Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-
Nya sehingga Saya bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “BAYI TABUNG” tepat
waktu. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas UAS IKD 1.
Terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang tiada henti-
hentinya memberikan suport, dukungan dan telah membantu memberikan arahan demi
terselesaikannya pembuatan makalah ini. Diharapkan dengan adannya makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang BAYI TABUNG dan Konsep bayi tabung menurut
pandangan Hukum, medis maupun Moral (Etika).
Dalam penyusunan makalah ini, Saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan Saya. Namun sebagai manusia biasa Saya tidak luput dari kesalahan dan
kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian
Saya berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat
sederhana.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya. Saya mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat
membangun.

Penulis, 24 Januari 2015


DAFTAR ISI

Kata pengantar .............................................................................................................


Daftar isi .......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI


2.1 Pengertian Inseminasi Buatan .........................................................................
2.2 Kelemahan dan Keunggulan Inseminasi Buatan .............................................
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi di Adakan Bayi Tabung .........................
2.4 Lagal Etik dan Undang-undang Bayi Tabung ...............................................

BAB III PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Bayi Tabung ..................................................................................
3.2 Manfaat dan Akibat Bayi Tabung ...................................................................
3.3 Macam-macam Proses Bayi Tabung ...............................................................
3.4 Pandangan Bayi Tabung dari berbagai aspek
3.4.1 Aspek Medis .............................................................................................
3.4.2 Aspek Legal ..............................................................................................
3.4.3 Aspek Etik ................................................................................................
3.4.4 Aspek HAM .............................................................................................
3.5 Bayi Tabung dari berbagai Sudut Pandang
3.5.1 Sudut Pandang Etik ..................................................................................
3.5.2 Sudut Pandang Sosial ................................................................................
3.5.3 Sudut Pandang Hukum .............................................................................
3.5.4 Sudut Pandang Agama ..............................................................................
3.6 Undang-undang Mengenai Bayi Tabung ........................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran .................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sekarang ini sudah muncul berbagai kecanggihan yang dapat di gunakan untuk
mengatasi kendala-kendala kehidupan. Salah satunya adalah kesulitan mempunyai anak
dengan berbagai faktor. Tetapi terkadang kecanggihan teknologi mempengaruhi etika-etika
terhadap islam. Kemungkinan kehamilan dipengaruhi oleh usia anda dan kadar FSH basal.
Secara umum, makin muda usia makin baik hasilnya. Kemungkinan terjadinya kehamilan
juga tergantung pada jumlah embrio yang dipindahkan. Walaupun makin banyak jumlah
embrio yang dipindahkan akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan, tapi
kemungkinan terjadinya kehamilan multipel dengan masalah yang berhubungan dengan
kelahiran prematur juga lebih besar. Pengertian mandul bagi wanita ialah tidak mampu hamil
karena indung telur mengalami kerusakan sehingga tidak mampu memproduksi sel telur.
Sementara, arti mandul bagi pria ialah tidak mampu menghasilkan kehamilan karena buah
pelir tidak dapat memproduksi sel spermatozoa sama sekali.
Baik pria maupun wanita yang mandul tetap mempunyai fungsi seksual yang normal.
Tetapi sebagian orang yang mengetahui dirinya mandul kemudian mengalami gangguan
fungsi seksual sebagai akibat hambatan psikis karena menyadari kekurangan yang dialaminya.
Tetapi istilah mandul seringkali digunakan untuk menyebut pasangan suami istri yang belum
mempunyai anak walaupun telah lama menikah. Padahal pasangan suami istri yang belum
mempunyai anak setelah lama menikah tidak selalu mengalami kemandulan. Yang lebih
banyak terjadi adalah pasangan yang infertil atau pasangan yang tidak subur.Tulisan tentang
bayi tabung ini dimaksudkan agr masyarakat terutama dari kalangan agama memberikan
tanggapan dan masukan tentang proyek/tim pengembangan Bayi tabung Indonesia yang mulai
terbuka untuk peminat bayi tabung.Sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan modern
dan teknologi kedokteran dan biologi yang canggih,maka teknologi bayi tabung juga maju
dengan pesat,sehingga kalau teknologi bayi tabung ini ditanagani oleh orang-orang yang
kurang beriman dan bertaqwa, dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia, bisa
merusak nilai-nilai agama, moral, dan budaya bangsa.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah:


