Anda di halaman 1dari 53

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS EFUSI PLEURA


DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Di Susun Oleh :
IRMA RIANI
NIM : 20231490104033

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
TAHUN 2023
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Irma Riani
NIM : 20231490104033
Program Studi : Profesi Ners
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Ny.A
dengan diagnosa medis Efusi Pleura Ruang Dahlia RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya”

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Stase Keperawatan Medikal Bedah Pada Program Profesi Ners
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan,

Hermanto, Ners., M.Kep Yuliana Ernawati, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
penyusunan “Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan
diagnosa medis Efusi Pleura di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya”. Laporan pendahuluan asuhan keperawatan ini disusun guna melengkapi
tugas Praktik klinik Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah.
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes., selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep., selaku Ketua Program Studi Profesi
Ners STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Klinik Program
Profesi Ners.
4. Ibu Yuliana Ernawati, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Lahan Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus yang telah banyak memberikan saran dan
bimbingannya dalam menyelesaikan asuhan keperawatan.
5. Bapak Hermanto, Ners, M.Kep. selaku Pembimbing Akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan
asuhan keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan asuhan keperawatan ini
mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu
penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan
mudah-mudahan laporan pendahuluan asuhan keperawatam ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 17 Oktober 2022

Irma Riani
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Efusi pleura adalah keadaan di mana terdapat penumpukan cairan yang


berlebih di dalam kavum pleura. Keadaan ini dapat mengancam jiwa karena cairan
yang menumpuk dapat menghambat pengembangan paru-paru sehingga terjadinya
gangguan pada proses pertukaran udara (Simanjuntak, 2014). Selain penyakit efusi
pleura terdapat penyebab atau kelainan lain yang dapat menyebabkan gangguan
kebutuhan oksigen yaitu : bronkospasme, pneumonia, edema paru, ca paru, asma,
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), emphysema dan masih banyak penyakit
atau kelainan yang menyebabkan gangguan kebutuhan oksigen.

Secara geografis penyakit efusi pleura terdapat diseluruh dunia, bahkan


menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Di negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura
per 100.000 orang. Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya
menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan
pneumonia bakteri. Menurut World Health Organization (WHO) efusi pleura
merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa. Secara geografis
penyakit ini terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problem di negara – negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Amerika Serikat, setiap tahunnya
terjadi 1,5 juta kasus efusi pleura. Sementara pada populasi umum secara
internasional diperkirakan setiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosis efusi pleura.
Di negara – negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung
kongestif, sirosis hati, keganasan, dan pneumonia bakteri. Di negara sedang
berkembang seperti Indonesia, lazim diakibatkan oleh infeksi tuberkulosis. Di
Indonesia kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas
lainnya.

Gejala yang sering timbul pada efusi pleura adalah sesak nafas. Nyeri bisa
timbul akibat efusi yang banyak berupa nyeri dada pleuritik atau nyeri tumpul
bergantung pada jumlah akumulasi cairan. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak nafas yang berdampak pada pemenuhan kebutuhan oksigen,
sehingga kebutuhan oksigen dalam tubuh kurang terpenuhi. Hal tersebut dapat
menyebabkan metabolisme sel dalam tubuh tidak seimbang. Oleh karena itu,
diperlukan pemberian terapi oksigen (Morton, Fontaine, Hudak, Gallo, 2013). Dari
penjelasan diatas maka efusi pleura dapat menyebabkan ketidakefektifan pola napas
karena adanya akumulasi cairan didalam rongga pleura visceralis dan parietalis
sehingga menyebabkan penurunan ekspansi paru. Pada saat paru klien mengalami
penurunan ekspansi, maka oksigen yang diperlukan akan menjadi sedikit sehingga
klien akan berusaha untuk bernapas dengan cepat (takipnea) supaya oksigen yang
diperoleh menjadi maksimal. Ketidakefektifan pola napas ditandai dengan adanya
dispnea, takipnea, perubahan kedalaman pernapasan, sianosis, perubahan
pergerakan dinding dada (Somantri, 2012).

Penanganan efusi pleura berfokus pada pemenuhan kebutuhan oksigenasi


yang maksimum. Oksigenasi yang maksimum difokuskan untuk mencapai
pertukaran gas yang adekuat, ventilasi yang adekuat, dan perfusi jaringan yang
adekuat (Dugdale, 2014). Evakuasi cairan dilakukan untuk menjamin ventilasi dan
pertukaran gas yang adekuat. Evakuasi cairain dilakukan melalui tindakan medis
seperti thoracentesis dan pemasangan chest tube (Rubins, 2013). Tindakan
keperawatan juga berperan penting untuk menjamin ventilasi dan perfusi yang
adekuat. Beberapa tindakan keperawatan utama untuk mengatasi masalah
pernapasan pada pasien efusi pleura adalah pengkajian berupa monitor status
pernapasan meliputi frekuensi pernapasan, auskultasi suara paru, monitor status
mental, dispnea, sianosis, dan saturasi oksigen (Wilkinson & Ahern, 2005). Selain
itu, tindakan keperawatan yang penting adalah “Positioning” yang bertujuan untuk
meningkatkan ekspansi paru sehingga mengurangi sesak (Dean, 2014).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengangkat tentang Laporan


Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Ny.A dengan Diagnosa Medis Efusi
Pleura. Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi bagaimana cara
pengobatan dan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Efusi
Pleura.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu


bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Diagnosa
Medis Efusi Pleura di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan
pengalaman langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada
Ny. A dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya dengan menggunakan proses keperawatan dari pengkajian
sampai dengan evaluasi keperawatan.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada
Ny. A dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.2 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa medis pada Ny. A dengan
Diagnosa Medis Efusi Pleura di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan pada Ny. A
dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Ny. A dengan Diagnosa Medis Medis Efusi Pleura di
Ruang Dahlia dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Ny. A dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura di Ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Ray
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan
yang telah dilaksanakan pada Ny. A dengan Diagnosa Medis Efusi Pleura di
Ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi
Sarjana Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2. Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti dan memahami cara perawatan pada penyakit
Efusi Pleura secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3. Bagi Institusi
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Efusi Pleura
sehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.4. Bagi IPTEK
Dengan adanya asuhan keperawatan diharapkan dapat menimbulkan ide-ide
dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan
terutama pengembangan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep
pendekatan proses keperawatan pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Efusi Pleura

Efusi pleura adalah kondisi dimana udara atau cairan berkumpul dirongga
pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps sebagian atau seluruhnya (Nair &
Peate, 2015). Efusi pleura adalah kondisi paru bila terdapat kehadiran dan
peningkatan cairan yang luar biasa di antara ruang pleura. Pleura adalah selaput tipis
yang melapisi permukaan paru-paru dan bagian dalam dinding dada di luar paru-
paru. Di pleura, cairan terakumulasi di ruang antara lapisan pleura. Biasanya, jumlah
cairan yang tidak terdeteksi hadir dalam ruang pleura yang memungkinkan paru-
paru untuk bergerak dengan lancar dalam rongga dada selama pernapasan (Philip,
2017).

Efusi pleura adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parietal. Proses penyakit primer jarang terjadi
namun biasanya terjadi sekunder akibat dari penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau
pus. Secara normal ruang pleura mengandung sejumlah kecil cairan yaitu sekitar 5 –
15ml yang berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleura
bergerak tanpa adanya friksi (Ardhi, 2018).

