Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN ASUHAN KEPERAWATAN

MEDIKAL BEDAH PADA TN. I DENGAN DIAGNOSA MEDIS EFFUSI


PLEURA DI RUANG IBS RSUD DR. DORIS SYLVANUS PALANGKA
RAYA

Oleh:

TANTI SETIAWATI
2019.NS.B.07.027

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh:


Nama : Tanti Setiawati
Nim : 2019.NS.B.07.027
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.I Dengan Diagnosa Effusi Pleura
Dengan Tindakan Pemasangan WSD di Ruang IBS RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah pada
Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Takesi Arisandy, Ners., M.Kep. Merry Triana, S. Kep., Ners


LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh:


Nama : Tanti Setiawati
Nim : 2019.NS.B.07.027
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn.I Dengan Diagnosa Effusi Pleura
Dengan Tindakan Pemasangan WSD di Ruang IBS RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Medikal Bedah pada
Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

Takesi Arisandy, Ners., M.Kep. Merry Triana, S. Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Ners

Meilitha Carolina, Ners., M. Kep.


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat,
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan
keperawatan stase keperawatan medikal bedah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn.I dengan Effusi Pleura dengan tindakan Pemasangan WSD
di Ruang IBS RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. drg. Yayu Indriaty, Sp.KGA selaku Direktur RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya yang telah menyediakan tempat bagi pelaksanaan Praktik
Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi STIKes Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes Selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada
penyusun untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Profesi Ners
Keperawatan.
3. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M. Kep. selaku Ketua Program Studi Ners.
4. Bapak Takesi Arisandy, Ners., M.Kep.. selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberi saran dan bimbingannya dalam menyelesaikan
Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Dasar Profesi ini.
5. Merry Triana, S. Kep., Ners selaku pembimbing klinik yang telah banyak
memberi bimbingannya selama melakukan praktek di Rumah sakit dalam
menyelesaikan Laporan pendahuluan dan Asuhan Keperawatan.
6. Tn. E yang telah bersedia menjadi kasus kelolaan.
7. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan asuhan
keperawatan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa asuhan keperawatan ini jauh dari
sempurna. Maka dengan ini penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak.

4
Akhir kata, semoga asuhan keperawatan ini dapat berguna bagi
pengembangan ilmu kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan medikal
bedah dan semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberikan berkat dan
karunia-Nya kepada kita semua.
Palangka Raya, Januari 2020
Penulis

Tanti Setiawati

5
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu
system pernapasan. Efusi pleura bukanlah diagnosis suatu penyakit,
melainkan hanya merupakan suatu gejala atau komplikasi dari suatu
penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan
berlebihan dirongga pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderitanya (Muttaqin, 2008,126).
Efusi pleura merupakan manifestasi klinik yang dapat dijumpai
pada sekitar 50-60% penderita keganasan pleura primer. Sementara 95%
kasus mesotelioma (keganasan pleura primer) dapat disertai efusi pleura
dan sekitar 50% penderita kanker payudara akhirnya akan mengalami
efusi pleura.
Kejadian efusi pleura yang cukup tinggi apalagi pada penderita
keganasan jika tidak ditatalaksana dengan baik maka akan menurunkan
kualitas hidup penderitanya dan semakin memberatkan kondisi penderita.
Paru-paru adalah bagian dari sistem pernapasan yang sangat penting,
gangguan pada organ ini seperti adanya efusi pleura dapat menyebabkan
gangguan pernapasan dan bahkan dapat mempengaruhi kerja sistem
kardiovaskuler yang dapat berakhir pada kematian.
Perbaikan kondisi pasien dengan efusi pleura memerlukan
penatalaksanaan yang tepat oleh petugas kesehatan termasuk perawat
sebagai pemberi asuhan keperawatan di rumah sakit. Untuk itu maka
perawat perlu mempelajari tentang konsep efusi pleura dan
penatalaksanaannya serta asuhan keperawatan pada pasien dengan efusi
pleura. Maka dalam makalah ini akan dibahas bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan efusi pleura.

6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pembahasan yang
menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini adalah.
1. Bagaimana konsep dasar dari efusi pleura ?
2. Bagaimana asuahan keperawatan pada klien dengan gangguan efusi
pleura ?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa dan para pembaca dapat mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar efusi pleura dan asuhan keperawatan pada
gangguan efusi pleura.

1.3.2 Tujuan Khusus


Mahasiswa dan pembaca dapat.
1. Memahami tentang konsep dasar efusi pleura meliputi pengertian,
etiologi, manifestasi klinis, data penunjang, penatalaksanaan pada efusi
pleura, komplikasi, dan WOC dari efusi pleura.
2. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan pada
gangguan efusi pleura meliputi pengkajian, dignosa keperawatan, serta
intervensi keperawatan.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Anatomi Fisiologi Pleura
Menurut Muttaqin (2012;126), dari segi anatomis, permukaan
rongga pleura berbatasan dengan paru sehingga cairan pleura mudah
bergerak dari satu rongga kerongga yang lainnya. Dalam keadaan normal
seharusnya tidak ada rongga kosong
diantara kedua pleura, karena
biasanya hanya terdapat sekitar 10-
20 cc cairan yang merupakan lapisan
tipis serosa yang selalu bergerak
secara teratur. Setiap saat, jumlah
cairan dalam rongga pleura bisa
menjadi lebih dari cukup untuk
memisahkan kedua pleura. Jika
terjadi, makan kelebihan tersebut akan dipompa keluar oleh pembuluh
limfatik (yang membuka secara langsung). Dari rongga pleura ke
mediastinum. Pemukaan superior diafragma dan permukaan lateral
pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan antara produksi
cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorbsi oleh pleura viseralis.
Oleh karena itu, rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena
ruang ini normalnya begitu sempit, sehingga bukan merupakan ruang
fisik yang jelas.
Menurut Somantri (2012;107), pleura merupakan membran tipis
yang terdiri atas dua lapisan yang berbeda, yaitu pleura viseralis dan
pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru.
Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini, yaitu
sebagai berikut.
1. Pleura viseralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang
tipis ( tebalnya tidak lebih dari 30µm), diantara celah-celah sel ini