1. Apa pengertian dari bayi tabung?
2. Apa manfaat dan akibat dari bayi tabung?
3. Apa macam-macam proses bayi tabung?
4. Bagaimana pandangan bayi tabung dari aspek medis, legal, etik dan HAM?
5. Bagaimana program bayi tabung dari sudut pandang etik, sosial, hukum dan agama?
6. Bagaimana undang-undang mengenai bayi tabung?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan umum dari pembahasan di atas :


Untuk menjawab semua permasalahan yang ada pada rumusan masalah.
b. Tujuan khusus dari pembahasan ini adalah:
1. Agar bisa memahami dan mengerti apa itu bayi tabung atau inseminasi secara rinci.
2. Mengetahui manfaat dan akibat dari bayi tabung.
3. Kita bisa mengetahui macam-macam proses bayi tabung.
4. Dapat mengerti bagaimana bayi tabung itu dari aspek medis, legal, etik dan HAM.
5. Mampu memahami bayi tabung itu dari sudut pandang etik, sosial, hukum dan agama.
6. Menolong pasangan suami istri yang tidak mingkin memiliki keturunan secara alami.

1.4 Manfaat

1. Supaya kita paham dan mengerti apa itu bayi tabung atau inseminasi buatan.
2. Supaya membantu pasangan suami-istri yang sudah lama menikah dan belum dikaruniai
anak jika salah satu atau keduanya ada masalah pada alat reproduksinya.
3. Mempermudah malakukan pembuahan pada suami istri yang sulit memiliki anak.
4. Memberikan keturunan yang merupakan genetik dari suami istri terebut.
5. Upaya terakhir antara suami istri untuk mendapat keturunan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Inseminasi Buatan

Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan
atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Kata inseminasi itu sendiri,
dimaksudkan oleh dokter arab, dengan istilah dari fi’il (kata kerja) menjadi yang berarti
mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara
lain :
a. Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri
kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke
rahim istri.
b. Gamet intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,
dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur (tuba
palupi). Teknik kedua ini lebih alamiah daripada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa
membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani melalui hubungan
seksual.
c. Bayi tabung adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi diluar
tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan
ketika metode lain tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi
secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma
dalam sebuah medium.
Dalam bahasa arab bayi tabung disebut dengan istilah yang artinya jabang bayi, yaitu
sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan
(cawan) yang sdauh siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur
dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran
tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh
tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim
wanita yang mengikuti program bayi tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam
bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung
merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada
saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh
indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel
sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam bayi tabung proses ini terjadi
dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke
rahim wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.
Dari segi tehnik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan, tingkat
keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal, maka pasangan suami istri
(pasutri) yang diterima untuk program ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang sangat jelas.
3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu membiayai prosedur bayi tabung ini.

2.2 Kelemahan dan Keunggulan Inseminasi Buatan

Adapun kelemahan dari inseminasi buatan ini adalah sebagai berikut :