2.2 Etiologi

Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan


produksi cairan, penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini
disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut (Morton 2012) :

a. Peningkatan tekanan pada kapiler sub pleura atau limfatik


b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penurunan tekanan osmotic koloid darah
d. Peningkatan tekakanan negative intrapleura
e. Kerusakan drainase limfatik ruang pleura

1) Penyebab efusi pleura:


a. Infeksi
1. Tuberkulosis
2. Pneumonitis
3. Abses paru
4. Perforasi esophagus
5. Abses sufrenik
b. Non infeksi
1. Karsinoma paru
2. Karsinoma pleura: primer, sekunder
3. Karsinoma mediastinum
4. Tumor ovarium
5. Bendungan jantung: gagal jantung, perikarditiskonstriktiva
6. Gagal hati
7. Gagal ginjal
8. Hipotiroidisme
9. Kilotoraks
10. Emboli paru.
2.3 Tanda dan Gejala
Ada tiga gejala yang paling umum dijumpai pada effusi pleura yaitu nyeri
dada, batuk, dan sesak napas. Nyeri dada yang disebabkan effusi pleura oleh karena
penumpukan cairan di dalam rongga pleura. Nyeri dada yang ditimbulkan oleh
effusi pleura bersifat pleuritic pain. Nyeri pleuritik menunjukkan iritasi local dari
pleura parietal, yang banyak terdapat serabut saraf. Karena dipersarafi oleh nervus
frenikus, maka keterlibatan pleura mediastinal menghasilkan nyeri dada dengan
nyeri bahu ipsilateral. Nyeri juga bisa menjalar hingga ke perut melalui persarafan
interkostalis. Sedangkan batuk kemungkinan akibat iritasi bronkial disebabkan
kompresi parenkim paru. (Roberts JR et al, 2014). Beberapa gejala disebabkan oleh
penyakit yang lebih dulu diderita. Menyebabkan demam, menggigil dan nyeri dada
pleuritik. Effusi ganas dapat menyebabkan dipsnea dan batuk. Ukuran effusi,
kecepatan pembentukan effusi dan penyakit paru penyebab akan mementukan
tingkat keparahan gejala
1. Effusi besar: sesak nafas sampai gawat nafas akut
2. Effusi kecil sampai sedang: Dipsnea mungkin tidak terjadi
3. Terdengar bunyi redup atau pekak saat dilakukan perkusi di atas area cairan,
suara nafas minimal atau tidak ada, fremitus berkurang, dan trakea tergeser
menjadi sisi yang terganggu/( Susan C Smletzer, 2017).

Gejala- gejala yang timbul jika ckran bersifat inflamatoris atau jika
mekanika paru terganggu. Klien dengan efusi plura biasanya akan mengalami
keluhan :

1. Batuk
2. Sesak nafas
3. Nyeri pleuritis
4. Rasa berat pada dada
5. Berat badan menurun

Adanya gejala – gajala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan


nyeri dada ( pneumonia ), panas tinggi ( kokus ), subfebril ( tuberkolosis ) banyak
keringat, batuk.

1. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi
penumpukan cairan pleural yang signifikan.
2. Pada pemeriksaan fisik :
a. Inflamasi dapat terjadi friction rub.
b. Atelektaksis kompresif ( kolaps paru parsial ) dapat menyebabkan bunyi
nafas bronkus.
c. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan
karena cairan akan perpindah tempat.
d. Vocal fremitus melemah pada perkusi didapat pekak, dalam keadaan
duduk perkmukaan cairan membentuk garis melengkung ( garis ellis
damoiseu ).
e. Terdapat segitiga garland, yantiu daerah yang di perkusi redup timpani
dibagian atas garis ellis damoiseu. Segitiga broocorochfusz, yaitu daerah
pekak karena cairan mendiring mediastinum keisisi lain. Pada auskulatsi
daerah ini di dapati vesikuler melemah dengan ronchi.
2.4 Klasifikasi
Menurut Huda Amin & Kusuma Hardhi (2015) efusi pleura dibagi menjadi
2 yaitu :
1. Efusi Pleura Transudat
Merupakan ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura
tidak terkena penyakit. Akumulasi cairan disebabkan oleh faktor sistemik
yang mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan pleura seperti (gagal
jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik dan dialisis
peritoneum).
2. Efusi Pleura Eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan
masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.
Kriteria efusi pleura eksudat :
a. Rasio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b. Rasio cairan pleura dengan dehydrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,5
c. LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum.
2.5 Patofisiologi (Web of Caution)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen dada, biasanya dilakukan untuk memastikan adanya efusi pleura, dimana
hasil pemeriksaan akan menunjukkan adanya cairan.
2. CT scan dada. CT scan bisa memperlihatkan paru-paru dan cairanefusi dengan
lebih jelas, serta bisa menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor.
3. USG dada, bisa membantu mengidentifikasi adanya akumulasi cairan dalam
jumlah kecil.
4. Torakosentesis, yaitu tindakan untuk mengambil contoh cairan untuk diperiksa
menggunakan jarum. Pemeriksaan analisa cairan pleura bisa membantu untuk
menentukan penyebabnya.
5. Biopsi. Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka
dilakukan biopsi, dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk
dianalisa.
6. Bronkoskopi, pemeriksaan untuk melihat jalan nafas secara langsung untuk
membantu menemukan penyebab efusi pleura.
7. Torakotomi, biasanya dilakukan untuk membantu menemukan penyebab efusi
pleura, yaitu dengan pembedahan untuk membuka rongga dada. Namun, pada
sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh,
penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.
2.7 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.7.1 Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau
kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan
pasien.
b. Keluhan Utama
Biasanya pada pasien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.

c. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda -tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasienpernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya.Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pengkajian Pola Fungsi
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
2. Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan.
3. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan
obat-obatan bias menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
4. Pola nutrisi dan metabolisme
5. Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran
tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien.
6. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak
nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
7. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit, pasien dengan effusi
pleura keadaan umumnya lemah.
h. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat
pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus digestivus.
i. Pola aktivitas dan latihan
1. Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi.
2. Pasien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.
3. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada.
4. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
j. Pola tidur dan istirahat
1. Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh
terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat.
2. Selain itu, akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang
ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar - mandir, berisik
dan lain sebagainya.
k. Pemeriksaan Fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea
dan ictus kordis. Pernapasan cenderung meningkat dan pasien biasanya dyspneu.
a) Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya >
250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit.
b) Suara perkusi redup sampai pekak tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya
tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa
garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi
duduk. Garis ini disebut garis EllisDamoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
c) Auskultasi suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan
makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari
parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari
atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan.
3) Sistem Cardiovascular
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS-5
pada linea medio klavikula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung.
b) Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictuscordis.
c) Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri.
d) Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan
adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
a) Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
b) Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-
35 kali per menit.
c) Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa
(tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah
hepar teraba.
d) Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan
menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesikaurinarta, tumor).
e) Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping itu juga diperlukan
pemeriksaan GCS, apakah composmentis atau somnolen atau comma.
Pemeriksaan refleks patologis dan refleks fisiologisnya.Selain itu fungsi-fungsi
sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan.
f) Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial.Selain itu, palpasi pada
kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan
pemerikasaan capillary refiltime. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
g) Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada
kulit, pada pasien dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya
kegagalan sistem transport oksigen. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekstur kulit (halus-
lunakkasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
2.7.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga
atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
aktual ataupun potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan
rencana tindakan asuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti, 2017). Adapun dignosa yang
diangkat dari masalah sebelum dilakukan tindakan infasif adalah:

a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambata upaya nafas (kelemahan
otot nafas) (D.0005)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi, iskemia,
neoplasma) (D.0077)
c. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen (D.0056)
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. (D.0111)
(PPNI, 2017).
Adapun diagnosa yang diangkat dari masalah setelah dilakukan tindakan infasif
adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) (D.0077)
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142) (PPNI, 2017)
2.7.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dapat dilaksanakan oleh perawat berdasarkan standard intervensi
keperawatan Indonesia (SIKI) :
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas. (D.0005)
1) Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas membaik.
2) Kriteria hasil:
a) Dyspnea menurun
b) Penggunaan otot bantu nafas menurun
c) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
d) Ortopnea menurun
e) Pernapasan pursed-lip menurun
f) Frekuensi nafas membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
b) Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, mengi, wheezing , ronchi
kering)
Terapeutik
a) Pertahankan kepatenan jalan nafas head-tilt dan chin-lift (jawthrust jika curiga
trauma sevikal)
b) Posisikan semi-fowler atau fowler
c) Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
a) Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi
b) Kolaborasi pemberian bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
b. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis ( inflamasi, iskemia,
neoplasma) (D.0077)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri menurun
2) Kriteria hasil:
a) Keluhan nyeri menurun
b) Melaporkan nyeri terkontrol meningkat
c) Meringis menurun
d) Penggunaan analgetik menurun
e) Tekanan darah membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi skala nyeri
b) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
b) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemiihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Anjurkan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
c. Intoleransi aktifitas (D.0056)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawaan diharapkan akitifitas pasien
meningkat
2) Kriteria hasil
a) Kemudahan melakukan aktifitas
b) Dyspnea saat beraktifitas menurun
c) Dyspnea setelah beraktifitas menurun
d) Perasaan lemah menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Frekuensi nadi membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. Cahaya, suara,
kunjungan)
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
b) Melakukan aktvitas secara bertahap
d. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (D.0130)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan suhu kembali
membaik
2) Kriteria hasil:
a) Mengigil menurun
b) Kulit merah menurun
c) Takikardia menurun
d) Takipnea menurun
e) Tekanan darah membaik
f) Suhu tubuh membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi penyebab hipertermia (mis.dehidrasi, terpapar lingkungan panas,
penggunaan incubator)
b) Monitor suhu tubuh
c) Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
a) Sediakan lingkungan yang dingin(atur suhu ruangan)
b) Longgarkan atau lepas pakaian
c) Berikan cairan oral
Edukasi
a) Anjurkan tirah baring
e. Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan (D.0019)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan status nutrisi membaik
2) Kriteria hasil:
a) Porsi makanan yang dihabiskan meningkat
b) Berat badan membaik
c) Nafsu makan membaik
d) Indeks massa tubuh (IMT) membaik
e) Frekuensi makan membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
b) Monitor asupan makanan
c) Identifikasi perubahan berat badan
d) Monitor berat badan
e) Timbang berat badan
Terapeutik
a) Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Kolaborasi
a) Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
f. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0111)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pengetahuan
meningkat
2) Kriteria hasil:
a) Perilaku sesuai anjuran meningkat
b) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topic meningkat
c) Pertanyaan tentang masalah dihadapi menurun\
d) Persepsi keliru terhadap masalah menurun
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
a) Sediakan materi dan media pendidikn kesehatan
b) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c) Berikan kesempatan untuk bertanya
d) Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
Adapun intervensi dari diagnosa setelah dilakukan tindakan invasif tersebut
adalah:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (prosedur operasi) (D.0077)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri menurun
2) Kriteria hasil :
a) keluhan nyeri menurun
b) kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat
c) gelisah menurun
d) frekuensi nadi membaik
e) tekanan darah membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Identifikasi respon nyeri non verbal
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi , frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
Terapeutik
a) Pertimbangan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a) Anjurkan tekhnik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Risiko infeksi berhubungan dengan efek tindakan invasif. (D.0142)
1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko infeksi
menurun
2) Kriteria hasil:
a) Demam menurun
b) Kebersihan badan meningkat
c) Bengkak menurun
d) Kemerahan menurun
e) Kultur sputum membaik\kultur area luka membaik
3) Intervensi
Observasi
a) Monitor tanda dan gejala infeksi dan sistemik
Terapeutik
a) Batasi jumlah pengunjung
b) Berikan perawatan kulit pada area edema
c) Cuci tangan sesudah atau sebelum kontak dengan pasien
d) Pertahankan teknik aseptic

Edukasi
a) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
b) Ajarkan mencuci tangan dengan benar
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
2.8 Penelitian Terkait
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Irma Riani


NIM : 20231490104033
Ruang Praktek : Dahlia RSUD dr Doris Sylvanus Palangka Raya
Tanggal Praktek : 16 Oktober 2023
Tanggal & Jam Pengkajian : 18 Oktober 2023 Pukul 21:30 WIB

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
I. DATA UMUM
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny. A
Umur : 53 Tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Pendidikan :
Pekerjaan : Swasta
Suku bangsa : Dayak/Indonesia
Alamat : Desa Tampelas
Tanggal Masuk : 04 Oktober 2023
Tanggal Pengkajian : 18 Oktober 2023
No. Register :
Diagnose medis : Efusi Pleura

b. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Kaskob
Umur : 54 Tahun
Hub. Dengan pasien : Suami
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Tampelas

2. Status Kesehatan
a. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan utama (saat MRS dan Saat ini)
Klien mengatakan nyeri bagian perut dan ada benjolan di perut dan
belakang. P: Klien mengeluh nyeri pada benjolan diperut, Q: Nyeri terasa
ditusuk-tusuk, R: rasa nyeri terasa dibagian perut depan kiri hingga menjalar
ke punggung kiri belakang. S: skala nyeri 5 (1-10), T: Klien mengatakan
nyeri yang dirasakan hilang timbul.
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan saat ini
Pada tanggal 4 oktober 2023 pukul 07:54 WIB Klien datang diantar oleh
suaminya ke IGD RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya rujukan dari
RSUD Mas Amsyar Kasongan, Kabupaten Katingan dengan keluhan nyeri
di perut kurang lebih 3 bulan yang lalu disertai benjolan yang semakin lama
semakin besar. Saat dilakukan pengkajian di IGD didapatkan kesadaran
klien composmenthis, hasil pemeriksaan TTV: TD : 100/60 mmHg, N:
72x/menit, RR: 22x/menit, S: 34,7°C, Spo2: 99%. Klien mendapatkan terapi
infus D5/D10 10 tpm pada tangan kiri, inj. Ketorolac 30mg (IV), inj.
Omeprazole 40mg (IV). Pada tanggal 5 oktober 2023 pukul 08.05 WIB
dikarekan kondisi klien yang memerlukan perawatan lebih lanjut, dokter
menganjurkan untuk rawat inap di ruang Dahlia kamar no 19 agar dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan rencana perawatannya
selanjutnya.
Pada tanggal 16 oktober 2023 pukul 09.00 WIB klien diantar ke ruang
OK/IBS untuk dilakukan tindakan Bronkoskopi + punksi pleura + VATS
biopsi. Pada tanggal 18 Oktober 2023 pukul 21.30 WIB saat dilakukan
pengkajian, kondisi klien Ny.A post op VATS biopsi, mengeluh sesak
napas dan nyeri pada perut kiri menjalar ke bagian belakang, terpasang infus
di tangan sebelah kanan, terpasang O2 NRM 8 lpm dan terpasang WSD,
dengan pemeriksaan TTV yaitu didapatkan TD: 99/76 mmHg,
N:123x/menit, RR: 19x/menit, S:35,9°C, Spo2: 94%, klien mendapatkan
perawatan luka per 2 hari dan dilakukan terapi lebih
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Upaya yang dilakukan keluarga untuk klien dengan membawa klien ke
rumah sakit