8
terdapat beberapa sel limfosit. Terdapat endopleura yang berisi
fibrosit dan histiosit dibawah sel mesotelial. Struktur lapisan tengah
memiliki jaringan kolagen dan serat-serat elastik, sedaangkan lapisan
terbawah terdapat jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari arteri pulmonalis dan
brakialis seta kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan pleura
viseralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru.

2. Pleura parietalis
Lapisan pleura parietalis merupakan lapisan jaringan yang lebih
tebal dan terdiri atas sel-sel mesotelial serta jaringan ikat (jaringan
kolagen dan serat-serat elastik). Jaringan ikat ini terdapat pembuluh
kapiler dari arteri interkostalis dan mammaria interna, kelenjar getah
bening, banyak reseptor saraf sensorik yang peka terhadap rasa nyeri.
Ditempat ini juga terdapat perbedaan temperatur. Sistem persarafan
berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan aliranya sesuai
dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini
menempel dengan mudah, tetapi mudah juga dilepaskan dari dinding
dada diatassnya.
Cairan pleura diproduksi oleh pleura parietalis dan diobsrobsi
oleh pleura viseralis. Cairan terbentuk dari filtrasi plasma melalui
endotel kapiler dan direabsobsi oleh pembuluh limfe dan venula
pleura.
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong
antara kedua pleura tersebut, karena biasanya ditempat ini hanya
terdapat sedikit ( 10-20 cc) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa
dan selalu bergerak secara teratur. Cairan yang sedikit ini merupakan
pelumas antara kedua pleura, sehingga memudahkan kedua pleura
tersebut bergeser satu sama lain. Dalam keadaan patologis rongga
antara kedua pleura ini dapat terisi dengan beberapa liter cairan atau
udara.
Diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura
parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama

9
melalui membran pleura viseralis melalui sistem limfatik dan
vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietal kepleura viseralis
dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan
tekanan osmotik koloid plasma. Cairan terbanyak direabsorbsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang direabsorbsi oleh
sistem kapiler pumonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura viseralis adalah terdapatnya banyak mikrofili disekitar sel-
sel mesotelial.
Cairan dalam jumlah berlebihan tersebut dapat mengganggu
pernapasan dan membatasi peregangan paru selama inhalasi. Terdapat
empat cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura :
1. Cairan serous (hydrothorax).
2. Darah (hemothoorax).
3. Chyle (Chylothorax).
4. Nanah (Pyothorax atau empyema).

2.1.2 Pengertian
Menurut Smeltzer (2015;593), efusi pleura yaitu pengumpulan
cairan dalm ruang pleura yang terletak di antara permukaan viseral dan
parietal, dan merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
Menurut Price (2005;799), efusi pleura adalah istilah yang
digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura yang dapat
berupa transudat atau eksudat.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan
cairan dalam pleura berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan antara produksi abrsorpsi di kapiler dan
pleura viselaris (Muttaqin, 2012;126).
Menurut Somantri (2012;106), efusi pleura adalah suatu keadaan
ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi penumpukan caairan
dalam rongga pleura).

10
2.1.3 Etiologi
Dalam buku kapita selekta kedokteran edisi kedua (2005;206),
etiologi dari efusi pleura adalah.
1. Hambatan reabsorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya
bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor
mediastinum, dan sindrom vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (TB, pneumonia,
virus), bronkiektasis, abses amoeba subfrenik yang menembus ke
rongga pleura, karena tumor di mana masuk cairan berdarah dan
karena trauma.

Menurut Somantri (2012;106), kelainan pada pleura hampir selalu


merupakan kelainan sekunder, kelainan primer pada pleura hanya ada
dua macam, yaitu:
a. Infeksi kuman primer intrapleura
b. Tumor primer pleura

Menurut Somantri (2012;106), timbulnya efusi pleura dapat


disebabkan oleh kondisi-kondisi seperti adanya gangguan dalam
reabsorsi cairan pleura (misalnya karena adanya tumor), peningkatan
produksi cairan pleura (misalnya akibat infeksi pada pleura). Sedangkan
secara patologis, efusi pleura terjadi dikarenakan keadaan-keadaan
seperti:
1) Meningkatnya tekanan hidrostatik ( misanya akibat gagal jantung)
2) Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma (misalnya
hipoproteinemia)
3) Meningkatnya permeabilitas kapiler ( misanya infeksi bakteri)
4) Berkurangnya absorbsi limfatik

11
Menurut Somantri (2012;106), penyebab efusi pleura dilihat dari
jenis cairan yang dihasilkannya adalah sebagai berikut.
1. Transundat
Gagal jantung, sirosis hepatis dan asites, hipoproteinemia pada
nefrotik sindrom, obstuksi vena kapa superior, pasca bedah
abdomen, dialisi peritoneal, dan atelektasis akut.
2. Eksudat
a. Infeksi (pneumonia, TBC, virus, jamur, parasait, abses)
b. Neoplasma (Ca, paru, metastasis, limfoma, leukimia).
c. Emboli/infark paru.
d. Penyakit kalogen (SLE, reomatoid artritis)
e. Penyakit gastroistestinal (pankeatitis, ruptur esofagus, abses hati).
f. Trauma (hemotorak, khilotorak)

2.1.4 Faktor Resiko


Faktor resiko tinggi yang terjadi pada efusi pleura yaitu terjadi
infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura
dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan kedalam rongga
secara cepat gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura. Menurunnya tekanan osmotik
koloid plasma juga memungkinkan terjadinya transudasi cairan yang
berlebihan.