1. Dalam pembuahan normal, antara 50.000-100.000 sel sperma, berlomba membuahi 1 sel
telur. Dalam pembuahan normal, berlaku teori seleksi alamiah dari Charles Darwin,
dimana sel yang paling kuat dan sehat adalah yang menang. Sementara dalam inseminasi
buatan, sel sperma pemenang dipilih oleh dokter atau petugas labolatorium. Jadi bukan
dengan sistem seleksi alamiah. Di bawah mikroskop, para petugas labolatorium dapat
memisahkan mana sel sperma yang kelihatannya sehat dan tidak sehat. Akan tetapi,
kerusakan genetika umumnya tidak kelihatan dari luar. Dengan cara itu, resiko kerusakan
sel sperma yang secara genetik tidak sehat, menjadi cukup besar.
2. Belakangan ini, selain faktor sel sperma yang secara genetik tidak sehat, para ahli juga
menduga prosedur inseminasi memainkan peranan yang menentukan. Kesalahan pada saat
injeksi sperma, merupakan salah satu faktor kerusakan genetika. Secara alamiah, sperma
yang sudah dilengkapi enzim bernama akrosom berfungsi sebagai pengebor lapisan
pelindung sel telur. Dalam proses pembuahan secara alamiah, hanya kepala dan ekor
sperma yang masuk ke dalam inti sel telur. Sementara dalam proses inseminasi buatan,
dengan injeksi sperma, enzim akrosom yang ada di bagian kepala sperma juga ikut masuk
ke dalam sel telur. Selama enzim akrosom belum terurai, maka pembuahan
akan terhambat. Selain itu prosedur injeksi sperma memiliko resiko melukai bagian
dalam sel telur, yang berfungsi pada pembelahan sel dan pembagian kromosom.
3. Keberhasilan masih belum mencapai 100 %, Di Rumah Sakit Harapan Kita, tingkat
keberhasilannya 50 %, sedangkan di RSCM sebesar 30-40 %.
4. Memerlukan waktu yang cukup lama
5. Biaya mahal, berkisar antara 34-60 juta
6. Tidak bisa sekali melakukan proses langsung jadi, tetapi besar kemungkinan untuk di
lakukan pengulangan, Adapun keuntungan dan kerugiannya adalah Memberikan peluang
kehamilan kepada pasangan suami istri yang sebelumnya mengalami infertilitas.
Ada beberapa Faktor- faktor yang sering menyebabkan kegagalan Bayi Tabung yaitu:
1. Sel Telur yang tumbuh tidak ada atau tidak mencukupi.
2. Tidak terjadi pembuahan
3. Embrio tidak menempel dinding rahim
4. Keguguran.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bayi Tabung di Adakan

Banyak faktor yang menjadi penyebab infertilitas sehingga pasangan suami istri tidak
mempunyai anak, antara lain:
1. Faktor hubungan seksual, yaitu frekuensi yang tidak teratur (mungkin terlalu sering atau
terlalu jarang), gangguan fungsi seksual pria yaitu disfungsi ereksi, ejakulasii dini yang
berat, ejakulasi terlambat, ejakulasi retrograde (ejakulasi ke arah kantung kencing) dan
gangguan fungsi seksual wanita yaitu dispareunia (sakit saat hubungan seksual) dan
vaginismua.
2. Faktor infeksi, berupa infeksi pada sistem seksual dan reproduksi pria maupun wanita,
misalnya infeksi pada buah pelir dan infeksi pada rahim.
3. Faktor hormon, berupa gangguan fungsi hormon pada pria maupun wanita sehingga
pembentukan sel spermatozoa dan sel telur terganggu.
4. Faktor fisik, berupa benturan atau temperatur atau tekanan pada buah pelir sehingga
proses produksi spermatozoa terganggu.
5. Faktor psikis, misalnya stress yang berat sehingga mengganggu pembentukan
spermatozoa dan sel telur.
Untuk menghindari terjadinya gangguan kesuburan pada pria maupun wanita, maka faktor-
faktor penyebab tersebut harus dihindari. Tetapi kalau gangguan kesuburan telah terjadi,
diperlukan pemeriksaan yang baik sebelum dapat ditentukan langkah pengobatanya.
2.4 Legal Etik dan Undang-undang Bayi Tabung

Jika salah satu benihnya berasal dari donor Jika Suami mandul dan Istrinya subur,
maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan
tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan
setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan
memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya
sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes
DNA. Dasar hukum pasal 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak
yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hokum pasal
42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUHPer Permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan
bahan inseminasi berasal dari orang lain atau orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat
ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-
undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer
embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah
yang dilarang.
Bayi tabung (IVF) merupakan satu alternatif yang merupakan pilihan terakhir bagi
pasangan suami istri yang belum mendapatkan kehamilan dan ingin memperoleh keturunan.
Mengingat hal ini merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk Tuhan seutuhnya,
pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah program bayi tabung (IVF) melalui
system perundangan.
Adapun undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang tentang bayi
tabung terdapat dalam:
Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
“Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu
suami istri mendapat keturunan”.
Ayat 2
“Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri darimana ovum itu berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3. Pada sarana kesehatan tertentu”
Ayat 3
“Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan P.P”
BAB III
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bayi Tabung

Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di
dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang
mengalami kesulitan dibidang ”pembuahan“ sel telur wanita oleh sel sperma pria. Bayi tabung
merupakan bayi hasil konsepsinya (dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang
dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium. Tabung
tersebut dikondisikan sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan tempat pembuahannya
yang asli yaitu rahim ibu atau wanita, temperatur dan situasinya persis sama dengan
aslinya.
Tidak semua pasangan usia subur (PUS), memiliki reproduksi yang sehat dalam
pengertian memiliki kesuburan yang siap dibuahi atau membuahi. Untuk mengatasi hal
tersebut sebagian besar PUS memilih untuk mendapatkan anak melalui konsepsi buatan.
Berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia yaitu dengan memperhatikan dari berbagai
sudut pandang etik, sosial, hukum, dan agama.
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran sering dikenal dengan istilah
fertilisasi-in-vintro yang merupakan pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung
petri yang dilakukan oleh petugas medis. Bayi tabung merupakan suatu teknologi reproduksi
berupa teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Prosesnya terdiri dari
mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan
pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Awal berkembangnya teknik ini
bermula dari ditemukannyateknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila
dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321
derajat fahrenheit. Pada mulanya program ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri
yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya
mengalami kerusakan permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana
kemudian program ini diterapkan pada yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang
menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
2.2 Manfaat dan Akibat Bayi Tabung

Maslahahnya dari bayi tabung adalah bisa membantu pasangan suami istri yang
keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri
menghalangi bertemunya sel sperma dan sel telur. Misalnya karena tuba falopii terlalu sempit
atau ejakulasinya terlalu lemah. Namun akibat (mafsadah) dari bayi tabung adalah:
1. Percampuran Nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian / kehormatan kelamin dan
kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan haram
dikawini) dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina karena terjadi percampuran
sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik didalam rumah
tangga terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik
yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan
bapak ibunya.
5. Anak hasil inseminasi buatan atau bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung
dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada
umumnya diketahui asal dan nasabnya.
6. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada bayi tabung lewat
ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada pasangan suami istri yang punya
benihnya,sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan anatara anak dengan
ibunya secara alami
Surat Al-Lugman ayat 14
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut
hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. UU
Perkawinan pasal 42 No.1/1974: ”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung
dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Tetapi inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor tidak di izinkan karena tidak sesuai
dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.
Asumsi Menteri Kesehatan bahwa masyarakat Indonesia termasuk kalangan agama
nantinya bias menerima bayi tabung seperti halnya KB. Namun harus diingat bahwa kalangan
agama bias menerima KB karena pemerintah tidak memaksakan alat/cara KB yang
bertentangan dengan agama. Contohnya: Sterilisasi, Abortus. Oleh karena itu pemerintah
diharapkan mengizinkan praktek bayi tabung yang tidak bertentangan dengan agama.

2.3 Macam-macam Proses Bayi Tabung

a. Pembuahan Dipisahkan dari Hubungan Suami-Isteri.


