CHOCKING
Oleh :
Hana Sulistia, S.Ked
71 2021 065
Dosen Pembimbing :
dr. Mayang Indah Lestari, Sp.An
1
HALAMAN PENGESAHAN
Disusun oleh:
Hana Sulistia, S.Ked
71 2021 065
Telah diterima sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) di Bagian Anestesiologi Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang,
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang periode 19
September – 02 Oktober 2022.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus yang berjudul
“Chocking”, sebagai salah satu tugas individu di Bagian Anestesiologi Dan Terapi
Intensif di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Shalawat dan salam selalu
tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya sampai akhir zaman.
Penulis menyadari bahwa laporan ini belum sempurna. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sebagai bahan
pertimbangan perbaikan di masa mendatang.
Dalam penyelesaian referat ini, penulis banyak mendapat bantuan,
bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, baik yang diberikan secara lisan maupun
tulisan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima
kasih terutama kepada:
1. dr. Mayang Indah Lestari, Sp. An, selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan banyak ilmu, saran, dan bimbingan selama penyusunan referat
ini.
2. Orang tua dan saudaraku tercinta yang telah banyak membantu dengan doa
yang tulus dan memberikan bantuan moral maupun spiritual.
3. Rekan sejawat seperjuangan serta semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis berharap semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran. Semoga selalu dalam lindungan
Allah SWT. Amin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Pembahasan ............................................................................... 16
BAB IV KESIMPULAN
5.1 Simpulan.................................................................................... 18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
dapat menyebabkan kematian, sangat perlu untuk dilakuakan edukasi terkait
penanganan kegawatdaruratan tersedak pada anak.5
1.3. Manfaat
1.3.1 Manfaat Teoritis
a. Bagi institusi, diharapkan laporan kasus ini dapat menambah bahan
referensi dan studi kepustakaan dalam bidang ilmu anestesi
terutama tentang chocking
b. Bagi penulis selanjutnya, diharapkan referat ini dapat dijadikan
landasan untuk penulisan referat selanjutnya.
1.3.2 Manfaat Praktis
a. Bagi dokter muda, diharapkan referat ini dapat membantu dalam
mengaplikasikan chocking pada kegiatan kepaniteraan klinik
senior (KKS).
b. Bagi tenaga kesehatan lainnya, diharapkan referat ini dapat
menjadi bahan masukan untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan
terutama dalam memberikan informasi atau edukasi kesehatan
berupa upaya pencegahan kepada pasien dan keluarga terutama
untuk kejadian tersedak (chocking).
c. Bagi pasien dan keluarga pasien, diharapkan referat ini dapat
memberikan pemahaman mengenai pentingnya upaya pencegahan
2
primer sebelum terjadi dan upaya pencegahan sekunder untuk
menghindari komplikasi yang lebih berat apabila sudah terjadi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi
2.1.1 Trakea
Trakea merupakan pipa yang terdiri dari tulang rawan dan otot yang
dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia mulai dari kartilago krikoid
sampai percabangan bronkus kanan dan kiri. Panjangnya kira-kira 12 cm pada
pria dan 10 cm pada wanita, diameter antero posterior rata-rata 13 mm dan
diameter transversal rata-rata 18 mm.6
Trakea terletak di tengah-tengah leher dan makin ke distal bergeser ke
sebelah kanan, dan masuk ke rongga mediastinum di belakang manubrium
sterni. Lumen trakea ditunjang kira-kira 18 cincin tulang rawan yang bagian
posteriornya tidak bertemu. Di bagian posterior hanya terdiri dari otot
sehingga kartilago trakea berbentuk C. Ujung terbuka tulang rawan yang
berbentuk huruf C ini mengarah ke posterior. Di bagian posterior terdapat
jaringan yang merupakan batas dengan esofagus, yang disebut dinding
bersama trakeoesofagus (tracheoesphageal party wall). Cincin trakea yang
paling bawah meluas ke inferior dan posterior di antara bronkus utama kanan
dan kiri, membentuk sekat yang lancip di sebelah dalam yang disebut karina. 6
Pada pemeriksaan endoskopi tampak trakea merupakan tabung yang
datar pada bagian posterior, sedangkan di bagian anterior tampak cincin
tulang rawan. Mukosa di atas cincin trakea berwarna putih, dan diantara
cincin itu berwarna merah muda. Pada servikal dan torakal trakea berbentuk
oval karena tertekan oleh kelenjar tiroid dan arkus aorta. 6
2.1.2 Bronkus
Trakea bercabang dua di setinggi torakal-4 menjadi bronkus utama kanan
dan kiri. Sekat dari percabangan itu disebut karina. Karina letaknya lebih ke
kiri dari median, sehingga lumen bronkus utama kanan lebih luas dari bronkus
utama kiri. Lumen bronkus utama kanan pada potongan melintang lebih luas
seperempat dari bronkus utama kiri. Bronkus utama kanan lebih pendek dari
4
bronkus utama kiri, panjangnya pada orang dewasa kira-kira 2,5 cm dan
mempunyai 6-8 cincin tulang rawan sedangkan panjang bronkus utama kiri
kira-kira 5cm dan mempunyai 9-12 cincin tulang rawan. Bronkus utama
kanan membentuk sudut 250 ke kanan dari garis tengah sedangkan bronkus
utama kiri membuat sudut 450 ke kiri dari garis tengah. Maka, bronkus utama
kanan hampir membentuk garis lurus dengan trakea sehingga benda asing
eksogen yang masuk ke bronkus akan lebih mudah masuk ke bronkus utama
kanan. Faktor lain yang mempermudah masuknya benda asing ke dalam
bronkus utama kanan ialah kerja otot trakea yang mendorong benda asing itu
ke kanan. Selain itu, udara inspirasi ke dalam bronkus utama kanan lebih
besar dibandingkan dengan udara inspirasi ke bronkus utama kiri. 6
Bronkus utama kanan akan bercabang menjadi 3 buah lobus, superior,
medius, dan inferior, sedangkan bronkus utama kiri bercabang menjadi 2
buah lobus, superior dan inferior. Tiap lobus diliputi oleh pleura viseral yang
masuk ke fisura yang dalam di celah antara lobus dan hilus. Tiap lobus
bercabang lagi menjadi segmen bronkopulmoner. Segmen ini mempunyai
bronkus tertier dan pembuluh darah tersendiri.6
2.2. Fisiologi
Fungsi traktus trakeobronkial dibagi dalam fungsi konduksi dan ventilasi.
Saluran konduksi adalah trakea, bronkus sampai bronkus terminalis,
selanjutnya bronkus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus yang pada
orang dewasa sebanyak 300 juta buah, untuk pertukaran udara.6
Traktus trakeobronkial berguna untuk:
1. Ventilasi
Traktus trakeobronkial berguna untuk konduksi udara setelah dari hidung-
faring-laring, sampai ke bronkus terminalis dan langsung ke bronkus
respiratorius, tempat terjadinya pertukaran udara. Duktus alveolaris dan
alveolus terbuka ke bronkus respiratorius.
5
2. Drainase Paru
Drainase sekret dari paru ke trakturs trakeobronkial kemudian ke faring
dilakukan oleh mekanisme gerakan silia, batuk, hembusan mendehem.
Dengan bersihnya saluran napas dari sekret, makara udara napas akan
lancar masuk ke alveolus tempat terjadinya pertukaran udara. Bila drainase
sekret terganggu, sekret akan menyumbat saluran napas, dan menimbulkan
kelainan pada bagian distal dari sumbatan itu.
6
trakeobronkial dipersarafi oleh nervus vagus dan saraf simpatis yang
berasal dari jantung dan paru. Stimulasi dari saraf simpatis
menyebabkan otot bronkus relaksasi.
d. Refleks batuk
Refleks batuk ini timbul karena rangsangan pada ujung nervus
vagus yang terdapat pada lapisan epitel.
e. Makrofag alveolar
Mikroorganisme yang terdapat dalam alveolus akan dimakan oleh
makrofag yang terdapat dalam alveolus ini.
7
2.4.Epidemiologi Choking
Benda asing tenggorok paling sering terjadi pada dewasa daripada anak-
anak. Benda asing yang ditemukan di THT bervariasi, baik berupa benda mati
atau benda hidup, seperti binatang, komponen tumbuhan, atau mineral, Benda
asing telinga pada anak kecil yang sering ditemukan adalah kacang hijau,
manik, mainan, karet penghapus, dan terkadang baterai. Sedangkan pada orang
dewasa yang relatif sering ditemukan adalah kapas cotton bud yang tertinggal,
potongan korek api, patahan pensil, kadang ditemukan serangga kecil seperti
kecoa, semut atau nyamuk. Benda asing yang paling sering ditemukan dalam
hidung adalah sisa makanan, permen, manikmanik, dan kertas. Jenis benda
asing tenggorok yang paling sering adalah tulang ikan. Data di pelayanan
darurat THT di Rumah Sakit Sao Paulo Brazil, terdapat 15.640 kasus pada
Februari 2010 sampai Januari 2011. Benda asing menyumbang 827 kunjungan
atau 5,3% dari semua kasus. Usia rata-rata pasien 8 tahun. Insiden terbesar pada
usia kurang dari 8 tahun dengan insiden puncak pada usia 3 tahun.15
Di antara orang dewasa, kondisi yang terkait dengan risiko tersedak yang
lebih tinggi termasuk penyakit Alzheimer, parkinsonisme, stroke sebelumnya,
cacat intelektual atau perkembangan, gigi yang buruk, keracunan, disfagia
bersama dengan obat-obatan psikotropika, dan usia lanjut. Para peneliti
mengamati tidak ada perbedaan yang signifikan dalam tingkat tersedak antara
pria dan wanita. Perkiraan tingkat tersedak fatal untuk orang dewasa berusia
18 hingga 64 tahun adalah 0,1 per 100000 dan 0,7 per 100000 untuk mereka
yang berusia di atas 65 tahun.
2.5. Etiologi
Menurut cara kematiannya, choking dibagi menjadi dua yaitu kecelakaan
(accidental) dan pembunuhan (humicidal). Obstruksi jalan napas terbagi
menjadi dua yaitu anatomik dimana lidah jatuh ke belakang dan mekanik yang
disebabkan oleh benda asing. Pada orang dewasa, tersedak paling sering terjadi
ketika makanan tidak dikunyah dengan benar. Berbicara atau tertawa sambil
makan dapat menyebabkan makanan masuk ke trakea bukannya
kerongkongan. Mekanisme menelan normal dapat diperlambat jika seseorang
8
telah minum alkohol atau mengonsumsi obat-obatan, dan jika orang yang
memiliki penyakit tertentu seperti penyakit Parkinson. Pada orang tua, faktor
risiko untuk tersedak termasuk umur yang berlanjut, perawatan gigi yang buruk
dan konsumsi alkohol. Pada anak-anak, tersedak sering disebabkan oleh
mengunyah makanan tidak sempurna, mencoba untuk makan potongan besar
atau makanan terlalu banyak pada satu waktu, atau makan permen. Anak-anak
juga menempatkan benda-benda kecil di mulut yang dapat menjadi bersarang
di tenggorokan seperti kacang-kacangan, pin, kelereng, atau koin.8
Menurut The American National Red Cross (2014), penyebab tersedak
pada orang dewasa meliputi.9
1. Mencoba menelan makanan besar yang tidak dikunyah.
2. Minum alkohol sebelum atau selama makan (alkohol menumpulkan saraf
yang membantu dalam menelan makanan).
3. Mengenakan gigi palsu (gigi palsu membuat sulit untuk merasakan apakah
makanan dikunyah sepenuhnya sebelum ditelan).
4. Makan sambil berbicara dengan penuh semangat, tertawa, atau makan
terlalu cepat.
5. Berjalan, bermain atau berlari dengan makanan atau benda di mulut.
Sedangkan, tersedak pada anak dan bayi merupakan penyebab umum dari
cedera dan kematian pada anak di bawah 5 tahun. Karena anak-anak
memasukkan hampir semuanya ke dalam mulut mereka, barang-barang kecil
dari mainan, koin, sering menyebabkan tersedak.9
2.6.Mekanisme Tersedak
Gagal nafas adalah ketidakadekuatan dari pertukaran antara oksigen (O2)
dan karbon dioksida (CO2). Pertukaran yang tidak adekuat dapat menyebabkan
kekurangan oksigen. Pertukaran oksigen di otak dan jaringan yang tidak
adekuat akan sangat membahayakan korban serta dapat mengakibatkan
kematian. Tubuh manusia memiliki jalur yang berfungsi sebagai jalur lewatnya
udara untuk bernafas dan jalur lainnya untuk lewatnya makanan. Tenggorokan
merupakan jalur lewatnya udara untuk bernafas dan kerongkongan merupakan
jalur untuk lewatnya makanan. Tenggorokan dan kerongkongan berada di
9
belakang lidah dan jalurnya saling bersinggungan serta terdapat katup epiglotis
yang berfungsi sebagai pengatur antara masuknya makanan dengan udara.
Katup epiglotis yang secara otomatis mengatur udara dan makanan yang masuk
kedalam tubuh seseorang. Kejadian tersedak pada seseorang merupakan
keterlambatan dari menutupnya katup epligotis pada tenggorokan. Makanan
yang seharusnya masuk ke kerongkongan, akibat dari keterlambatan epiglotis
dalam menutup makanan masuk ke jalur pernafasan dan menyebabkan
seseorang mengalami tersedak.11,12
2.7.Diagnosis
Diagnosis aspirasi benda asing di jalan nafas ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang
cermat mengenai adanya riwayat tersedak atau kemungkinan tersedak sangat
penting dalam menegakkan diagnosis. Meskipun memang tidak selalu ada
yang melihat saat kejadian. Pada anamnesis perlu ditanyakan adanya gejala
klasik berupa rasa tercekik (choking) tiba-tiba yang diikuti episode batuk-
batuk, mengi dan bahkan stridor, karena lebih dari 90% pasien yang teraspirasi
benda asing terdapat satu atau lebih gejala klasik di atas. Perlu diketahui juga
macam benda atau bahan yang teraspirasi dan telah berapa lama tersedak benda
asing itu.6,10
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda sumbatan jalan nafas
dalam berbagai variasi sesuai dengan ukuran, lokasi, derajat sumbatan,
sianosis, wheezing, berkurang atau hilangnya suara nafas, meskipun tidak
adanya tanda-tanda ini tidak menyingkirkan adanya aspirasi benda asing. 6,10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada setiap pasien yang
diduga mengalami aspirasi benda asing adalah pemeriksaan radiologik dan
laboratorium. Foto thorak postero anterior (PA) dan lateral untuk mengetahui
lokasi serta ukuran benda asing. Benda asing radiopak dapat dengan mudah
diidentifikasi, sedangkan pada benda asing radiolusen, kemungkinan yang
akan tampak berupa efek samping yang timbul pada paru seperti atelektasis,
emfisema dan gambaran infiltrat setelah 24 jam kejadian. Benda asing kecil
yang tidak menimbulkan emfisema dan atelektasis, dibuat foto thorak
10
anteroposterior inspirasi dan ekspirasi, dari foto ini akan tampak mediastinum
bergeser ke arah yang normal saat ekspirasi dan paru yang terlibat akan
hiperaerasi karena udara terperangkap di sana.6
Gambar 1. Foto thorak PA, tampak bayangan radio-opak pada setinggi vertebra torakal IV-V,
kesan benda asing pada bronkus kiri.10
2.6. Tatalaksana
Tersedak bisa terjadi pada bayi, tersedak mengakibatkan bayi tidak bisa
batuk efektif, namun masih sadar penuh, pertolongan pertama yang dapat
dilakukan adalah diberikan 5 hentakan dengan pangkal telapak tangan. Bayi
dipegang diposisikan tengkurap kemudian menepuk bagian punggung (black
blow) di antara dua tulang belikat atau dengan hentakan di dada (chest thrust)
11
pada bayi posisi bayi terlentang. Lakukan hentakan dengan 2 jari (jari telunjuk
dan jari tengah) kedalaman pada saat melakukan hentakan pada dada bayi 1,5
inci atau sekitar 4 cm, sedangkan pada anak 2 inci atau sekitar 5 cm. Jika
penyebab tersedak belum keluar, ulangi tindakan dari awal hingga penyebab
tersedak keluar.13
12
pertolongan dan menghubungi layanan gawat darurat yang tersedia. Penolong
dapat mengecek napas dan nadi secara bersamaan dalam waktu < 10 detik.
Apabila tidak ada napas atau nadi, berikan kompresi sebanyak 5 siklus, 1 siklus
sebanyak 30 kompresi dan 2 kali napas bantuan, dengan kecepatan kompresi
100-120x/menit dan napas buatan setiap 3-5 atau sekitar 12-20 napas buatan
per menit.14
Penolong dapat mengecek kembali keadaan napas dan nadi korban setelah
diberikan kompresi, apabila sudah terdapat nadi namun tidak terdapat napas,
penolong dapat memberikan napas bantuan kepada korban. Penolong terlebih
dahulu mengecek jalan napas korban, apakah tersumbat atau tidak. Apabila
terdapat sumbatan makanan atau bendal lain, penolong harus membebaskan
jalan napas terlebih dahulu. Memberikan napas bantuan dapat dilakukan
dengan mulut ke mulut. Pemberian napas bantuan, setiap satu tiupan napas
bantuan berselang enam detik sekali selama 2 menit. Cek kembali pernapasan
dan nadi, apabila sudah normal, penolong dapat melakukan Recovery Position
dan melakukan evaluasi setiap 2 menit. Pertolongan dapat berakhir apabila
penolong mengalami kelelahan, sudah tidak mampu untuk menolong atau
sampai bantuan medis datang.14
2.7. Prognosis
Prognosis FBAO tergantung pada derajat obstruksi dan durasi hipoksia.
Pasien dengan FBAO parsial yang dapat membersihkan jalan napas memiliki
sedikit atau tidak ada komplikasi dan dapat dikelola berdasarkan faktor risiko
yang ada untuk kejadian aspirasi di masa depan. Dalam FBAO lengkap,
kehilangan kesadaran terjadi dalam hitungan detik hingga menit. Untuk pasien
yang membutuhkan CPR, hasilnya sangat suram karena mortalitas mencapai
90% untuk keluar dari serangan jantung di rumah sakit, dan dari mereka yang
bertahan hidup untuk masuk rumah sakit, mortalitas mencapai 60% -70%.
Sementara hasil neurologis memburuk dengan meningkatnya durasi hipoksia,
prognosisnya seringkali sulit diprediksi. Temuan yang menandakan prognosis
yang lebih buruk termasuk tidak adanya refleks cahaya pupil, refleks kornea
absen, status mioklonus epileptikus, dan pola EEG ganas yang didefinisikan
13
sebagai penindasan burst, penindasan umum, koma alfa, status epileptikus
pasca-anoksik, atau latar belakang yang tidak reaktif. Karena kesulitan dalam
memprediksi hasil yang menguntungkan, pedoman merekomendasikan
menunda penarikan langkah-langkah yang menopang hidup sampai setidaknya
72 jam setelah kembalinya sirkulasi spontan (ROSC).
2.8. Komplikasi
Komplikasi FBAO yang paling ditakuti adalah hipoksia yang
mengakibatkan henti napas, cedera otak anoksik, dan kematian. Komplikasi
jangka panjang dari benda asing yang tidak terdiagnosis adalah atelektasis,
pneumonia, atau bronkiektasis, kadang-kadang membutuhkan lobektomi atau
segmentektomi. Juga tidak jarang pengobatan FBAO memiliki efek samping
yang merusak. Komplikasi dari manuver Heimlich termasuk cedera pada perut
atau visera toraks dan regurgitasi isi lambung. Untuk pasien yang
membutuhkan bronkoskopi, komplikasi potensial termasuk perdarahan,
infeksi, perforasi jalan napas, dan pneumotoraks.
14
BAB III
SKENARIO KASUS
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
bantuan berselang enam detik sekali selama 2 menit. Cek kembali pernapasan
dan nadi, apabila sudah normal, penolong dapat melakukan Recovery Position
dan melakukan evaluasi setiap 2 menit. Pertolongan dapat berakhir apabila
penolong mengalami kelelahan, sudah tidak mampu untuk menolong atau
sampai bantuan medis datang.14
17
BAB V
KESIMPULAN
18
DAFTAR PUSTAKA
19
13. American National Red Cross. (2014). American Red Cross Frist
Aid/CPR/AED: Participant’s Manual. StayWell Health & Safety Solutions.
14. American Heart Association. (2015). Fokus Utama: Pembaruan Pedoman
American Heart Association 2015 untuk CPR dan ECC.
15. Hidayati, Akbar dan Rosyid. 2017. Gawat Darurat Medis dan Bedah.
Surabaya: Airlangga University Press.
20