Anda di halaman 1dari 31

RESUME DIARE

A. Kasus Penyakit
1. Definisi
Diare merupakan pengeluaran feses yang berbentuk tidak normal dan cair. Bisa juga
didefinisikan dengan buang air besar yang tidak normal dan berbentuk cair dengan
frekuensi BAB lebih dari biasanya. Bayi dapat dikatakan diare bila BAB sudah lebih
dari 3 kali sehari buang air besar, dan sedangkan neonatus dikatakan diare jika sudah
buang air besar sebanyak lebih dari 4 kali dalam sehari. (Lia dewi, 2014).
Diare adalah suatu keadaan dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya
(> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau
tanpa darah dan tanpa lendir.

2. Manifestasi klinis
Menurut Mardalena (2018) berikut ini merupakan manifestasi klinis dari diare, yaitu:
a. Nyeri perut (abdominal discomfort).
b. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
c. Rasa perih di ulu hati. d. Rasa lekas kenyang.
d. Nafsu makan berkurang.
e. Perut kembung, rasa panas di dada dan perut.
f. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba).
g. Demam dan lemah.
h. Membrane mukosa mulut dan bibir kering.
i. Diare.
j. Pontanel cekung
3. Woc
4. Pemeriksaan penunjang
Menurut Nuraarif & Kusuma (2015) pemeriksaan penunjang pada diagnos medis
diare adalah :
a. Pemeriksaan tinja meliputi pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis, Ph dan
kadar gula dalam tinja, dan resistensi feses (colok dubur).
b. Analisa gas darah apabila didapatkan tanda-tanda gangguan keseimbangan asam
basa.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
d. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na,K,kalsium dan Prosfat.

5. Pengobatan
Menurut Lia dewi (2014) prinsip perawatan diare adalah sebagai berikut:
a. Pemberian cairan (rehidrasi awal dan rumatan).
b. Dietetik (pemberian makanan).
c. Obat-obatan

B. Riwayat Penyakit
1. Pengkajian
Pada pengkajian penderita diare menurut Hidayat (2012) antara lain:
a. Identifikasi: nama. Inisial, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, agama,
tanggal masuk rumah sakit, penanggung jawab mengenai orang tua, pekerjaan
orang tua, pendidikan orang tua, umur, suku bangsa dan alamat
b. Keluhan Utama Perasaan yang timbul gelisah, buang air besar lebih dari 3 kali,
BAB cair 10 kali ( dehidrasi berat). Diare akut terjadi apabila
c. Pemeriksaan Fisik
 Keadaan umum
Pada peningkatan suhu tubuh secara bertahap mencapai 400 (Mubarak,
2015).Biasanya pada anak dengan diare tanpa dehidrasi kesadarannya
baik. Pada berat badan pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi
kehilangan berat badan 3%, diare dengan dehidrasi dengan 6% dan diare
dehidrasi berat dapat mengalami kehilanngan berat badan sekitar 9%.
 Pemeriksaan kepala Rambut tampak bersih, rambut warna hitam, tidak
rontok, tidak ada benjolan, ubun- ubun besar cekung, mengukur lingkar
kepala.
 Pemeriksaan mulut diare tanpa dehidrasi: mulut dan lidah basah, diare
dehidrasi ringan: mulut dan lidah kering, diare dehidrasi berat: mulut dan
lidah sangat kering, tidak ada stomatitis
 Abdomen Pada abdomen anak biasanya terdapat distensi abdomen, tidak
ada les, bising usus meningkat, supel. e. Sistem integumen Warana kulit
sianosis, akral teraba hangat, turgor kulit menurun
2. Diagnosa (SDKI,2018)
a. Hipovolemi b.d kehilangan cairan aktif d.d turgor pada kulit menurun (D.0023)
b. Diare b.d malbsorpsi d.d defekasi lebih dari tiga kali dengan konsistensi fases
lembek (D.0020)
c. Hipertermia b.d dehidrasi d.d suhu tubuh meningkat (D.0130)
3. Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Hipovolemi b.d Setelah dilakukan tindakan selama Manajemen hipovolemia
3x24 jam diharapkan keseimbangan (I.03116)
kehilangan cairan
cairan (L.05020) meningkat dengan  Periksa tanda dan gejala
aktif d.d turgor kriteria hasil: hipovolemia
1. Kelembaban membran mukosa  Monitor intake dan
pada kulit menurun
meningkat output cairan
(D.0023) 2. Asupan makanan meningkat
 . Hitung kebutuhan
3. Dehidrasi menurun
Tanda gejala mayor: cairan
4. Tekanan darah membaik
Data subjektif (tidak  Berikan asupan cairan
5. Denyut nadi radial
tersedia) Data oral
objektif  Berikan posisi modified
1. Frekuensi nadi trendelenburg
meningkat
 Anjurkan
2. Nadi teraba lemah
memperbanyak asupan
3. Tekanan darah
lemas
menurun
4. Tekanan nadi
menyempit
5. Turgor kulit

