Idoc - Pub - 2 Status Tinjauan Pustaka Tetraparese
Idoc - Pub - 2 Status Tinjauan Pustaka Tetraparese
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus : Senin / 20 Mei 2013
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT BAKHTI YUDHA
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. B
Umur : 54 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pancoran Mas Blok D13 Panmas Depok
No CM : 25-51-91
Dirawat di ruang : Belladona/ 207
Tanggal masuk RS : 8 Mei 2013
Tanggal keluar RS : 12 Mei 2013
II. SUBJEKTIF
Auto dan alloanamnesis (anak pasien), pada tanggal 10 Mei 2013, jam 2245 WIB.
Keluhan utama :
Keempat anggota gerak tidak dapat digerakkan 30 menit SMRS.
1
Riwayat penyakit Sekarang :
Pasien perempuan usia 54 tahun datang ke Unit Gawat Darurat RSBY dibawa oleh
keluarganya dalam keadaan keempat anggota gerak tidak dapat digerakkan sejak 30 menit
SMRS. Pasien masuk ke dalam UGD dibawa dengan berangkar karena pasien tidak bisa
berjalan sendiri. Pasien datang dalam keadaan sadar, membuka mata spontan, menjawab
pertanyan dengan spontan dan berespon dengan arahan yang diberikan. Keempat ekstremitas
pasien lemas dan tidak dapat digerakkan oleh pasien. Semasa di anamnesa, pasien
menceritakan kejadian bahwa pasien mau ke jemuran dan semasa di dapur tiba-tiba pasien
terpelesok dan pasien jatuh dengan kepalanya terjatuh ke pot bunga dan pot bunga tersebut
pecah. Pasien mengatakan bahwa bagian kiri kepala terjatuh dahulu dengan dahi kiri mengenai
pot bunga sehingga terdapat 2 luka di alis dan dahi kiri. Setelah itu pasien cuba untuk bangun
dan pasien sudah mulai merasa kesemutan dan baal di kedua tungkainya tetapi pasien tidak
bisa bangun. Beberapa menit kemudian pasien sudah tidak dapat menggerakkan keempat
anggota tubuhnya. Ketika itu pasien berada dalam posisi tengkurap. Pasien ditemukan oleh
anak laki-lakinya di tempat kejadian dan di bawa ke UGD RSBY setelah itu. Pasien juga
merasa sangat lemas di tangan dan bahunya. Keluhan mual, muntah, nyeri kepala, pusing dan
pingsan disangkal oleh pasien. Keluhan perasaan seperti berputar dan ada mendengar bunyi di
telinga juda disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan dia mempunyai riwayat trauma berulang
dan sering kontrol dan berobat ke dr. Hardhi P. SpS karena pasien menderita Cervical
Syndrome C4-5 dan C5-6. Riwayat sering mengangkat berat disangkal oleh pasien.
Pasien di rawat di ruang Belladona kamer 207. Pada hari pertama perawatan di RSBY,
pasien masih mengeluh merasa lemas dan tidak dapat menggerakkan keempat anggota
tubuhnya. Leher pasien masih dipasang Collar Neck untuk imobilisasi servikal. Pasien masih
tiduran di tempat tidur dan tidak bisa duduk sama sekali. Pasien mengeluh perutnya terasa
melilit dan mules. Pasien juga mengeluh mencret 3 kali pada pagi hari tanggal 9 Mei 2013.
Pada hari kedua perawatan di RSBY, pasien masih tiduran di tempat tidur dan masih
tidak bisa bangun dan leher masih dipasang Collar Neck. Pasien mengeluh terasa kesemutan di
kaki dan masih terasa lemas dah tidak dapat menggerakan extremitas bawah tetapi pasien
sudah mulai bisa fleksi dan extensi kedua tangan tetapi kekuatannya masih lemah. Kekuatan di
tungkai pasien masih lemah dan pasien tidak bisa mengangkat kaki. Pasien masih di pasang
kateter karena masih tidak bisa berjalan sendiri.
