Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PANDANGAN ISLAM TERHADAP MEDIS

Disusun Oleh :

AINAL MARDHIAH
NIM.2318023P

Dosen Pengampu : Hasanah, MA

PROGAM ILMU KEBIDANAN FAKULTAS ILMU-ILMU


KESEHATAN UNIVERSITAS ABULYATAMA
TAHUN AJARAN 2023/2024
1

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum.wr.wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai. Makalah yang berjudul “Pandangan Islam
Terhadap Medis” ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Sigli, 10 Januari 2024


2

DAFTAR ISI
Halam
an

HALAMAN JUDUL LUAR


KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................5
C. Tujuan .......................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................6
A. Authanasia.................................................................................................6
B. Sewa Rahim .............................................................................................13
C. Bank Sperma............................................................................................16
D. Pendapat Ulama........................................................................................18
BAB III PENUTUP............................................................................................21
A. Kesimpulan...............................................................................................21
B. Saran.........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam yang terlihat akhir-akhir ini telah mengakibatkan girah keislaman


dan membuat kaum muslimin lebih peka dan respon terhadap ajaran-ajaran
islam bukan saja dalam masalah peribadatan tetapi juga dalam bidang
muamalah sehari-hari perbuatan,ucapan dan tingkah laku sering kali menjadi
perhatian yang lebih besar kalau ada yang tidak sesuai dengan ajaran islam
lebih menyimpang dari ajaran islam pola perilaku dan kebiasaan baru juga
berlaku di kalangan besar kaum muslim, manusia sekarang hidup dalam masa
yang berubah sangat cepat sehingga manusia sekarang lebih peka terdahap
persoalan-persoalan yang ada, sperti authanesia, sewa rahim dan bank sperma
dengan kemajuan dan pengetahuan tehnologi telah mengubah dan
meninggalkan hal-hal yang berbau tradisional menuju ke modern, yang di akui
sekarang lebih banyak menggunakantolak ukur keduniawian. Ini bukan saja
dalam masalah peribadatan tetapi juga dalam bidang muamalah dan yang
lainnya.
Dalam Islam,kesehatan sangat dijunjung tinggi baik kesehatan secara fisik
atau kesehatan mental maupun kesehatan lingkungan, hal ini dapat kita
temukan dalam Quran dan sunnah nabi yang merupakan sumber hukum islam
dan menjadi pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Dalam hukum
Islam,hubungan antara pasien dan dokter adalah hubungan antara pemakai jasa
dan penjual jasasehingga terjadi akad ijrah antara kedua belah pihak. Pasien
dapat memanfaatkan ilmu dan keterampilan dari dokter, sedangkan dokter
mendapat imbalan dari propesinya berupa honor atau gaji. Ini sesuai dengan
asas keadilan hukum yang harus dijaga oleh islam, maka hak dan kewajiban
kedua belah pihak harus sesuai dengan posisinya masing-masing makin besar
tanggung jawabnya maka makin besar pula hak dan kewajibanya. Dalam pola
etika medis sekarang, kepentingan seorang dokter ialah kesejahteraan pasien.
Dokter sepenuhnya bertanggung jawab atas kesehatan dan keselamatan pasien
4

begitupun pasien terikat secara etis pada dokter,dengan asumsi bahwa dokter
itu merupakan agen yang mewakili kegiatan pasien.
Perkembangan dunia yang semakin maju dan peradaban manusia yang
gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi,
persoalan-persoalan norma dan hukum kemasyarakatan dunia bisa bergeser
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang bersangkutan.
Kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan yang tinggi.
Apabila terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, interpretasi terhadap hukum
juga bisa berubah.
Pengetahuan kedokteran dapat memperkirakan kemungkinan keberhasilan
upaya tindakan medis untuk mencapai kesembuhan, pengurangan penderitaan
pasien, bahkan perhitungan saat kematian seorang pasien yang mengalami
penyakit tertentu dapat dilakukan secara cepat, tetapi kemajuan di bidang ilmu
kedokteran tidak mustahil akan mengundang permasalahan yang pelik dan
rumit, misalnya apabila secara ilmu kedokteran hampir tidak ada kemungkinan
untuk mendapatkan kesembuhan ataupun pengurangan penderitaan, apakah
seseorang boleh mengajukan haknya untuk tidak diperpanjang lagi hidupnya?
apabila segala upaya yang dilakukan akan sia-sia atau bahkan dapat dituduhkan
suatu kebohongan, karena disamping tidak membawa kesembuhan, keluarga
yang lain akan terseret dalam pengurasan dana yang banyak atau bahkan lebih
berbahaya jika dibiarkan. Salah satu yang masalah penting yang terpengaruh
kemajuan teknologi adalah praktek euthanasia. Euthanasia yang secara
sederhana membantu seseorang untuk mati agar terbebas dari penderitaan yang
sangat, dan juga praktek euthanasia menggunakan peralatan kedokteran
terhadap pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
tindakan euthanasia ini dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri atau
keluarganya.
Pada dasawarsa terakhir ini, muncullah penemuan teknologi di bidang
rekayasa genetik, dalam upaya membantu dan menolong suami-isteri yang
tidak dapat menurunkan anak rekayasa seperti ini ditandai dengan munculnya
bayi Tabung, bank-bank Sperma, atau kotak Ajaib yang mampu menyimpan
5