Diare b.d selama 3x24 jam diharapkan Manajemen diare (I.03101)


eliminasi fekal (L.04033) membaik 1. Identifikasi penyebab diare
malbsorpsi d.d
dalam kriteria hasil: 2. Identifikasi riwayat
defekasi lebih dari 1. Kontrol pengeluaran fases pemberian makanan
meningkat 3. Identifikasi gejala
tiga kali dengan
2. Konsistensi fases membaik invaginasi
konsistensi fases 3. Frekuensi defekasi membaik 4. Monitor warna,volume,
4. Peristaltik usus membaik frekuensi, dan konsistensi
lembek (D.0020)
tinja
Data subjektif (tidak 5. Monitor tanda gejala
hipovolemia
tersedia) Data
6. Monitor isitasi dan ulserasi
objektif kulit di daerah perianal
7. Monitor jumlah
i. Defekasi lebih
pengeluaran diare
dari tiga kali 8. Monitor keamanan
penyajian makanan
dalam 24 jam
9. Berikan asupan cairan oral
ii. Fases lembek 10. Berikan cairan intravena
11. Ambil sampel darah
atau cair
untuk pemeriksaan darah
Tanda gejala minor: lengkap dan elektrolit
Data subjektif
1. Urgency
2. Nyeri/keram
abdomen
Data objektif
1. Frekuensi
peristaltik meningkat
2. Bising usus
hiperaktif

Hipertermia b.d Setelah dilakukan tindakan selama Manajemen hipertermia


3x24 jam diharapkan termoregulasi (I.15506)
dehidrasi d.d suhu
(L.14134) membaik dengan kriteria 1. Identifikasi penyebab
tubuh meningkat hasil: hipertermia
1. Kulit merah menurun 2. . Monitor suhu tubuh
(D.0130)
2. Kejang menurun 3. Monitor komplikasi
3. Pucat menurun akibat hipertermia
4. Suhu tubuh membaik 4. . Sediakan
Tanda gejala mayor:
5. Suhu kulit membaik lingkungan yang
Data subjektif (tidak 6. Tekanan darah membaik dinggin
5. Longgarkan atau
tersedia) Data
lepaskan pakaian
objektif 6. Berikan cairan oral.
7. Lakukan pendinginan
1. Suhu tubuh
eksternal
diatas nilai 8. Anjurkan tirah baring
normal Tanda
gejala minor 9. Kolaborasi
pemberian cairan dan
Data subjektif (tidak
elektrolit intravena,
tersedia) jika perl
Data objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

4. IMPPLEMENTASI
Implementasi keperawatan yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu pasien dalam masalah status kesehatan. Status kesehatan yang
dikelola secara baik nantinya mengambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat pada kebutuhan klien, faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan (Dinarti & Mulyanti. 2017)
5. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan, evalusi pada dasarnya
membandingan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau kriteria hasil yang
telah ditetapkan. Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dilihat dari tindakan
keperawatan, tujuannya untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat
dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang telah
diberikan (Tarwoto & Wartonah, 2015).

RESUME BPH
A. Kasus Penyakit
1. Definisi
BPH (Benign Prostatic Hyperthropy) atau bisa disebut Hipertrofi Prostat Jinak
merupakan kondisi yang belum diketahui penyebabnya, ditandai oleh meningkatnya
ukuran zona dalam (kelenjar periuretra) dari kelenjar prostat. BPH adalah pembesaran
prostat yang mengenai uretra dan menyebabkan gejala uritakaria. Selain itu
Hiperplasia Prostat Benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara
umum pada pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
uretral dan pembatasan aliran urinarius (Nuari, 2017).
2. Manifestasi klinis
Menurut Nuari 2017, manifestasi klinis yang timbulkan oleh BPH disebut sebagai
syndroma prostatisme. Sindroma prostatisme ini dibagi menjadi dua, antara lain:
a. Gejala obstruktif
- Hesitansi, yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destructor buli-buli memerlukan
waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna mengatasi adanya
tekanan dalam uretra prostatika
- Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh karena
ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan intravesikel
sampai berakhirnya miksi
- Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing d. Pancaran lemah
yaitu kelemahan kekuatan dan pancaran destrussor memerlukan waktu untuk
dapat melampaui tekanan di uretra e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang
air kecil dan terasa belum puas
b. Gejala iritasi
- Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
- Frequency yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari (nocturia) dan pada siang hari
- Dysuria yaitu nyeri pada waktu kencing