b. Status kesehatan masa lalu


1) Penyakit yang pernah dialami
Tidak ada
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan tidak pernah dirawat sebelumnya
3) Alergi
Tidak ada
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alcohol dll)
Pasien mengatakan tidak memiliki kebiasaan merokok
c. Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan dan keluarga
tidak memiliki riwayat penyakit keturunan (DM, Asma, dll) serta tidak memiliki
riwayat penyakit menular (TBC, hepatitis, dll)
d. Diagnose medis dan therapy (DAHLIA)
Diagnosa medis :
Efusi Pleura Bilateral, Tumor Mediastinum Posterior
Therapy :
Inj. Cefotaxime 2x1 gr
Inj. Ketorolac 3x30 mg
Inj. Omeprazole 1x40 mg
Inj. Resfar 1x5 gr
Nebu ventolin per 12 jam
GV per 2 hari

II. POLA KESEHATAN FUNGSIONAL (bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)


1. Pola persepsi dan Pemeliharaan kesehatan
Sebelum sakit:
Menurut Ny.A kesehatan sangalah penting dan berharga. Ny.A mengatakan
sangat cemas dengan penyakit yang dideritanya, ia sangat ingin sembuh dari
penyakit yang dideritanya dan ingin melanjutkan aktivias seperti biasanya.
Saat sakit:
Saat sakit klien dibawa ke rumah sakit dengan mengalami keluhan yang
dirasakan dan hanya mampu berbaring di rumah sakit
2. Pola nutrisi dan metabolic
Sebelum sakit:
Klien mengatakan sebelum sakit nafsu makan baik, makanan selalu habis
kebiasan makan 2-3x dalam sehari
Saat sakit:
Pasien mengatakan saat sakit nafsu makan menurun
3. Pola eliminasi
1) Eliminasi Feses
Sebelum sakit :
Pasien mengatakan sebelum sakit klien BAB lancar, tidak ada kendala tidak
ada diare, 2 x sehari, normal
Saat sakit :
Pasien BAB 1x/hari warna kekuningan dengan konsistensi lunak, tidak
diare, tidak konstipasi..
2) BAK
Sebelum sakit:
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, pasien memproduksi urin 250 ml 4
x 24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, pasien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak pernah
melakukan cytostom
Saat sakit:
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, pasien memproduksi urin 250 ml 4
x 24 jam (normal), dengan warna kuning khas aroma ammonia, pasien tidak
mengalami masalah atau lancer, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak
oliguria, tidak nyeri, tidak retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak
hematuria, tidak hematuria, terpasang kateter dan tidak pernah melakukan
cytostomi.
4. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan Penilaian:
0 1 2 3
Perawatan diri 0: Mandiri
1: Kergantungan minimal
Makan dan minum 2: Keteragntungan parsial
3: Ketergantungan total
Mandi

Toileting

Berpakaian

Berpindah

2) Latihan
Sebelum sakit
Pola gerak : bisa bergerak dengan bebas.
Pola Aktivitas : dapat beraktivitas dengan baik
Saat sakit
Pola gerak : tidak bebas, belum bisa duduk karena nyeri dan sakit yang
dirasakan pada luka post operasi dibagian perut bagian kiri
Pola aktivitas : hanya bisa melakukan ditempat tidur

5. Pola kognitif dan perseptual sensori

● Kognitif

Sebelum sakit: Pasien mengetahui bahwa dirinya sedang dirawat di


rumah sakit dan klien kurang mengetahui tentang penyakitnya secara
mendetail dan banyak bertanya kepada perawat.
Saat sakit: Pasien dan keluarga tampak bertanya-tanya dan kurang
mengetahui tentang perawatan pasca operasi luka/ganti verban

● Persepsi
Sebelum sakit:
Pasien mengatakan selalu berpikir yang baik baik saja
Saat sakit:
Pasien mengatakan selalu berpikir ingin cepat sembuh dan klien
menyerahkan perawatannya kepada perawat di ruangan.
6. Pola persepsi diri dan Konsep diri

● Persepsi diri

Sebelum sakit:
Pasien mengatakan sebelum sakit klien selalu bisa beraktivitas setiap hari
Saat sakit:
Pasien mengatakan menerima kenyataan dengan keadaannya saat ini

● Konsep diri

Sebelum sakit:
Sebelum sakit Pasien merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri dalam
melakukan apapun
Saat sakit:
Setelah sakit Pasien memahami diri dengan kondisinya sekarang yang
membutuhkan perawatan dari tim medis bahkan tidak bisa melakukan
apapun seperti ganti popok, makan, perawatan diri hanya bisa
mengandalkan perawat dan keluarga.
7. Pola istirahat tidur
Sebelum sakit :
Sebelum sakit Pasien tidur malam 7-8 jam, tidur siang 1-2 jam
Saat sakit :
Saat sakit Pasien sulit tidur, tidur malam hanya 2-4 jam dan sering terbangun
karena nyeri yang dirasakan, tidak tidur siang pada siang hari
Keluhan lainnya : tampak mata sayu dan lelah
Masalah Keperawatan : Gangguan Pola Tidur

8. Pola peran hubungan dengan orang lain


Sebelum sakit:
Sebelum sakit Pasien selalu bersikap baik dengan anggota keluarga dan orang
lain
Saat sakit:
Setelah sakit Pasien masih tetap bersikap baik dengan orang sekitar, dan dengan
tim medis
9. Pola seksual-reproduksi:
Sebelum sakit :
Pada saat sehat Pasien mengatakan alat vitalnya normal tidak ada gatal ataupun
jamuran.
Saat sakit :
Pada saat sakit pun Pasien mengatakan alat vitalnya normal tidak ada gatal dan
jamuran
10. Pola mekanisme koping:
Sebelum sakit:
Pasien jika mengalami masalah akan bercerita dengan kerabatnya
Saat sakit:
Pasien akan menceritakan keluhan yang dirasakan kepada perawat
11. Pola nilai dan kepercayaan:
Sebelum sakit:
Pasien mengatakan sebelum sakit Pasien rutin beribadah mengikuti kegiatan
keagamaan, dan sering sholat di mesjid.
Saat sakit:
Pasien tidak bisa melakukan sholat hanya bisa berdoa ditempat tidur meminta
pertolongan Allah