Teknik bayi tabung memisahkan persetubuhan suami-istri dari pembuahan bakal
anak. Dengan teknik tersebut, pembuahan dapat dilakukan tanpa persetubuhan. Keterarahan
perkawinan kepada kelahiran baru sebagaimana diajarkan oleh Gereja tidak berlaku lagi.
Dengan demikian teknik kedokteran telah mengatur dan menguasai hukum alam yang
terdapat dalam tubuh manusia pria dan wanita. Dengan pemisahan antara persetubuhan dan
pembuahan ini, maka bisa muncul banyak kemungkinan lain yang menjadi akibat dari
kemajuan ilmu kedokteran di bidang pro-kreasi manusia.
b. Wanita Sewaan untuk Mengandung Anak.
Ada kemungkinan bahwa benih dari suami-istri tidak bisa dipindahkan ke dalam
rahim sang istri, oleh karena ada gangguan kesehatan atau alas an-alasan lain. Dalam kasus
ini, maka diperlukan seorang wanita lain yang disewa untuk mengandung anak bagi
pasangan tadi. Dalam perjanjian sewa rahim ini ditentukan banyak persyaratan untuk
melindungi kepentingan semua pihak yang terkait. Wanita yang rahimnya disewa biasanya
meminta imbalan uang yang sangat besar. Suami-istri bisa memilih wanita sewaan yang
masih muda, sehat dan punya kebiasaan hidup yang sehat dan baik. praktik seperti ini
biasanya belum ada ketentuan hukumnya, sehingga kalau muncul kasus bahwa wanita
sewaan ingin mempertahankan bayi itu dan menolak uang pembayaran, maka pastilah sulit
dipecahkan.
c. Sel Telur atau Sperma dari Seorang Donor.
Masalah ini dihadapi kalau salah satu dari suami atau istri mandul, dalam arti bahwa
sel telur istri atau sperma suami tidak mengandung benih untuk pembuahan. Itu berarti
bahwa benih yang mandul itu harus dicarikan penggantinya melalui seorang donor.
Masalah ini akan menjadi lebih sulit karena sudah masuk unsur baru, yaitu benih
dari orang lain. Pertama, apakah pembuahan yang dilakukan antara sel telur istri dan sel
sperma dari orang lain sebagai pendonor itu perlu diketahui atau disembunyikan
identitasnya. Kalau wanita tahu orangnya, mungkin ada bahaya untuk mencari hubungan
pribadi dengan orang itu. Ketiga, apakah pria pendonor itu perlu tahu kepada siapa
benihnya telah didonorkan. Masih banyak masalah lain lagi yang bisa muncul.
d. Munculnya Bank Sperma
Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank-bank sperma.
Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank-bank tersebut. Bahkan
orang bisa menjualbelikan benih-benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya
karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-
lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank
sperma malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah-olah benih manusia itu
suatu benda ekonomis.
Tahun 1980 di Amerika sudah ada 9 bank sperma non-komersial. Sementara itu
bank-bank sperma yang komersil bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan
pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia
lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan
rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada penguasa atau
siapapun.
e. Masalah orang tua anak hasil bayi tabung atau legalitas bayi tabung
Bayi yang benihnya barasal dari pasangan suami istri namun dikandung dan
dilahirkanoleh wanita sewaan dapat menimbulkan persoalan siapakah orang tua dari bayi