3. Woc
4. Pemeriksaan penunjang

Menurut Nuari 2017, pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien BPH
adalah antara lain:
a. Sedimen urin Untuk mncari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi
slauran kemih.
b. Kultur urin Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus
menentukan sensitifitas kuman terhadap beberapa anti mikroba yang diujikan.
c. Foto polos abdomen Mencari kemungkinan adanya batu saluran kemih atau
kalkulosa prostat dan kadang menunjukkan bayangan buli-buli yang penuh terisi
urin yang merupakan tanda dari retensi urine.
d. IVP (Intra Vena Pielografi) Mengetahui kemungkinan kelainan ginjal atau ureter
berupa hidroureter atau hidronefrosis, memperkirakan besarnya kelenjar prostat,
penyakit pada buli-buli.
e. Ultrasonografi (Trans abdominal dan trans rektal) Untuk mengetahui pembesaran
prostat, volume buli-buli atau mengukur sisa urin dan keadaan patologi lainnya
seperti difertikel, tumor.
f. Systocopy Untuk mengukur besar prostat dengan megukur panjang uretra
parsprostatika dan melihat prostat ke dalam rectum
5. Pengobatan
Terapi medikametosa atau farmakologi dilakukan pada pasien BPH tingkat sedang,
atau dapat juga dilakukan sebagai terapi sementara pada pasien BPH tingkat berat.
Tujuan terapi medikametosa adalah 1) untuk mengurangi resistensi leher buli-buli
dengan obat-obatan golongan αadrenergik blocker dan 2) mengurangi volume prostat
dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau dehidrotestosteron (DHT)
(Purnomo, 2008).
6. Penatalaksanaan
Menurut Nuari 2017, penatalaksanaan terapi BPH tergantung pada penyebab,
keparahan obstruksi, dan kondisi pasien. Berikut beberapa penatalaksanaan BPH
antara lain:
a. Observasi (watchfull waiting)
b. Terapi medikamentosa
c. Terapi bedah
d. Terapi invasif
e. Kateterisasi urine
C. Riwayat Penyakit
1. Pengkajian
Menurut Diyono (2019), pengkajian keperawatan meliputi antara lain:
a. Riwayat keperawatan BPH biasanya tidak langsung menimbulkan masalah yang
berat pada pasien. Secara umum gejala yang dikeluhkan pasien hanyalah sulit
buang air kecil dan beberapa waktu 19 kemudian dapat berkurang dan baik lagi.
b. Keluhan utama Adanya retensi urine atau gejala komplikasi harus diidentifikasi
dengan cermat. Perawat dapat menanyakan kepada pasien dan keluarga tentang
keluhan yang dirasakan seperti tidak bias berkemih, badan lemas, anoreksia, mual
muntah, dan sebagainya.
c. Persepsi dan manajemen kesehatan Kaji dan identifikasi pola penanganan
penyakit yang dilakukan pasien dan keluarga. Termasuk dalam hal apa yang
dilakukan jika keluhan muncul.
d. Pola eliminasi Kaji masalah berkemih seperti retensi urine, nokturia, hesistensi,
frekuensi, urgensi, anuria, hematuria.
e. Pola aktivitas dan latihan Bagaiamana pola aktivitas pasien terganggu dengan
masalah BAK, misalnya kelelahan akibat tidak bias tidur, sering ke kamar mandi,
dan sebagainya.
f. Pola tidur Identifikasi apakah gangguan berkemih sudah mengganggu istirahat
tidur.
g. Pola peran Apakah peran dan fungsi keluarga terganggu akibat gangguan
berkemih.
h. Pemeriksaan fisik Identifikasi retensi urine, lakukan palpasi suprapubic. Periksa
ada tidaknya gejala komplikasi seperti udem, hipertensi, dan sebagainya
i. Pemeriksaan diagnostik Amati hasil pemeriksaan USG, BNO, IVP dan hasil
laboratorium. Perhatikan adanya kesan pembesaran prostat, hidroureter,
hidronefrosis, hipeureki, peningkatan kratinin, leukosit, anemia, dan sebagainya.
j. Program terapi Kelola dengan baik program operasi, pemasangan kateter,
monitoring laboratorium, dan sebagainya
2. Diagnosa
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan actual atau potensial yang
membutuhkan intervensi dan manajemen keperawatan (Siregar, 2021). Adapun
diagnosa keperawatan yang muncul adalah:
a. Pre Operasi:
- Ansietas b.d. krisis situasional, kurang terpapar informasi
- Retensi urine b.d. peingkatan tekanan uretra
- Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis
b. Post Operasi
- Nyeri akut b.d. agen pencedera fisik (prosedur operasi)
- Resiko infeksi d.d. efek prosedur invasif
- Resiko perdarahan d.d tindakan pembedahan
3. Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Nyeri akut b.d. agen Luaran Utama: Tingkat nyeri Luaran Manajemen Nyeri
pencedera fisiologis Tambahan: Kontrol nyeri Terapeutik:
(preop), agen Tujuan: Setelah dilakukan tindakan - Berikan teknik
pencedera fisik keperawatan selama 1x24 jam nonfarmakologis untuk
(prosedur operasi, L.08066 Tingkat Nyeri dengan mengurangi rasa nyeri
post-op) 1.08238 kriteria hasil: (mis. TENS, hypnosis ,
- Keluhan nyeri: 5 (menurun) akupresur, terapi musik,
- Meringis: 5 (menurun) biofeedback, terapi
- Sikap protektif: 5 (menurun) pihat, aromaterapi,
- Gelisah: 5 (menurun) teknik imajinasi
- Kesulitan tidur: 5 terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (mis, suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat tidur
Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
RESUME CA PARU

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Kanker paru adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal
dari paru sendiri (primer). Dalam pengertian klinik yang dimaksud dengan kanker paru primer
adalah tumor ganas yang berasal dari epitel bronkus (karsinoma bronkus/bronchogenic
carcinoma) (Kemenkes RI, 2017). Kanker paru atau disebut karsinoma bronkogenik
merupakan tumor ganas primer sistem pernapasan bagian bawah yang bersifat epithelial dan
berasal dari mukosa percabangan bronkus (Nurarif & Kusuma, 2015). Kanker paru adalah
keganasan yang berasal dari luar paru maupun yang berasal dari paru sendiri (primer), dimana
kelainan dapat disebabkan oleh kumpulan perubahan genetika pada sel epitel saluran nafas
yang dapat mengakibatkan proliferasi sel yang tidak dapat dikendalikan. (Purba & Wibisono,
2015).