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum: klien tampak lemas, tampak meringis, tampak mata sayu dan
lelah, posisi semifowler, pasien mengeluhkan masih nyeri pada perut kiri,
terpasang infus di tangan sebelah kanan, terpasang kateter, terpasang WSD, di
anjurkan untuk per 2 hari perawatan luka serta dilakukan terapi lebih lanjut
Tingkat kesadaran:
GCS : 15 Mata: 4 Verbal: 5 Motorik: 6

b. Tanda-tanda vital
Nadi : 123x/mnt
Suhu : 35,9°C
TD : 99/76 mmHg
RR : 26x/mnt
Spirometri : 94%

c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher: (kepala,rambut,hidung,telinga,mata,mulut dan leher)
Inspeksi : kepala simetris, tidak ada benjolan, lesi atapun luka, rambut
bersih, hidung simetris tidak terdapat luka, telinga simetris tidak ada
sumbatan, mata simetris tidak ada kelainan pupil mengecil ketika terkena
cahaya, mata tampak sayu dan lelah, tampak meringis, sklera berwarna
putih, konjungtiva normal, mulut bersih, gigi lengkap, lidah lembab,
membrane mukosa lembab, tidak ada luka ataupun radang, leher normal
tidak ada hambatan gerak dan tidak ada pembengkakan pada area leher,
tidak ada distensi vena jugularis.
Palpasi : tidak terdapat benjolan atau nyeri ketika di palpasi di sekitar
area kepala, hidung, telinga, mata dan leher.
2) Dada:
1. Paru: Bentuk simetris kanan dan kiri, tidak terdapat jejas, pernapasan
dada, sesak napas, irama nafas tidak teratur
Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, frekuensi pernapasan
26x/menit, irama pernapasan tidak teratur, pola pernapasan dispnea,
terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan, usaha bernapas dengan posisi setengah duduk, menggunakan
alat bantu pernapasan yaitu NRM 8 lpm
Palpasi : Vocal premitus getaran paru kanan dan kiri teraba tidak sama
kuat saat pasien mengucapkan 77, tidak terdapat krepitasi
Perkusi : Perkusi redup
Auskultasi: Suara napas wheezing ICS IV dan V anterior dextra, suara
ucapan jelas
Masalah Kpereawatan : Pola Nafas Tidak Efektif

2. Jantung:
Inspeksi : bentuk simetris kanan dan kiri, tidak terdapat jejas, tidak ada
benjolan, pergerakan dada teratur, tidak ada sianosis
Palpasi : tidak ada pembesaran dan akral teraba hangat
Perkusi : bunyi jantung pekak/datar
Auskultasi: bunyi jantung S1, S2, S3 Lup-Dup/otoric
3) Payudara dan ketiak:
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada luka pada payudara dan ketiak
tampak normal
Palpasi : tidak ada tonjolan maupun pembengkakan kelenjar getah
bening

4) Abdomen:
Inspeksi : Pada area perut kiri terdapat luka post op pemasangan WSD,
terdapat benjolan di bagian perut depan dan benjolan kecil kecil diperut
bagian kiri
Auskultasi : bising usus normal 15-30x/menit
Palpasi : Klien mengatakan nyeri bagian perut dan ada benjolan di
perut dan belakang. P: Klien mengeluh nyeri pada luka post op. Q: Nyeri
terasa ditusuk-tusuk, R: rasa nyeri terasa dibagian perut depan kiri hingga
menjalar ke punggung belakang. S: skala nyeri 5 (1-10), T: Klien
mengatakan nyeri yang dirasakan hilang timbul.
Perkusi : terdapat nyeri tekan pada daerah luka post op pemasangan
WSD
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut

5) Genetalia :
Inspeksi : tidak ada kemerahan, tidak ada odema, tidak ada varises
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada nyeri, tidak ada gatal

6) Integument:
Inspeksi : kulit bersih, turgor kulit baik, warna kulit coklat
Palpasi : tidak ada nyeri, CRT <2 detik
Keluhan lainnya : tampak luka sayatan dan jahitan post op
Pemasangan WSD di perut dengan panjang 5 cm

7) Ektremitas :
1. Atas :
Inspeksi : anggota gerak lengkap, pergerakan bebas, terpasang infus
pada tangan kanan.
Palpasi : tidak ada nyeri, tampak normal tanpa ada benjolan dan vulnus
2. Bawah :
Inspeksi : pergerakan tidak bebas.
Palpasi : klien merasakan kaku pada area ektremitas bawah

8) Neurologis:
1. Status mental dan emosi: (tingkat kesadaran, orientasi, memori, suasana
hati dan afek, nyeri, intelektual, bahasa).
Tingkat kesadaran : Composmenthis
 Orientasi Waktu : Klien dapat membedakan waktu pagi, siang
dan malam.
 Orientasi Orang : Klien dapat mengenali keluarganya dan
petugas kesehatan.
 Orientasi Tempat : Klien dapat mengetahui Ia berada di RS
Memori : Baik
Suasana hati : Tenang
Nyeri : Pada perut hingga terasa dibagian punggung
Bahasa : bahasa sehari-hari menggunakan bahasa Dayak dan bahasa
Indonesia

2. Pengkajian saraf cranial:


Uji 12 saraf kranial : Nervus Kranial I : (Olfaktrius) klien dapat
membedakan bau parfum dengan minyak kayu putih. Nervus Kranial
II : (Optikus) Klien dapat melihat dengan jelas. Nervus Kranial III :
(Okulomotorius)pasien dapat menggerakan bola mata ke atas dan ke
bawah. Nervus Kranial IV : (Troklear) klien dapat memutar bola mata.
Nervus Kranial V (Trigeminal) klien dapat memejamkan mata. Nervus
Kranial VI : (Abdusen) : klien dapat memejamkan mata kerateral.
Nervus Kranial VII : (Facial) klien dapat mengerutkan wajah. Nervus
Kranial VIII : (Albitorius) Klien jelas mendengar suara pada kedua
telinga. Nervus Kranial IX : (Glosofaringeal) tidak diuji. Nervus
Kranial X : (Vagus) klien mampu menelan. Nervus Kranial XI :
(Asesoris) klien mampu menggerakan bahu kiri. Nervus Kranial XII
(Hipoglosal) klien dapat menggerakan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ektremitas bawah kaku; pasien tidak dapat menyeimbangkan
tubuhnya

3. Pemeriksaan reflek:
Reflex bisep dan trisep kanan dan kiri positif dengan skala 5, reflex
brakioradialis kanan dan kiri positif dengan skala 5, reflex patella kanan
dan kiri positif dengan skala 0, reflex akhiles kanan dan kiri positif
dengan skala 0, reflex Babinski kanan dan kiri positif dengan skala 0.
Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon

4. Pemeriksaan Sensorik
Fungsi sensori normal, klien masih merasakan adanya sentuhan pada
tangannya dan klien tidak merasakan sentuhan berupa nyeri di kakinya

5. Pemeriksaan motorik
Fungsi motorik ektremitas atas normal klien masih dapat melakukan
gerakan pada anggota tubuhnya.
Fungsi motoric ektremitas bawah tidak normal klien tidak dapat
melakukan gerakan pada bagian kaki dan tidak dapat merasakan seperti
nyeri.