sperma dan ovum sebagaimana layaknya rahim asli. Munculnya rekayasa


genetik seperti di atas, agaknya akan menggeser nilai-nilai sosial yang telah
mapan dalam kehidupan masyarakat. Konsep tentang keluarga, misalnya
“ayah, ibu, dan anak” akan mengalami pergeseran makna. Bahkan, boleh jadi
menambah rumitnya institusi keluarga. Misalnya, hal-hal yang berkaitan
dengan persoalan mahram, nikah, kewarisan, wasiat dan lain sebagainya.
Khusus masalah “Bayi Tabung” yang selama ini dinilai sebagai penemuan
sains yang membawa kemaslahatan besar bagi manusia, terutama bagi suami
isteri yang tidak memperoleh anak dengan pembuahan secara lami (in vivo),
telah ditemukan metode baru dengan pembuahan di luar rahim (in vitro). Kasus
ini mengemuka dengan hebat dan membuat para ulama serta cendekiawan
muslim sepakat membolehkannya, selama sperma dan ovum yang diperoses itu
berasal dari suami isteri yang sah, bukan sebaliknya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi dari authaniesia?
2. Bagaimanakah hukum dan penerapan authanesia?
3. Apa pengertian dari sewa rahim?
4. Bagaimanakah hukum dan penerapan sewa rahim?
5. Apa pengertian dari bank sperma?
6. Bagaimanakah hukum dari bank sperma?
7. Bagimana pendapat ulama 4 mazhab?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari authanesia, sewa rahim dan bank sperma
2. Untuk mengetahui hukum dari authanesia, sewa rahim dan bank sperma
3. Untuk mengetahui penerapan ulama
6

BAB II
PEMBAHASAN
A. Authanesia
1. Pengertian Authanasia
Euthunasi berasal dari bahasa yunani, dari akar kata “eu” yang artinya
baik, tanpa penderitaan, dan “tanathos” yang artinya mati. Jadi “euthunasia”
artinya mati dengan baik, atau mati dengan tanpa penderitaan atau mati
cepat tanpa derita. Secara harfiah Euthunasia terdiri dari dua kata: eu dan
thanasia. Eu berarti “baik”, dan thanasia berarti “mati”. Euthunaia berarti
mati secara baik, atau mati secara secara tenang. Biasanya, penderita yang
melakukan euthanasia seperti ini telah menderita sakit berat. Di negeri-
negeri di mana hukum telah membolehkan seseorang melakukan euthanasia,
penderita yang tidak kuat lagi menahan sakitnya yang telah lama, meminta
diberi kesempatan oleh dokter untuk mati.
Euthanasia atau euthanatos yang diterjemahkan secara bebas sebagai
mati dengan baik tanpa penderitaan. Kematian ini ditujukan kepada mereka
yang secara medis tidak lagi mempunyai harapan untuk sembuh dan
penyakitnya telah membuat pasien menderita, sedangkan batas waktu
penderitaan itu tidak jelas sampai berapa lama lagi. Oleh karena itu, untuk
alasan kemanusiaan dan belas kasih yang besar maka seseorang dapat
memilih untuk mengakhiri penderitaannya dengan cara ini
John Suryadi dan S. Koencoro mengemukakan bahwa menurut arti
bahasa euthunasia itu adalah obat untuk mati dengan tenang. Sementara
menurut dr. Med. Ahmad Ramli dan K. St. Pamoentjak, euthunasia berarti
mati suci derita. 4 Sautinius dalam buku Vitaceasarum merumuskan bahwa
euthanasia adalah mati cepat tanpa derita. Menurut Richard Lamerton,
euthanasia pada abad ke-20 ditafsirkan sebagai pembunuhan atas dasar belas
kasihan (mercy killing) juga diartikan sebagai perbuatan membiarkan
seseorang mati dengan sendirinya (Tarmizi Taher, Medical Ethics, 2017).
euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
7

memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seseorang pasien dan ini


dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri, dengan demikian euthanasia
dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan, dalam bahasa Inggris
kita jumpai istilah “Mercy Killing” yang berarti pembunuhan berdasarkan
rasa belas kasihan, dari pengertian tersebut di atas dapat diambil intisari
bahwa euthunasia adalah usaha, tindakan dan bantuan yang dilakukan oleh
seorang dokter untuk dengan sengaja mempercepat kematian seseorang,
yang menurut perkiraannya sudah hampir mendekati kematian, dengan
tujuan untuk meringankan atau membebaskannya dari penderitaannya (Ari
Yunanto & Helmi, 2020).
2. Hukum Islam Terhadap Euthanasia
Sesudah membahas adanya definisi dari euthanasia, maka lebih dari
kita melihat dari definisi kematian, mati sesungguhnya adalah masalah yang
sudah pasti terjadi, akan tetapi masih tidak kita ketahui kapan seseorang
akan mati. Mati tetap merupakan misteri dan kita sebagai umat beragama
yang memiliki keyakinan harus percaya bahwa mati dan hidup manusia
hanyalah Tuhan yang menentukannya. Yang dimaksud dengan “mati”
adalah berakhirnya atau berhentinya semua fungsi-fungsi hidup untuk
selama-lamanya membicarakan kematian adalah berkaitan dengan diagnosis
kematian menurut dunia medis. Telah ditetapkan diagnosis kematian dengan
3 hal sebagai berikut :
a. Berhentinya pernafasan
b. Berhentinya denyut jantung
c. EEG menjadi datar ( menentukan otak tidak memproduksi listrik lagi).
Menyinggung masalah euthanasia tentunya erat sekali dengan masalah
kematian yang secara umum dikenal ada 3 tahap kematian mengenai
bagianbagian badan , yaitu kematian klinis (clinical death), jantung berhenti
berdenyut dan pernafasan spontan berhenti kematian otak (brain death),
disebabkan kurangnya aliran O2 ke otak, kematian sel (celluler death),
jaringan-jaringan badan mati secara berangsur dengan kecepatan yang
berbeda-beda.
8