2. Manifestasi Klinis

 Nafas dangkal

 Batuk

 Penurunan nafsu makan

 Trosseau Syndrome

 Nyeri dada

 Sesak nafas
3. Woc
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada kanker paru ini adalah pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk (Purba & Wibisono, 2015):
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru;
b. Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas;
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ lainnya;
dan
d. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan tubuh baik oleh
karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.
5. Pengobatan
Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau
sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB
dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan jika
tampilan umum pasien baik (Karnofsky >60; WHO 0-2). Namun, guna kemoterapi terbesar adalah
sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.

6. Penatalaksanaan
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2017, manajemen
penatalaksanaan pada penyakit kanker paru dibagi berdasarkan klasifikasinya. Pada kanker
paru jenis karsinoma bukan sel kecil (KPKBSK), terdiri dari berbagai jenis, antara lain adalah
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma, karsinoma bukan sel kecil (KBSK)
penatalaksanaannya tergantung pada stadium penyakit, tampilan umum penderita,
komorbiditas, tujuan pengobatan, dan cost-effectiveness. Modalitas penanganan yang tersedia
adalah bedah, radiasi, dan kemoterapi. Penatalaksanaan kanker paru karsinoma bukan sel kecil
antara lain:
a. Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan stadium IIIA
yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis pembedahan yang dapat
dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi sublobaris. Pasien dengan
kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah, pembedahan segmentektomi dan reseksi
sublobaris paru dilakukan.
b. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat berperan di
semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif neoajuvan atau ajuvan maupun
paliatif. Radioterapi dapat diberikan pada stadium I yang menolak dilakukan operasi setelah
evaluasi bedah thoraks dan pada stadium lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan
kemoterapi. Pada pasien Stadium IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca
operasi merupakan pilihan. Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau
pencegahan gejala (nyeri, perdarahan, obstruksi).
c. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini, atau sebagai
adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada KPKBSK stadium IIA, IIB
dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat diberikan dengan tujuan pengobatan
jika tampilan umum pasien baik. Kemoterapi adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan
stadium lanjut.

B. Riwayat Penyakit
1. Pengkajian

a. Persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan


Pada klien dengan Ca paru sebagian besar akan merasakan sesak dan menganggap sesak
tersebut adalah sesak biasa karena pada klien Ca paru pada fase awal akan jarang
menimbulkan gejala. Gejala akan timbul biasanya jika Ca paru sudah semakin meluas.
Sehingga klien tidak terlalu perhatian dengan gejala yang dirasakannya pada gejala awal
b. Pola nutrisi/ metabolik (ABCD)
- Antropometeri : dilakukan dengan menghitung TB, BB, dan IMT. Biasanya pada klien
dengan Ca Paru apabila terjadi pada tipe adenokarsinoma akan mengalami penurunan
nafsu makan yang berakibat pada penurunan berat badan

- Biomedical sign : dilakukan dengan cek darah lengkap

- Clinical Sign : dilakukan dengan mengkaji status umum pasien meliputi mukosa bibir,
konjungtiva, keadaan umum (lemas atau segar), dll

- Diet Pattern : dilakukan dengan mengkaji bagaimana pola makan pasien saat ini. Pada
umumnya pada klien dengan Ca paru jika mengalami sesak nafas maka nafsu makan
akan semakin menurun
- Pola eliminasi:

BAK
o Frekuensi : Mengalami peningkatan
o Jumlah : Mengalami peningkatan
o Warna : Kuning
 Bau : Amoniak dan obat
 Karakter : Cair
 Alat Bantu : Tidak menggunakan kateter
 Kemandirian : Dibantu BAB
 Frekuensi : Mengalami sembelit
 Jumlah : 1 kali selama MRS
 Warna Bau : Khas feses
 Karakter : Keras
 Alat Bantu : Tidak terpasang alat bantu
 Kemandirian : Dibantu

c. Pola aktivitas & latihan


Pada klien dengan Ca Paru maka aktivitas sehari-hari mengalami penurunan

c.1. Aktivitas harian (Activity Daily Living)