2.1.5 Manifestasi klinis


Dalam buku kapita selekta kedokteran edisi kedua (2005;206),
timbulnya cairan dengan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairna
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak
napas. Didapati gejala-gejala penyakit penyebab seperti panas tinggi
(kokus), tuberkulosis, banyak keringat, batuk, banyak riak, dll. Bagian
yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah,

12
pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung.
Menurut Smeltzer (2015;593), biasanya manifestasi klinisnya
adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara
efusi malignan dapat menyebabakan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala.

2.1.6 Data Penunjang


2.1.6.1 Pemeriksaan Radiologi
Menurut Muttaqin (2012;131), pada fluoroskopi maupun foto
thoraks PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin
kelainan yang tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus. Pada
efusi pleura subpulmonal, meskipun cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak kumpul dan diafargma kelihatan meninggi. Untuk
memastikannya, perlu dilakukan dengan foto thoraks lateral dari sisi
yang sakit (lateral dekubitus). Foto ini akan memberikan hasil yang
memuaskan bila cairan pleura sedikit. Pemeriksaan radiologi foto thoraks
juga diperlukan sebagai monitor atas intervensi yang telah diberikan
dimana keadaan keluhan klinis yang membaik dapat lebih dipastikan
dengan penunjang foto thoraks.

2.1.6.2 Foto Toraks (X Ray)


Dalam buku ilmu penyakit dalam (2014;2329).
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan
membentuk bayangan seperti kurva, dengan permukan daerah lateral
lebih tinggi daripada bagian medial. Bila permukaannya horizontal dari
lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam rongga tersebut yang dapat
berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang-kadang sulit
membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi
karena radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dada dengan posisi
lateral dekubitus. Cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi.

13
Cairan dalam pleura kadang-kadang menumpuk mengelilingi lobus
paru (biasanya lobus bawah) dan terlihat dalam foto sebagai bayangan
konsolidasi parenkim lobus, bisa juga mengumpul di daerah
paramediastina dan terlihat dalam foto sebagai fisura intelobaris, bisa
juga terdapat secara paralel dengan sisi jantung, sehingga terlihat sebagai
kardiomegali.
Hal lain yang dapat teerlihat dari foto pada efusi pleura dalah
terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan.
Disamping itu gambaran foto dada dapat juga menerangkan asal mula
terjadi efusi pleura yakni bila terdapat jantung yang membesar, adanya
masa tumor, adanya densitas parenkim yang lebih keras pada pneumonia
atau abses paru.
Pemeriksaan dengan ultra sonografi pada pleura dapat menentukan
adanya cairan dalam rongga pleura. Pemeriksaan ini sangat membantu
sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan terutama pada efusi
yang terlokalisasi. Pemeriksaan CT Scan/dada dapat membantu. Adanya
perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya, sangat
memudahkan dalam menentukan adanya efusi pleura. Pemeriksaan ini
tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.

2.1.6.3 Biopsi Pleura


Menurut Muttaqin (2012;131), biopsi ini berguna untuk
mengambil spesimen jaringan pleura melalui biopsi jalur perkutaneus.
Biopsi ini dilakukan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau kuman-
kuman penyakit (biasanya kasus pleurisy tuberculosa dan tumor pleura).
Dalam buku ilmu penyakit dalam (2013;2331), bila ternyata hasil
biopsi pertama tidak memuaskan, dapat dilakukan beberapa biopsi ulang.
Komplikasi biopsi adalah pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi
atau tumor pada dinding dada.

14
2.1.6.4 Pengukuran Fungsi Paru (Spirometri)
Penurunan kapasitas vital, peningkatan rasio udara residual ke
kapasitas total paru, dan penyakit pleura pada tuberculosis kronis tahap
lanjut (Muttaqin, 2012;131).

2.1.6.5 Pemeriksaan Laboratorium


Menurut Muttaqin (2012;131), pemeriksaan laboratorium yang
spesifik adalah dengan memeriksa cairan pleura agar dapat menunjang
intervensi lanjutan. Analisis cairan pleura dapat dinilai untuk mendeteksi
kemungkinan penyebab dari efusi pleura. Pemeriksaan cairan pleura hasil
thorakosentesis secara makroskofis biasanya dapat berupa cairan
hemoragi, eksudat, dan transudat.
1. Haemorhagic pleural efusion, biasanya terjadi pada klien dengan
adanya keganasan paru atau akibat infark paru terutama disebabkan
oleh tuberculosis.
2. Yellow exudates pleural efusion, terutama terjadi pada keadaan
gagal jantung kongestif, sindrom nefrotik, hipoalbuminemia, dan
perikarditis konstriktif.
3. Clear trunsudate pleural efusion, sering terjadi pada klien dengan
keganasan ekstrapulmoner.