6. Pemeriksaan rangsangan meningeal


Tidak dikaji
IV. DATA PENUNJANG
1) Data laboratorium yang berhubungan:
10 Oktober 2023
No Parameter Hasil Satuan Nilai
Rujukan
1 WBC 55.99 + 10^3/uL 4,50- 11,00
2 RBC 4.35 10^6/uL 2,50- 5,50
3 HGB 12.5 g/dL 10,5-18,0
4 HCT 37.0 [%] 26.0 -50.0
5 PLT 411 + 10^3/uL 150-400
6 Albumin 3,05 g/dL 3,5 -5,5

2) Pemeriksaan radiologi
13 Oktober 2023

Hasil Pemeriksaan:
Telah dilakukan pemeriksaan MSCT scan Abdomen tanpa dan dengan kontras,
irisan axial, reformat coronal dan sagittal dengan hasil sebagai berikut:
- Tampak massa mediastinum (38HU) yang enhancement post kontras pada
tepinya pada paravertebra sisi kiri setinggi CV T10 - T12 batas tegas, tepi irregular,
mengencase aorta thoracalis, berukuran +/- 3.9 x 6.4 x 11.6 cm yang meluas ke
musculus intercostalis costaa 10-11-12 kiri dan ke dinding dorsal posterior
abdomen
- Tampak multiple pembesaran KGB mesenterica hipokondrium kiri dan para
illiaca bilateral
- Tampak massa subcutis midline dinding abdomen yang enhancement post
kontras, berukuran +/- 2.4 x 1.8 cm ha M
-Hepar: Ukuran normal, densitas parenkim homogen, regular border, marginal
angle tajam, tidak tampak nodul/cyst/abses. Portal/ hepatic vein tidak melebar.
Duktus biliaris intrahepatal/ekstrahepatal tidak melebar
-Gallblader: Dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak tampak densitas batu
didalamnya
-Pancreas dan lien: Ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal.
-Ginjal kanan-kiri: Bentuk, ukuran dan densitas parenkim dalam batas normal.
Tidak tampak dilatasi PCS. Tampak multiple lesi hipodens berbagai ukuran pada
parenkim kedua ginjal
-Vesica urinaria: Dinding tidak menebal, mukosa reguler, tidak tampak densitas
batu didalamnya
-Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta abdominalis
-Tidak tampak densitas cairan pada cavum peritoneum. Tampak efusi pleura
bilateral
-Tulang-tulang intak
Kesan
- Massa mediastinum setinggi CV T10- T12 meng-encase aorta thoracalis, yang
meluas ke m. intercostalis costaa 10-11-12 kiri dan ke dinding dorsal posterior
abdomen suspek lymphoma
- Multiple lymphadenopathy mesenterica dan para illiaca bilateral
- Multiple lesi hipodens renal bilateral
- Massa subcutis pada midline dinding anterior abdomen (Sister Mary Joseph
nodule)
- Efsusi pleura bilateral
3) Terapi farmakologi:
18 oktober 2023 :
Nama Obat Dosis Obat Rute Indikasi
Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr IV Mengatasi infeksi bakteri di
bebagai bagian tubuh
Jenis antibiotik ini cukup ampuh
untuk mengobati gonore,
meningitis, saluran pernapasan
bagian bawah dan infeksi berat
termasuk infeksi ginjal
(pielonefritis), sistem saluran
kemih, dan sepsis.
Mencegah infeksi akibat opeasi
Obat ini juga bisa dokter berikan
sebelum, selama, dan setelah
operasi tertentu untuk mencegah
infeksi.
Inj. Omepazole 1 x 40 mg IV Merupakan terapi pilihan untuk
kondisi-kondisi berikut yang tidak
dapat menerima pengobatan
peroral: ulkus duodenum, ulkus
gaster, esofagitis ulseratif dan
sindrom Zollinger-Ellison.
Inj. Ketorolac 3 x 30mg IV Obat golongan nonsteroidal anti-
inflammatory drug (NSAID) yang
berfungsi untuk mengatasi nyeri
sedang hingga nyeri berat untuk
sementara dan membantu
mengurangi bengkak, nyeri, atau
demam.
Inf. Resfar 1 x 5 gr IV Resfar adalah obat dengan
kandungan acetylcysteine, yang
termasuk agen mukolitik
(pengencer dahak). Namun, selain
sebagai pengencer dahak,
senyawa ini juga dapat membantu
mengobati kondisi keracunan
parasetamol

Nebu Ventolin Per 12 jam adalah obat yang di gunakan


untuk mengobati penyakit pada
saluran pernapasan seperti asma
dan penyakit paru obstruktif
(PPOK) dan untuk
penatalaksanaan rutin
bronkospasme kronis yang tidak
responsif terhadap terapi
konvensional atau asma berat akut
(status asmatikus).

1) Pemeriksaan penunjang diagnostik lain

B. ANALISA DATA
1. Analisa data
No Data Interpretasi Masalah
1 DS : Pola nafas tidak
Klien mengatakan sesak napas
efektif
DO :
- frekuensi pernapasan
26x/menit
- irama pernapasan tidak
teratur,
- pola pernapasan dispnea,
- terdapat pernapasan cuping
hidung,
- terdapat penggunaan otot
bantu pernapasan,
- usaha bernapas dengan
posisi setengah duduk,
- menggunakan alat bantu
pernapasan yaitu NRM 8
lpm

2 DS :
Klien mengatakan nyeri bagian
Nyeri akut
perut dan ada benjolan di perut
dan belakang. P: Klien
mengeluh nyeri pada luka post
op. Q: Nyeri terasa ditusuk-
tusuk, R: rasa nyeri terasa
dibagian perut depan kiri
hingga menjalar ke punggung
belakang. S: skala nyeri 5 (1-
10), T: Klien mengatakan nyeri
yang dirasakan hilang timbul.
DO :
- Pasien tampak meringis
- Tampak luka post op
pemasangan WSD
Tanda-tanda vital
Nadi : 123x/mnt
Suhu : 35,9°C
TD : 99/76 mmHg
RR : 19x/mnt
Sp02 : 94%

DS: Ny.S mengatakan susah


untuk tidur karena sesak nafas,
3 Gangguan pola tidur
terkadang sering terbangun
karena nyeri yang dirasakan,
tidak ada tidur siang.