2
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat Hipertensi : (-)
- Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
- Riwayat Penyakit Jatung : (-)
- Riwayat Stroke : (-)
III. OBJEKTIF
1. Status Generalis (Dilakukan pada tanggal 10 Mei 2013)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5 = 15
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 68 kali/menit
Pernafasan : 24 kali/menit
Suhu : 36,3° C
Kepala : Normosefali, Simetris
Mata : Konjungtiva ananemis, Sklera anikterik
3
Isokor Ø 3mm/3mm, RCL +/+, RCTL +/+
Tenggorokan : Tidak hiperemis, T1-T1
Leher : Simetris, tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Dada : Simetris, deformitas (-)
Paru : Suara nafas vesikuler, wheezing (-/-) , ronkhi (-/-)
Jantung : BJ I-II murni regular, murmur (-), gallop (-)
Perut : Datar, supel, nyeri tekan (-), normotimpani, BU (+) normal,
hepar dan lien tidak teraba membesar.
Kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : Akral hangat (+/+), CRT < 2 detik, Edema (-/-)
Berat badan : 86 kg
Tinggi badan : 164 cm
2. Status Psikis
Cara berpikir : Wajar; sesuai umur
Perasaan hati : Baik
Tingkah laku : Wajar; pasien sadar, pasif
Ingatan : Baik, amnesia (-)
Kecerdasan : Kurang
3. Status Neurologis
a) Kepala
i) Bentuk : Normocephali
ii) Nyeri tekan : (+) ; nyeri di alis dan dahi kiri atas karena terdapat luka jahit
iii) Simetris : (+)
iv) Pulsasi : (+)
b) Leher
i) Sikap : Simetris
ii) Pergerakan : Tidak bebas ; dipakai Collar Neck
iii) Kaku Kuduk : Tidak dapat dilakukan
4
c) Pemeriksaan Saraf Kranialis
i) Nervus Olfaktorius (N. I)
Penciuman : Tidak dilakukan
5
Refleks kornea Tidak dilakukan
Refleks masseter Tidak dilakukan
Trismus Tidak dilakukan
6
xi) Nervus Accesorius (N. XI)
Menoleh kanan, kiri, bawah Tidak dapat dilakukan
Angkat bahu Tidak dapat dilakukan
Atrofi otot bahu Tidak ada kelainan
b. Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil + +
Nyeri + +
Thermi tidak dilakukan
Diskriminasi tidak dilakukan
c. Refleks
7
Refleks kulit perut atas : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut bawah : Tidak dilakukan
Refleks kulit perut tengah : Tidak dilakukan
Refleks kremaster : Tidak dilakukan
c. Refleks
Kanan Kiri
Biceps + +
Triceps +++ +++
Brachioradialis Tidak dilakukan
Tromner-hoffman (+) (+)
8
Atrofi (-) (-)
b. Sensibilitas
Kanan Kiri
Taktil baik baik
Nyeri baik baik
Thermi tidak dilakukan
Diskriminasi tidak dilakukan
9
c. Refleks
Kanan Kiri
Patella +++ +++
Achilles +++ +++
Babinski (+) (+)
Chaddock (+) (+)
Rossolimo (-) (-)
Mendel-Bechterev (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
g) Gerakan-gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
h) Alat Vegetatif
Miksi : lewat kateter
Defekasi : normal
10
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a) Pemeriksaan Laboratorium :
Tanggal 8 Mei 2013, jam 0825 WIB
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,2 g/dl 12-18
Leukosit 6,34 ribu/mm 5-10
Hematokrit 36 % 38-47
Trombosit 196 Ribu/mm 150-450
MCV 86.3 fL 82-92
MCH 29.3 pg 27-42
MCHC 34 g/dL 34-45
LED 20 mm/jam <20
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 3 % 1-3
Neutrofil stab 2 % 3-5
Neutrofil segmen 44 % 54-62
Limfosit 43 % 25-33
Monosit 8 % 3-7
KIMIA DARAH
Ureum 16 mg/dL 10-50
Kreatinin 0,6 mg/dL 2,7-7
GDS 89 mg/dL <180
11
b) Pemeriksaan Radiologi
i. MRI Servikal
Hasil :
Sagital MR masih memperlihatkan kelangkungan yang mengurang, tidak ada
listesis. Intensitas signal bone marrow seluruh korpus vertebrae terlihat normal,
tampak formasi osteophyt multiple, tidak ada kompresi vertebrae.
12
Tampak ekstrusio dengan tandan dehidrasi disc C5-6 dengan penekanan medio-
lateral kiri dural sac dan medulla spinalis, terlihat penebalan dengan kalsifikasi
ligamentum longtudinale mulai dari level C3-C6 yang menekan mediolateral
kanan kiri dural sac, terutama menekan hebat di lever C3-C4 emnyebabkan
penyempitan kanal spinal.
Tidak ada stenosis kanal spinal demikian pula tidak ada intraforaminal nerve
root etrapmen. Neural foramina terbuka lapang dan tidak ada hipertrofik faser
maupun ligamentum flava. Pedikel dan lamina masih baik.
Kesan :
a. HNP dengan tanda dehidrasi disc C5-6 dengan penekanan mediolateral
kiri dural sac dan medulla spinalis.
b. Penebalas dan kalsifikasi ligamentum longitudinal mulai level C3-C6,
teutama menekan hebat pada level C3-4 yang menyebabkan
penyempitan kanal spinal.
c. Spondiloarthrosis cervicalis.
13
Hasil :
Sagital view MR memperlihatkan kelengkungan yang mengurang, tidak ada
listesis. Intensitas signal bone marrow seluruh korpus vertebrae terlihat normal,
tampak formasi osteophytet multiple, tidak ada kompresi vertebrae. Intensitas
signal conus medulare dan cauda equine masih normal demikian pula tidak
tampak perubahan signal flow CSF.
Tampak buldging dengan tanda dehidrasi disc L4-5 dengan annulus tear yang
menekan mediolateral kiri dural sac, terlihat juga hypertrophy facet joint mulai
dari lever L2-L5 yang menekan neural foramina kanan kiri pada level L3-L5.
Tidak ada stenosis kanal spinal dan neural foraminal lainya masih cukup lapang.
Tidak ada penebalasn ligamentum flave. Pedikel, lamina dan prosessus masih
baik.
Kesan :
- Buldging dengan tanda dehidrasi disc L4-5 dengan annulus tear yang
menekan mediolateral kiri dural sac
- Hipetrophy facet multiple mulai level L2-L5 yang menekan neural foramina
kanan kiri pada level L3-L5
- Spondiloarthrosis lumbal
14
c) Elektrokardiografi
V. RESUME
Subjektif :
Perempuan usia 51 tahun, dibawa keluarga ke UGD RS Bhakti Yuhda dengan keluhan
keempat anggota gerak lemas dan tidak dapat digerakkan 30 menit SMRS. Tangan dan tungkai
kanan dan kiri tidak dapat digerakkan oleh pasien karena terjatuh ketika mau ke jemuran dan
kepala bagian kiri terjatuh di pot bunga dan pot bunga tersebut pecah. Semasa dibawa ke
RSBY, kesadaran pasien tidak terganggu, dapat membuka mata spontan, menjawab spontan
dan dapat mengikut arahan yang diberikan. Keluhan mual, muntah, pusing, nyeri kepala dan
pingsan disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan dia merasa baal dan kesemutan mulai
pinggang ke kaki. Perasaan pusing seperti berputar, padangan ganda dan gelap sesaat tidak
ada. Masih dapat berkomunikasi baik dengan orang lain. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada.
Riwayat penyakit dahulu; riwayat hipotens, Osteroarthritis genu bilateral, Cervical Syndrome
C4-5 dan C5-6, riwayat trauma jatuh berulang dan kontrol berobat ke dr. Hardhi P. SpS.
15
Objektif :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4M6V5)
Tanda-tanda Vital : Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 24 x/menit
Suhu : 36,3 oC
Pemeriksaan N.cranialis : Kesan = baik
Sistem motorik
i. Inspeksi : Atrofi (-), gerak abnormal (-)
ii. Kekuatan : 2-3-3-2 2-3-3-2
2-1-1-1 1-1-1-2
iii. Tonus otot : Spastik
iv. Koordinasi gerak : Tidak ada gangguan
Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan Laboratorium
Hematokrit : 36 %
LED : 20 mm/jam
Neutrofil stab :2%
Neutrofil segmen : 44 %
Limfosit : 43 %
Monosit :8%
Kreatinin : 0,6 mg/dL
16
b) Pemeriksaan Radiologi
i. MRI Servikal
HNP dengan tanda dehidrasi disc C5-6 dengan penekanan mediolateral kiri
dural sac dan medulla spinalis.
Penebalas dan kalsifikasi ligamentum longitudinal mulai level C3-C6,
teutama menekan hebat pada level C3-4 yang menyebabkan penyempitan
kanal spinal.
Spondiloarthrosis cervicalis.
c) Elektrokariografi : Normal
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik :
1. Tetraparese UMN et causa Cervical Injury
2. Hipestesi dan parastesi setinggi Cervikal 5
17
VII. PENATALAKSANAAN
Non-Medika Mentosa
- Fisioterapi
- Konsul dokter Bedah Saraf
Medika Mentosa
18
VIII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
IX. FOLLOW UP
19
A: A:
Tetraparesis UMN ec Trauma Servikal Tetraparesis UMN ec Trauma Sevikal
Hiperestesi dan paraestesi setinggi Hipestesi dan parastesi setinggi
Torakal 10 Torakal 10
P: P:
Methyprednisolon 3 x 250 mg Methyprednisolon 3 x 250 mg
Tramadol 3 x 100mg Tramadol 3 x 100mg
Diazepman 3 x 100 mg Diazepman 3 x 100 mg
Metkobalamin 3 x 500 mg Metkobalamin 3 x 500 mg
Ceftriaxone 3 x 1 gram Ceftriaxone 3 x 1 gram
Omeprazole 3 x 1 vial Omeprazole 3 x 1 vial Rujuk ke
RSPAD untuk Dokter Bedah Saraf
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1 Spinal Nerve
2 Dorsal Root Ganglion
3 Dorsal Root (Sensory)
4 Ventral Root (Motor)
6 Central Canal
7 White Matter
Gambar 2. Penampang Melintang Medulla Spinalis
Berikut merupakan perbandingan antara ciri-ciri kelumpuhan tipe LMN dan tipe UMN.
Lower motor neuron weakness (LMN) Upper motor neuron weakness (UMN)
Flaccid Spasticity
Decreased tone Increased tone
Decreased muscle stretch reflexes Increased muscle stretch reflexes
Profound muscle atrophy Minimal muscle atrophy
Pathologic reflexes (-) Pathologic reflexes (+)
2.2 PARESES
2.2.1 Parese
Parese adalah kelemahan/ kelumpuhan parsial yang ringan/ tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Kelemahan adalah
hilangnya sebagian fungsi otot untuk satu atau lebih kelompok otot yang dapat menyebabkan
gangguan mobilitas bagian yang terkena. Parese pada anggota gerak dibagi menjadi 4 macam,
yaitu: 3
Monoparese : Kelemahan pada satu ekstremitas atas atau ekstremitas bawah
Paraparese : Kelemahan pada kedua ekstremitas bawah
Hemiparese : Kelemahan pada satu sisi tubuh yaitu satu ekstremitas atau dan satu
ekstremitas bawah pada sisi yang sama
Tetraparese : Kelemahan pada keempat ekstremitas
2.2.2 Tetraparesis
Tetraparese juga diistilahkan juga sebagai quadiparese, yang keduanya merupakan parese dari
keempat ekstremitas. “Tetra” dari bahasa Yunani sedangkan “Quadra” dari bahasa Latin.
Tetraparese adalah kelumpuhan/ kelemahan yang disebabkan oleh penyakit atau trauma pada
manusia yang menyebabkan hilangnya sebagian fungsi motorik pada keempat anggota gerak,
dengan kelumpuhan/ kelemahan lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan
tungkai. Hal ini diakibatkan oleh adanya kerusakan otak, kerusakan tolang belakang pada
tingkat tertinggi (khususnya pada vertebra cervikalis), kerusakan sistem saraf perifer,
kerusakan neuromuscular atau penyekit otot. Kerusakan diketahui karena adanya lesi yang
menyebabkan hilangnya fungsi motorik pada keempat anggota gerak, yaitu lengan dan tungkai.
Penyebab khas pada kerusakan ini adalah trauma (seperti tabrakan mobil, jatuh atau aport
injury) atau karena penyakit (seperti myelitis trasversal, polio atau spina bifida).
Pada tetraparese kadang terjadi kerusakan atau kehilangan kemampuan dalam
mengontrol sistem pencernaan, fungsi seksual, pengosongan saluran kemih dan rectum,
sistem pernafasan atau fungsi otonom. Selanjutnya dapat terjadi penuruanan/
kehilangan fungsi sensorik. Adapun manifestasi seperti kekakuan, penurunan sensorik
dan nyeri neuropatik. Walaupun pada tetreparese itu terjadi kelumpuhan pada keempat
anggota gerak tapi terkadang tungkai dan lengan masih dapat digunakan atau jari-jari
tangan yang tidak dapat memengang kuat suatu benda tapi jari-jari tersebut masih bisa
digerakkan, atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lenganya masih bisa digerakkan
atau tidak bisa menggerakkan tangan tapi lengannya masih bisa digerakkan. Hal ini
semua tergantung dari luas tidaknya kerusakan. 3
2.2.3 Epidemiologi
Tetraparese salah satunya disebabkan karena adanya cedera pada medulla spinalis. Menurut
Pusat Data Nasional Cedera Medulla Spinalis (The National Spinal Cord Injury Data Research
Centre), memperkirakan adanya 10.000 kasus baru cedera medulla spinalis setiap tahunya di
Amerika Serikat. Angka insidensi paralisis komplet akibat kecelakaan diperkirakan 10 per
100.000 penduduk dengan tetraparese 100.000 merupakan penyebab utama cedera medulla
spinalis.Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan tidak komplet berdasarkan
ada/ tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi. Pembagian ini penting untuk
meramalkan prognosis dan penangangan selanjutnya. Data di Amerika Serikat menunjukan
urutan frekensi disabilitas neurologis karena sedera medulla spinalis traumatika sebab:
i. Tetraparese Inkomplet : 29,5%
ii. Paraparese Komplet : 27,3%
iii. Paraparese Inkomplet : 21,3%
iv. Tetraparese Komplet : 18,5%
2.3.2 Etiologi
Trauma medulla spinalis dapat terjadi karena kecelakaan, luka tusuk/ tembak atau tumor.
2.3.3 Klasifikasi
1. American Spinal Injury Association/ International Medical Society of Paraplegia
(ASIA/ IMSOP)
Klasifikasi tingkat tinggi dan keparahan trauma medulla spinalis ditegakkan pada saat 72
jam sampai 7 hari setelah trauma.
a. Berdasarkan impairment scale 4
Tabel 3. Klasifikasi lesi trauma medulla spinalis menurut ASIA/ IMOP
2.3.5 Patofisiologi
Trauma pada permukaan medula spinalis dapat memperlihatkan gejala dan tanda yang
segera ataupun dapat timbul kemudian. Trauma mekanik yang terjadi untuk pertama kalinya
sama pentingnya dengan traksi dan kompresi yang terjadi selanjutnya.
Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian saraf oleh fragmen-fragmen
tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer. Pembuluh darah
rusak dan dapat menyebabkan iskemik. Ruptur axon dan sel membran neuron bisa juga terjadi.
Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia grisea dan meluas beberapa jam
kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa menit kemudian.
Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa fraktur-dislokasi, fraktur, dan
dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1
Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada
tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian yang terfiksasi, seperti vertebra C1-2,
C5-6 dan T11-12.
Gambar 5 : Manifestasi Paresis/ Plegi pada Trauma Medulla Spinalis
Dislokasi bisa ringan dan bersifat sementara atau berat dan menetap. Tanpa kerusakan
yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan lesi yang nyata di
medulla spinalis. Efek trauma yang tidak dapat langsung bersangkutan dengan fraktur dan
dislokasi, tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis dikenal sebagai trauma tak
langsung. Tergolong dalam trauma tak langsung ini ialah whiplash (lecutan), jatuh terduduk atau
dengan badan berdiri, atau terlempar oleh gaya eksplosi bom.
1. Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan darah perifer lengkap, urin lengkap, gula darah sewaktu, ureum
dan kreatinin dan analisa gas darah.
2. Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami
trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi.
Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar (anteroposterior, lateral, odontoid)
untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk vertebra thorakal dan lumbal
sesuai dengan letak lesi. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan radiologis,
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic Resonance
Imaging merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medulla
spinalis akibat cedera/trauma. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut
terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-2. 4
3. Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor
serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan
beratnya derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini
harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat
dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila
diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut. 4
4. Mielografi
Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal,
sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis.
5. Pemeriksaan lain
Dilakukan pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) bila terdapat aritmia jantung.
2.3.8 Penalataksaan
Terapi pada cedera medula spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan fungsi sensoris dan motoris. Pasien dengan cedera medula spinalis komplet
hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medulla spinalis komplet yang tidak
menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.
Cedera medula spinalis tidak komplet cenderung memiliki prognosis yang lebih baik. Apabila
fungsi sensoris di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih
dari 50%
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk cedera medula
spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of Health di Amerika Serikat.
Namun demikian penggunaannya sebagai terapi utama cedera medula spinalis traumatika masih
dikritisi banyak pihak dan belum digunakan sebagai standar terapi. Kajian oleh Braken
dalam Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-
satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan
untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan pasien cedera
medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training pada pasien ini dikerjakan
seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk mempertahankan ROM (Range of
Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien
dengan Central Cord Syndrome / CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas
bawah yang baik sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak. Terapi okupasional
terutama ditujukan untuk memperkuat dan memperbaiki fungsi ekstremitas atas,
mempertahankan kemampuan aktivitas hidup sehari-hari/ activities of daily living (ADL).
Pembentukan kontraktur harus dicegah seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan
dengan profesi dan harapan pasien.
Menurut Konsensus Manajemen di Rumah Sakit 4
1. A (AIRWAY)
Menjaga jalan nafas supaya tetap lapang,
2. B (BREATHING)
Mengatasi gangguan pernafasan kalau perlu lakukan intubasi endotrakheal (pada cedera
medulla spinalis servikal atas) dan pemasangan alat bantu nafas supaya oksigenasi
adekuat.
3. C (CIRCULATION)
Memperhatikan tanda-tanda hipotensi, terjadi karena pengaruh pada sistem saraf
ortosimpatis. Harus dibedakan antara:
a) Syok Hipovolemik (hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin/ basah)
Tindakan : Berikan cairan kristaloid (NaCl 0,9%/ Ringer Laktat) kalau perlu
dengan koloid (missal: Albumin)
b) Syok Neurogenik (hipotensi, bradikardia, ekstremitas hangat/ kering)
Pemberian cairan tidak akan menaikkan tendi (awasi edema paru), maka harus
diberikan obat vasopressor:
Dopamine untuk menjada MAP > 70
Bila perlu adrenalin 0,2 mg subkutan
Boleh diulangi 1 jam kemudian
4. Selanjutnya
Pasang foley kateker untuk monitor hasil urine dan cegah retensi urin.
Pasang pipa nasogastrik (hati-hati pada cedera servikal) dengan tujuan untuk :
o Dekompresi lambung pada distensi
o Kepentingan nutrisi enteral
Jika terdapat fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis
o Servikal : pasang kerah fiksasi leher, jangan dimanipulasi dan disamping
kiri-kanan leher diletakkan bantal.
o Thorakal : lakukan fiksasi (torakolumbal brace)
o Lumbal : fiksasi dengan korset lumbal
5. Pemberian Kortikosteriod
Bila diagnosis ditegakkan < 3 jam pasca-trauma diberikan :
o Methylprednisolon 30 mg/kgBB i.v bolus selama 15 menit, ditunggu selama
45 menit (tidak diberikan Methylprednisolon), selanjutnya diberikan infuse
terus menerus Methylprenisolon selama 23 jam dengan dosis 5,4 mg/
kgBB/jam
Bila 3-8 jam : hanya infus Methylprednisolon dilanjutkan untuk 47 jam.
Bila > 8 jam : tidak dianjurkan pemberian Methylprednisolon
6. Pemberian obat-obatan
Lanjutkan pemberian Methlprednisolon (mencegah proses sekunder)
Anti-spasitas otot sesuai keadaan klinis
Analgetik
Mencegah dekubitus, kalau perlu pakai kasur khusus
Mencegah thrombosis vena dalam (DVT) dengan Stoking kaki khusus atau
fisioterapi. Kalau perlu dapat diberikan anti-koagulant.
Mencegah proses sekunder dengan pemberian anti-oksidan
Stimulasi sel daraf dengan pemberian GM1-Ganglioside
o Dimulai dalam waktu 72 jam sejak onset sampai dengan 18-32 hari
Terapi obat lain sesuai indikasi seperti antibiotic bila ada infeksi
Memperbaiki sel saraf yang rusak dengan stem sel
7. Operasi
Waktu Operasi
o Waktu operasi antara 24 jam sampai dengan 3 minggu
o Tindakan operatif awal (< 24 jam) lebih bermakna menurunkan perburukan
neurologis, komplikasi dan keluaran skor motorik atu tahun pasca-trauma.
Indikasi Operatif
o Ada fraktur, pecahan tulang menekan medulla spinalis
o Gambaran neurologis progresif memburuk
o Fraktur, dislokasi yang labil
o Terjadi herniasi diskus intertebralis yang menekan medulla spinalis
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Pasien perempuan usia 51 tahun, dibawa keluarga ke UGD RS Bhakti Yuhda dengan
keluhan keempat anggota gerak lemas dan tidak dapat digerakkan 30 menit SMRS. Tangan dan
tungkai kanan dan kiri tidak dapat digerakkan oleh pasien karena terjatuh terpeleset di dapur
ketika mau ke jemuran dan kepala bagian kiri terjatuh di pot bunga dan pot bunga tersebut pecah.
Semasa dibawa ke RSBY, kesadaran pasien tidak terganggu, dapat membuka mata spontan,
menjawab spontan dan dapat mengikut arahan yang diberikan. Pasien mengatakan dia merasa
baal dan kesemutan mulai pinggang ke kaki kemudian pasien mula merasakan kedua tangannya
tidak dapat digerakkan juga. Berdasarkan anamnesa di atas, didapatkan adanya tetraparese pada
keempat ekstremitas atas dan bawah, ini menyebutkan bahwa terdapat kelainan atau terdapat lesi
pada medulla spinalis. Pasien juga mengatakan bahwa di jatuh terpeleset ketika mau ke jemuran,
dan setelah itu dia mulai merasakan baal disekitar pinggangnya dan menyebar ke kaki. Tidak
berapa lama kemudian pasien tidak dapat menggerakkan keempat ekstremitasnya. Ini
menunjukkan bahwa adanya suatu proses trauma kepada pasien karena pasien terpeleset jatuh
dan setelah itu pasien tidak dapat menggerakan ekstremitasnya. Proses ini bersifat akut dan cepat
karena setelah pasien terpapar dengan trauma, pasien serta merta tidak dapat menggerakkan
keempat ekstremitasnya.
Pada pemeriksaan fisik neurologis didapatkan GCS E4M6V5 = 15. Pupil isokor ODS, Ɵ 3
mm, RCL +/+, RCTL +/+ ODS, Nervus kranialis baik, reflex fisiologis ekstremitas atas kanan
dan kiri pada biceps didapatkan adanya hiporefleksi dan triceps ditemukan adanya hiperefleks.
Pada reflex fisiologis extremitas bawah (KPR dan APR) pada kaki kanan dan kiri ditemukan
adanya hiperreflex, reflex patologis babinski dan chaddok positif pada kedua kaki dan reflex
patologis Hoffman-tromner juga positif pada kedua ekstremitas atas. Adanya hipestesi dan
parastesi setinggi thorakal X ke bawah. Dapat disimpulkan bahwa letak lesi berada pada UMN
karena pasien mengalami tetraparese karena mempunyai gangguan untuk menggerakakan otot
motoriknya. Ini menunjukkan adanya lesi di traktus kortikospinal/ traktus piramidalis. Menurut
teori pada lesi di traktus kortikospinalis, pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tes Babinsky
positif, akan terdapat penurunan reflex (hiporefleks) pada lokasi dimana terdapatnya lesi di
medulla spinalis, peningkatan reflex (hiperrefleksi) pada lokasi di bawah lesi di medulla spinalis.
Pada pemeriksaan didapatkan reflex biceps menurun ini menunjukkan terdapat lesi di C5 dan C6.
Pada pemeriksaan reflex triceps, patella dan achilles terdapat peningkatan reflex karena terletak
di bawah lesi. Selain itu, keempat ekstremitas terdapat spastik sesuai dengan gejala pada lesi di
UMN.
1. Rohkamm R. Color Atlas of Neurology. Spine and Spinal Cord. New York :2004
2. M. Baehr, M. Frotscher. Diagnosis Topic Neurologi Duus: Anatomi,Fisiologi, Tanda,
Gejala. Jakarta : EGC, 2010
3. Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press. Page:
301-305. 1991.
4. Dr. Lyna Soertidewi et al. Konsensus Nasional Penanganan Trauma Kapitits dan Trauma
Spinal. Perhimpunan Doketer Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Jakarta :2006
5. Lain. W, Graham L. Essential Neurology. Clinical skill, Physical sign dan Anatomy.
Fourth edition. Blackwell Publishing, USA. 2005
6. Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat, 1988.
7. Raymond D, Adam S, Maurice V. Disease of the Cranial Nerves. In : Principles of
Neurology. 5th ed. New York : Mc Graw Hill, 1994 : 1174-5