Dalam islam bahwasanya ada tiga hal yang paling lazim diidamkan
setiap orang, yaitu kebahagiaan, kepuasaan, dan kesehatan dan sebaliknya,
ada tiga hal yang paling ditakuti setiap manusia, yaitu nyeri, penyakit, dan
kematian. Sebelum euthanasia dalam ajaran Islam dibahas lebih lanjut, akan
diuraikan lebih dulu mengenai konsep manusia dalam kehidupan duniawi
memegang peranan yang cukup penting, dalam Petrus Yoyo Karyadi
memaparkan bahwa Islam sangat memperhatikan keselamatan jiwa dan
kesejahteraan hidup manusia.
Untuk melindungi manusia, Islam menetapkan berbagai norma hukum
baik hukum perdata maupun hukum pidana dengan sanksi-sanksi
hukumannya. Sanksi hukumannya dapat berupa had, diyat (denda), dan
ta’zir. Bahkan pada hari kiamat mereka akan disiksa. Sebelum memaparkan
euthanasia menurut ajaran Islam, kita uraikan konsep manusia menurut
ajaran Islam terlebih dahulu. Melalui surat Al Mu’min (23) :
12-16 yang artinya : (12) Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (13) Kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh
(rahim). (14) Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tuang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan
daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka
Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (15) Kemudian, sesudah
itu, sesungguhnya kamu sekalian benarbenar akan mati. (16) Kemudian,
sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari
kiamat (Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir Al-Qur’an,
1971: 527).

Kemudian menurut tafsiran Ibnu Kasstir Wal Baghawi juz VI, M-10

dijelaskan bahwa (Muttalib Mohyiddin, 1983: 7) :

Apabila tiba (masanya) atas nuthfah (air mani dalam rahim) empat
bulan, Allah utus malaikat kepadanya lalu ia tiup (integrasikan) padanya roh
(setelah melalui) dalam kegelapan nuthfah, alaqah kemudian mudhghah.
Maka demikian itulah firman-Nya : (“kami jadikan makhluk yang berbentuk
lain”) yakni kami tiupkan kepadanya roh sehingga ia hidup dalam bentuk
lain.
9

Dari kedua firman Allah di atas, dapat dijelaskan bahwa manusia


diciptakan Allah dari saripati tanah dan berkembang dalam kandungan ibu
menurut evolusi mani, darah, daging dan tulang. Unsur-unsur tersebut
setelah berkembang kurang lebih selama 4 bulan kemudian jiwa
diintegrasikan ke dalam unsur-unsur tersebut. Berdasarkan firman Allah di
atas, Allah baru mengintegrasikan jiwa ke dalam janin tersebut pada saat ia
berumur 4 bulan. Selama janin masih kurang dari umur 4 bulan, ia belum
mempunyai roh (jiwa), ia hanya merupakan tubuh yang hidup dan belum
menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya.
Sehingga dapat dikatakan bahwa yang membuat janin (kurang dari
umur 4 bulan) hidup dan berkembang terus di dalam rahim ibu bukanlah
jiwa. Ada “sesuatu” yang membuat janin tersebut hidup dan berkembang.
“Sesuatu” itu adalah “hayat” yang terdapat dalam sperma dan ovum atau sel
telur. Hayat inilah yang membuat janin itu hidup dan berkembang (Harun
Nasution, 1984: 2).
Dari penjelasan tetsebut diatas dapat disimpulkan bahwa manusia
menurut konsep ajaran Islam terjadi dari tiga unsur, yaitu (Petrus Yoyo
Karyadi, 2001: 89- 90) :
a. Unsur materi, yaitu tubuh yang berasal dari saripati tanah
b. Unsur immateri, yaitu jiwa yang diintegrasikan Allah setelah janin
berumur empat bulan
c. Unsur hayati, yang membuat janin tersebut dapat terus-menerus
berkembang. bila hayat sudah tidak ada, tubuh pun menjadi mati dan
jiwa segera meninggalkan tubuh yang mati tersebut. Jiwa yang terpisah
dari tubuhnya dan menuju alam immateri, yang biasa disebut alam roh
(barzakh).
Menyinggung masalah jiwa manusia, Ibnu Sina dalam Petrus Yoyo
Karyadi (2001: 90) mentayatakan bahwa jiwa manusia hanya mempunyai
daya berfikir, yaitu akal. Akal ini terbagi dua, pertama, akal praktis (‘amilah)
yang menerima arti-arti yang dilepaskan dari materinya melalui indera
10