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum ✓
Toileting ✓
Berpakaian ✓
Mobilitas di tempat tidur ✓
Berpindah ✓
Ambulasi / ROM ✓
- Status Oksigenasi :
RR meningkat
tidak ada retraksi dada
Ada batuk dan sputum
- Fungsi kardiovaskuler : irama jantung teratur, nadi normal
Terapi oksigen : menggunakan alat bantu nafas nassal canul

d. Pola tidur & istirahat


1. Durasi : berkurang
2. Gangguan tidur : menahan nyeri dan sesak nafas
3. Keadaan bangun tidur : lemah
e. Pola kognitif & perceptual
 Fungsi Kognitif dan Memori :
Pasien mampu berhitung dan mengingat apa yang telah dilakukan oleh perawat
saat dilakukan pengkajian.
 Fungsi dan keadaan indera :
Keadaan indera pasien baik
f. Pola persepsi diri
 Gambaran diri: Klien biasanya mengkhawatirkan jika dia tidak bisa bekerja
seperti biasanya
 Identitas diri: dilakukan dengan mengkaji identitas umum klien (jenis
kelamin, umur, dll)
 Harga diri: Klien biasanya merasa malu memiliki penyakit kanker dan
khawatir jika setelah kemoterapi rambutnya akan rontok
e. Peran Diri : Pasien dengan Ca paru biasanya adalah seseorang dalam usia produktif
dan sedang bekerja (>40 tahun)
g. Pola seksualitas & reproduksi
 Pola seksualitas
Tidak terdapat hubungan pola seksualitas dengan terjadinya Ca paru
 Fungsi reproduksi
Fungsi reproduksi klien baik
h. Pola peran & hubungan
Klien dengan Ca paru biasanya akan lebih menjauh dari orang-orang sekitarnya
karena khawatir penyakitnya akan menular seperti TBC dan penyakit paru lainnya
i. Pola manajemen koping-stress
Dilakukan dengan melihat seberapa besar optimism pasien dalam menghadapi
penyakit tersebut
j. System nilai & keyakinan
Dilakukan dengan mengkaji agama ataupun kepercayaan klien sebagai
pegangan hidup

2.1.1 Pemeriksaan Fisik


a. Keadaan umum:
b. Tanda vital:
c. Tekanan Darah : Normal, jika tidak ada riwayat hipertensi
d. Nadi : Meningkat (Normal 80-100x/menit)
e. RR : Meningkat (Normal 16-24x/menit)
f. Suhu : Biasanya normal (36,5-37,5) kecuali jika ada
inflamasi
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi: kepala simetris, rambut tersebar merata berwarna hitam kaji uban),
distribusi normal, kaji kerontokan rambut jika sudah dilakukan kemoterapi
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi, tidak ada perdarahan, tidak
ada lesi.
2. Mata
Inspeksi: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks pipil
terhadap cahaya (+/+), kondisi bersih, bulu mata rata dan hitam
Palpasi: tidak ditemukan nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
3. Telinga
Inspeksi: telinga simetris, lubang telinga bersih tidak ada serumen, tidak ada
kelainan bentuk.
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak teraba benjolan abnormal
4. Hidung
Inspeksi: hidung simetris, hidung terlihat bersih, terpasang alat bantu
pernafasan
5. Mulut
Inspeksi: mukosa bibir lembab, mulut bersih, lidah berwarna merah, gigi
bersih tidak ada karies gigi
Palpasi: tidak ada pembesaran tonsil
6. Dada

Paru Jantung
Inspeksi: Betuk dada kadang tidak simetris, Inspeksi: Tidak ada pembesaran jantung
kaji adanya retraksi dada Palpasi: Tidak ada edema dan nyeri tekan
Palpasi: Pengembangan paru tidak simetris, Perkusi: Suara jantung pekak
kaji adanya kemungkinan flail chest Auskultasi: Tidak ada bunyi jantung
Perkusi: Suara paru sonor tambahan (Gallop, Gargling, Mur-mur,
Auskultasi: Ada suara nafas tambahan Friction rub)
Wheezing

7. Abdomen
Inspeksi: bentuk
abdomen datar Palpasi:
tidak terdapat nyeri
tekan
Perkusi: Kaji adanya ketegangan abdomen
Auskultasi: Kaji adanya penurunan bising usus karena penurunan nafsu makan
8. Urogenital
Inspeksi: Tidak terpasanga alat bantu nafas
9. Ekstremitas
Inspeksi: ekstremitas biasanya sulit digerakkan karena takut
sesak nafas Palpasi: akral dingin, tidak ada edema, tugor kuit
baik.
10. Kulit dan kuku
Inspeksi : Turgor kulit tidak baik, tidak ada lesi, kuku
berwarna pink Palpasi : kondisi kulit lembab, CRT <2
detik, dan akral dingin.
11. Keadaan local
Pasien tampak lemah berbaring di tempat tidur, terpasang alat bantu
pernafasan, kesadaran compos mentis (sadar penuh)

2. Diagnosa
Diagnosa yang sering muncul pada pasien dengan Ca Paru adalah:
1. Gangguan pertukaran gas (00030) berhubungan dengan himoptosis atau bronkiektasis dan
atelektasis

2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan


peningkatan produksi mukus

3. Ketidakefektifan pola napas (00032) berhubungan dengan obstruksi bronkus atau sumbatan
parsial pada intrapulmoner proksimal
4. Nyeri kronis (00132) berhubungan denganpenyebaran neoplastik ke
mediastinum
5. Ansietas (00146) berhubungan dengan nyeri kronis

3. Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi
(00030) selama 3x24 jam maka status
pernapasan meningkat, dengan a. Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
kriteria hasil :
b. Monitor pola napas (seperti
a. Dispnea menurun
b. Bunyi napas tambahan bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
menurun
stokes, biot, ataksik)
c. PCO2 membaik
d. PO2 membaik c. Auskultasi bunyi napas
e. pH arteri membaik
f. Takikardia membaik d. Monitor saturasi oksigen
g. Pola napas membaik e. Dokumentasikan hasil
h. Kesadaran membaik pemantauan
i. Rasa nyaman meningkat
j. Warna kulit membaik f. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
RESUME UROLITIASIS
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi
(batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Ureterolithiasis terjadi bila batu ada
di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu
mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran
perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam
ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter
cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada
pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau
merah. (Brunner and Suddarth, 2012)Ureterolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya
penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal.
Ureterolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri
disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu
tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin.
Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa
centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam pelvis ginjal. Gejala rasa
sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine
berwarna keruh seperti teh atau merah. (Brunner and Suddarth, 2012)

2. Manifestasi klinis
Beberapa manifestasi klinis yang dapat muncul pada pasien Urolithiasis :

a. Nyeri pada ginjal dapat menimbulkan dua jenis nyeri yaitu nyeri kolik dan non
kolik. Nyeri kolik terjadi karena adanya stagnasi batu pada saluran kemih
sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar. Nyeri kolik juga
karena adanya aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter
meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu pada saluran kemih.
Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan intraluminalnya meningkat
sehingga terjadi peregangan pada saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi infeksi pada ginjal
sehingga menyebabkan nyeri hebat dengan peningkatan produksi prostglandin E2
ginjal. Rasa nyeri akan bertambah berat apabila batu bergerak turun dan
menyebabkan obstruksi. Pada ureter bagian distal (bawah) akan menyebabkan
rasa nyeri di sekitar testis pada pria dan labia mayora pada wanita. Nyeri
kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khususnya nefrolithiasis.
b. . Gangguan miksi Adanya batu pada saluran kemih, maka aliran urin mengalami
penurunan sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Batu dengan ukuran
kecil mungkin dapat keluar secara 34 spontan tetapi batu dengan ukuran yang
relatif besar sulit untuk keluar secara spontan.
c. Hematuria Batu yang terperangkap di dalam ureter (kolik ureter) sering
mengalami desakan berkemih, tetapi hanya sedikit urin yang keluar. Keadaan ini
akan menimbulkan gesekan yang disebabkan oleh batu sehingga urin yang
dikeluarkan bercampur dengan darah (hematuria). Hematuria tidak selalu terjadi
pada pasien urolithiasis, namun jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya
ginjal maka seringkali menimbulkan hematuria.
d. Mual dan muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi
ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat sehingga pasien
mengalami stress yang tinggi dan memacu sekresi HCl pada lambung. Namun,
gejala gastrointestinal biasanya tidak ada.
e. Demam terjadi karena adanya kuman yang menyebar ke tempat lain. Tanda
demam yang disertai dengan hipotensi, palpitasi, vasodilatasi pembuluh darah di
kulit merupakan tanda terjadinya urosepsis. Urosepsis merupakan kedaruratan
dibidang urologi, dalam hal ini harus secepatnya ditentukan letak kelainan
anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis 35 dan segera
dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotik.
f. Distensi vesika urinaria Akumulasi urin yang tinggi melebihi kemampuan vesika
urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal pada vesika. Oleh karena itu,
akan teraba bendungan (distensi) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika
(Purnomo, 2011).
3. Woc
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium:

o Urinalisa : warna urin berubah kuning, coklat gelap, berdarah menunjukan SDM, SDP,
Kristal (sistin, as. Urat, kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus, pH asam, dan
alkalinm (meningkatkan magnesium, fosfat, ammonium, atau batu kalium fosfat)

o Urine 24 jam : terjadi peningkatan kreatinin, as. Urat, kalsium, fosfat, oksalat, ataupun
sistin.

o Dapat terjadi indikasi ISK (staphilococus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas)

o Hitung darah lengkap : SDP mungkin meningkat menunjukan infeksi/ septicemia

o Hb/ht: abnormal boila pasien dehidrasi nitrat atau polisitemia terjadi mendorong
prespitasi pemadatan ataupun anemia akibat perdarahan karena disfungsi ginjal.

o Hormone paratiroid mungkin meningkat bila terjaci gagal ginjal.pth merangsang


reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.

b. Foto polos abdomen

Tujuan pembuatan foto polos abdomen adalah untuk melihat kemungkinan adanya batu
radioopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsiumfosfat bersifat
radioopak dan paling sering dijumpai pada diantara batu-baru jenis lain sedangkan batu
asam urat sifatnya non opak atau radio lusen. 

c. Pielografi intravena (IVP)

Tujuannya menilai keadaan anatoni dan fungsi ginjal serta mendeteksi adanya batu semi
opak ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum
dapat menjelaskan keadaan system kandung kemih akibat adanyapenurunan fungsi ginjal
sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograde.