Hasil Kemungkinan peyebab/penyakit


Leukosit 25.000 (mm3) Empiema
Banyak neutofil Pneumonia, infark paru, pankreatitis dan Tb paru
Banyak limfosit Tuberculosis, limfoma, dan keganasan
Eosinofil meningkat Emboli paru, polyathritis nodosa, parasit, dan jamur
Mengalami peningkatan 1.000-10.000/mm3, cairan
tampak hemoragis, dan sering dijumpai pada
Eritrosit penderita pankretitis atau pneumonia. Bila eritrosit >
100.000 mm3 menunjukan adanya infark paru,
trauma dada dan keganasan.
Misotel banyak Jika terdapat mesotel kecurigaan TB bisa

15
disingkirkan
Hanya 50-60% kasus-kasus keganasan dapat
ditemukan keberadaan sel ganas. Sisanya kurang
Sitologi
lebih terdeteksi karena akumulasi cairan pleura lewat
mekanisme obstruksi, preamonitas, atau atelektasis

2.1.7 Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer (2015;593), tujuan pengobatan adalah untuk
menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali
cairan, dan untuk menghilangakan ketidaknyamanan serta dispnea.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (misalnya gagl
jantung kongestif, pneumonia).
Menurut Muttaqin (2012;133), pengelolaan efusi pleura ditujukan
untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan
(thorakosentesis).
1. Thorakosentesis
(Smeltzer, 2015;593) dilakukan untuk membuang cairan, untuk
mendapatkan spesimen guna keperluan analisis, dan untuk menghilangkan
dispnea. Namun, bila penyebab dasar adalah malignansi, efusi dapat
terjadi kembali dalam beberapa hari atau minggu. Thorakosentesis
berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan
kadang pneumotoraks.
Torakosentesis / pungsi pleura untuk mengetahui kejernihan, warna,
biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Pungsi pleura diantara linea aksilaris
anterior dan posterior, pada sela iga ke-8. Didapati cairan yang mungkin
serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus
(kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil
bendungan) atau eksudat (hasil radang).
2. WSD (Water Seal Drainase)
Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan
udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan
mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

16
Indikasi dan tujuan pemasangan WSD: Pneumotoraks, hemotoraks,
empyema, Bedah paru: karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam
rongga pleura, reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC, lobectomy,
misal pada tumor, abses, TBC.
Tujuan pemasangan WSD memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi
pleura ) keluar dari rongga pleura, memungkinkan udara keluar dari
rongga pleura, mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang
dapat menyebabkan pneumotoraks, mempertahankan agar paru tetap
mengembang dengan jalan mempertahankan tekanan negatif pada intra
pleura.
Prinsip kerja WSD
1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke
tekanan yang rendah.
2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg
atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761
mmHg )
3. Suction
Menurut Muttaqin (2012;133), indikasi untuk melakukan
thorakosintesis adalah :
a. Menghilangkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan
dalam rongga pleura.
b. Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal.
c. Bila terjadi reakumulasi cairan
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1.000 cc,
karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah
yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai adanya batuk
dan sesak.
Kerugian thorakosentasis adalah :
1) Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan
pleura.
2) Dapat menimbulkan infeksi dirongga pleura.
3) Dapat terjadi pneumothoraks.

17
2.1.8 Komplikasi
1. Pneunomia
2. Fibrosis paru
3. Pneumotoraks
4. Emfisema

2.1.9 Patofisiologi
Menurut Muttaqin (2012;126)
Normalnya hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura.
Jumlah cairan dirongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidostatis
pleura parietalis sebesar 9 cmH2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi
apabila tekanan osmotic koloid menurun (misalnya pada penderita
Hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada
proses peradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis
akibat kegagalan jantung) dan tekanan negatif intrapleura apabila terjadi
atelekstasis paru.
Efusi pleura berarti terjadi penumpukan sejumlah besar cairan
bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan proses akumulasi cairan
dirongga pleura terjadi akibat beberapa proses yang meliputi.
1. Adanya hambatan drainase limpatik dari rongga pleura
2. Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan
perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan
yang berlebihan ke dalam rongga pleura.
3. Menurunnya tekanan osmotik koloid plasma juga memungkinkan
terjadinya transudasi cairan yang berlebihan.
4. Adanya proses infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura dapat menyebabkan pecahnya
membrane kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan
cairan kedalam rongga secara cepat

Infeksi pada tuberculosis paru disebabkan oleh bakteri


mycrobacterium tuberculosis yang masuk melalui saluran pernapasan

18
menuju alveoli, sehingga terjadilah infeksi primer dari infeksi primer ini
akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis
local) dan juga diikuti dengan pembesaran getah bening hilus (limfangitis
regional).
Peradangan pada saluran getah bening akan mempengaruhi
permebilitas membran. Permebilitas membrane akan meningkat dan
akhirnya menimbulkan akumulasi cairan dalam pleura. Kebanyakan
terjadinya efusi pleura akibat dari tuberculosis paru melalui focus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat
juga diakibatkan dari robeknya perkijuan kearah saluran getah bening
yang menuju rongga pleura, iga, atau kolumna vertebralis.
Adapun bentuk cairan efusi akibat tuberculosis paru adalah eksudat
yang berisis ptotein dan terdapat pada cairan pleura akibat kegagalan
aliran protein getah bening. Cairan ini biasanya serosa, namun kadang-
kadang bisa juga hemarogi.

