Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-
Nya sehingga Saya bisa menyelesaikan makalah ini yang berjudul “BAYI TABUNG” tepat
waktu. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas UAS IKD 1.
Terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang tiada henti-
hentinya memberikan suport, dukungan dan telah membantu memberikan arahan demi
terselesaikannya pembuatan makalah ini. Diharapkan dengan adannya makalah ini dapat
memberikan pengetahuan tentang BAYI TABUNG dan Konsep bayi tabung menurut
pandangan Hukum, medis maupun Moral (Etika).
Dalam penyusunan makalah ini, Saya telah berusaha semaksimal mungkin sesuai
dengan kemampuan Saya. Namun sebagai manusia biasa Saya tidak luput dari kesalahan dan
kekhilafan baik dari segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian
Saya berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah ini meskipun tersusun sangat
sederhana.
Demikian semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya. Saya mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak yang bersifat
membangun.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1. Supaya kita paham dan mengerti apa itu bayi tabung atau inseminasi buatan.
2. Supaya membantu pasangan suami-istri yang sudah lama menikah dan belum dikaruniai
anak jika salah satu atau keduanya ada masalah pada alat reproduksinya.
3. Mempermudah malakukan pembuahan pada suami istri yang sulit memiliki anak.
4. Memberikan keturunan yang merupakan genetik dari suami istri terebut.
5. Upaya terakhir antara suami istri untuk mendapat keturunan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Kata inseminasi berasal dari bahasa Inggris “insemination” yang artinya pembuahan
atau penghamilan secara teknologi, bukan secara alamiah. Kata inseminasi itu sendiri,
dimaksudkan oleh dokter arab, dengan istilah dari fi’il (kata kerja) menjadi yang berarti
mengawinkan atau mempertemukan (memadukan).
Ada beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan di dunia kedokteran, antara
lain :
a. Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri
kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer ke
rahim istri.
b. Gamet intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri,
dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam disaluran telur (tuba
palupi). Teknik kedua ini lebih alamiah daripada teknik pertama, sebab sperma hanya bisa
membuahi ovum di tuba palupi setelah terjadi ejakulasi (pancaran mani melalui hubungan
seksual.
c. Bayi tabung adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi diluar
tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan
ketika metode lain tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi
secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma
dalam sebuah medium.
Dalam bahasa arab bayi tabung disebut dengan istilah yang artinya jabang bayi, yaitu
sel telur yang telah dibuahi oleh sperma yang telah dibiakkan dalam tempat pembiakan
(cawan) yang sdauh siap untuk diletakkan ke dalam rahim seorang ibu.
Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur
dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran
tuba. Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh
tenaga medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim
wanita yang mengikuti program bayi tabung tersebut. Embrio ini juga dapat disimpan dalam
bentuk beku (cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan. Bayi tabung
merupakan pilihan untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada
saluran tubanya. Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh
indung telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel
sperma yang akan membuahi sel telur tersebut tersebut. Dalam bayi tabung proses ini terjadi
dalam tabung dan setelah terjadi pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke
rahim wanita tersebut dan akan terjadi kehamilan seperti kehamilan normal.
Dari segi tehnik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan, tingkat
keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal, maka pasangan suami istri
(pasutri) yang diterima untuk program ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang sangat jelas.
3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu membiayai prosedur bayi tabung ini.
Banyak faktor yang menjadi penyebab infertilitas sehingga pasangan suami istri tidak
mempunyai anak, antara lain:
1. Faktor hubungan seksual, yaitu frekuensi yang tidak teratur (mungkin terlalu sering atau
terlalu jarang), gangguan fungsi seksual pria yaitu disfungsi ereksi, ejakulasii dini yang
berat, ejakulasi terlambat, ejakulasi retrograde (ejakulasi ke arah kantung kencing) dan
gangguan fungsi seksual wanita yaitu dispareunia (sakit saat hubungan seksual) dan
vaginismua.
2. Faktor infeksi, berupa infeksi pada sistem seksual dan reproduksi pria maupun wanita,
misalnya infeksi pada buah pelir dan infeksi pada rahim.
3. Faktor hormon, berupa gangguan fungsi hormon pada pria maupun wanita sehingga
pembentukan sel spermatozoa dan sel telur terganggu.
4. Faktor fisik, berupa benturan atau temperatur atau tekanan pada buah pelir sehingga
proses produksi spermatozoa terganggu.
5. Faktor psikis, misalnya stress yang berat sehingga mengganggu pembentukan
spermatozoa dan sel telur.
Untuk menghindari terjadinya gangguan kesuburan pada pria maupun wanita, maka faktor-
faktor penyebab tersebut harus dihindari. Tetapi kalau gangguan kesuburan telah terjadi,
diperlukan pemeriksaan yang baik sebelum dapat ditentukan langkah pengobatanya.
2.4 Legal Etik dan Undang-undang Bayi Tabung
Jika salah satu benihnya berasal dari donor Jika Suami mandul dan Istrinya subur,
maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan pasangan
tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di dalam tabung petri dan
setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan
memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya
sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes
DNA. Dasar hukum pasal 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak
yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hokum pasal
42 UU No. 1/1974 dan pasal 250 KUHPer Permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan
bahan inseminasi berasal dari orang lain atau orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat
ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan perundang-
undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer
embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah
yang dilarang.