pengingat. Kedua, akal teoritis (‘alimah) yang menangkap arti-arti murni


yang tak pernah ada dalam materi seperti Tuhan, Jiwa, dan Malaikat.
Dalam Kode Etik kedokteran Islam atau Islamic Code of medical Ethics
ini adalah hasil dari First International Conference on Islamic Medicine, yang
diselenggarakan pada permulaan abad ke 15 Hijriah (6-10 Rabiul Awal 1401)
di Kuwait. Dalam bagian kedua dari Kode Etik Kedokteran Islam, disebutkan
bahwa salah satu ciri seorang dokter.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa menurut Kode Etik
Kedokteran Islam, euthanasia aktif jelas dilarang. Roh dan Jiwa adalah urusan
Tuhan. Dokter atau manusia lainnya tidak berhak untuk menentukan
kematian seseorang, hanya Tuhan sendirilah yang berhak menentukannya.
Firman Allah dalam surat Al Isra (17) : 85 yang artinya :
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan
melainkan sedikit” (Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir
AlQur’an, 1971: 437). Diperjelas di dalam Surat Ali Imron (3) : 185 yang
artinya : “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya
pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan
dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan” (Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir Al-
Qur’an, 1971: 109).

3. Penerapan Euthanasia
Penerapan Euthanasia di Indonesia yaitu pererapan Euthanasia di
Indonesia dianggap sebagai suatu bentuk tindak pidana, karena merupakan
salah satu bentuk kejahatan terhadap nyawa, hal ini terbukti dengan adanya
pasal di KUHP yang berkaitan dengan Euthanasia yaitu Pasal 344 KUHP.
Indonesia sebagai negara berasaskan Pancasila, dengan sila pertamanya
“ketuhanan yang maha esa” tidak mungkin menerima tindakan Euthanasia
baik Euthanasia aktif maupun Euthanasia pasif.
H.Sutarno, Hukum Kesehatan, Euthanasia, Keadilan dan hukum positif
di Indonesia, Setara Press, Malang, 2014, hlm.91. 52 Saat ini, kaidah non
hukum yang manapun, baik agama, moral serta kesopanan menentukan
bahwa membantu orang lain mengakhiri hidupnya, meskipun atas
11

permintaan yang bersangkutan dengan nyata dan sungguhsungguh adalah


perbuatan yang tidak baik, terbukti dari aspek hukum Euthanasia yang
cenderung menyalahkan tenaga medis dalam pelaksanaan Euthanasia.
Sebenarnya, dengan dianutnya hak untuk hidup layak secara tidak langsung
seharusnya terbesit adanya hak untuk mati, apabila dipakai untuk
menghindarkan diri dari segala ketidaknyamanan atau lebih jelas lagi dari
segala penderitaan yang hebat.
Banyak orang berpendapat bahwa hak untuk mati adalah merupakan
hak asasi manusia, yaitu hak yang mengalir dari hak untuk menentukan diri
sendiri. Euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai
implikasi hukum yang sangat luas, baik pidana maupun perdata. Pasalpasal
yang terdapat dalam KUHP menegaskan bahwa Euthanasia baik aktif
maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang.
Pengaturan Euthanasia menurut hukum di Indonesia Pengaturan
Euthanasia menurut hukum di Indonesia berdasarkan kode etik kedokteran
Indonesia, seorang dokter berkewajiban mempertahankan dan memelihara
kehidupan manusia. Bagaimanapun gawatnya kondisi seorang pasien, setiap
dokter harus melindungi dan mempertahankan hidup pasien tersebut, ini
berarti betapapun gawatnya dan menderitanya diindonesia. seorang pasien,
seorang dokter tetap tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang akan
berakibat mengakhiri hidup atau mempercepat kematian pasien tersebut.
Pemahaman ini dapat diambil dari kode etik kedokteran Indonesia Pasal 7d
tentang kewajiban umum yang berbunyi : “Setiap dokter harus senantiasa
mengingat akan kewajiban melindungi hidup mahluk insani.”44 Dari
pemahaman atas Pasal 7d kode etik kedokteran Indonesia tersebut dapat
dikemukakan bahwa berdasarkan etik dan moral, tindakan Euthanasia itu
tidak diperbolehkan.
Dalam hubungan ini Oemar Senoadji mengemukakan: “Menurut kode
etik itu sendiri, maka di Indonesia sebagai suatu negara yang beragama dan
berpancasila kepada kekuasaan mutlak dari pada Tuhan yang Maha Esa,
sedangkan dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan
12

kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup,


tidak untuk mengakhirinya, karenanya tidak menginginkan Euthanasia
dilakukan oleh seorang dokter karena antara lain dipandang bertentangan
dengan etik kedokteran itu sendiri dan merupakan pelanggaran terhadap
undang-undang.”45
Berdasarkan keterangan tersebut diatas jelaslah bahwa Euthanasia itu
adalah suatu perbuatan yang melanggar hukum atau merupakan suatu tindak
pidana, karena perbuatannya itu mengakibatkan matinya orang lain, maka
Euthanasia itu termasuk tindak pidana pembunuhan. Dasar hukum untuk
larangan Euthanasia tercantum dalam Pasal 344 KUHP tentang membunuh
seseorang atas permintaan orang tersebut. 44 MNEK Ikatan Dokter
Indonesia, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan
Kode Etik Kedokteran Indonesia, hlm. 1. 45 Oemar Sesno Adji, Hukum
Pidana Pengembangan, Erlangga, Jakarta, 1985, hlm. 78. Euthanasia terbagi
menjadi dua, yaitu Euthanasia atas permintaan atau Euthanasia sukarela, dan
Euthanasia tidak atas permintaan.
Euthanasia atas permintaan adalah suatu tindakan yang dilakukan atas
dasar permintaan, persetujuan atau izin dari keluarga pasien atau pasien itu
sendiri. Sedangkan Euthanasia tidak atas permintaan adalah Euthanasia
yang dilakukan oleh dokter tanpa adanya permintaan dari pasien ataupun
keluarga pasien. Jika pembagian Euthanasia ini dikaitkan dengan Pasal 344
KUHP, maka Euthanasia sukarela atau Euthanasia atas permintaanlah yang
memenuhi unsur yang terkandung dalam Pasal 344 KUHP tersebut. R.
Soesilo dalam komentar atas pasal tersebut mengemukakan : “Permintaan
untuk membunuh itu harus disebutkan dengan nyata dan sungguh-sungguh
jika tidak maka orang itu dikenakan pembunuhan biasa.”46 Berdasarkan
uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa apabila seorang dokter
memberikan suntikan yang mematikan kepada seorang pasien atas
permintaan pasien itu sendiri atau keluarganya, maka ia dianggap telah
melakukan tindak pidana pembunuhan.
13

Dan ia diancam dengan hukuman penjara paling lama 12 tahun, sesuai


dengan Pasal 344 KUHP, tetapi apabila ia melakukan perbuatan tersebut
atas inisiatif sendiri, tanpa adanya permintaan dari pasien atau keluarganya,
maka ia dianggap melakukan tindak pidana pembunuhan sengaja biasa dan
ia dapat dikenakan hukuman penjara paling lama 15 tahun penjara sesuai
dengan 46 R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Politea,
Bogor, 1976, hlm. 209. 55 ketentuan Pasal 338 KUHP, atau bahkan
pembunuhan sengaja dengan direncanakan dengan ancaman hukuman mati
atau penjara seumur hidup berdasarkan Pasal 340 KUHP, selain pembagian
Euthanasia secara sukarela dan tidak sukarela, Euthanasia juga terbagi
kepada Euthanasia aktif dan Euthanasia pasif. Euthanasia aktif merupakan
jenis Euthanasia yang dilarang, dan Euthanasia semacam inilah yang
diancam dengan hukuman penjara maksimal 12 tahun penjara sebagaimana
tercantum didalam Pasal 344 KUHP.
B. Sewa Rahim
1. Pengertian Sewa Rahim
Sewa rahim adalah suatu teknologi reproduksi buatan yang
mempertemukan antara sperma dan sel telur pasangan suami istri (pada
umumnya) dipertemukan diluar rahim kemudian benih tersebut dimasukan
kembali kedalam rahim ibu tompangan yang memiliki kesuburan dalam
rahimnya. Perempuan yang bersedia meminjamkan rahimnya tersebut dapat
berasal dari ruang lingkup keluarga, teman dekat dan bahkan orang yang
tidak dikenal sekalipun. Sewa rahim dilakukan dengan tujuan untuk
membantu pasutri yang ingin memiliki anak tetapi sulit untuk bisa
mengandung disebabkan karena terganggunya organ reproduksi pada wanita
seperti gangguan pada rahim, telah terjadinya operasi (pengangkatan) pada
rahim, kanker sehingga tidak memungkinkan untuk mengandung. Dalam
pelaksanaan 1 Indar, dkk., teknik sewa rahim biasanya dilakukan dengan
suatu perjanjian yang biasanya disertai dengan suatu persyaratan-
persyaratan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Perjanjian itu baik
berupa saling iklas atau dengan imbalan tertentu.
14

2. Hukum Sewa Rahim Dalam Islam


Menurut Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, para ulama
mengharamkan sewa rahim jika menggunakan rahim wanita selain isteri, 10
Ibid. 11 Ibid. Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, ”Penyewaan Rahim
Menurut Pandangan Islam,” mencampurkan benih antara suami dan wanita
lain, mencampurkan benih isteri dengan laki-laki lain, atau memasukkan
benih yang dibuahi setelah kematian suami-isteri.
Yusuf Qaradhawi mengharamkan sewa rahim dalam berbagai
bentuknya. Menurut beliau, jika ada sebagian wanita yang mendapat cobaan
wanita dari Allah dengan tidak bisa menghasilkan sel telur, maka mereka
seperti halnya para wanita yang tidak memiliki rahim. Demikian pula
dengan para laki-laki yang dicoba oleh Allah dengan tidak bisa
menghasilkan sperma, menghasilkannya tapi mati atau menyerupai mati,
mereka adalah orang yang dicoba oleh Allah dengan kemandulan.14
Bahkan jika wanita tersebut adalah isteri lain dari suaminya sendiri, menurut
beliau maka ini tidak diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan cara ini tidak
diketahui siapakah sebenarnya dari kedua isteri ini yang merupakan ibu dari
bayi yang akan dilahirkan kelak. Juga kepada siapakah nasab (keturunan)
sang bayi disandarkan, kepada pemilik sel telur atau si pemilik rahim.15
Namun, dalam masalah ini ulama berselisih pendapat. Sebagian ada yang
mengharamkan dan sebagian lagi ada yang memperbolehkan.
3. Penerapan Sewa Rahim Dalam Islam
Dari sini penyusun merasa tertarik untuk mengeksplorasi pendapat
pendapat ulama tentang sewa rahim, penyusun juga tertarik untuk
membahas 13 Ibid. , hlm. 5. 14 Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa
Kontemporer, alih bahasa Abdul Hayyie alKattani, dkk., cet. ke- 1 (Jakarta:
Gema Insani Press, 2002), hlm. 660. 15 Ibid. , hlm. 659. 16 Radin Seri
Nabahah bt. Ahmad Zabidi, ”Penyewaan Rahim, jika sewa rahim ini terjadi,
maka siapakah ibu dari anak yang dilahirkan dan bagaimana status anak
yang dihasilkan dari sewa rahim tersebut.
15