19
2.1.10 WOC
Gagal jantung kiri
TB Paru Gagal ginjal
Pnemonia Gagal fungsi hati Karsinoma
mediastinum
Karsinoma paru
Atelektasis
Hipoalbuminemia - Peningkatan tekanan
hidrostatis di pembuluh
Inflamasi
darah ke jantung
- Asites Peningkatan
permeabilitas kapiler
paru
- Tekanan osmotic koloid menurun
- Terjadi tekanan negatif intra pleura Gangguan Jumlah produksi
- Peningkatan permeabilitas kapiler cairan dengan absorpsi yang
bisa dilakukan pleura viseralis

Akumulasi/penimbunan
cairan di kavum pleura

Gangguan Ventilasi :
- Pengembangan paru tidak optimal
- Gangguan difusi, distribusi dan
transportasi oksigen

Paru Otak G.I Tract Ekstrimita Psikososial


s
PaO2 menurun Penurunan Penekanan
Pe suplai Adanya sesak
PCO2 meningkat suplai O2 abdomen
O2 nafas, tindakan
Produksi sekret ke otak
ke jaringan invasif
meningkat
Sesak nafas Konstipasi,
penurunan imunitas Hipoksia mual, muntah Metabolisme
anaerob Koping individu
tidak efektif,
1. Pola nafas tidak Pusing,disorient ketidaktahuan
efektif Nafsu makan
asi, keringat Produksi asam
2. Bersihan jalan menurun
dingin laktat
nafas tidak 7. Kecemasan
efektif
8. Kurang
3. Resiko gangguan
4. Resiko ggn 5. Ggn
pola tidur dan 6. Intoleransi pengetahuan
perfusi pemenuhan
istirahat. aktifitas
jaringan nutrisi 9. Ggn konsep
otak
diri; harga
diri rendah

20
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien yang harus diketahui perawat meliputi nama, umur,
jenis kelamin, alamat rumah, agama, atau kepercayaan suku bangsa,
bahasa yang dipakai, status pendidikan pekerjaan klien, dan asuransi
kesehatan.
2. Keluhan utama
Merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari
pertolongan atau berobat kerumah sakit. Biasanya pada klien dengan
efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak napas, rasa berat pada
dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk
nonproduktif.
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya
keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis rasa berat pada dada
dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan
itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau
menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan pula apakah klien pernah menderita penyakit
seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asited dan
sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya
kemungkinan faktor predisposisi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita
penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkan efusi pleura
seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain sebagainya.

21
6. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien terhadap
penyakitnya bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku
klien terhadap tindakan yang dilakukan kepada dirinya.
7. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
- Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan yang disertai
penggunaan otot bantu pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi
dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada sisi yang
sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi
yang sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum
purulen.
- Palpasi
Pendorongan mediastinum kearah hemithoraks kontralateral yang
diketahui dari posisi trachea dan ictus cordis. Taktil fremitus
menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya >300
cc. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan
dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
- Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairan
nya.
- Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit.
Pada posisi duduk, cairan semakin ke atas semakin tipis.

b. B2 (Blood)
Pada saat dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus
cordis normal yang berada pada ICS 5 pada linea medio claviculaus
kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya pergeseran jantung.

22
Palpasi dilakukan untuk menghitung frekuensi jantung (heart rate)
dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung. Selain itu, perlu juga memeriksa adanya thrill, yaitu getaran
ictus cordis. Tindakan perkusi dilakukan untuk menentukan batas
jantung daerah mana yang terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena pendorongan
cairan efusi pleura. Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi
jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang
menunjukan adanya peningkatan arus turbulensi darah.

c. B3 (Brain)
Pada saat dilakukannya inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji,
setelah sebelumnya diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan
apakah klien berada dalam keadaan kompos mentis, somnolen, atau
koma. Selain itu fungsi-fungsi sensorik juga perlu dikaji seperti
pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengucapan.

d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dilakukan dalam hubungannya
dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor
adanya adanya oliguria, karena itu merupakan tanda awal syok.

e. B5 (Bowel)
Pada saat inspeksi, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak,
umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di dinspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya
didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.

f. B6 (Bone)
Hal yang perlu diperhatikan adalah adakah edema peritibial, feel
pada kedua ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer,

23
serta dengan pemeriksaan kekuatan otot untuk kemudian
dibandingkan antara bagian kiri dan kanan.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan
edema tracheal/faringeal.
3) Resiko gangguan perfusi jaringan cerebral yang berhubungan dengan
penurunan suplai O2 ke otak.
4) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh
dan penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.
5) Gangguan ADL (activity daily living)/intoleransi aktivitas yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder
akibat adanya sesak napas.
6) Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas), koping individu
tidak efektif..
7) Gangguan pola tidur dan istirahat yang berhubungan dengan batuk
dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan.
8) Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang
tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
a. Observasi tanda-tanda vital (nadi dan pernapasan).

24
Rasional : Peningkatan frekuensi napas dan takikardi merupakan
indikasi adanya penurunan fungsi paru.

b. Baringkan klien dengan posisi yang nyaman, dalam posisi duduk,


dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-900 atau miringkan ke
arah sisi yang sakit.
Rasional : Penurunan diafragma dapat memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa maksimal. Miring ke arah sisi yang
sakit dapat menghindari efek penekanan gravitasi cairan sehingga
ekspansi dapat maksimal.
c. Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan napas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau napas
dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk
lebih efektif.
d. Kolaborasi dengan tim medis lain pemberian O2, obat-obatan, dan
foto thoraks, serta untuk tindakan thoraksentesis.
Rasional : Pemberian O2 dapat menurunkan beban pernapasan dan
mencegah terjadinya sianosis akibat hipoksia. Tindakan
thoraksentesis atau fungsi pleura bertujuan untuk menghilangkan
sesak napas yang disebabkan oleh akulmulasi cairan dalam rongga
pleura.

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan


sekresi mucus yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema
tracheal/faringeal.
a. Kaji fungsi pernapasan (bunyi napas, kecepatan, irama,
kedalaman, dan penggunaan otot bantu napas).
Rasional : Penurunan bunyi napas menunjukan atelektasis, ronkhi
menunjukan akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran
sekresi yang selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot
bantu napas dan peningkatan kerja pernapasan.
b. Kaji kemampuan mengeluarkan sekresi,catat karakter dan volume
sputum.

25
Rasional : Pengeluaran akan sulit bila sekret sangat kental (efek
infeksi dan hidrasi yang tidak adekuat).
c. Berikan posisi semiflower/fowler tinggi dan bantu klien latihan
napas dalam dan batuk efektif.
Rasional : Posisi fowler memaksimalkan ekspanansi paru dan
menurunkan upaya bernapas. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas
besar untuk dikeluarkan.
d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, bila perlu lakukan
pengisapan (suction).
Rasional : Mencegah obstruksi dan aspirasi. Mengisapan
diperlukan bila klien tidak mampu meneluarkan sekret. Eliminasi
lendir dengan suction sebaiknya dilakukan dalam jangka waktu
kurang dari 10 menit, dengan pengawasan efek sampinh suction.
e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi : obat antibiotik.
Rasional : Pengobatan antibiotik yang ideal adalah dengan adanya
dasar dari tes uji resistensi kuman terdapat jenis antibiotik
sehingga lebih mudah mengobati pneumonia.

3. Resiko gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan


penurunan suplai O2 ke otak.
a. Observasi perubahan status mental.
Rasional : Gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan
sensori/motor dapat menunjukan gangguan aliran darah, hipoksia,
atau cedera vaskuler serebral (CSV) sebagai akibat emboli
sistemik.
b. Observasi warna dan suhu kulit/membran mukosa.
Rasional: Kulit pucat atau sianosis, kuku, membran bibir/lidah,
atau dingin, kulit burik menunjukan vasokonstriksi perifer (syok)
dan/atau gangguan aliran darah sistemik.

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh dan

26
penurunan nafsu makan akibat sesak napas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen.
a. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan
berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/muntah, dan diare.
Rasional: Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
b. Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik
(sekali seminggu).
Rasional: Berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi dan
dukungan cairan.
c. Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan peroral.
Rasional: Menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa
sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat
merangsang pusat muntah.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan komposisi dan jenis
diet yang tepat.
Rasional: Merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori
sehubungan dengan stasus hipermetabolik klien.
e. Kolaborasi untuk pemberian multivitamin.
Rasional: Multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
vitamin yang tinggi sekunder dan peningkatan laju metabolisme
umum.

5. Gangguan ADL (activity daily living)/intoleransi aktivitas yang


berhubungan dengan kelemahan fisik umum dan keletihan sekunder
akibat adanya sesak napas.
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dipsnea,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital
selama dan setelah beraktivitas.

27
Rasional : Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan
memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase
akut sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan
pengalih yang tepat.
Rasional : Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat.
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan
perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan. Pembatasan aktivitas ditentukan dengan respons
individual pasien terhadap aktivitas dan perbaikan kegagalan
pernapasan.
d. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
Rasional : Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur
dikursi, atau menunduk kedepan meja atau bantal.
e. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional : Meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen

6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas).
a. Bantu dalam mengidentifikasi sumber koping yang ada.
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara
konstruktif sangat bermanfaat dalam mengatasi stres.
b. Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional : Mengurangi ketegangan otot dan kecemasan.
c. Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan klien.
Rasional : Hubungan saling percaya membantu memperlancar
proses terapeutik.
d. Kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

28
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi
masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan.
e. Bantu klien mengenali dan mengaku rasa cemasnya.
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila
sudah terindetifikasi dengan baik, maka perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.

7. Resiko gangguan pola tidur dan istirahat yang berhubungan dengan


batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana
lingkungan.
a. Kaji hal-hal yang mempersulit pasien untuk istirahat.
Rasional : Mengidentifikasi penyebab pasien sulit untuk istirahat /
tidur.
b. Berikan posisi semifowler untuk memberikan lingkungan yang
nyaman.
Rasional : Mengurangi sesak nafas pasien agar dapat beristirahat.
c. Anjurkan pasien untuk minum susu hangat, membasuh tubuh
dengan air hangat atau mendengarkan musik sebelum tidur.
Rasional : Hal-hal tersebut akan mempermudah pasien untuk
istirahat dan tidur.
d. Turunkan tingkat kecemasan pasien.
Rasional : Rasa cemas/ stres akan mempengaruhi pola istirahat.
e. Kolaborasi dalam pemberian obat penenang.
Rasional : Meningkatkan istirahat pasien.

8. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang


tidak adekuat mengenai proses penyakit, kondisi, dan pengobatan.
a. Kaji kemampuan klieen untuk mengikuti pembelajaran (tingkat
kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan
suasana yang tepat).
Rasional : Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh
kesiapan fisik, emosional, dan lingkungan yang kondusif.

29
b. Ajarkan dan nilai kemmapuan klien untuk mengidentifikasi gejala
reaktivasi penyakit (kehilangan bernapas, nyeri dada).
Rasional : Dapat menunjukkan pengaktifan ulang proses penyakit
dan efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut.
c. Tekankan pentingnya mempertahankan intake nutrisi yang
mengandung protein dan kalori yang tinggi serta intake cairan
yang cukup setiap hari.
Rasional : Diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan
tentang hal itu akan meningkatkan kemandirian klien dalam
perawatan penyakitnya.

30
BAB 3
PEMBAHASAN

3.1 Pengkajian
Tanggal pengkajian : 13 Februari 2020
Tanggal MRS : 05 Februari 2020
Diagnosa masuk : Efusi Pleura
Jam : 08.00 WIB

3.1.1 Identitas pasien


Nama : Tn. I
Usia : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Suku : Dayak
Agama : Islam
Alamat : Jl.Cristopel mihing, Palangka Raya
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Tgl MRS : 05 Februari 2020
Diagnosa Medis : Effusi pleura

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama :
Pasien mengatakan “takut untuk melakukan operasi”
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien datang dari poli dengan rencana periksa karena sesak nafas dan
menunjukkan hasil rontgen dan ct scan paru yang telah dilakukan. Pasien
didiagnosa effusi pleura dd tumor paru, dan di rawat di ruang gardenia
untuk perawatan lebih lanjut pada tanggal 05/02/2020. Dan dijadwalkan
operasi pemasangan selang WSD pada tanggal 13/02/2020.

31
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya :
Pasien mengatakan pernah masuk rumah sakit sebelumnya dan di
diagnosa tumor paru.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan keluarganya tidak ada menderita penyakit yang sama
dengan pasien.
3.1.3 Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Ada hubungan keluarga
- - - - - : Tinggal serumah
: Meninggal

3.1.4 Pemeriksaan Fisik


3.1.4.1 Keadaan Umum :
Keadaan pasien composmetis, bentuk badan berisi/baik, cara
berbaring/bergerak terlentang/terbatas, cara berbicara baik/kooperatif,
pasien tampak sesak nafas, terpasang Oksigen 3 L/menit, penampilan
pasien rapi, pasien terpasang infus ditangan kanan NaCL 0,9% drip
aminophilin 1 ampul.
3.1.4.2 Status Mental :

32
Kesadaran pasien compos methis, ekspresi wajah pasien tegang, bentuk
badan pasien cukup berisi/baik, cara berbaring terlentang dan bergerak
pasien terbatas, berbicara pasien tampak normal, kooperatif, jelas dan
lancar, suasana hati pasien tampak gelisah dan cemas, penampilan pasien
rapi. Fungsi kognitif pasien tampak baik, pasien menyadari perubahan
waktu seperti pagi, siang dan malam, pasien dapat menyadari orang yang
mengunjunginya dan pasien menyadari sedang dirawat di Rumah Sakit.
Tidak ada halusinasi yang timbulkan oleh pasien, insight pasien cukup
baik, mekanisme pertahanan adaptif. Tidak ada keluhan.
3.1.4.3 Tanda-tanda Vital :
Tekanan darah :130/90 mmHg, Nadi :81 x/menit, Pernafasan:26 x/menit,
Suhu : 36ºC.

3.1.7 Data Penunjang (Laboratorium)


Tanggal 05 Februari 2020
No Parameter Hasil Nilai normal
1 LEUKOSIT 8,12 10^3/uL < 11.00

2 HB 13,6 g/dL 13,5-18,0


3. LED 45 mm <10

4. ERITROSIT 4,5 JT/mm 4-6 jt/mm

No Parameter Hasil Nilai normal


1 CT 5 menit 4-10 menit

2 BT 2,30 menit 1-3 menit


3. Trombosit 527.000/mm 150.000-
400.000/mm
4. GDS 118 mg/dl <200 mg/dl

5. Anti HIV Non reaktif Non reaktif

6. Ureum 161 mg/dl 21-53

7. Creatinin 11,15 mg/dl 0,7-1,5

33
No Parameter Hasil Nilai normal
5. SGOT/SGPT 74/29 mg/dl 37/42

6. Ureum 27 mg/dl 21-53

7. Creatinin 0,82 mg/dl 0,7-1,5

Hasil Patologi Anatomi Cairan Pleura tanggal 12 Februari 2020


Kesimpulan : Reaktive mesothelial cells dengan peradangan kronis pada cairan
pleura.
3.1.8 Penatalaksanaan Medis
Tanggal 13 Februari 2020
 Infus : NaCL 0,9% drip aminophilin 1 amp
 Injeksi :
Methilprednisolon 62,5mg. 3x1 (iv)
Ketorolac 30mg. 3x1 (iv)
 Obat oral:
Salbutamol 3x1mg
OBH syrup 3x1 sendok makan
Flukonazole 1x150mg

34
ANALISIS DATA
Data Subyektif dan Data Kemungkinan
No Masalah
Obyektif Penyebab
1. DS : Pasien mengatakan gugup Pre Op Ansietas
Pre untuk menjalani operasi
Op DO :
1) Pasien tampak tidak tenang Persiapan Operasi
2) Pasien tampak gelisah
3) Pasien sering menanyakan
operasi yang akan Kurang informasi
dijalaninya
4) Skala Ansietas: 6
(Kecemasan ringan) Kurangnya pengetahuan
5) TTV
Tekanan darah :130/90
mmHg, Nadi :81 x/menit, Cemas
Pernafasan:26 x/menit,
Suhu : 36ºC.

2. DS : - Intra OP Resiko
Intra DO : Pendarahan
Op 1) Pasien menjalani tindakan Tindakan Pembedahan
pemasangan WSD
2) Anestesi lokal Terputusnya
3) Tampak keluar darah kontinuitas jaringan
selama pembedahan + 10 cc kulit
4) HB terakhir 11,8 g/dl
5) TTV Kerusakan Integritas
Tekanan darah :130/90 kulit
mmHg, Nadi :81 x/menit,
Pernafasan:26 x/menit, Pendarahan
2
Suhu : 36ºC SPO : 98%

3. DS : - Post OP Resiko
Post DO : tinggi
Op 1) Terdapat luka pada paha infeksi
kiri pasien Tindakan Pembedahan
2) Luka tertutup supratul, kasa
steril
3) Panjang luka sekitar 1 cm Luka insisi
4) Leukosit terakhir 8.28
[103/uL]
5) TTV Inflamasi bakteri
Tekanan darah :130/90
mmHg, Nadi :81 x/menit,
Pernafasan:26 x/menit, Resiko tinggi infeksi
Suhu : 36ºC, SPO2 : 99%

35
4. PRIORITAS MASALAH

1. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi


2. Resiko pendarahan berhubungan tindakan pembedahan
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan luka insisi

36
RENCANA KEPERAWATAN 39
Nama Pasien : Tn. I
Ruang Rawat : IBS
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
Pre Operatif : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Observasi tingkat kecemasan 1) Mengetahui tingkat kecemasan pasien
Ansietas selama 1x1:30 jam diharapkan masalah pasien pasien
berhubungan dengan teratasi dengan kriteria hasil : 2) Ajarkan teknik relaksasi nafas 2) Mengatasi kecemasan pasien
kurang informasi 1. Pasien tampak rileks dalam untuk mengontrol
2. Tidak tenang mengurangi kecemasan pasien
3. Pasien tidak cemas lagi 3) Berikan pengetahuan prosedur 3) Menambah pengetahuan pasien
tentang tindakan umum

Intra Operatif : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Kaji ulang integritas luka dan 1) Untuk mengetahui tanda –tanda pendarahan
Resiko Pendarahan selama 1x 1:30 jam diharapkan masalah tanda – tanda pendarahan
berhubungan teratasi dengan kriteria hasil : 2) Observasi jumlah pendarahan 2) Untuk mengetahui jumlah pendarahan
tindakan 1. Luka pasien tidak terjadi pendarahan selama dilakukan tindakan
pembedahan 2. Penyembuhan luka sesuai waktu

Post Operatif : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Observasi lokasi adanya 1) Memantau keadaan luka pasien
Resiko tinggi infeksi selama 1x1:30jam diharapkan masalah karakteristik tanda – tanda
berhubungan dengan teratasi dengan kriteria hasil : infeksi atau pendarahan
luka insisi 1. Tidak ada tanda – tanda infeksi pada 2) Monitor keadaan luka pasien 2) Mencegah terjadinya infeksi
luka
2. Luka pasien tidak ada pendarahan
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. I
Ruang Rawat : IBS
Hari / tanggal Implementasi Keperawatan Evaluasi ( SOAP)
Kamis, 30 Pre Operatif : S : Pasien mengatakan “ Saya agak takut menjalani tindakan operasi“
1) Mengobservasi tingkat kecemasan pasien O: - Pasien tampak rileks setelah melakukan napas dalam
Januari 2020
2) Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam - Pasien tampak mendengarkan apa yang dijelaskan
Jam 09.00 WIB untuk mengontrol mengurangi kecemasan A: Ansietas
pasien P : Masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi
3) Memberikan pengetahuan prosedur tentang 1) Observasi tingkat kecemasan pasien pasien
tindakan umum
Kamis, 30 Intra Operatif : S:-
1) Mengkaji ulang integritas luka dan tanda – O:
Januari 2020
tanda pendarahan - Luka pasien tertutup supratul, kasa steril dan terbalut verban elastis
Jam 09.00 WIB 2) Mengobservasi jumlah pendarahan - Tidak ada perdarahan pada luka pasien
A : Resiko Perdarahan
P : Masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi
1) Kaji ulang integritas luka dan tanda – tanda pendarahan
2) Observasi jumlah pendarahan
Kamis, 30 Post Operatif : S:-
1) Mengobservasi lokasi adanya karakteristik O:Tidak ada tanda – tanda infeksi pada luka pasien, Tidak ada perdarahan pada
Januari 2020
tanda – tanda infeksi atau pendaraha luka pasien
Jam 10.00 WIB 2) Memonitor keadaan luka pasien A : Resiko Infeksi
P : Masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi
1) Observasi lokasi adanya karakteristik tanda – tanda infeksi atau pendarahan
2) Monitor keadaan luka pasien

38
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Menurut Smeltzer (2015;593), efusi pleura yaitu pengumpulan
cairan dalm ruang pleura yang terletak di antara permukaan viseral dan
parietal, dan merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Menurut
Somantri (2012;106), timbulnya efusi pleura dapat disebabkan oleh
kondisi-kondisi seperti adanya gangguan dalam reabsorsi cairan pleura
(misalnya karena adanya tumor), peningkatan produksi cairan pleura
(misalnya akibat infeksi pada pleura).
Menurut Smeltzer (2015;593), biasanya manifestasi klinisnya
adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia akan
menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara
efusi malignan dapat menyebabakan dispnea dan batuk. Ukuran efusi
akan menentukan keparahan gejala.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada gangguan efusi
pleura yaitu pemeriksaan radiologi, biopsi pleura dan pemeriksaan
laboratorium. Penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan
thorakosentesis.

4.2 Saran
Efusi pleura merupakan penyakit komplikasi yang sering muncul
pada penderita penyakit paru primer, dengan demikian hendaknya kita
segera menangani penyakit primer paru agar efusi yang terjadi tidak terlalu
lama menginfeksi pleura.

39
DAFTAR PUSTAKA
Brunner, Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol.3.
EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn. 2014. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan danPendokumentasian Perawatan Pasien, ed. 3. Jakarta:
EGC

Muttaqin,Arif. 2011. Buku Saku Gangguan Mulskuloskeletal Aplikasi pada


Praktik Klinik Keperawatan. Jakarta:EGC.

NANDA International. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Potter, P.A & Perry A.G. 2012. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S.C., 2014, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

40

Anda mungkin juga menyukai