Oleh :
Di susun oleh:
Mengetahui
Ketua Program Studi S1
Keperawatan Pembimbing Akademik
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada By.A Dengan Diagnosa
Medis Respiratory Distress Syndrome (RDS) Pada Keperawatan Neonatal”.
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK II).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini
4. Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra Klinik 3 Program
Studi Sarjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Sistem pernapasan termasuk hidung , rongga hidung dan sinus , faring , larin
g (kotak suara),trakea (tenggorokan ) , dan saluran-saluran yang lebih kecil yang
mengarah ke pertukaran gas di permukaan paru-paru . Saluran pernapasan terdiri
dari saluran udara yang membawa udara dari dan ke permukaan tersebut . Saluran
pernapasan dapat dibagi menjadi bagian konduksi dan bagian pernapasan . Bagian
konduksi terdapat dari jalan masuk udara dihidung ke rongga hidung ke bronkiolu
s terkecil dari paru-paru . Bagian pernapasan termasuk saluran bronkiolus pernapa
san dan kantung udara halus , atau alveoli ( al - VE ) , di mana terjadi pertukaran g
as . Sistem pernapasan termasuk saluran pernapasan dan jaringan terkait , organ ,
dan struktur pendukung . Saluran-saluran kecil ini menyesuaikan kondisi udara de
ngan menyaring , pemanasan , dan melembabkan itu , sehingga melindungi bagian
konduksi yang peka dan melindungi pertukaran sistem pernapasan bawah dari part
ikel-partikel , patogen , dan lingkungan ekstrem .( Martini et al 2012)
Saluran pernafasan dari atas kebawah dapat dirinci sebagai berikut, rongga
hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus, paru- paru
(bronkiolus,alveolus). Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya
akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan selaput lender.
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring
terbagi menjadi 3 bagian yaitu nasofaring, orofaring dan laringofaring kemudian
Laring, laring berperan untuk pembentukan suara dan untuk melindungi jalan
nafas terhadap masuknya makanan dan cairan. Trakea, merupakan lanjutan dari
laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin kartilago yang terdiri dari
tulangtulang rawan yang terbentuk seperti C. Bronkus merupakan percabangan
trachea. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk
bronki sekunder dan tersier dengan diameter yang semakin kecil. Struktur
mendasar dari paru-paru adalah percabangan bronchial yang selanjutnya secara
berurutan adalah bronki,bronkiolus,bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorik,
duktus alveolar, Nose Nasal Cavity Oral Cavity Larynx Trakhea Pharynx Right
Primary Bronchus Lungs 8 dan alveoli. Dibagian bronkus masih disebut
pernafasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut
intrapulmonary. Terakhir adalah Paru-paru yang berada dalam rongga torak,yang t
erkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan me
diastinum yaitu struktur blok padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-par
u berbentuk seperti spins dan berisi udara dengan pembagian udara Antara Paru k
anan, yang memiliki tiga lobus Dan paru kiri dua lobus (Setiadi, 2007).
Etiologi
Menurut (Marmi & Rahardjo, 2012) penyebab RDS (Respiratory Distress
Syndrome) pada neonatus yaitu terdiri dari:
1. Faktor ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun
penyakit pembuluh darah ibu yang mengganggu pertukaran gas janin seperti
hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan lain-lain.
2. Faktor plasenta
Faktor plasenta meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta kecil,
plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada tempatnya.
3. Faktor janin
Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit l
eher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir,gemeli, prematur, kelaina
n kongenital pada neonatus dan lain-lain.
4. Faktor persalinan
Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan lain-lain.
Sindroma gagal nafas adalah perkembangan imatur pada sistem pernafasan at
au tidak adekuatnya jumlah surfaktan pada paru-paru-paru. Sementara afiksia
neonatorum merupakan gangguan pernafasan akibat ketidak mampuan bayi b
eradaptasi terhadap asfiksia. Biasanya masalah ini disebabkan karena adanya
masalah-masalah kehamilan dan pada saat persalinan.
Etiologi dari RDS yaitu:
1. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
Alveoli masih kecil sehingga mengalami kesulitan berkembang dan pengemb
angan kurang sempurna.Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli
tetap berkembang dan berisi udara,sehingga pada bayi premature dimana surf
aktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang
dan bayi akan mengalami sesak nafas.
2. Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang tertangkap dalam pr
oteinaceous filtrate serum (saringan serum protein),difagosit oleh makrofag.
3. Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
4. Adanya kelainan di dalam dan diluar paru.Kelainan dalam paru yang menunj
ukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum ,penyakit mem
bran hialin (PMH).
5. Bayi premature atau kurang bulan.
6. Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan.Produksi surfaktan ini dimula
i sejak kehamilan minggu ke-22,semakin muda usia kehamilan,maka semakin
besar pula kemungkinan terjadi RDS.
Klasifikasi
Dibagi menjadi dua stadium, yaitu :
1. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema
interstisial atau elveolar, penekanan pada bronkiolus terminalis, dan
kerusakan pada sel alveolar tipe I .
2. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan teka
nan puncak inspirasi, penurunan compliance paru, hipoksemia, penurunan fu
ngsi kapasitas residual, fibrolisis interstisial, dan peningkatan ruang rugi venti
lasi.
Pada foto thorak menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
1. Stadium 1
Terdapat sedikit bercak retikulogranular dan sedikit bronchogram udara
2. Stadium 2
Bercak retikulogranular homogen pada kedua lapangan paru dan gambaran
air broncogram udara terlihat lebih jelas dan meluas sampai ke perifer
menutupi bayangan jantung dengan penurunan aerasi paru.
3. Stadium 3
Kumpulan alveoli yang kolaps bergabung sehingga kedua lapangan paru
terlihat lebih opaque (white lung) dan bayangan jantung hampir tidak terlihat,
bronchogram udara lebih luas.
4. Stadium 4
Seluruh thorak sangat opaque (white lung) sehingga jnatung tidak dapat
terlihat.
.
Patofisiologi
RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya
zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel
saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan
22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid
(75%) dan protein (10%). Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara
fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan
terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis.
Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :
1. Oksigenasi jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan
asam laktat asam organic>asidosis metabolic.
2. Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi kedalam
alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang nekrotik>lapisan
membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantun, penurunan
aliran darah keparum, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang
menyebabkan terjadinya atelektasis.
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada
periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.Vulnus punctum terjadi akibat
penusukan benda tajam,sehingga menyebabkan contuiniutas jaringan terputus.P
ada umumya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi proses peradangan atau
inflamasi.Dalam hal ini adapeluang besar terjadinya infeksi hebat.
WOC Respiratory Distress Syndrom
(RDS)
Kelahiran prematur
Peninggian tegangan di
MK: Ansietas Anatomi fisiologi belum Paru-paru belum permukaan alveolar
sempurna menghasilkan surfaktan
dalam jumlah cukup
Kolaps dan tidak
Keluarga merasa cemas, mampu menahan sisa
keluarga merasa bersalah, Respiratory Distress Syndrom (RDS) udara fungsional pada
keluarga merasa takut akhir espirasi
Produksi surfaktan
menurun Produksi surfaktan Sirkulasi pernafasan ↓ Perfusi ke organ Penurunan aliran Lemak
Ventilasi paru-
menurun menjadi terganggu vital paru-paru subkutan tipis
darah par terganggu
menyebabkan Defisiensi
Atelectasis paru menurunanya pertahanan diri
Atelectasis paru Kurangnya Suhu tubuh dan
otak menurun volume vaskuler Penggunaan energi lemah
oksigen ke udara berbeda
yang maksimal untuk
Kolaps dan tisdak jaringan bernafas
mampu menahan sisa kolabs Inskemia Pelepasan Kulit teraba Resiko infeksi
udara fungsiomal pada dingin
akhir espirasi vasopressin dan Refleks
hipoxia MK: gangguan reabsorbsi air dari
Ggn fungsi serebral menghisap lemah
perfusi jaringan duktus kolektivus
Difusi terganggu perifer
MK ; gangguan MK: Hiportermi
Penurunan kesadaran, Intake nutrisi tidak
pertukaran gas oliguria
kelemahan otot, adekuat
Ventilasi paru-paru
dilatasi pupil, kejang,
terganggu letargi
MK: Resiko MK: Defisit
Nafas periodik Ketidakseimbangan nutrisi
MK: Resiko
cairan
Cedera
MK ; pola nafas
tidak efektif
1.2.6 Manifestasi Klinis
Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi
oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,
semakin berat gejala klinis yang ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam
setelah kelahiran. Kasus RDS kemungkinan besar terjadi pada bayi yang lahir
prematur.
Menurut (Surasmi, dkk 2013) Gejala utama Gawat napas / distress respirasi
pada neonatus yaitu :
1) Takipnea : laju napas > 60 kali per menit (normal laju napas 40 kali per men
it)
2) Sianosis sentral pada suhu kamaryang menetap atau memburuk pada 48-96 j
am kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik
3) Retraksi : cekungan pada sternum dan kosta pada saat inspirasi
4) Grunting : suara merintih saat ekspirasi
5) Pernapasan cuping hidung
Tabel 1. Evaluasi Gawat Napas dengan skor Downes
Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilangSianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas sedang
> 6 = gawat napas berat
Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d penurunaan energi/ kelelahan, keterbatasan
pengembangan otot
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler
3. Gangguan perfusi jaringan perifer b.d penurunan aliran keateri/vema
4. Hiportermi b.d belum terbentuknya lapisan lemak pada kulit
5. Defisit nutrisi b.d Ketidakmampuan mneghisap dan penurunan mobilitas usus
6. Resiko Cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan
7. Resiko ketidakseimbangan cairan b.d imanuritas
8. Resiko Infeksi b.d defisiensi pertahanan tubuh
Intervensi Keperawatan
Status gizi: BB/usia= -2,3 (<-3 SD; kesan gizi buruk),PB/usia= -2,67 (-3 SD
- <-2 SD; kesan pendek),BB/PB=-3,46(<-3SD;kesan sangat kurus)
Keluhan lainnya :
Masalah Keperawatan : Defisit Nutrisi
3.1.9 Pola pengkajian
1. Pola pernapasan
3. Pola Eliminasi
Reflek :
a) Reflek Moro ; ketika ada suara agak kera
s di sekitar ruangan / tempat inkubator m
aka pasien kurang merespon/ diam saja.
b) Reflek Sucking (Menghisab); Ketika di t
est dengan spuit diberikan ASI, maka pas
ien tidak dapat. menelan dengan sempur
na ASI yang diberikan dan selalu ada AS
I yang keluar dari mulutnya.
c) Reflek Grasping (Menggenggam) ; ketik
a perawat meletakkan jari telunjuknya ke
tangan pasien, pasien dapat menggengga
m jari telunjuk perawat, namun genggam
an masih lemah.
d) Reflek Tonic Neck (Menoleh); ketika per
awat membuat gerakan / suara di sekitar
pasien, pasien kurang merespon.
e) Reflek Babinski (Sentuhan Telapak Kak
i); Jika disentuh kakinya oleh perawat, p
asien akan menarik kakinya ke atas.
f) Reflek Menelan ; kurang, jika diberi mun
im lewat spuit maka ASI kan keluar seba
gian dari mulutnya.
Tali pusat : Tidak ada masalah/ kelainan, bersih, tidak
ada tanda-tanda infeksi, tidak ada peradanga
n atau pembengkakan dan juga perdarahan.
Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng. 2016. Angka Kejadian BBLR Dari Tahun 201
0-2015 Di Kalteng. Palangka Raya: Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng.
Hartiningrum & Fitriyah, 2018. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Di Provinsi
Jawab Timur Tahun 2012-2016. Surabaya: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Airlangga.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. Sekretariat Jenderal Profil Kesehatan Indonesi
a Tahun 2019. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kurniawan & Wiwin. 2020. Hubungan antara Diabetes Melitus Gestasional dan
Berat Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome (RDS)
pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Samarinda: U
niversitas Muhammadiyah Kalimantan Timur.
Nugraha, Satya Adi. 2014. Low Birth Weight Infant With Respiratory Distress
Syndrome (Jurnal). Lampung: Faculty Of Medicine Universitas Lampung.
Manuaba, C. 2012.Gawat-Darurat Obstetri-Ginekologi dan Obstetri Ginekologi S
osial Untuk Profesi Bidan. Jakarta: EGC.
Marmi, & Rahardjo. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, dan Balita dan Anak Prasekol
ah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Maryanti. 2015. Asuhan Neonatus & bayi. EGC, Jakarta
Pantiawati dkk.2012 .Asuhan Kebidanan 1.Jakarta:Nuha Medika.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator D
iagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan E
disi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Rajashree, K. 2015. Study on the Factors Associated with Low Birth Weight amon
g Newborns Delivered in a Tertiary-Care Hospital, Shimoga, Karnataka. In
ternational Journal of Medical Science and Public Health, [e-journal] 4 (9):
pp. 1287–1290.
Saifuddin.2015. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neona
tal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.
Sudarti & Fauziah. 2013. Asuhan Neonatus Resiko Tinggi dan Kegawatan. Cetaka
n I. Yogyakarta: Nuha medika.
Suminto, Silvia. 2017. Peranan Surfaktan Eksogen pada Tatalaksana Respiratory
Distress Syndrome Bayi Prematur (Jurnal). Jakarta: Fakultas Kedokteran
UNIKA Atma Jaya.
Surasmi,Asrining.2013.Perawatan Bayi Resiko Tinggi.Jakarta: EGC.
Supiati., 2016. Karakteristik Ibu kaitanyya dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Ren
dah. Jurnal Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, 1(1): 1-99.
Wijaya, R.S. 2013. Hubungan Anemia pada Ibu Hamil dengan Kejadian Bayi Ber
at Lahir Rendah di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi Peri
ode 19 April-31 Mei 2013. Artikel Ilmiah. Universitas Jambi.
World Health Organization (WHO). 2018. Low Bitrh Weight. [online] http://www
worldlifeexpentancy.com/cause-of-death/low-birth-weight/by-country/
DAFTAR PUSATAKA
Evan. 2011. Asuhan Keperawatan Pasien Respiratory Distress Syndrome (RDS),
diakses pada tanggal10 September 2011
http://www.ilmukeperawatanku.com/asuhan-keperawatan-pasien-
respiratory-distress-syndrome-rds.html>
Suminto, Silvia. "Peranan surfaktan eksogen pada tatalaksana respiratory distress
syndrome bayi prematur." Cermin Dunia Kedokteran 44.8 (2017): 568-
571.
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan tindakan
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan kriteria hasil
keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Kemekes RI
Wijanarti, Putu Dipta Pramita. Gambaran Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Respiratory Distress Syndrome (RDS) Dengan Gangguan Pertukaran Gas
di Ruang Perinatologi RSUD Wangaya Tahun 2020. Diss. Poltekkes
Denpasar Jurusan Keperawatan, 2020.