DO:
- Tampak mata sayu
- Tampak lelah
- Kuantitas tidur sebelum
sakit : Siang 1 jam, Malam ±
8 jam
- Kuantitas tidur saat sakit:
Siang tidak bisa tidur, Pola
tidur malam ± 4 jam tiba-tiba
terbangun
- Hasil TTV :
TD : 99/76 mmHg
N : 123 x/mnt
Suhu : 35,9°C
RR : 19x/mnt
Spo2 : 94%
2. Diagnosa keperawatan
NO Tanggal/ Jam ditemukan Diagnosa Keperawatan
1 18 oktober 2023 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan
hambatan upaya nafas ditandai dengan Klien
mengatakan sesak napas, frekuensi pernapasan
26x/menit, irama pernapasan tidak teratur, pola
pernapasan dispnea, terdapat pernapasan cuping
hidung, terdapat penggunaan otot bantu
pernapasan, usaha bernapas dengan posisi
setengah duduk, menggunakan alat bantu
pernapasan yaitu NRM 8 lpm
2 18 oktober 2023 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera
fisiologis ditandai dengan Klien mengatakan
nyeri bagian perut dan ada benjolan di perut dan
belakang. P: Klien mengeluh nyeri pada luka
post op. Q: Nyeri terasa ditusuk-tusuk, R: rasa
nyeri terasa dibagian perut depan kiri hingga
menjalar ke punggung belakang. S: skala nyeri 5
(1-10), T: Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan hilang timbul.
3 18 oktober 2023 Gangguan Pola tidur berhubungan dengan
hambatan lingkungan ditandai dengan Ny.A
mengatakan susah untuk tidur karena sesak
nafas, terkadang sering terbangun karena nyeri
yang dirasakan, tidak ada tidur siang. Tampak
mata sayu dan lelah, Kuantitas tidur sebelum
sakit : Siang 1 jam, Malam ± 8 jam. Kuantitas
tidur saat sakit: Siang tidak bisa tidur, Pola tidur
malam ± 4 jam tiba-tiba terbangun
A. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. A
Ruang Rawat : Ruang Dahlia no. D-19
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan Intervensi 1x7 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi, 1. Mengetahui pola nafas
berhubungan dengan maka diharapkan pola nafas membaik, kedalaman, usaha nafas) (frekuensi,kedalaman, dan usaha nafas)
hambatan upaya nafas. dengan kriteria hasil : 2. Monitor bunyi nafas tambahan 2. Mengetahui bunyi nafas tambahan
1. Dyspnea menurun (mis. Gurgling, mengi, 3. Mempertahankan kepatenan jalan nafas
2. Penggunaan otot bantu nafas wheezing , ronchi kering) 4. Memberikan posisi nyaman bagi klien
menurun 3. Pertahankan kepatenan jalan 5. Membantu pernafasan
3. Frekuensi nafas membaik nafas head-tilt dan chin-lift
(jawthrust jika curiga trauma
sevikal)
4. Posisikan semi-fowler atau
fowler
5. Berikan oksigen jika perlu
6. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
2. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Intervensi 1 x 7 Jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Selalu memantau perkembangan nyeri.
dengan agen pencedera maka Nyeri Klien menurun, dengan durasi, frekuensi, kualitas, 2. Supaya dapat memantau perkembangan
fisik. kriteria hasil : intensitas nyeri nyeri
2. Identifikasi skala nyeri 3. Mencari tahu faktor memperberat dan
1. Keluhan nyeri menurun
3. Identifikasi faktor yang memperingan nyeri agar mempercepat
2. Kemampuan mengenali penyebab
memperberat dan memperingan proses kesembuhan.
Nyeri
nyeri 4. Salah satu cara mengurangi nyeri seperti
3. Kemampuan menggunakan teknik
4. Berikan teknik nonfarmakologis TENS, hipnosis, terapi musik, terapi, pijat,
non-farmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri akupressur, aromaterapi, imajinasi
4. Meringis menurun
(mis. TENS, hipnosis, terbimbing, kompres hangat/dingin, dan
5. Gelisah menurun
akupresur, terapi musik, terapi terapi bermain dan mengalihkan perhatian
6. Kesulitan tidur menurun
pijat, aroma terapi, kompres terhadap nyeri, meningkatkan kontrol
7. Pola tidur membaik hangat/dingin) terhadap nyeri yang mungkin berlangsung
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis lama
untuk mengurangi rasa nyeri 5. Agar klien atau keluarga dapat melakukan
6. Kolaborasi pemberian analgetik, secara mandiri ketika nyeri kambuh dan
jika perlu mampu mengalihkan perhatian terhadap
nyeri, meningkatkan kontrol terhadap
nyeri yang mungkin berlangsung lama.
6. Bekerja sama dengan dokter dalam
pemberian dosis obat dan tindakan
dependen perawat, dimana analgetik
berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.

3. Gangguan pola tidur Setelah diberikan tindakan asuhan 1. Identifikasi pola aktivitas dan 1. Mengetahui pola aktivitas dan tidur
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam diiharapkan tidur 2. Mengetahui faktor apa yang menjadi
hambatan lingkungan kualitas dan kuantitas tidur membaik. 2. Identifikasi faktor pengganggu pengganggi
kriteria hasil : tidur (fisik dan/atau psikologis) 3. Untuk mencegah terjadinya kebisingan
1. Keluhan sulit tidur membaik 3. Modifikasi lingkungan lingkungan
2. Keluhan pola tidur berubah 4. Batasi waktu tidur siang, jika 4. Agar dapat mengontrol pola tidur yang
membaik perlu baik
3. Keluhan istirahat tidak cukup 5. Jelaskan pentingnya tidur cukup 5. Tidur cukup akan membuat merasa
membaik selama sakit tubuh menjadi segar
4. Kemampuan beraktivitas membaik 6. Anjurkan menepati kebiasaan 6. Mengatur dan mengontrol pola tidur
waktu tidur yang baik untuk mengurangi kegiatan
7. Anjurkan menghindari yang menggangu waktu tidur
makanan/minuman yang 7. Agar tidur saat malam lebih baik
mengganggu tidur
B. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses TTD
1. Pola nafas tidak efektif 1. Memonitor pola nafas Pada saat dilakukan tindakan
berhubungan dengan (frekuensi, kedalaman, usaha keperawatan kepada klien, klien
hambatan upaya nafas. nafas) tampak sesak nafas
2. Memonitor bunyi nafas Saat diberikan posisi semifowler
tambahan (mis. Gurgling, klien merasa nyaman
mengi, wheezing , ronchi
kering)
3. Mempertahankan kepatenan
jalan nafas head-tilt dan chin-
lift (jawthrust jika curiga
trauma sevikal)
4. Memposisikan semi-fowler
atau fowler
5. Memberikan oksigen jika
perlu
6. Berkolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

2. Nyeri akut 1. Mengidentifikasi lokasi, Pada saat dilakukan tindakan


berhubungan dengan karakteristik, durasi, keperawatan kepada klien, klien
agen pencedera fisik. frekuensi, kualitas, intensitas mengatakan nyeri pada bagian
nyeri luka post op menjalar sampai
2. Mengidentifikasi skala nyeri kepunggung, seperti tertusuk-
3. Mengidentifikasi faktor yang tusuk, skala nyeri 5, hilang timbul
memperberat dan Saat diberikan analgetik klien
memperingan nyeri tidak ada keluhan
4. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur,
terapi musik, terapi pijat,
aroma terapi, kompres
hangat/dingin)
5. Mengajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Berkolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

3. Gangguan pola tidur Mengidentifikasi pola aktivitas Saat dilakukan tindakan


berhubungan dengan dan tidur keperawatan pasien mengeluh
hambatan lingkungan Mengidentifikasi faktor susah tidur karena sesak nafas
pengganggu tidur (fisik dan/atau dan nyeri pada luka post op
psikologis)
Memodifikasi lingkungan
Membatasi waktu tidur siang,
jika perlu
Menjelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
Menganjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur
Menganjurkan menghindari
makanan/minuman yang
mengganggu tidur
C. EVALUASI KEPERAWATAN
Hari/tgl/ No
No Evaluasi Ttd
jam Dx

1 Rabu 18 1 S = Pasien mengatakan masih merasa sesak nafas


Oktober O=
08.00 WIB - Ekspresi wajah meringis
- Masih terpasang oksigen nrm 8 lpm
- Pasien nyaman diberi posisi semi fowler
- Nebu ventolin per 12 jam
- Hasil TTV :
TD : 99/76 mmHg
N : 123 x/mnt
Suhu : 35,9 C
RR : 19 x/mnt
Spo2 : 94%
A = Masalah belum teratasi sebagian
P = Lanjutkan intervensi