itu. Bisa dikatakan bahwa bayi orang tua itu adalah pasangan yang memiliki benih tadi.
Tetapi wanita sewaan juga telah menyumbangkan darah dan dagingnya selama
mangandung bayi tersebut. Sudah pernah terjadi bahwa seorang wanita sewaan tidak mau
mengembalikan bayi yang telahdikandung dan dilahirkannya. Orang tua bayi tersebut
menuntut dipengadilan, namun hukum yang dipakai untuk menyelasaikan masalah tersebut
belum dibuat.
Kalau benih diambil dari seorang donor, maka timbul persoalan juga tentang
siapakah orang tua bayi itu. Secara biologis orang tua adalah donor yang telah memberikan
benihnya, tetapi secara legal, orang tua anak itu adalah orang tua yang menerima dan
membesarkannya dalam keluarga. Mana yang disebut orang tua? Orang tua biologis atau
orang tua legal. Sebelum ada teknik bayi tabung maka orang tua biologis adalah orang tua
legal.

2.4 Pandangan Bayi Tabung Dari Aspek Medis, Legal, Etik Dan HAM

2.4.1 Aspek Medis


Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang
menyinggung masalah ini. Dalam Undang-Undang No. 23 /1992 tenang Kesehatan, pada
pasal 16 disebutkan, hasil pembuahan sperma dan sel telur di luar cara alami dari suami
atau istri yang bersangkutan harus ditanamkan dalam rahim istri dari mana sel telur itu
berasal. Hal ini menjawab pertanyaan tentang kemungkinan dilakukannya pendonoran
embrio. Jika mengacu pada UU No.23/1992 tentang Kesehatan, upaya pendonoran jelas
tidak mungkin.
2.4.2 Aspek Legal
Jika salah satu benihnya berasal dari donor Jika Suami mandul dan Istrinya subur,
maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan
tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan
setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan
memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah
atau tes DNA. Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak
yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum ps.
42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer Permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan
bahan inseminasi berasal dari orang lain atau orang yang sudah meninggal dunia, hingga
saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro
transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-
hal apakah yang dilarang
2.4.3 Aspek Etik(Moral)
Pada kasus yang sedang dibahas ini tampak sekali ketidaksesuaiannya dengan
budaya dan tradisi ketimuran kita. Sebagian agamawan menolak Fertilisasi invitro pada
manusia, sebab mereka berasumsii bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap
“karya Illahi”. Dalam artian, mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur
dalam hal penciptaan yang tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya
hal tersebut bersifat natural, bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui
hubungan sexsual antara suami-istri yang sah menurut agama.
2.4.4 Aspek HAM
Dalam HAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara.
Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak
reproduksi.
Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari
laki-laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut,
namun harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata,hukum pidana ,hukum
agama, hukum kesehatan serta etika(moral) ketimuran yang berlaku di Indonesia

2.5 Bayi Tabung Dari Sudut Pandang Etik, Sosial, Hukum Dan Agama

2.5.1 Dari Sudut Pandang Etik


Komisi Etik dari berbagai Negara memberi pandangan dan pegangan terhadap hak
reproduksi dan etika dalam rana reproduksi manusia dengan memperhatikan beberapa
asas yaitu:
1. Niat untuk berbuat baik.
2. Bukan untuk kejahatan.
3. Menghargai kebebasan individu untuk mengatasi takdir.
4. Tidak bertentangan dengan kaidah hukum yang berlaku.
Melakukan bayi tabung melalui sperma dari pasangan nikah yang sah. Karena hal
tersebut tidak melanggar etika, dan secara biologis anak yang nanti lahir dari hasil bayi
tabung merupakan anak kandung, yang secara phisikologis memiliki hubungan kasih
sayang timbal balik yang sempurna antara anak dan orang tua (ayah). Dari pada anak
yang dilahirkan dari sperma donor akan menimbulkan hubungan kasih sayang semu
antara anak dan orang tuanya.
2.5.2 Sudut Pandang Sosial
Posisi anak menjadi kurang jelas dalam tatanan masyarakat, terutama bila sperma
yang digunakan berasal dari bank sperma atau sel sperma yang digunakan berasal dari
pendonor, akibatnya status anak menjadi tidak jelas. Selain itu juga, di kemudian hari
mungkin saja terjadi perkawinan antar keluarga dekat tanpa di sengaja, misalnya antar
anak dengan bapak atau dengan ibu atau bisa saja antar saudara sehingga besar
kemungkinan akan lahir generasi cacat akibat inbreeding.
Kasus tersebut akan menimbulkan sikap tidak etis, karena sperma yang diperoleh
sama halnya dari sperma pendonor, sehingga akan menyebabkan persoalan dalam
masyarakat seperti status anak yang tidak jelas. Selain itu juga akan ada pandangan
negatif kepada wanita itu sendiri dari masyarakat sekitar, karena telah mempunyai anak
tanpa menikah dan belum bersuami.
Lain halnya dengan kasus seorang janda yang ditinggal mati suaminya, dan dia
ingin mempunyai anak dari sperma beku suaminya. Hal ini dianggap etis karena sperma
yang digunakan berasal dari suaminya sendiri sehingga tidak menimbulkan masalah
sosial, karena status anak yang dilahirkan merupakan anak kandung sendiri.
2.5.3 Sudut Pandang Hukum
1. Ketentuan program bayi tabung di Indonesia
Pelaksanaan bayi tabung tersebut diatur dalam Undang-Undang nomor 23
tahun 1992 tentang kesehatan dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomor 73
tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Buatan. Dalam
kedua peraturan tersebut pelaksanaan bayi tabung yang diperbolehkan hanya kepada
pasangan suami isteri yang sah, lalu menggunakan sel sperma dan sel telur dari
pasangan tersebut yang kemudian embrionya ditanam dalam rahim istri yang sah. Hal
ini dilakukan untuk menjamin status anak tersebut sebagai anak sah dari pasangan
suami isteri tersebut.
Penetapan seorang anak sebagai anak sah adalah berdasar pada pasal 42
Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Untuk membuktikan secara
hukum bahwa seorang anak adalah anak sah dari pasangan suami istri, yang
dibutuhkan adalah sebuah akta kelahiran dari anak tersebut.
Karena anak hasil bayi tabung merupakan anak sah, maka hak dan kewajiban
dari anak yang dilahirkan dengan menggunakan program bayi tabung sama dengan
anak yang tidak menggunakan program bayi tabung. Sehingga anak hasil bayi tabung
dalam hukum waris termasuk kedalam ahli waris golongan I yang diatur dalam pasal
852 KUH Perdata.
2. Pandangan hukum medis
UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya
kehamilan di luar cara alamiah hanya dpat dilakukan oleh pasangan suami istri yang
sah dengan ketentuan :
 Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanam
dalam rahim istri dari mana ovum itu berasal.
 Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
 Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
2.5.4 Sudut Pandang Agama
Sekelompok agamawan menolak teknologi reproduksi (inseminasi buatan) karena
mereka meyakini bahwa kegiatan tersebut sama artinya bertentangan dengan ajaran Tuhan
yang merupakan Sang Pencipta. Tuhan adalah kreator terbaik. Manusia dapat saja
melakukan campur tangan dalam pekerjaannya termasuk pada awal perkembangan embrio
untuk meningkatkan kesehatan atau untuk meningkatkan ruang terjadinya kehamilan,
namun perlu diingat Tuhan adalah Sang pemberi hidup.
Sedang menurut pandangan agama Islam. Lepas dari teknis pelaksanaan bayi
tabung, dapat disebutkan berbagai macam pelaksanaannya:
 Sperma dari suami, ovum dari donor, dan ditanam pada istri.
 Sperma dari donor, ovum dari istri, dan ditanam pada istri.
 Sperma dari suami, ovum dari istri, dan ditanam pada perempuan lain.
 Sperma dari oran lain, ovum dari orang lain, dan ditanam pada istri.
 Sperma dari suami, ovum dari istri, dan ditanam pada istri kedua.
 Sperma dari suami, ovum dari istri, dan ditanam pada istri.
Dari keenam macam cara ini, hanya bagian terakhirlah yang dibolehkan oleh
syari’at Islam, sedangkan yang lainnya tampak ada intervensi pihak ketiga, baik sebagai
donor sperma atau ovum, maupun sebagai penyedia rahim (yang mengandung dan
melahirkan).
Cara selain nomor terakhir, jelas menimbulkan kekacauan dalam masalah nashab,
dan sebagaimana sabda Nabi SAW hukumnya bila janin itu yang dititipkan pada wanita
lain yang bukan istrinya, maka haram hukumnya.
“ Tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan akhirat menyirami airnya ke
ladang orang lain” (HR. Ab Daud dari Ruwaifi’ ibnu tsabit Al- Anshori).

2.6 Undang-Undang Mengenai Bayi Tabung

Bayi tabung (IVF) merupakan satu alternatif yang merupakan pilihan terakhir bagi
pasangan suami istri yang belum mendapatkan kehamilan dan ingin memperoleh keturunan.
Mengingat hal ini merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk Tuhan seutuhnya,
pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah program bayi tabung (IVF) melalui
system perundangan.
Adapun undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang tentang bayi
tabung terdapat dalam:
1. Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
“Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu suami istri mendapat keturunan”.
Ayat 2
“Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum itu berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
3. Pada sarana kesehatan tertentu”
Ayat 3
“Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan P.P”
Jika benihnya berasal dari Suami Istri:
 Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer
embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara
biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari
pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya.
 Jika ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai
dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status
sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari,
maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan
keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
 Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara
yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang
mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam
hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-
nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan
perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah
secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)
Jika salah satu benihnya berasal dari donor:
 Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro transfer
embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan
Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah
dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si
Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA.
Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
 Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak
yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum
ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor:
 Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada
perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan
Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam
perkawinan yang sah.
 Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status
sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan
pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis
dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap
kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi in vitro transfer embrio ditemukan
beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan
yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya
mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai
inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal
dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi
fertilisasi in vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat
dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan,
dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Adapun bunyinya adalah sebagai berikut :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di
luar cara alami, tidak termasuk cloning.
2. Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang
akan dilakukan terhadap pasien.
3. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.
PERIZINAN
Pasal 2
“Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan setelah
mendapat izin dari Direktur Jenderal.”
Pasal 3
1. Pelenggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini
dapat dikenakan tindakan administratif.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan
samapai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi
buatan.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
“Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Anak dan Bersalin
Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo yang telah memberikan
pelayanan teknologi reproduksi buatan, berdasarkan peraturan ini dinyatakan diberi izin
penyelenggaraan pelayanan, penelitian dan pengembangan dengan ketentuan selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan
ketentuan peraturan ini.”
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
“Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Instruksi Kesehatan Nomor
3794/Menkes/VII/1990 tentang Program Pelayanan Bayi Tabung dinyatakan tidak
berlaku lagi.”
Pasal 13
1. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
2. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
3. Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di
Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang
menyatakan bahwa:
1. Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma dan
sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas, sehingga
sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan
infertilitas secara keseluruhan.
3. Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh
dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
a. Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
b. Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua
kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
c. Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum atau embrio.
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian
atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya
telah dirumuskan dengan sangat jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia lebih
dari 14 hari setelah fertilisasi.
8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in vitro
lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku).
9. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel
ovum, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau spermatozoa itu
berasal.
10. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies tersebut
diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia.
Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus diakhiri
pertumbuhannya pada tahap 2 sel.
Etika Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku tersebut di atas
terdapat penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik
Kedokteran III, April 2002. Pada Kloning dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak
kloning pada manusia, karena menurunkan harkat, derajat dan serta martabat manusia
sampai setingkat bakteri, menghimbau ilmuwan khususnya kedokteran, untuk tidak
mempromosikan kloning pada manusia, dan mendorong agar ilmuwan tetap menggunakan
teknologi kloning pada :
1. sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan misalnya untuk
pembuatan zat antigen monoklonal.
2. sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, ini untuk melihat
kemungkinan klonasi organ pada diri sendiri.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Bayi tabung adalah suatu teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar
tubuh wanita. Dari sudut pandang etik Komisi Etik dari berbagai Negara memberi pandangan
dan pegangan terhadap hak reproduksi dan etika dalam rana reproduksi manusia dengan
memperhatikan beberapa asas yaitu: niat untuk berbuat baik, bukan untuk kejahatan,
menghargai kebebasan individu untuk mengatasi takdir, tidak bertentangan dengan kaidah
hukum yang berlaku.
Dari kesimpulan Saya di atas Saya berpendapat bahwa kasus bayi tabung yang Saya
tangani Saya setuju, karena proses bayi tabung sesuai dengan ajaran agama (di izinkan oleh
agama) prosesnya harus dilakukan oleh sepasang suami istri yang sah. Dalam kasus ini Tn.
“L” dan Ny. “S” sudah 8 tahun manikah tetapi belum mampunyai keturunan dan ternyata ada
kelainan dari Ny. “S”, oleh karena itu pasangan suami istri itu memutuskan untuk melakukan
bayi tabung. Apa yang mereka lakukan untuk mempunyai keturunan itu adalah sah karena
mereka mengikuti prosedur dan tata aturan yang berlaku yang tidak akan ada halangan dari
hukum perdata ataupun yang lainnya.

4.2 Saran

Bayi tabung sebagai teknologi penghasil buah hati haruslah dilakukan sesuai dengan
aturan nilai dan norma yang berlaku. Dengan demikian akan mengurangi kontroversi yang
marak terjadi akibat bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum yang tidak sah secara
agama. Maka dengan begitu untuk menghasilkan buah hati melalui proses bayi tabung yang
tidak diragukan lagi baik teknologinya maupun nilai dan norma yang digunakan.
Untuk saran ataupun tanggapan Saya tentang kasus pasangan suami istri Tn. “L” dan
Ny. “S” adalah ikut mendukung dan memberi suport kapada pasanga suami istri tersebut
karena mereka berjuang keras dengan cara bayi tabung untuk mendapatkan keturunan. Saran
saya untuk kedua pasangan tersebut yaitu turut ikut mengawal proses bayi tabung yang
mereka lakukan agar di suatu saat nanti jika anak yang dititipkam kerahim Ny. “N” itu lahir
tidak ada polemik dan hukum perdata yang dipermasalahkan.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/28605655/Bayi-Tabung
www.google.com
http://bayi tabung.com

Anda mungkin juga menyukai