Bayi tabung (IVF) merupakan satu alternatif yang merupakan pilihan terakhir bagi
pasangan suami istri yang belum mendapatkan kehamilan dan ingin memperoleh keturunan.
Mengingat hal ini merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk Tuhan seutuhnya,
pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah program bayi tabung (IVF) melalui
system perundangan.
Adapun undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang tentang bayi
tabung terdapat dalam:
Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
“Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu
suami istri mendapat keturunan”.
Ayat 2
“Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri darimana ovum itu berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.
3. Pada sarana kesehatan tertentu”
Ayat 3
“Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan P.P”
BAB III
PEMBAHASAN
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di
dalam tabung, melainkan dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang
mengalami kesulitan dibidang ”pembuahan“ sel telur wanita oleh sel sperma pria. Bayi tabung
merupakan bayi hasil konsepsinya (dari pertemuan antara sel telur dan sperma) yang
dilakukan dalam sebuah tabung yang dipersiapkan sedemikian rupa di laboratorium. Tabung
tersebut dikondisikan sedemikian rupa sehingga menyerupai dengan tempat pembuahannya
yang asli yaitu rahim ibu atau wanita, temperatur dan situasinya persis sama dengan
aslinya.
Tidak semua pasangan usia subur (PUS), memiliki reproduksi yang sehat dalam
pengertian memiliki kesuburan yang siap dibuahi atau membuahi. Untuk mengatasi hal
tersebut sebagian besar PUS memilih untuk mendapatkan anak melalui konsepsi buatan.
Berdasarkan aturan yang berlaku di Indonesia yaitu dengan memperhatikan dari berbagai
sudut pandang etik, sosial, hukum, dan agama.
Pelayanan terhadap bayi tabung dalam dunia kedokteran sering dikenal dengan istilah
fertilisasi-in-vintro yang merupakan pembuahan sel telur oleh sel sperma di dalam tabung
petri yang dilakukan oleh petugas medis. Bayi tabung merupakan suatu teknologi reproduksi
berupa teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh wanita. Prosesnya terdiri dari
mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan
pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair. Awal berkembangnya teknik ini
bermula dari ditemukannyateknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila
dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321
derajat fahrenheit. Pada mulanya program ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri
yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopi istrinya
mengalami kerusakan permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana
kemudian program ini diterapkan pada yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang
menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan.
2.2 Manfaat dan Akibat Bayi Tabung
Maslahahnya dari bayi tabung adalah bisa membantu pasangan suami istri yang
keduanya atau salah satunya mandul atau ada hambatan alami pada suami atau istri
menghalangi bertemunya sel sperma dan sel telur. Misalnya karena tuba falopii terlalu sempit
atau ejakulasinya terlalu lemah. Namun akibat (mafsadah) dari bayi tabung adalah:
1. Percampuran Nasab, padahal Islam sangat menjaga kesucian / kehormatan kelamin dan
kemurnian nasab, karena ada kaitannya dengan kemahraman (siapa yang halal dan haram
dikawini) dan kewarisan.
2. Bertentangan dengan sunnatullah atau hukum alam.
3. Inseminasi pada hakikatnya sama dengan prostitusi/zina karena terjadi percampuran
sperma dengan ovum tanpa perkawinan yang sah.
4. Kehadiran anak hasil inseminasi buatan bisa menjadi sumber konflik didalam rumah
tangga terutama bayi tabung dengan bantuan donor merupakan anak yang sangat unik
yang bisa berbeda sekali bentuk dan sifat-sifat fisik dan karakter/mental si anak dengan
bapak ibunya.
5. Anak hasil inseminasi buatan atau bayi tabung yang percampuran nasabnya terselubung
dan sangat dirahasiakan donornya adalah lebih jelek daripada anak adopsi yang pada
umumnya diketahui asal dan nasabnya.
6. Bayi tabung lahir tanpa proses kasih sayang yang alami terutama pada bayi tabung lewat
ibu titipan yang harus menyerahkan bayinya pada pasangan suami istri yang punya
benihnya,sesuai dengan kontrak, tidak terjalin hubungan keibuan anatara anak dengan
ibunya secara alami
Surat Al-Lugman ayat 14
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut
hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi. UU
Perkawinan pasal 42 No.1/1974: ”Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau
sebagai akibat perkawinan yang sah” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung
dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Tetapi inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor tidak di izinkan karena tidak sesuai
dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.
Asumsi Menteri Kesehatan bahwa masyarakat Indonesia termasuk kalangan agama
nantinya bias menerima bayi tabung seperti halnya KB. Namun harus diingat bahwa kalangan
agama bias menerima KB karena pemerintah tidak memaksakan alat/cara KB yang
bertentangan dengan agama. Contohnya: Sterilisasi, Abortus. Oleh karena itu pemerintah
diharapkan mengizinkan praktek bayi tabung yang tidak bertentangan dengan agama.
