Oleh :
Selvy Apriyani, S.Ked
712022036
Dosen Pembimbing :
dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An
1
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Referat yang berjudul
“Manajemen Jalan Napas”, sebagai salah satu tugas individu di Bagian
Anestesiologi Dan Terapi Intensif di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang.
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta
para keluarga, sahabat, dan pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada:
1. dr. Mayang Indah Lestari, Sp. An, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan referat
ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan refrat ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Palembang, A g u s t u s 2023
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari referat ini adalah sebagai berikut:
1. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat memahami penatalaksanaan
manajemen jalan napas.
2. Diharapkan munculnya pola berpikir kritis bagi semua dokter muda setelah
dilakukan diskusi dengan dosen pembimbing klinik tentang manajemen
jalan napas.
3. Diharapkan bagi semua dokter muda agar dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapatkan dalam kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior
(KKS) terutama penatalaksanaan manajemen jalan napas.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan referat ini dapat menambah bahan referensi
dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu anestesi terutama tentang
penatalaksanaan manajemen jalan napas.
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan landasan
untuk penulisan referat selanjutnya.
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan referat ini dapat membantu dalam
mengaplikasikan penatalaksanaan manajemen jalan napas.
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan referat ini dapat menjadi
bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan terutama
dalam memberikan informasi atau edukasi kesehatan berupa upaya
pencegahan kepada pasien dan keluarga terutama untuk penatalaksanaan
manajemen jalan napas.
c. Bagi pasien dan keluarga pasien, diharapkan referat ini dapat
memberikan pemahaman mengenai pentingnya upaya pencegahan
primer sebelum terjadi dan upaya pencegahan sekunder untuk
menghindari komplikasi yang lebih berat apabila sudah terjadi.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung
yang menuju nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars
oralis). Kedua bagian ini di pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi
kemudian bergabung di bagian posterior dalam faring. Faring berbentuk U dengan
struktur fibromuskuler yang memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago
krikoid pada jalan masuk ke esofagus. Bagian depannya terbuka ke dalam rongga
hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan laringofaring (pars laryngeal).
Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi mengarah ke posterior.
Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring dari
laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan
menutup glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka
kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago: tiroid,
krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme.2
7
Gambar 2.2 Anatomi Kartilago
2.2.1 Etiologi
Etiologi yang dapat menyebabkan sumbatan saluran napas atas dibagi menjadi:5
1. Benda asing
2. Trauma
3. Neoplasma
4. Infeksi
5. Gangguan neurogenik pada laring
9
Obstruksi jalan nafas berdasarkan penyebab:
Keadaan yang harus diwaspadai adalah:
a. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus
percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan sekitar,
misalnya aritenoid, pita suara dll.6
1) Trauma maksilofasial
Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan airway yang
agresif. Contoh mekanisme penyebab cedera ini adalah penumpang/pngemudi
kendaraan yang tidak menggunakan sabuk pengaman dan kemudian terlempar
mengenai kaca depan dan dashboard. Trauma pada daerah tengah wajah dapat
menyebabkan fraktur-dislokasi dengan gangguan pada nasofaring dan
orofaring.6
2) Trauma leher
Cedera tumpul atau tajam pada leher dapat menyebabkan kerusakan pada
laring atau trakhea yang kemudian meyebabkan sumbatan airway atau
perdarahan hebat pada sistem trakheobronkial sehingga sebegra memerlukan
airway definitif. Cedera leher dapat menyebabkan sumbatan airway parsial
karena kerusakan laring dan trakea atau penekanan pada airway akibat
perdarahan ke dalam jaringan lunak di leher.6
3) Trauma laringeal
Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi hal ini
daat menyebabkan sumbatan airway akut.6
b. Benda Asing
1) Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda
sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu, disfagia,
hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot nafas tambahan, atau dapat pula terjadi
sianosis.5
10
2) Trakea
Benda asing di dalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di
dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala
obstruksi laring.5
3) Bronkus
Biasanya akan tersangkut pada bronkus kanan, oleh karena diameternya lebih
besar dan formasinya dilapisi oleh sekresi bronkhus.5
11
c. Stridor, dapat terjadi akibat sumbatan sebagian jalan napas jalan napas
setinggi larings (Stridor inspirasi) atau setinggi trakea (stridor ekspirasi)
d. Hoarseness, akibat sumbatan sebagian jalan napas setinggi faring
e. Afoni, pada pasien sadar merupakan petanda buruk, pasien yang
membutuhkan napas pendek untuk bicara menandakan telah terjadi gagal
napas.
Feel
Feel yaitu dengan merasakan hembusan napas .
a. Aliran udara dari mulut/ hidung
b. Posisi trakea terutama pada pasien trauma. Palpasi trakea untuk
menentukan apakah terjadi deviasi dari midline.
c. Palpasi apakah ada krepitasi.
d. Lihat dan keluarkan benda yang ada didalam mulut
e. Kenali apakah ada pembengkakan lidah atau vulva
f. Sumber perdarahan atau kelainan lain di orofaring
g. Penggunaan tongue blade akan sangat menolong
h. Kemampuan pasien untuk secara spontan mengeluarkan sekresi
menandakan bahwa mekanisme proteksi jalan nafas masih baik
i. Pada pasien tidak sadar hilangnya gag reflek seringkali berkaitan dengan
hilangnya refleks proteksi jalan nafas
12
dapat dicapai dengan manuver chin-lift dan jaw-thrust. Pada pasien gemuk dan
payudara yang besar sering tidak efektif dengan posisi supinasi. Posisi sniffing
yang normal pada orang gemuk serin tidak cukup untuk mengurangi sumbatan jalan
nafas. Menempatkan ramp atau gulungan dibawah kepala dan bahu dapat mencapai
posisi sniffing.4
13
2. Mendorong rahang bawah (jaw thrust manuver)
Pada pasien dengan trauma leher, rahang bawah diangakat didorong kedepan
pada sendinya tanpa menggerakkan kepala leher. Karena lidah melekat pada
rahang bawah, maka lidah ikut tertarik dan jalan nafas terbuka. Dalam melakukan
teknik membebaskan jalan nafas agar selalu diingat untuk melakukan proteksi
Cervical-spine terutama pada pasien trauma/multipel trauma.
14
Gambar 2.6 Proteksi Cervical-Spine
15
1. Oropharyngeal Airway (OPA)7
Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi dengan penekanan refleks
jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan spatel lidah. Oral
airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium (90
mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5). Hanya dapat digunakan pada
kondisi tidak sadar tanpa refleks tercekik, terbatas penggunannya pada kondisi
cardiac arrest. Jika terjadi refleks muntah (menyumbatnya jalan nafas) keluarkan
secepatnya. Ukuran dari angulus mandibula hingga insisipus depan. Masukkan
secara terbalik, putar hingga ujungnya melewati palatum durum. Jaga jangan
sampai menjepit lidah ataupun menggores bagian dalam mulut. OP airway
digunakan untuk membantu menjaga lidah tidak menutupi airway. Hal ini hanya
digunakan pada pasien fully obtunded sebab dapat menyebabkan laringospasme,
peregangan, dan muntah dengan reflex muntah. Sebaiknya insersi dilakukan
biasanya dengan menempatkan airway ke dalam mulut pasien upside down sampai
mencapai palatum mole yang kemudian dirotasikan. The phalange rests melawan
gigi. Pegukuran berdasarkan sudut dari mulut hingga sudut rahang. Insersi yang
baik menjaga lidah jatuh di faring posterior pasien tidak sadar dan tentunya
menutup airway.
16
Setelah pemasangan OPA, lakukan pemantauan pada pasien. Jagalah agar
kepala dan dagu tetap berada pada posisi yang tepat untuk menjaga patensi jalan
napas. Lakukan penyedotan berkala di dalam mulut dan faring bila ada sekret, darah
atau muntahan.
17
walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face
mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan dada
dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
a. b.
Gambar 2.11. a. Face mask dewasa, b. Teknik memegang face
mask dengan satu tangan
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust yang
adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk
memompa bag.
Laryngeal Mask Airway (LMA)
LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan penanganan
kesulitan jalan nafas. LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask
atau TT. Kontraindikasi untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring
(misalnya abses), sumbatan faring, lambung yang penuh (misalnya kehamilan,
hernia hiatal), atau komplians paru rendah (misalnya penyakit restriksi jalan nafas)
yang memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih besar dari 30 cm H2O. Walaupun
LMA tidak sebagai penganti untuk trakheal intubasi, LMA membuktikan sangat
membantu terutama pada pasien dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat
18
diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah untuk memasangnya dan angka
keberhasilannya relatif besar (95-99%).3
19
Combitube
Pipa kombinasi esophagus-tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa,
masing-masing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya. Meskipun pipa
kombinasi masih rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan nafas yang sulit
dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support, biasanya jarang digunakan oleh
dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan
pasien dengan jalan nafas yang sulit.4
20
intubasi nasotrakeal tidak mungkin atau kontraindikasi. Cricothyrotomy lebih
mudah dan lebih cepat untuk dilakukan daripada tracheostomy, tidak memerlukan
manipulasi tulang belakang leher dan berhubungan dengan komplikasi yang lebih
sedikit.2
Tracheostomy adalah pembukaan operasi dibuat dari kulit leher ke trakea.
Sebuah tracheostomy di mana seseorang akan perlu berada di ventilator mekanik
untuk jangka waktu lama. Keuntungan dari tracheostomy termasuk risiko kurang
dari infeksi dan kerusakan trakea seperti trakea stenosis.
21
BAB III
SKENARIO KASUS
Pembahasan:
Pada kasus ini didapatkan seorang laki-laki 40 tahun mengalami luka bakar
akibat ledakan tabung gas. Sekilas terlihat alis dan bulu mata pasien terbakar dan
jelaga pada lubang hidung pasien. Pasien juga terlihat sesak. Pada kasus ini pasien
mengalami trauma inhalasi. Trauma inhalasi terjadi ketika gas panas, zat beracun,
dan partikel asap reaktif sampai di trakeobronkial. Zat-zat ini menyebabkan mengi,
bronkospasme dan edema jalan napas. Adanya sputum berkarbon, jelaga perioral,
luka bakar pada wajah dan leher, stridor, dyspnea atau mengi adalah indikasi untuk
evaluasi saluran pernapasan lengkap.10
Komplikasi paru dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan gejala klinis.
Komplikasi dini terjadi 0-24 jam setelah luka bakar dapat mengakibatkan
keracunan karbon monoksida (CO) dan trauma inhalasi yang dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas dan edema paru. Delayed komplikasi, terjadi 2 sampai 5 hari
setelah cedera dapat mengakibatkan adult respiratory disstress syndrome. Late
komplikasi terjadi berhari-hari hingga berminggu-minggu setelah cedera dapat
mengakibatkan pneumonia, atelektasis dan emboli. Dua komplikasi yang paling
umum dari luka bakar adalah pneumonia dan gagal nafas. Klasifikasi trauma
inhalasi dibagi menjadi 3 berdasarkan area yang terkena yaitu:10,11
22
1. Trauma inhalasi di atas laring
Trauma inhalasi di atas laring menyebabkan obstruksi jalan napas karena
inhalasi gas thermal. Luka bakar dengan trauma inhalasi menyebabkan
mediator inflamasi meningkat yang menimbulkan edema jaringan yang
berujung obstruksi dan hilangnya fungsi protektif mukosa.
2. Trauma inhalasi di bawah laring
Trauma inhalasi di bawah laring akibat inhalasi produk-produk pembakaran
menyebabkan kerusakan paru. Api dapat menyebabkan proses oksidasi dan
reduksi senyawa mengandung karbon, sulfur, fosfor dan nitrogen. Hasil
proses tersebut termasuk karbon monoksida dan dioksida, sianida, ester,
ammoniak, hidrogen klorida, hydrogen bromide, serta aldehid dan oksidasi
dari sulfur, fosfor, dan nitrogen. Apabila senyawa-senyawa kimia ini kontak
dengan mukosa pernapasan dan parenkim paru akan menimbulkan reaksi
mediator inflamasi, menyebabkan edema dan kerusakan mukosa
trakeobronkial. Saluran pernapasan bawah akan bereaksi dengan senyawa
tersebut menyebabkan obstruksi pernapasan distal, parenkim paru akan
mengalami kerusakan karena rusaknya membran alveolar kapiler,
bertumpuknya eksudat inflamasi dan hilangnya surfaktan di parenkim.
3. Intoksikasi sistemik
Karbon monoksida (CO) dan sianida merupakan penyebab tersering
intoksikasi sistemik pada trauma inhalasi. CO adalah gas tidak berwarna
dan tidak berbau, berdifusi dengan cepat ke peredaran darah. Afinitas
pengikatan CO dengan hemoglobin (Hb) 240 kali lebih besar dibandingkan
oksigen yang menghasilkan karboksihemoglobin (COHb), menyebabkan
kapasitas darah untuk membawa oksigen menjadi berkurang
mengakibatkan hipoksia jaringan. Sianida hasil pembakaran dari plastik
atau lem pada mebel diserap sangat cepat oleh tubuh. Apabila sianida terisap
paru, dengan cepat mengikat sitokrom dan menghambat metabolisme
anaerob, menyebabkan hilangnya kesadaran, neurotoksisitas, dan kejang.
Trauma inhalasi dengan intoksikasi sistemik yaitu pemberian oksigen aliran
tinggi, jika kesadaran menurun dilakukan left lateral coma position, cervical
spine protection dan intubasi endotrakeal.
23
Tatalaksana pada trauma inhalasi yaitu:11
1. Memastikan jalur nafas terbuka
2. Pemberian O2 dengan high flow
3. Monitor saluran nafas secara rutin
4. Waspada kemungkinan adanya intoksikasi sistemik (CO)
Intubasi atau trakeostomi mungkin diperlukan jika terdapat gangguan jalan
napas atas yang signifikan. Pasien dengan trauma thermal dan jelaga ditambah luka
bakar wajah dan leher yang luas biasanya membutuhkan intubasi. Pasien dengan
luka bakar oral tetapi tidak ada jelaga harus tetap diintubasi lebih awal karena
pasien mungkin mengalami edema dan sekret yang signifikan sehingga
menyulitkan untuk diintubasi nantinya. Jika intubasi terjadi, pastikan untuk
mengamankan tabung endotrakeal karena mungkin sangat sulit untuk
menggantinya jika terlepas.10
Tatalaksana luka bakar menggunakan resusitasi cairan menurut Baxter, yaitu
4 mL (RL) x berat badan (kg) x % luas luka bakar/24 jam. Pemberian cairan 1⁄2
volume diberikan 8 jam pertama dan 1⁄2 volume diberikan 16 jam berikutnya. Hari
berikutnya diberikan koloid 500-2000 mL + glukosa 5% untuk mempertahankan
cairan. Target urine output dewasa 0,5 – 1 mL/ kgBB/jam, urine output anak-anak:
1 – 2 mL/kgBB/jam. Pasien dengan trauma inhalasi/suspek harus dirujuk ke unit
luka bakar untuk tatalaksana lanjutan setelah stabilisasi awal dan penanganan
kegawatdaruratan. Sehingga, pasien harus diobservasi ketat dengan penilaian
keadaan klinis pasien berulang.11
24
BAB IV
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
13. Romadhoni, L. 2021 Dissemination Of First Aid (Airway Management) For
Drowning Victims In Gunung Merah Swimming Pool, Bandar Jaya,
Terbanggi Besar District, Central Lampung Regency. Jurnal Medika
Hutama. Vol 02 No 03.
27