d. Ultrasonografi
e. CT- Scan

Mengidentifikasi dan menggammbarkan kalkuli dan masa lain : ginjal, ureter, dan
distensi kandung kemih.

f. Sistoureterokopi untuk memvisualisasikan secara langsung kandung kemih dan ureter


dapat menunjukan batu dan atau defek obstruksi.

g. Ultrasound untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

5. Pentalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan ini adalah untuk menghilangkan batu, mencegah kerusakan
nefron, dan mengendalikan infeksi, serta mengurangi obstruksi yang terjadi. 
Ada beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada batu saluran empedu diantaranya:
a. Terapi diet

Terapi diet ini terdiri dari terapi nutrisi dan terapi cairan. Terapi nutrisi berperan penting dalam
mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat serta menghindari makanan tertentu dalam
diet juga dapat mencegah pembentukan batu. Setiap klien yang memiliki riwayat batu renal harus
minum paling sedikit 8 gelas air (+ 2-3 liter) dalam sehari untuk mempertahankan urin encer,
kecuali dikontraindikasikan. Natrium selulosa fosfat telah diteliti lebih efektif dalam mencegah
batu kalsium.

b. Terapi Farmakologi
(1) Antispasmodik
Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.

(2) Antibiotik
Pemberian antibiotik dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau pada
pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah dikeluarkan, batu ginjal
dapat dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan untuk mencegah atau menghambat
pembentukan batu berikutnya. Urin yang asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat
(Chang 2009).
(3) Analgesik
Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida) atau obat AINS (NSAID’s) seperti
ketorolak dan naproxen dapat diberikan tergantung pada intensitas nyeri.
c. Terapi Kimiawi
(1) Mempertahankan pH urin agar tidak terjadi kristalisasi batu
a. NaCO3-   : Membuat urin lebih alkali pada asam
b. Asam Askorbat : Membuat urin lebih asam pada alkali pencetus
(2) Mengurangi ekskresi dari substansi pembentuk batu
a. Diuretik (tiazid) : Menurunkan eksresi kalsium ke dalam urin dan menurunkan kadar
parathormon. Efek samping gangguan metabolik, dermatitis, purpura.
b. Alupurinol (zyloprim) : Mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar asam urat
plasma dan ekskresi asam urat ke dalam urin. Efek samping mual, diare, vertigo,
mengantuk, sakit kepala.
d. Herbal
Jus kulit manggis dan daun sirsak penghancur batu ginjal paling ampuh tanpa
menimbulkan efek samping. Daun sirsak berfungsi sebagai diuretik alami penghambat
terjadinya pembentukan batu yang baru dan penghancur batu yang telah terbentuk dengan
sangat efektif. Selain itu juga sebagai antioksidan yang sangat tinggi berguna untuk
meningkatkan daya tahan tubuh serta dapat mencegah infeksi dan melancarkan peredaran
darah sehingga urin (hasil buangan akhir lebih sempurna). Serta banyak lagi kandungan
daun sirsak seperti acetogenin, annocatin, annocatalin, annohexocin. annonacin,
annomuricin, anomourine, anonol, caclourine, gentisic acid, gigantetronin, linoleid acid,
muricapentosin yang sangat baik untuk penderita batu ginjal.
 
