BAK
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi)
Pasien mengatakan pernah menjalani operasi BPH
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki
kelainan/kecatatan dan menderita suatu penyakit yang berat/turunan

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum : Lemah,
tampak terpasang infus RL
pada tangan sebelah kanan
2. Status Mental
a. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
b. Ekspresi Wajah : Gelisah
c. Bentuk badan : Endomorph
d. Cara berbaring/bergerak : Terlentang/normal
e. Bicara : Lancar
f. Suasana Hati : Cemas
g. Penampilan :
h. Fungsi kognitif :
· Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan Pagi, Siang,
Malam
· Orientasi Orang : Klien dapat membedakan perawat dan
keluarga
· Orientasi Tempat : Klien Sadar sedang berada di Rumah Sakit
i. Halusinasi : Dengan / Akustik Lihat / Visual
X
Lainnya...........................
j. Proses Berfikir : Blocking Cricumstansial
x Flight oh ideas
.
Lainnya ............................

45
k. Insight : Baik Mengingkari
Menyalahkan Orang lain
N
l. Mekanisme Pertahanan Diri :  Adaftip N Mal Adaftip
m. Keluhan Lainnya :
..............................................................................................................................
......................
..............................................................................................................................
......................
3. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 37,6oC Axilla Rektal Oral
b. Nadi /HR : 89x/Menit
c. Pernapasan/RR : 20x/Menit
d. Tekanan Darah/BP : 90/70 mmHg

4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada : Simetris
Kebiasaan merokok : sudah lama berhenti merokok Batang/hari
Batuk, sejak ………………….
Batuk darah, sejak ……………
Sputum, warna ……………….
Sianosis
Nyeri dada
Dyspnoe Orthopnoe Lainnya ………..
Sesak nafas Saat inspirasi Saat aktivitas
Saat istirahat
Type Pernafasan Dada Perut 
Dada dan perut
Kusmaul Cheyne-stokes
Biot
Lainnya ………………………………………
Irama Pernafasan Teratur Tidak teratur
Suara Nafas Vesikuler
Bronchovesikuler
Bronchial Trakeal
Suara Nafas tambahan Wheezing Ronchi kering
Ronchi basah (rales) Lainnya
……………….
Keluhan lainnya : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak Ada maslah

5. CARDIOVASCULER ( BLEEDING )

Nyeri dada Kram kaki Pucat


Pusing/sinkop Clubing finger Sianosis
Sakit Kepala Palpitasi Pingsan
Capillary refill > 2 detik < 2 detik

46
Oedema : Wajah Ekstrimitas atas
Anasarka Ekstrimitas bawah
Asites, lingkar perut …………………Cm
Ictus Cordis Terlihat Tidak Melihat
Vena Jugularis Tidak Meningkat Meningkat
Suara Jantung Normal, lup dup
Ada kelainan
……………………………………...................
Keluhan Lainnya : Tidak ada
Masalah : Tidak ada masalah keperawatan

6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS : E : 4 membuka mata spontan
V : 5 komunikasi verbal baik
M : 6 mengikuti perintah
Total Nilai GCS (15) : 13
Kesadaran : Compos Menthis SomnolentDelirium
Soporus Coma
Sulit dinilai
Pupil : Isokor Anisokor
Midriasis Meiosis

Refleks Cahaya : Kanan Positif Negatif


Kiri Posistif Negatif

Nyeri, lokasi …………………………….


Vertigo  Gelisah Aphasia
Kesemutan
Bingung Disarthria Kejang Tremor
Pelo

Uji Syaraf Kranial :


Nervus Kranial I: (olfaktorius)Penghidu
Nervus Kranial II : (Optikus) penglihatan
Nervus Kranial III: (Okulomotoris) Pergerakan mata ke dalam, ke atas, elevasi alis,
mata kontraksi pupil, reaksi bersamaan
Nervus Kranial IV: (Trokhlearis)Pergerakan mata ke bawah, keluar
Nervus Kranial V: (Trigeminus) Mengunyah, sensasi wajah, kulit, kepala, dan gigi)
Nervus Kranial VI: (Abdusen) Pergerakan mata lateral
Nervus Kranial VII: (Facialis) Ekspresi Wajah
Nervus Kranial VIII : (Akustikus) Pendengaran dan keseimbangan
Nervus Kranial IX : (Glosofaringeus) Menelan, Pengecapan
Nervus Kranial X : (Vagus) Menelan Berbicara
Nervus Kranial XI : (Asesoris) Pergerakan bahu, rotasi kepala