Inseminasi buatan ialah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa


melalui senggama (sexual intercourse). Ada beberapa teknik inseminasi
buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran, antara lain,
pertama; fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami
dan ovum isteri kemudian diperoses di vitro (tabung) dan setelah terjadi
pembuahan, lalu ditransfer ke dalam rahim isteri. Kedua, Gamet Intra
Felofian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum
isteri dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di
saluran telur (tuba falloppi). Teknik kedua ini terlihat lebih alamiah, sebab
sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba falloppi setelah terjadi ejakulasi
melalui hubungan intim. Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan
Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiyyah, karena tidak terdapat
hukumnya secara spesifik di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah bahkan dalam
kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji
menurut hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtiha>d
yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtiha>d (mujtahidi>n), agar dapat
ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa al-Qur’an dan as-
Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam.
Dan sudah menjadi suatu keyakinan yang mesti menjadi pegangan
umat Islam ialah bahwa ajaran Islam yang termuat di dalam al-Qur’an dan
asSunnah merupakan petunjuk Allah yang harus menjadi pedoman bagi
seluruh umat manusia demi keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.
Berbeda halnya dengan ajaran-ajaran yang pernah diturunkan Allah
sebelumnya, ajaran Islam tidak hanya berlaku untuk suatu kelompok
tertentu dan terbatas pada suatu masa tertentu. Ajaran Islam sejak
diturunkan telah ditetapkan sebagai 25 Sahirul ‘Alim, Menguak
Keterpaduan Sains, Teknologi, dan Islam, pegangan bagi semua kelompok
umat manusia pada berbagai tempat dan waktu sampai akhir masa.
16

C. Bank Sperma

1. Definisi Bank Sperma


Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang
bertujuan memberikan kredit, baik dengan alat pembayaran sendiri, dengan
uang yang diperolehnya dari orang lain, dengan jalan mengedarkan alat-alat
pembayaran baru berupa uang giral.
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu
dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk
mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga
Cryiobanking, Cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel
cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel
dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat
tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.
Inseminasi buatan adalah proses dimana sperma ditempatkan dalam
saluran reproduksi wanita melalui berbagai metode. Sperma yang digunakan
bisa dari pasangan sendiri atau dari donor.
2. Hukum Bank Sperma Menurut Islam
Allah menjadikan manusia kepada dua jenis: laki-laki dan perempuan.
Kedua jenis kelamin tersebut masing-masing diberi naluri saling mencintai,
dan sebagai buahnya manusia di dunia ini dapat berkembang biak. Untuk
memperoleh keturunan yang sah, sebelumnya manusia diperintahkan
membentuk rumah tangga melalui akad nikah dengan aturan yang telah
ditentukan. Hubungan jenis kelamin itu jika tanpa didahului akad nikah
tergolong perbuatan zina. Allah memerintahkan untuk saling mengenal dari
perbedaan yang ada guna untuk meningkatkan ketaqwaan diri Q.S al-
Hujurat [49] ayat
Terjemahannya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal”.
17

Begitu pula pada Q.S. al-Qiyamah [75] ayat 39 “lalu Allah


menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan”. Agar tercipta
rumah tangga yang bahagia dan sejahtera, Allah swt dan RasulNya
memberikan petunjuk agar sebelum perkawinan memilih calon yang baik,
diantara kebahagiaan dan kesejahteraan rumah tangga adalah hadirnya anak
seperti yang didambakan. Pada kenyataannya, kehadiran anak yang
didambakan itu ada yang tidak terwujud. Sebagai akibat dari ketidak hadiran
anak dalam satu keluarga, setidaknya keluarga tersebut akan mencari
beberapa alternatif misalnya, menyerah kepada nasib, Adopsi, Cerai,
Poligami dan Inseminasi buatan. Mengenai alternatif terakhir (Inseminasi
buatan) yang merupakan penemuan di bidang teknologi kedokteran, masih
banyak persoalan, terutama jika ditinjau dari segi hukum nya yaitu haram.
3. Penerapan Bank Sperma
Penerapan bank sperma adalah penemuan proses pembuahan sel telur
di luar rahim atau dikenal dengan proses bayi tabung yang merupakan hasil
perpaduan antara bidang teknologi dan bidang medis. Tentunya apa yang
dilakukan oleh para ilmuwan itu dimaksudkan untuk memecahkan
permasalahan yang dihadapi oleh manusia, di samping tujuan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) belaka. Dalam
penemuan bayi tabung misalnya, ditujukan untuk memecahkan masalah
kesulitan mendapatkan anak secara alami, dengan terpecahkannya
permasalahan itu diharapkan akan memudahkan manusia dalam menjajani
kehidupannya sehingga tercapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Akan tetapi di sisi lain, pengembangan iptek ini harus dikendalikan
supaya tidak malah merugikan manusia sebagai akibat salah penerapan atau
dampak dari penerapan itu menimbulkan masalah baru, walaupun
penerapannya sudah benar. Penemuan proses bayi tabung akan
menimbulkan masalah di bidang hukum, khususnya menurut hukum Islam.
Bagaimana hukum penyelenggaraan proses bayi tabung dan bagaimana
Peranan litihad dal an _Penentuan Hukum Islam Dalam Islam sebenarnya
segala segi kehidupan manusia yang ada sampai berakhirnya masa
18

kerasulan nabi Muhammad SAW telah tuntas diatur di dalam sumber


hukum pokoknya, yaitu A1 Qur'an dan As Sunnah.
Adapun masalah yang timbul k e mudian dan belum diatue atau tidak
secara tegas diatur di dalam sumber ^Gkafci fcakate tersebut, seperti halnya
bayi tabung, maka hukumnya ditentukan oleh ijtihad para ulama. Menurut
ilrau Ushul Fiah, kata ijtihad identik dengan kata "istimbath" yang berarti
usaha yang bersungguh-sungguh untuk menggali hukura syara' yang belum
ditegaskan secara langsung oleh nash A1 Qur'an atau Hadits.
D. Pandangan Ulama
Pendapat para ulama dan cendekiawan Islam tentang Euthanasia (Panji
Masyarakat dalam K.H. Hasan Basri Menurut pendapat beliau bahwa betapa
pun parahnya penyakit, pengobatan tidak boleh dihentikan. Seperti yang
dikutip beliau dalam Al Qur’an Surat Yunus (10) : 49 yang artinya:
“Katakanlah : “Aku tidak berkuasa mendatangkan kemadharatan dan tidak
(pula) kemanfaatan kepada diriku, melainkan apa yang dikehendaki Allah. “
Apabila telah datang ajal mereka, maka mereka tidak dapat mengundurkannya
barang sesaatpun dan tidak (pula) mendahulukan(nya)”
(Yayasan Penyelenggara Penterjemah dan Pentafsir AlQur’an, 1971:
314). Sehingga beliau menyimpulkan bahwa manusia tidak berhak
memundurkan atau juga memajukan ajal seseorang bila waktu ajalnya telah
tiba. Karena ajal itu di tangan Tuhan seseuai dengan kehendak-Nya. Dengan
kata lain K.H. Hasan Basri sangat menentang euthanasia dalam bentuk apapun
baik pasif maupun aktif, dan dengan alasan apapun euthanasia tersebut
dilakukan.
Prof. Dr. Med. H. Kamal Mahmud, S.H. Praktek euthanasia pasif di
rumah sakit-rumah sakit kita bermacammacam, secara kasar, tergantung
kepada persediaan uangnya. Dan kita harus membuat peraturan yang jelas
tentang hal ini dalam Islam, orang meninggal artinya sudah tidak
berkomunikasi dengan Allah. Persoalannya seberapa orang sakit itu harus
dilayani dengan alat canggih untuk “menunda kematiannya”. Jangan-jangan
ada yang masih disambung dengan alat, dan keluarganya telah mengeluarkan
19

biaya jutaan rupiah, padahal ia sudah lama mati. Maka, merumuskan batasan
mati harus lebih diperjelas. Yang tidak boleh diabaikan, kita harus
memperlakukan orang yang sakit parah dengan menuntunnya agar bisa terus
berkomunikasi dengan Allah, dia haus di-talqin dengan lafal-lafal jalalah, agar
ia mati husnul khatimah. Ini lebih penting dari sekedar segala peralatan
canggih.
Para ulama mengharamkan sewa rahim jika menggunakan rahim wanita
selain isteri, mencampurkan benih antara suami dan wanita lain,
mencampurkan benih isteri dengan laki-laki lain, atau memasukan benih yang
dibuahi setelah kematian suami-isteri.8 Bahkan jika wanita tersebut adalah
isteri lain dari suaminya sendiri, menurut Yusuf Qaradhawi maka ini tidak
diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan cara ini tidak diketahui siapakah
sebenarnya dari kedua isteri ini yang merupakan ibu dari bayi yang akan
dilahirkan kelak. Juga kepada siapakah nasab (keturunan) sang bayi
disandarkan, kepada pemilik sel telur atau si pemilik rahim.
Menurutnya, para ahli fiqih dan para pakar dari bidang kedokteran telah
mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-istri atau salah satunya untuk
memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka
mewujudkan kelahiran anak, namun mereka mensyaratkan sperma yang
digunakan harus milik sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak
ketiga di antara mereka misalnya dalam masalah bayi tabung.27
Selanjutnya,Yusuf Qaradhawi menulis, jika sperma berasal dari laki-laki lain
baik diketahui maupun tidak, maka ini diharamkan. Begitu pula jika sel telur
berasal dari wanita lain, atau sel telur milik sang istri, tapi rahimnya milik
wanita lain, inipun tidak diperbolehkan. Ketidakbolehan ini, menurut
Qaradhawi, dikarenakan cara ini akan menimbulkan sebuah pertanyaan
membingungkan, siapakah sang ibu bayi tersebut, apakah si pemilik sel telur
yang membawa karakteristik keturunan, ataukah yang menderita dan
menanggung rasa sakit karena hamil dan melahirkan? Padahal, ia hamil dan
melahirkan bukan atas kemauannya sendiri.
20