C. Riwayat penyakit
1. Pengkajian
- Identitas Klien : terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, agama, suku bangsa klien dan penanggung jawabnya .
- Riwayat Kesehatan
 Keluhan Utama
Keluhan dari klien bergantung pada posisi atau letak batu, ukuran batu, dan penyulit
yang ada. Nyeri akibat adanya peningkatan tekanan hidrostatik di daerah abdomen bagian
bawah yakni berawal dari area renal meluas secara anterior dan pada wanita ke bawah
mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis. Nyeri yang dirasakan
bisa berupa nyeri kolik atupun non kolik. Nyeri kolik hilang timbul akibat spasme otot
polos ureter karena peningkatan aktivitas untuk mengeluarkan batu. Sedangkan nyeri non
kolik terjadi akibat peregangan kapsul ureter karena hidronefrosis atau infeksi pada
ureter. Apabila urolithiasis disertai dengan adanya infeksi maka demam juga akan
dikeluhkan. Keluhan kencing seperti disuria, retensi urin atau gangguan miksi lainnya
dikeluhkan klien saat pertama datang ke tenaga kesehatan.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien awalnya mengeluhkan perubahan gangguan eliminasi urin yang dialami (oliguria,
disuria, hematuria). Biasanya seiring berjalannya waktu dan tingkat keparahan penyakit
maka nyeri mulai dirasakan dan nyeri ini bersifat progresif. Respon dari nyeri itu sendiri
yakni munculnya gangguan gastrointestinal, seperti keluhan anoreksia, mual, dan muntah
yang menimbulkan manfestasi penurunan asupan nutrisi umum. Mengkaji berapa lama
dan berapa kali keluhan tersebut dirasakan, apa yang dilakukan, kapan keluhan tersebut
muncul adalah penting untuk mengetahui riwayat perjalanan penyakit.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat batu ginjal sebelumnya, riwayat mengalami gangguan haluaran urin
sebelumnya, riwayat ISK, riwayat hiperkalsemia ataupun hiperkalsiuria, riwayat
hiperparatiroidisme, riwayat penyakit kanker (berhubungan dengan adanya malignansi),
dan riwayat hipertensi yang bisa menjadi faktor penyulit pada kasus urolithiasis,
penderita osteoporosis yang menggunakan obat dengan kadar kalsium yang tinggi.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pernah menderita urolithiasis, adanya riwayat ISK, riwayat hipertensi, riwayat
kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, gout, riwayat penyakit usus halus, riwayat
bedah abdomen sebelumnya, hiperparatiroidisme.
- Pemeriksaan Fisik
1) Kepala dan leher: Kepala normal dan bentuk simetris, tidak ada pembesaran kelenjar
tiroid, tidak ada keterbatasan gerak leher.
2) Mata : Mata normal
3) Hidung : Hidung normal, jalan nafas efektif, tidak menggunakan pernapasan cuping
hidung.
4) Telinga : Fungsi pendengaran kien baik.
5) Mulut dan gigi : mukosa bibir kering atau lembab, tidak ada peradangan pada mulut,
mulut dan lidah bersih.
6) Dada
(1) Inspeksi : Dada klien simetris.
(2) Palpasi : Dada klien simetris tidak ditemukan adanya benjolan.
(3) Perkusi : Tidak ditemukan adanya penumpukan sekret, cairan atau darah di daerah
paru.
(4) Auskultasi : Suara napas normal, dan terdengar suara jantung.
7) Abdomen
(1) Inspeksi : Warna kulit, turgor kulit baik.
(2) Auskultasi : Peristaltik usus 12x/menit
(3) Palpasi : Adanya nyeri tekan pada abdomen kiri bawah
(4) Perkusi : -
8) Genetalia : Hasil pengkajian keadaan umum dan fungsi genetalia tidak ditemukan adanya
keluhan atau kelainan bentuk anatomi.
9) Pola Aktifitas : Perkejaan yang dilakukan monoton seperti sopir bus.
10) Pola Sirkulasi : Adanya peningkatan TD/nadi (nyeri, anseitas, gagal ginjal). Kulit hangat
dan kemerahan, pucat.
11) Pola Eliminasi : Riwayat adanya ISK Kronis atau obstruksi sebelumnya (kalkulus).
Terjadi penurunan haluaran urin yang ditandai dengan adanya rasa seperti terbakar, oliguria,
hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.

12) Pola intake makanan dan cairan : Klien mual dan muntah, nyeri tekan pada abdomen.
Diet rendah purin, kalsium oksalat, dan fosfat. Ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak
minum air dengan cukup yang ditandai dengan distensi abdomen, penurunan suara bising
usus.
13) Nyeri: Terjadi secara akut atau bisa juga terjadi nyeri kronik. Lokasi nyeri tergantung
pada lokasi batu, contoh pada panggul di region sudut kostovetebral (CVA) dan dapat
menyebar ke seluruh punggung, abdomen, dan turun ke lipat paha serta genitalia. Nyeri
dangkal konstan menunjukan kalkulus ada di pelvis atau kalkulus ginjal. Nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain yang ditandai
dengan perilaku distraksi, terjadi demam dan menggigil

2. Diagnosa
Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan pada pasien batu renal
mencakup yang berikut :

a. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agens cedera biologis.


b. Ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan (00099) berhubungan dengan sumber daya
tidak cukup (pengetahuan
3. Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri Observasi
dengan agen pencedera keperawatan selama 3 x 24
fisik : prosedur operasi jam, diharapkan tingkat nyeri Terapeutik
menurun dan kontrol nyeri a. Berikan teknik
meningkat dengan kriteri hasil nonfarmakologi untuk
: a. Tidak mengeluh nyeri mengurangi rasa nyeri
b. Tidak meringis (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik,
c. Tidak bersikap protektif biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik
d. Tidak gelisah
imajinasi terbimbing,
kompres hangat dingin,
terapi bermain

b. Kontrol lingkungan yang


memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)

c. Fasilitasi istirahat dan tidur


d. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck G. et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC) Sixth Edition. Elsevier:
Saunders
Borley, P. A. (2006). At a Glance Ilmu Bedah Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga
Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnosis: Definitions 7 Classification 2015-2017 Tenth
Edition. UK NANDA International, Inc.
Diyono & Mulyanti, Sri. (2019). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Urologi.
Nuari & Widayati.2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Deepublish.
Nursalam .2006. Sistem Perkemihan.Jakarta : Salemba Medika
Pearl, MS., Nakada, SY. 2009. Medical and Surgical Management of Urolithiasis.
Informa: UK
Purnomo, Basuki.2011. Dasar-Dasar Urologi Edisi Ketiga. Jakarta: Sagung Seto
Tan. (2017). Non - Small Cell Lung Cnacer Clinical Presantion.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, PersatuanPerawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Wilkinson.M.J. (2012). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai