DOSEN PENGAJAR :
Dr. LYDIA MARGARETHA, S.Pd.I, M.Pd.I
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..............................................................................................................................ii
Daftar Isi.......................................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang........................................................................................................................1
1.2 Rumusan .................................................................................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................................................................3
Bab II Pembahasan
2.1 Definisi inseminasi dan bayi tabung.......................................................................................4
2.2 Pandangan agama tentang inseminasi dan bayi tabung
.......................................................................................................................................................
5
2.3 Definisi operasi plastic............................................................................................................10
2.4 Pandangan agama tentang operasi plastic...............................................................................11
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................17
3.2 Saran .......................................................................................................................................17
Daftar Pustaka...............................................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Sebagaimana diketahui, bahwa anak bagi orang tua ketika ia masih
hidup dapat dijadikan sebagai penenang, dan sewaktu ia pulang ke
rahmatullah anak sebagai pelanjut dan lambang keabadian. Oleh karena
itu, bagi yang tidak memiliki anak akan berupaya untuk mendapatkan
anak.
Ajaran syariat Islam mengajarkan kita untuk tidak boleh berputus
asa dan menganjurkan untuk senantiasa berikhtiar (usaha) dalam
menggapai karunia Allah SWT. Demikian halnya diantara panca maslahat
yang diayomi oleh maqashid asy-syari’ah (tujuan filosofis syariah Islam)
adalah hifdz an-nasl (memelihara fungsi dan kesucian reproduksi) bagi
kelangsungan dan kesinambungan generasi umat manusia. Allah telah
menjanjikan setiap kesulitan ada solusi (QS.Al-Insyirah:5-6) termasuk
kesulitan reproduksi manusia dengan adanya kemajuan teknologi
kedokteran dan ilmu biologi modern yang Allah karuniakan kepada umat
manusia agar mereka bersyukur dengan menggunakannya sesuai kaedah
ajaran-Nya.
Dengan semakin berkembang dan majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi informasi, teknologi modern menemukan bahwa untuk
mendapatkan anak tidak perlu melalui adopsi anak yang sebenarnya tidak
memiliki hubungan nasab dengan orang yang mengadopsinya, tetapi
dengan mengikuti program inseminasi maupun bayi tabung, seseorang
dapat memiliki anak, bahkan dilahirkan dari kandungan perempuan itu
sendiri. Permasalahan inilah yang kemudian dikaji dalam makalah ini.
Teknologi bayi tabung dan inseminasi buatan merupakan hasil
terapan sains modern yang pada prinsipnya bersifat netral sebagai bentuk
kemajuan ilmu kedokteran dan biologi. Sehingga meskipun memiliki daya
guna tinggi, namun juga sangat rentan terhadap penyalahgunaan dan
kesalahan etika bila dilakukan oleh orang yang tidak beragama, beriman
1
dan beretika sehingga sangat potensial berdampak negatif dan fatal. Oleh
karena itu kaedah dan ketentuan syariah merupakan pemandu etika dalam
penggunaan teknologi ini sebab penggunaan dan penerapan teknologi
belum tentu sesuai menurut agama, etika dan hukum yang berlaku di
masyarakat.
Seorang pakar kesehatan New Age dan pemimpin redaksi jurnal
Integratif Medicine, DR. Andrew Weil sangat meresahkan dan
mengkhawatirkan penggunaan inovasi teknologi kedokteran tidak pada
tempatnya yang biasanya terlambat untuk memahami konsekuensi etis dan
sosial yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, Dr. Arthur Leonard Caplan,
Direktur Center for Bioethics dan Guru Besar Bioethics di University of
Pennsylvania menganjurkan pentingnya komitmen etika biologi dalam
praktek teknologi kedokteran apa yang disebut sebagai bioetika. Menurut
John Naisbitt dalam High Tech - High Touch (1999) bioetika bermula
sebagai bidang spesialisasi pada 1960 –an sebagai tanggapan atas
tantangan yang belum pernah ada, yang diciptakan oleh kemajuan di
bidang teknologi pendukung kehidupan dan teknologi reproduksi.
Menjadi sosok yang tampan dan cantik sudah tentu menjadi
keinginan setiap orang, baik laki-laki atau perempuan. Terutama bagi
kaum perempuan. Betapa bahagianya seorang wanita bila ia mempunyai
hidung yang mancung, bulu mata yang lentik, kulit yang halus dan tubuh
yang mempesona. Apa lagi apa bila mendengar ada hadis yang
menerangkan bahwa “sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai hal-hal
yang indah”. Mungkin hadis inilah yang menjadi alasan atau dalil oleh
orang-orang yang melakukan berbagai macam cara agar tubuhnya terlihat
mempesona. Dalam hal ini mungkin seperti operasi plastik dan
sebagainya.
2. RUMUSAN MASALAH
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi inseminasi dan bayi tabung
1. Definisi Inseminasi
5
2.2 Pandangan agama tentang inseminasi dan bayi tabung
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk
masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya secara
spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih
klasik sekalipun. Oleh karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut
Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang
lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan
hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah
yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah
inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan
pendekatan multidisipliner
oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin
ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-
benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan,
biologi, hukum, agama dan etika.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak
dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam
Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma
donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514
tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi
Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi
tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan
buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan
secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan bayi
tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak
bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr.
Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan
dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami
dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal
dari suami-isteri sendiri.
6
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi
tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila
dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba
palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar
rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri;
maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar
memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri
tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu
tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak
diperlakukan seperti keadaan darurat).
Alasan lain dibolehkannya Inseminasi buatan dengan sperma suami
sendiri, karena berhubung ada kelainan perangkat dalam diri si isteri
maupun suami atau karena si suami telah kehabisan spermanya yang telah
disumbangkan kepada Bank sperma ketika ia masih subur. Terlepas dari
itu semua, asal inseminasi itu dilakukan dengan sperma suami yang sah,
hal itu dibolehkan, sehingga anak yang lahir adalah anak yang sah dan
jelas ibu bapaknya. Jadi pada perisipnya dibolehkan inseminasi itu bila
keadaannya benar benar memaksa pasangan itu untuk melakukannya dan
bila tidak akan mengancam keutuhan rumah tangganya (terjadi
percerayan).
Inseminasi buatan dengan menggunakan sperma donor, para ulama
mengharamkannya, seperti pendapat Yusuf el-Qhardlawi katanya……
“Islam juga mengharamkan apa yang disebut pencangkokan sperma (bayi
tabung), apabila ternyata pencangkokan itu bukan dari sperma suami.
Selain itu juga berpengaruh negatif dan buruk terhadap kejiwaan orang-
orang bersangkutan, diantaranya:
1. Bagi suami yang sah, kehadiran anak itu akan mengganggu pikiranya.
Si suami akan merasa lemah dan kerdil, jika anak tersebut dapat tumbuh
dan berparas cantik, sebab dia tidak dapat membohongi dirinya sendiri,
bahwa anaknya itu bukan anaknya yang sebenarnnya.
7
1. Bagi isteri yang telah menimang seorang bayi mungil, pada umumnya
akan semakin mencintai suaminya, karena tidak telah memberinya anak
yang sangat dicintainya.
2. Tetapi anak tersebut adalah hasil Inseminasi buatan yang bukan
berasal dari suaminya. Jika nanti anak tumbuh subur, gagah dan berilian,
tentu si isteri ingin mengetahui laki-laki hebat yang telah memberinya
anak, untuk menyatakan terima kasih dengan caranya sendiri atau untuk
hal-hal lain yang mungkin akan menggiringnya ke arah perzinahan.
3. Bagi si anak, secara naluriyah lambat laun akan merasakan ada
ketidak beresan pada dirinya, jika ia telah mengetahuinya, maka ia akan
mengalami kegoncangan jiwa yang lebih hebat dari yang dialami anak
pungut.
Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan
donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan
zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan
nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya.
Dalil-dalil syar’i yang dapat menjadi landasan hukum untuk
mengharamkan inseminasi butan dengan donor, ialah sebagai berikut :
10
operasi plastik kepada anaknya agar terlihat cantik.
Selain operasi untuk kecantikan dalam dunia kesehatan juga
dikenal operasi untuk memperbaiki anggota tubuh yang mengalami cacat,
seperti bibir sumbing, luka bakar, luka akibat kecelakaan, dan lain-lain.
Operasi semacam ini dapat diartikan sebagai operasi untuk
menyembuhkan dan bukan opersai untuk mempercantik diri. Sebagai
contoh adalah operasi bibir sumbing yang dilakukan oleh Jalinan Kasih
yang bekerja sama dengan Smile Train untuk menyelenggarakan kegiatan
dengan tema "Senyum Indonesia" berupa operasi gratis sumbing bibir dan
sumbing langit-langit bagi masyarakat tidak mampu.
Artinya: “Hukum dasar segala yang ada itu dibolehkan sampai ada dalil
yang menunjukan keharaman.”
11
Islam membolehkan berhias atau mempercantik diri selama tidak
berlebih- lebihan, sampai menjerumus kepada sikap mengubah ciptaan
Allah Swt. Sebab mengubah ciptaan Allah dipandang sebagai salah satu
ajakan setan.7 Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an Surah an-Nisa
ayat 119 Allah Swt berfirman,
Artinya: “...Akan aku suruh mereka (merubah ciptaan Allah), lalu benar-
benar mereka merubahnya. Barang siapa yang menjadikan setan
sebagai pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita
kerugian yang nyata."
12
Artinya : “Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-Ku dalam keadaan
lurus (fitrah) semuanya, kemudian setan mendatangi dan
menggoda mereka sehingga tenggelam dalam kesesatan dan jauh
dari agamanya, dan setan membuat mereka mengharamkan yang
aku halalkan dan memerintahkan mereka untuk menyekutukan-
Ku yang tidak pernah Aku perintahkan, dan setan memerintah
mereka untuk merubah ciptaan-Ku”. (H.R. Muslim)
Hadis di atas adalah sebuah peringatan bagi kita semua agar tidak
merubah ciptaan Allah dan mengharamkan hal-hal yang Allah halalkan,
juga sebaliknya agar kita tidak menghalalkan hal-hal yang Allah haramkan.
Melakukan operasi untuk tujuan mempercantik diri adalah sebuah contoh
menghalalkan apa yang telah Allah haramkan. Sebab, itu termasuk dalam
hal yang melampaui batas. Padahal Allah Swt sangat membenci orang-
orang yang melampaui batas, sebagaimana firman-Nya dalam surah al-
Maidah ayat 87,
Dari ayat dan beberapa hadis di atas telah jelaslah bahwa hukum
bagi seorang yang melakukan operasi plastik dengan tujuan mempercantik
diri adalah haram.
2. Operasi plastik untuk pengobatan
Artinya: Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw bersabda: “Tidaklah Allah
menurunkan penyakit melainkan menurunkan obat penyembuh
untuknya.(H.R, Bukhari)
14
Artinya: “....Wahai hamba-hamba Allah berobatlah kalian, karena
sesungguhnya
Dari dua hadis di atas dapat dipahami bahwa segala penyakit yang
ada di dunia ini pasti ada obatnya. Timbul sebuah pertanyaan “Jika
seseorang mengalami luka bakar sehingga menyebabkan wajahnya rusak
dan tidak ada jalan lain untuk mengembalikan wajahnya seperti semula,
bolehkah seseorang melakukan operasi plastik dengan bertujuan untuk
mengembailkan bentuk wajahnya seperti semula?
Menurut yusuf al-Qardhawi Islam membolehkan operasi terhadap
bagian tubuh yang mengalami gangguan fungsional, baik karena bawaan
lahir, maupun akibat kecelakaan. Sedangkan operasi plastik pada bagian
tubuh yang tidak mengalami gangguan fungsional, hanya bentuknya
kurang sempurna atau ingin diperindah, seperti hidung yang pesek
kemudian dioperasi sehingga menjadi mancung, hukumnya haram.14
Penulis sangat setuju dengan pendapat al-Qardhawi yang membolehkan
seorang melakukan operasi karena mengalami gangguan fungsional, baik
karena bawaan lahir, maupun akibat kecelakaan. Berdasarkan sebuah
kaidah fikih,
Sebuah cacat, baik cacat bawaan lahir maupun cacat akaibat terjadi
kecelakkan seperti luka bakar merupakan sebuah kemudaratan. Sebab
apabila ia tetap dalam keadaannya, dikhawatirkan ia akan mengeluh dan
merasa tidak nyaman.
15
(hifdzh al-din), memelihara jiwa (hifzh al-nafs), memelihara akal (hifzh
al-‘aql), memelihara keturunan (hifzh al-nasl), dan memelihara harta (hifzh
al-maal).
Bahkan menurut penulis, apabila ia mempunyai kemauan dan
kesanggupan untuk melakukan operasi agar anggota tubuhnya tersebut
dapat kembali sebagaimana mestinya maka hukumnya adalah wajib.
Wajibnya itu sama halnya dengan kewajiban seseorang untuk melakukan
pernikahan apabila ia mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk melakukan pernikahan dan dikhawatirkan
apabila tidak dilaksanakan pernikahan tersebut akan tergelincir pada
perbuatan zina.16 Hal ini berdasarkan sebuah kaidah fikih,
Orang yang mengalami cacat, baik bawaan sejak lahir atau cacat
akibat kecelekaan adalah sebuah kemudaratan. Kemudaratan tersebut tidak
dapat dihilangkan kecuali dengan jalan melakukan operasi. Oleh sebab itu
operasi plastik dengan tujuan mengembailikan wajah sebagaimana asalnya
hukumnya boleh sebagaimana kaidah fikih di atas yang menjelaskan
bahwa sebuah kemudaratan harus dihilangkan. Dapat penulis tarik
kesimpulan bahwa seorang yang mengalami cacat seperti bibir sumbing,
luka bakar dan luka akibat kecelakaan merupakan sebuah cobaan yang
Allah berikan kepadanya. Sehingga apa bila ia berkeinginan melakukan
opesai plastik dengan tujukan untuk memperbaiki anggota tubuh yang
cacat tersebut maka dibolehkan, sebab operasi yang demikian dapat
diartikan dengan obat. Bahkan apabila ia mempunyai kemauan dan
kemampuan, disamping dikhawatirkan akan
BAB III
16
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Inseminasi adalah suatu penghamilan buatan yang dilakukan terhadap
seorang wanita tanpa melalui cara yang alami, melainkan dengan cara
memasukan sperma laki-laki ke dalam rahim wanita tersebut dengan
pertolongan dokter, istilah lainnya kawin suntik/permanian buatan
Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri
sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita lain (ibu titipan)
diperbolehkan islam dengan alasan jika keadaan kondisi suami istri yang
bersangkutan benar-benar memerlukannya dan status anaknya hasil
inseminasi macam ini sah menurut islam
Inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor seperti donor
mani dari orang lain tanpa ada ikatan yang sah maka diharamkan (dilarang
keras) oleh agama islam, bahkan hukumnya sama dengan zina dan anak yang
lahir dari hasil inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir
diluar perkawinan yang sah.
Dalam Islam hukum melakukan operasi dapat dilihat dari segi maksud
dan tujuannya. Apabila operasi yang dimaksudkan bertujuan agar terlihat
cantik ataupun tanpan, maka operasi tersebut dapat dikatakan haram, sebab
hal tersebut termasuk mempercantik diri dengan berlebihan sampai mengubah
apa yang telah Allah ciptakan. Operasi plastik dapat dibenarkan dalam Islam
apabila operasi tersebut bertujuan untuk memperbaiki fungsi salah satu
anggota tubuh atau mengobati seseorang yang mengalami luka bakar agar
bagian tubuh tersebut dapat kembali sebagaimana mestinya.
3.2 SARAN
Dalam setiap melakukan tindakan apapun hendaknya memikirkan
dahulu sebab dan akibatnya agar tidak salah langkah, seperti pada inseminasi,
bayi tabung dan operasi plastik harus benar dilihat dari bagaimana dari aspek
agama dan hukumnya.
DAFTAR PUSTAKA
17
Ali, Muhammad Daud. Kedudukan Islam dalam Sistem Hukum Islam .
Jakarta :Yayasan. 1984.
Hasan, Ali, Masail fiqhiyah al-haditsah, PT RajaGrapindo, Jakarta.
Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, Kalam Mulya, Jakarta 2003
Setawan, Budi Utomo,, Fiqih aktual.Jakarta :Gema insane. 2003.
http://makalahtarbiyah7s.blogspot.com/
http://www.abdulhelim.com/2012/06/anak-hasil-inseminasi-bayi-tabung-
dalam.html #ixzz2mh1yRPTR
Http://klikbrc.klikbrc.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=100:op erasi-plastik-
bolehkah&catid=19:artikel-kesehatan
Http://Health.Liputan6.Com/Read/641740/Orang-Korea-Ingin-Punya-Wajah-
Sama- Dengan-Operasi-Plastik
18