Demikian Qaradhawi menjelaskan. 26 Yusuf Qaradhawi, Fatwa-Fatwa


Kontempore, Jilid 3. Gema Insani Pers: Jakarta 2001. h. 660. 27Yusuf
Qaradhawi, Fatwa-Fatwa Kontemporer Jilid 3. h. 569. 43 Lebih jauh
Qaradhawi menulis: “Bahkan, jika wanita tersebut adalah istri lain dari
suaminya sendiri, maka ini tidak diperbolehkan juga. Pasalnya, dengan cara ini,
tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua istri ini yang merupakan ibu
dari bayi akan dilahirkan kelak. Juga, kepada siapakah nasab (keturunan) sang
bayi akan disandarkan, pemilik sel telur atau si pemilik rahim? Para ahli fiqih
sendiri berbeda pendapat jika hal ini benar-benar terjadi. Di antara mereka ada
yang berpendapat bahwa ibu sang bayi tersebut adalah si pemilik sel telur ada
juga yang berpendapat bahwa ibunya adalah wanita yang mengandung dan
melahirkannya. Makna lahiriah dari ayat al-Qur‟an, sejalan dengan pendapat
ini, yaitu dalam Q.S al-Mujadalah [58] ayat 2.28. Orang-orang yang menzhihar
istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal)
Tiadalah istri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita
yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh
mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah
Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
21

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk
memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seseorang pasien dan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri, dengan demikian euthanasia dapat
diartikan mati.
Sewa rahim adalah suatu teknologi reproduksi buatan yang
mempertemukan antara sperma dan sel telur pasangan suami istri (pada
umumnya) dipertemukan diluar rahim kemudian benih tersebut dimasukan
kembali kedalam rahim ibu tompangan yang memiliki kesuburan dalam
rahimnya.
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu
dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan
fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking.

B. Saran
Mengembalikan segala permasalahan yang ditimbulkan dari perkembangan
pemikiran manusia dan kemajuan teknologi kepada alQur’an dan sunah.
Diharapkan dengan kehadiran skripsi ini dapat membantu perkembangan
pemikiran dalam bidang hukum Islam, dan menjadi referensi tambahan bagi
peneliti kedepan.
22

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet dan H. Aminuddin. Fikih Munakahat, vol. 1 (Bandung: Pustaka


Setia,1999. al-„
Aidiy, Ibnu Daqiq Ihkamul al-Ahkam Syarh „Imdatul al-Ahkam “syuruh
alHadis”. al-Maktabah al-islamiyah : Dar al-Jaili http://library.islamweb.net
(16 september 2014)
al-Hafidz, Ahsin W. Fikih Kesehatan. Jakarta : amzah, 2007. al-Munawar, Said
Agil Husain. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial Cet. 1 ; Jakarta : Pena
Madani, 2004 Amazine.co, Tips Kesuburan,
http://www.amazine.co/18843/tips-kesuburan-4-jenisprosedur -inseminasi-
buatan/ (25 agustus 2014) Amelia, Lia. Hukum Bayi Tabung dalam Islam”
http://communit.gunadarma. ac.id/blogs. (20 Oktober 2011.)
Zainuddin Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Islam Di Indonesia (Cet. 1;
Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
Ali, Zainuddin, hukum pidana Islam (cet. 3; Jakarta: Sinar Grafika, 2012). Amir,
Amri, Dan Hanafiah, M. Jusuf, “Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan
edisi 4” (cet. 4; Jakarta: EGC, 2008).
Amir, Amri, Dan Hanafiah, M. Jusuf, “Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan
edisi 5” (cet. 5; Jakarta: EGC, 2016).
Amir, Amri, Dan Hanafiah, M. Jusuf, “Etika Kedokteran Dan Hukum Kesehatan
Edisi 3” (Cet. 3; Jakarta: Egc, 1999).
Tarmizi Taher, Medical Ethics, 2017, Pengantar Metode Penelitian Hukum (cet.
2; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004). Et Al, M. Boediarti, Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (Cet. 2: Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982).
Guwandi, J, Hukum medik (medic law) (cet.2; Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2005). Hendrik, Etika dan Hukum Kesehatan
(Jakarta: EGC, 2011). Ide, Alexandra , Etika dan Hukum Dalam Pelayanan
Keseh
Harun Nasution. 1984. Konsep Manusia dalam Filsafat Islam Dikaitkan dengan
Euthanasia. Jakarta : Makalah pada simposium Euthanasia. Kartono
23

Muhammad. 1984. Euthanasia Dipandang dari Etik Kedokteran, Jakarta :


Makalah pada Simposium Euthanasia.

Anda mungkin juga menyukai