47
Nervus Kranial XII: (Hipoglosus) Pergerakan Lidah
Uji Koordinasi :
Ekstremitas Atas : Jari Ke Jari Positif Negatif
Jari Ke Hidung Positif Negatif
Ekstremitas Bawah : Tumit Ke Jempol Kaki Positif Negatif
Uji Kestabilan Tubuh : Positif Negatif
Refleks :
Bisep : Kanan +/- Kiri +/- Skala............... Trisep :
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Brakioradialis
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Patella
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Akhiles
Kanan +/- Kiri +/- Skala................ Refleks
Babinski
Kanan +/- Kiri +/-
Refleks Lainnya
: ........................................................................................................
Uji Sensasi : ........................................................................................................
Keluhan Lain :
…………………………………………………………………….……………………
………………………………….……………………………………………………..
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
………………………………….....................................................................................
7. ELIMINASI URI (BLADDER) :
Produksi Urin : 800ml/hr
Warna : kuning jernih
Bau : dengan bau khas
Tidak ada masalah/lancar Menetes Inkotinen
Oliguri  Nyeri Retensi
Poliuri Panas Hematuri
Dysuri Nocturi
Kateter Cystostomi
Keluhan Lainnya : pembesaran pada kandung kemih
……………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….............
.....................................
.............................................................................................................................................
Masalah Keperawatan: Gangguan eliminasi urine
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :
Mulut dan Faring
Bibir :
Gigi :
Gusi :
Lidah :
Mukosa :

48
Tonsil :
Rectum :
Haemoroid :
BAB : ……1 x/hr Warna :……. Konsistensi : lunak
Tidak ada masalah Diare Konstipasi
Kembung
Feaces berdarah Melena Obat pencahar
Lavement

Bising usus :
Nyeri tekan, lokasi :
Benjolan, lokasi : ………………………....
Keluhan Lainnya : ………………………………………
…………………………………………………………………………………………
……………
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
…………………………………………………………………………………………
……………
…………………………………………………………………………………………
……………

9. TULANG – OTOT – INTEGUMEN ( BONE )


Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas
Parese/lemah, lokasi………………………………………
Paralise/paraplegia/lumpuh, lokasi…………………………………….
Hemiparese, lokasi…………………………………………………….
Nyeri, lokasi…………………………………….
Bengkak, lokasi……………………………………
Kekakuan Lokasi .........................................................
Flasiditas .....................................................................
Spastisitas, Lokasi .......................................................
Ukuran Otot Simetris
Atropi
Hipertropi
Kontraktur
Malposisi
Uji Kekuatan otot : Ekstrimitas Atas………… . Ekstrimitas
Bawah…………………
Deformitas tulang, lokasi…………………………….
Peradangan, lokasi……………………………………
Perlukaan, lokasi……………………………………..
Patah tulang, lokasi…………………………………..
Tulang Belakang Normal Skoliosis
Kifosis Lordosis

10. KULIT – RAMBUT - KUKU

49
Riwayat Alergi Obat
…………………………………………………..
Makanan
……………………………………………………
Kosametik
………………………………………………….
Lainnya
…………………………………………………….
Suhu Kulit Hangat Panas Dingin
Warna kulit Normal Sianosis/biru Ikterik/kuning
Putih/pucat Coklat tua/hyperpigmentasi
Turgor Baik Cukup Kurang
Tekstur Halus Kasar
Lesi : Macula, lokasi …………………………
Pustula, lokasi…………………………
Nodula, lokasi …………………………
Vesikula, lokasi …………………………
Papula, lokasi …………………………
Ulcus, lokasi ………………………….
Jaringan Parut, lokasi
……………………………………………………….....................
Tekstur rambut: ……………………………………………………….
Distribusi rambut: …………………………………………………….
Bentuk kuku Simetris Irreguler
Clubbing Finger Lainnya ……………….
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
…………………………………………….…………………………………………
…………………………………………………………………………………………

11. SISTEM PENGINDRAAN


a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan: Berkurang Kabur Ganda
Buta/gelap
Gerakan bola mata Bergerak normal Diam
Bergerakspontan/nistagmus
Visus : Mata Kanan (VOD) : …………………………….
Mata Kiri (VOS) : …………………………….
Sclera : Normal/putih Kuning/ikterus Merah/hifema
Konjunctiva Merah muda Pucat/anemic
Kornea Bening Keruh
Alat Bantu Kacamata Lensa kontak Lainnya …….
Nyeri : ….
……………………………………………………………………...
Keluhan Lain :
…………………………………………………………………………
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
………………………………………………………………………….

50
b. Telinga/Pendengaran :
Fungsi Pendengaran : Berkurang Berdengung Tuli
c. Hidung/Penciuman :
Bentuk : Simetris Asimetris
Lesi
Patensi
Obstruksi
Nyeri tekan sinus
Transluminasi
Cavum Nasal Warna ……………….. Integritas
………………..
Septum nasal Deviasi Perforasi
Peradarahan
Sekresi, warna …………………
Polip Kanan Kiri Kanan dan kiri
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………

12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE


Massa Ya Tidak
Jaringan Parut Ya Tidak
Kelenjar limfe Teraba Tidak teraba
Kelenjar Tyroid Teraba Tidak teraba
Mobilitas leher Bebas Terbatas

13. SISTEM REPRODUKSI


a. Reproduksi Pria
Kemerahan, Lokasi : …………………………........
Gatal-gatal, lokasi : …………………………........
Gland Penis : ……………………………….
Maetus Uretra : …………………………….....
Discharge, warna : ………………………….........
Srotum : ……………………………….
Hernia : ……………………………….
Kelainan :
……………………………………………………………………..
.............................................................................................
.............
Keluhan lain :
……………………………………………………………………..
..............................................................................................
............
b. Reproduksi Wanita
Kemerahan, lokasi : ………............………….....…………
Gatal-gatal, lokasi : ............……………….....……………
Perdarahan : …………………….....………………

51
Flour Albus : ……………….......…………………..
Clitoris : ……………………………………….
Labia : ……………………………………….
Uretra : ………………………………………..
Kebersihan : Baik Cukup Kurang
Kehamilan : ………….............………. minggu
Taksiran Partus : ……………………...……
Lainnya
: .............................................................................................
.........
Payudara :
Simetris Asimetris
Sear Lesi
Pembengkakan Nyeri tekan
Puting : Menonjol Datar Lecet Mastitis
Warna areola …………………………………………..
ASI Lancar Sedikit Tidak keluar
Keluhan Lainnya :
……………………………………………………………………….............
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
………………………………..................................................................................
……………………………………………………………………………………

D. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………….......
...................................................................................................................................
............................................................................................

2.Nutrisi dan Metabolisme


TB : Cm
BB Sekarang : Kg
BB Sebelum sakit : Kg
Diet :
Biasa Cair Saring Lunak
Diet Khusus :
Rendah Garam Rendah Kalori TKTP
Rendah Lemak Rendah Purin Lainnya
………………
Mual Muntah ……….. kali/hari
Kesukaran menelan Ya Tidak
Keluhan Lainnya :
……………………………………………………………………....................

52
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekeunsi/hari 2-3 x perhari
Porsi
Nafsu makan
Jenis Makanan
Jenis Minuman
Jumlah minuman/cc/24 2-2, 5 liter

jam
Kebiasaan Makan
Keluhan/masalah Tidak Ada

Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah


………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………....................
....................…………………………………

3. Pola istirahat dan tidur : Klien mengatakan sebelum sakit klien tidak
mengalami susah tidur terutama pada malam hari dimana klien biasa tidur
8 jam setiap harinnya tetapi pada saat sakit klien mengatakan biasa tidur 5-
6 jam sering terbangun saat nyeri berkemih
Masalah Keperawatan : Gangguan pola tidur
…………………………………………………………………………………………
……….
………………………………………………………………………...............................
…………………………………….

4. Kognitif :
………………………………………………………………………………….
………………..
……………………………………………………………………………………
………………...........................................................................................................
........................................................................................
Masalah Keperawatan:
…………………………………………………………………………………………

5. Konsep Diri :
Gambaran Diri :
…………………………………………………………………………………..
Ideal Diri :
…………………………………………………………………………………..
Identitas Diri :
…………………………………………………………………………………..

53
Harga Diri :
…………………………………………………………………………………..
Peran :
………………………………………………………………………..
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………………………
6. Aktivitas Sehari-hari :
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………
………………………………...................................................................................
...........................................................................
Masalah Keperawatan
……………………………………………………………………………………

7. Koping-Toleransi terhadap Stress


………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………
………………………………...................................................................................
...........................................................................
Masalah Keperawatan:
……………………………………………………………………………….……

8. Nilai-Pola Keyakinan
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………
………………………………...................................................................................
.........................................................................

Masalah Keperawatan:
……………………………………………………………………………….……

E. SOSIAL – SPIRITUAL.
1. Kemampuan berkomunikasi :
………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………
………………………………...................................................................................
...........................................................................
2. Bahasa sehari-hari :
…………………………………………………………........................................
...................................................................................................................................

3. Hubungan dengan Keluarga :


......................................................................................................................
...................
...................................................................................................................................
......

54
……………………………………...........................................................................

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :


………………………………………………………………………………………
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................

5. Orang berarti/terdekat :
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :


………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………….

7. Kegiatan beribadah :

F. DATA PENUNJANG ( RADIOLOGIS. LABORATORIUM, PENUNJANG LAIN)


No Parameter Hasil Nilai Normal
1 Laboratorium

Hasil Pemeriksaan

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Obat/Terapi Medis Dosis Indikasi Kontraindikasi

Palangka Raya, 29 Juni 2021


ANALISIS DATA
Mahasiswa,

No DATA KEMUNGKINAN PENYEBAB MASALAH


1 DS : Nyeri akut

Sentiani
55

(…………………………………………..)
P : Pasien mengatakan
nyeri saat berkemih
Q : Pasien
mengatakan nyeri
seperti disayat-sayat
R : Pasien mengatakan
nyeri dibagian perut
bawah dan kelamin
S : Skala nyeri 4
dilihat dari raut kuma
pasien
T : Nyeri di rasa terus
menerut

DO :
- Pasien tampak
meringis
- Kesadaran
Compos
Mentis
- TD : 90/70
mmHg
- Nadi :
88x/menit
- Suhu : 37oC
- RR :
20x/menit
2 DS : Gangguan
- Pasien sulit Eliminasi Urine
saat buang air berhubungan
kecil (BAK) dengan tekanan
- Pasien uretra
mengatakan

56
nyeri saat
buang air kecil
(BAK)

DO :
- Pasien
terpasang
keteter
- Urine 800cc

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)


Data Subyektif :
- Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
- Nyeri seperti di sayat-sayat
- Nyeri dibagian bawah perut dan kelamin
- Skala nyeri 4 dilihat dari raut muka pasien
Data Obyektif :
- Pasien tampak meringis
- Kesadaran ada di Compos Mentis
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi : 88x/menit
- Suhu : 37,6oC
- RR : 20x/menit

2. Gangguan Eliminasi Urine berhubungan dengan tekanan uretra


Data Subyektif :
- Pasien mengatakan sulit saat buang air kecil
- Pasien mengatakan nyeri saat berkemih
Data Obyektif :

57
- Terpasang keteter
- Urine 800cc

58
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. A


Ruang Rawat : 03.05.87
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri akut berhubungan Tujuan : Manajemen Nyeri (D.l.08238)
dengan Agen pencedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 6 jam Obsevasi
Fisiologis (D.0077) diharapkan gangguan rasa nyeri berkurang - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Dengan Kriteria Hasil (L.08066) : frekuensi, kualitas,
1) Kemampuan pasien untuk menuntaskan aktivitas intensitas nyeri
menurun - Identifikasi skala nyeri
2) Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respons
3) Pasien tampak meringis menurun nyeri non verbal
4) Frekuensi nadi membaik
5) Pola nafas membaik Terapeutik
6) Tekanan darah membaik - Berikan Teknik
7) Fungsi berkemih membaik nonfarmakologis untuk
8) Perilaku membaik mengurangi rasa nyeri
9) Pola tidur membaik Edukasi

59
- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Ajarkan Teknik
nonfarmakologis
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Eliminasi Urine Tujuan : 1. Monitor intake dan
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam pola output
tekanan uretra eliminasi urine pasien teratasi dengan kriteri hasil : 2. Monitor penggunaan
1) Kandung kemih kosong secara penuh obat
2) Tidak ada residur urine> 100-200 cc 3. Monitor derajat distensi
3) Intake cairan dalam rentan normal bladder
4) Bebas dari ISK 4. Instruksikan ada pasien
5) Tidak ada spasme bladder dan keluarga untuk

60
6) Balance cairan seimbang mencatat outpun urine
5. Stimulasi reflek bladder
dengan kompres dingin
pada abdomen
6. Monitor tanda dan gejala
ISK

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

61
Tanda Tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) Dan Nama
Jam
Perawat

27 Juni 2021 1. Mengajarkan pasien untuk minum200 ml


11.37 cairan pada saat makan, di antara waktu S:

makan dan di awal petang Hasil : Klien  Klien mengatakan BAK masih terasa sakit, masih

mengerti dan bersedia mengikuti instruksi butuh waktu cukup lama untuk menuntaskan BAK-

yang diberikan nya dan urine masih berwarna kuning keruh


11.38 O:
2. Mengajarkan pasien tentang tanda dan gejala
 Klien nampak cukup lama saat masuk WC, warna
infeksi saluran kemih yang harus dilaporkan Dina
urine kuning keruh
(misalnya demam, menggigil, nyeri pinggang,
A:
hematuria, serta perubahan konsistensi dan
 Masalah gangguan eliminasi urin belum teratasi
bau urine) Hasil : klien mengerti dengan tanda
P : Intervensi tetap dilanjutkan
dan gejala infeksi yang dijelaskan perawat
13.20  Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi,
3. Memberikan cukup waktu untuk pengosongan
konsistensi, bau, volume, dan warna jika perlu
kandung kemih (10 menit) Hasil : klien
 Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat
mengatakan butuh waktu agak lama bila BAK
makan, di antara waktu makan, dan di awal petang
sampai tuntas
13.20

62
4. Memberikan privasi untuk eliminasi Hasil :  Berikan privasi untuk eliminasi
13.30 menutup pintu WC saat klien BAK  Berikan cukup waktu untuk

5. Memantau eliminasi urine, meliputi frekuensi,


konsistensi Hasil : Klien mengatakan BAK
sudah 2 kali sejak pagi tadi, warna urine
kuning keruh

11.06
S:
 Klien mengatakan perutnya masih sakit tembus hingga
1. Monitor tanda-tanda vital Hasil : Tekanan
belakang terutama saat ia BAK, nyerinya hilang timbul
11.10 darah: 150/90 mmHg Nadi : 89 x/menit Suhu :
dan rasanya seperti tertusuk-tusuk
36,7 o C Pernapasan : 23 x/menit
O:
11.35 2. Melakukan pengkajian nyeri secara
 Tekanan darah: 160/90 mmHg
komperhensif termasuk lokasi Sentiani
 Skala nyeri 5
3. karakteristik, durasi frekuensi, kualitas dan
 Klien nampak meringis memegang perut bagian bawah
faktor presipitasi. Hasil : Klien mengeluh dan pinggang.

63
nyeri pada perut bagian bawah tembus hingga A:
belakang. Nyeri bertambah parah ketika buang  Masalah nyeri belum teratasi
air kecil, nyei seperti tertusuk-tusuk dan sering P : Intervensi dilanjutkan
28 Juni 2021 menjalar hingga genitalia. Dengan skala nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara komperhensif
07.36 6 dan nyerila hilang timbu termasuk lokasi, karakteristik, durasi frekuensi, kualitas
dan factor presipitasi.
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
4. Observasi reaksi nonverbal dari
 Observasi tanda-tanda vital.
ketidaknyamanan. Hasil : Klien nampak
07.36
meringis memegang perut bagian bawah dan  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

pinggang. seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


berulang).
5. Mengajarkan tentang teknik non farmakologi
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
07.46 (Teknik nafas dalam) Hasil : Klien Nampak
intervensi.
mengikuti apa yang diajarkan (teknik relaksasi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi (teknik
nafas dalam dan distraksi)
relaksasi nafas dalam)
6. Menganjurkan klien untuk meningkatkan
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
istirahat. Hasil : klien nampak mengerti
dengan apa yang dianjurkan dan akan

64
65
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Pengkajian
Dapat dilakukan pengkajian secara komperhensif pada Pasien. Data
yang didapatkan yaitu identitas klien, riwayat penyakit, data psikososial.
Data tersebut berdasarkan hasil wawancara dengan klien dan keluarga,
observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
2. Diagnosa keperawatan
Dapat ditegakkannya Diagnosa keperawatan yang muncul dari data
pengkajian Benigna Prostat Hiperplasia (BPH). Urutan diagnose
keperawatan yaitu, nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis dan Gangguan pola eliminasi urine
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang diberikan pada Pasien disusun sesuai dengan diagnosa
yang muncul, rencana yang telah disusun disesuaikan dengan teori yang
ada. Perencanaan dibuat sesuai dengan masalah yang ditemukan
berdasarkan hasil dari pengkajian.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana
tindakan yang telah peneliti susun. Implementasi keperawatan yang
dilakukan pada Pasien sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan
berdasarkan teori yang ada dan sesuai dengan kebutuhan pasien dengan
Benigna Prostat Hiperplasia.
5. Evaluasi Keperawatan
Dapat melakukan evaluasi mengenai kondisi perkembangan Pasien dari
pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Hasil evaluasi
keperawatan 2 diagnosa yang muncul.

66
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Hasil studi kasus ini dapat menjadi bacaan dan acuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kreativitas serta referensi pembelajaran
untuk menambah pengalaman dan wawasan dalam melakukan asuhan
keperawatan pada “Tn. A” dengan asuhan keperawatan pada “Tn.
A”dengan kebutuhan cairan dan eliminasi dengan diganosa Benign
Prostatic Hyperlasia (BPH) ruang aster RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
4.2.2 Bagi Institut
Menjadi sumber referensi bagi institusi
4.2.3 Bagi Iptek
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberi manfaat praktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus asuhan
keperawatan pada “Tn. A” dengan asuhan keperawatan pada “Tn. A”
dengan kebutuhan cairan dan eliminasi dengan diganosa Benign Prostatic
Hyperlasia di ruang aster RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA
RAYA

67
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan. Edisi 1 Cetakan II. Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

Purnomo, B.B. 2011. Dasar-dasar urologi edisi 2. Jakarta : CV Sagung seto

Marya. 2013. Buku Ajar Patofisiologi. Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara.

Muttaqin A & Sari K, 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan System Perkemihan.


Jakarta: Salamba

Medika. Nahdi, 2013. Nefrolithiasis dan Hidronefrosis Sinistra dengan Infeksi


Saluran Kemih Atas. Lampung.

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung NANDA International. 2012.


Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC

Nurjannah dan Tumanggor Roxsana. 2016. Nursing Interventions Classification


(NIC). Edisi Bahasa Indonesia. Edisi keenam. Yogyakarta. Mocomedia

Putri & Wijaya. S.A. 2013. KMB I Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
dewasa). Yogyakarta : Nuha Medika

Saputra dan Dwisang Evi. 2014. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan
Paramedis. Tangerang selatan : Binarupa Aksara Publisher

STIK Avicenna. 2016. Buku Panduan Seminar Keperawatan Program Studi


Ners. Kendari : SULTRA

Wijayaningsi. S. K. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info

Ekowati, S. (2010). Hubungan Inkontinensia Urine dengan Tingkat Depresi pada

68
Usia Lanjut di Posyandu Lansia “‘Flamboyan’” Desa Onggobayan Ngestiharjo
Kasihan Bantul.

Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). (2015). Pembesaran Prostat Jinak ( Benign
Prostatic Hyperplasia / BPH ). 8–33.

Indah, P. (2011). Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah, PUSPITA INDAH


Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2016. (2007), 1.

69

Anda mungkin juga menyukai