2 Rabu 18 2 S = Pasien Mengatakan : masih merasa nyeri pada bagian luka post op menjalar sampai kepunggung,
Oktober seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 5, hilang timbul”
08.00 WIB O=
1. Ekspresi wajah meringis dan gelisah
2. Klien dan keluarga klien dapat melakukan teknik nonfarmakologi yaitu pemberian posisi
semi-fowler secara mandiri dan latihan nafas dalam disaat nyeri datang
3. Sudah diberikan Injeksi Katerolac 3x30 mg (IV)
A = Masalah belum teratasi
P = Lanjutkan intervensi
3 Rabu 18 3 S: Ny.S mengatakan susah untuk tidur, terkadang sering terbangun karena nyeri yang dirasakan, tidak
Oktober ada tidur siang.
08.00 WIB O:
- Tampak mata sayu dan lelah
- Tampak susah tidur karena sesak nafas
- Kuantitas tidur sebelum sakit : Siang 1 jam, Malam ± 8 jam
- Kuantitas tidur saat sakit: Siang tidak bisa tidur, Pola tidur malam ± 4 jam tiba-tiba terbangun
A: Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi

CATATAN PERKEMBANGAN 1

No Hari/tgl/ Tindakan Keperawatan Evaluasi TTD


jam

1. Kamis, 19 1. Memonitor pola nafas (frekuensi, S = Pasien mengatakan masih merasa sesak nafas
Oktober 2023 kedalaman, usaha nafas) O=
11.00 WIB 2. Memonitor bunyi nafas tambahan - Ekspresi wajah meringis
(mis. Gurgling, mengi, wheezing , - Masih terpasang oksigen nrm 15 lpm
ronchi kering) - Pasien masih diberi posisi semi fowler
3. Mempertahankan kepatenan jalan - Nebu ventolin per 12 jam
nafas head-tilt dan chin-lift (jawthrust - Hasil TTV :
jika curiga trauma sevikal) TD : 99/76 mmHg
4. Memposisikan semi-fowler atau N : 120x/mnt
fowler Suhu : 35,9 C
5. Memberikan oksigen jika perlu RR : 15 x/mnt
6. Berkolaborasi pemberian Spo2 : 94%
bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, A = Masalah belum teratasi sebagian
jika perlu. P = Lanjutkan intervensi

2. Kamis, 19 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S = Pasien Mengatakan : masih merasa nyeri pada bagian luka
Oktober 2023 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas post op menjalar sampai kepunggung, seperti tertusuk-
11.20 WIB nyeri tusuk, skala nyeri 5, hilang timbul”
2. Mengidentifikasi skala nyeri O=
3. Mengajarkan teknik nonfarmakologis 1. Ekspresi wajah meringis dan gelisah
untuk mengurangi nyeri (Relaksasi 2. Klien dan keluarga klien dapat melakukan teknik
nafas dalam, mengatur posisi semi nonfarmakologi yaitu pemberian posisi semi-fowler
fowler) secara mandiri dan latihan nafas dalam disaat nyeri
4. Berkolaborasi pemberian injeksi datang
ketorolacMengajarkan cara menjaga 3. Sudah diberikan Injeksi Katerolac 3x30 mg (IV)
kebersihan area balutan dan A = Masalah belum teratasi
lingkungan pasien P = Lanjutkan intervensi
5. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
diet lunak TKTP (Tinggi Kalori
Tinggi Protein)
6. Berkolaborasi pemberian antbiotik
3. Kamis, 19 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan S: Klien mengatakan tidur tadi malam masih kurang nyenyak
Oktober 2023 tidur O:
11.40 WIB 2. Mengidentifikasi faktor pengganggu - Tampak mata sayu dan lemah
tidur (fisik dan/atau psikologis) - Keluhan sulit tidur belum membaik,
3. Memodifikasi lingkungan - Keluhan pola tidur belum membaik
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup - Pasien tampak mau mengikuti anjuran pola tidur yang
selama sakit cukup dan menghindari pola makan yang mengganggu
5. Menganjurkan menepati kebiasaan tidur
aktu tidur Hasil TTV :
6. Menganjurkan menghindari TD : 84/69 mmHg, N : 119x/mnt, Suhu: 37,0 C, RR : 22
makanan/minuman yang mengganggu x/mnt, Spo2 : 96%
tidur A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi
CATATAN PERKEMBANGAN 2

No Hari/tgl/ Tindakan Keperawatan Evaluasi TTD


jam

1. Jumat, 20 7. Memonitor pola nafas (frekuensi, S = Pasien mengatakan masih merasa sesak nafas
Oktober 2022 kedalaman, usaha nafas) O=
08.00 WIB 8. Memonitor bunyi nafas tambahan - Ekspresi wajah meringis
(mis. Gurgling, mengi, wheezing , - Masih terpasang oksigen nrm 15 lpm
ronchi kering) - Pasien masih diberi posisi semi fowler
9. Mempertahankan kepatenan jalan - Nebu ventolin per 12 jam
nafas head-tilt dan chin-lift (jawthrust - Hasil TTV :
jika curiga trauma sevikal) TD : 97/75 mmHg
10. Memposisikan semi-fowler atau N : 111x/mnt
fowler Suhu : 36,1 C
11. Memberikan oksigen jika perlu RR : 21 x/mnt
12. Berkolaborasi pemberian Spo2 : 96%
bronkodilator,ekspektoran, mukolitik, A = Masalah belum teratasi sebagian
jika perlu. P = Lanjutkan intervensi
2. Jumat, 20 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, S = Pasien Mengatakan : masih merasa nyeri pada bagian luka
Oktober 2022 durasi, frekuensi, kualitas, intensitas post op menjalar sampai kepunggung, seperti tertusuk-
08.20 WIB nyeri tusuk, skala nyeri 5, hilang timbul”
2. Mengidentifikasi skala nyeri O=
3. Mengajarkan teknik nonfarmakologis 4. Ekspresi wajah meringis dan gelisah
untuk mengurangi nyeri (Relaksasi 5. Klien dan keluarga klien dapat melakukan teknik
nafas dalam, mengatur posisi semi nonfarmakologi yaitu pemberian posisi semi-fowler
fowler) secara mandiri dan latihan nafas dalam disaat nyeri
4. Berkolaborasi pemberian injeksi datang
ketorolacMengajarkan cara menjaga 6. Sudah diberikan Injeksi Katerolac 3x30 mg (IV)
kebersihan area balutan dan A = Masalah belum teratasi
lingkungan pasien P = Lanjutkan intervensi
5. Berkolaborasi pemberian antbiotik
3 Jumat, 20 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan S: Klien mengatakan tidur tadi malam masih kurang nyenyak
Oktober 2022 tidur O:
08.20 IB 2. Mengidentifikasi faktor pengganggu - Tampak mata sayu dan lemah
tidur (fisik dan/atau psikologis) - Keluhan sulit tidur belum membaik,
3. Memodifikasi lingkungan - Keluhan pola tidur belum membaik
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup - Pasien tampak mau mengikuti anjuran pola tidur yang
selama sakit cukup dan menghindari pola makan yang mengganggu
5. Menganjurkan menepati kebiasaan tidur
aktu tidur Hasil TTV :
6. Menganjurkan menghindari TD : 110/88 mmHg, N : 90x/mnt, Suhu: 37,0 C, RR : 18
makanan/minuman yang mengganggu x/mnt, Spo2 : 96%
tidur. A: Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan Intervensi

Anda mungkin juga menyukai