2.4 Pandangan Bayi Tabung Dari Aspek Medis, Legal, Etik Dan HAM
2.5 Bayi Tabung Dari Sudut Pandang Etik, Sosial, Hukum Dan Agama
Bayi tabung (IVF) merupakan satu alternatif yang merupakan pilihan terakhir bagi
pasangan suami istri yang belum mendapatkan kehamilan dan ingin memperoleh keturunan.
Mengingat hal ini merupakan kebutuhan manusia sebagai makhluk Tuhan seutuhnya,
pemerintah memandang perlu untuk mengatur masalah program bayi tabung (IVF) melalui
system perundangan.
Adapun undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang tentang bayi
tabung terdapat dalam:
1. Pasal 16 UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan yang berbunyi:
Ayat 1
“Kehamilan di luar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk
membantu suami istri mendapat keturunan”.
Ayat 2
“Upaya kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat
dilaksanakan oleh pasangan suami istri yang sah, dengan ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum itu berasal.
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu.
3. Pada sarana kesehatan tertentu”
Ayat 3
“Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan diluar cara alami
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditentukan dengan P.P”
Jika benihnya berasal dari Suami Istri:
Jika benihnya berasal dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer
embrio dan diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara
biologis ataupun yuridis mempunyai status sebagai anak sah (keturunan genetik) dari
pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya.
Jika ketika embrio diimplantasikan kedalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai
dari suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status
sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari,
maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan
keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara
yuridis status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang
mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam
hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak sah-
nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan
perjanjian antara kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah
secara perdata barat, sesuai dengan ps. 1320 dan 1338 KUHPer.)
Jika salah satu benihnya berasal dari donor:
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi in vitro transfer
embrio dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan
Sperma dari donor di dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah
dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si
Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA.
Dasar hukum ps. 250 KUHPer.
Jika embrio diimplantasikan kedalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak
yang dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum
ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer.
Jika semua benihnya dari donor:
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada
perkawinan, tapi embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat
dalam perkawinan maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan
Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam
perkawinan yang sah.
Jika diimplantasikan kedalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status
sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan
pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis
dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap
kemungkinan yang terjadi dalam program fertilisasi in vitro transfer embrio ditemukan
beberapa kaidah hukum yang sudah tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan
yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya
mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai
inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal
dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk
peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi
fertilisasi in vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat
dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan,
dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Adapun bunyinya adalah sebagai berikut :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di
luar cara alami, tidak termasuk cloning.
2. Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan
oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang
akan dilakukan terhadap pasien.
3. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.
PERIZINAN
Pasal 2
“Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan setelah
mendapat izin dari Direktur Jenderal.”
Pasal 3
1. Pelenggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini
dapat dikenakan tindakan administratif.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan
samapai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi
buatan.
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
“Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Anak dan Bersalin
Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo yang telah memberikan
pelayanan teknologi reproduksi buatan, berdasarkan peraturan ini dinyatakan diberi izin
penyelenggaraan pelayanan, penelitian dan pengembangan dengan ketentuan selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan
ketentuan peraturan ini.”
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
“Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Instruksi Kesehatan Nomor
3794/Menkes/VII/1990 tentang Program Pelayanan Bayi Tabung dinyatakan tidak
berlaku lagi.”
Pasal 13
1. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
2. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan
Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
3. Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di
Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang
menyatakan bahwa:
1. Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma dan
sel telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
2. Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas, sehingga
sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan
infertilitas secara keseluruhan.
3. Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh
dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
a. Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
b. Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua
kali prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
c. Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum atau embrio.
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian
atau sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya
telah dirumuskan dengan sangat jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia lebih
dari 14 hari setelah fertilisasi.
8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in vitro
lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku).
9. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel
ovum, spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau spermatozoa itu
berasal.
10. Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies tersebut
diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia.
Setiap hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus diakhiri
pertumbuhannya pada tahap 2 sel.
Etika Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku
Kode Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi dalam addendum 1, dalam buku tersebut di atas
terdapat penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik
Kedokteran III, April 2002. Pada Kloning dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak
kloning pada manusia, karena menurunkan harkat, derajat dan serta martabat manusia
sampai setingkat bakteri, menghimbau ilmuwan khususnya kedokteran, untuk tidak
mempromosikan kloning pada manusia, dan mendorong agar ilmuwan tetap menggunakan
teknologi kloning pada :
1. sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan misalnya untuk
pembuatan zat antigen monoklonal.
2. sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, ini untuk melihat
kemungkinan klonasi organ pada diri sendiri.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bayi tabung adalah suatu teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar
tubuh wanita. Dari sudut pandang etik Komisi Etik dari berbagai Negara memberi pandangan
dan pegangan terhadap hak reproduksi dan etika dalam rana reproduksi manusia dengan
memperhatikan beberapa asas yaitu: niat untuk berbuat baik, bukan untuk kejahatan,
menghargai kebebasan individu untuk mengatasi takdir, tidak bertentangan dengan kaidah
hukum yang berlaku.
Dari kesimpulan Saya di atas Saya berpendapat bahwa kasus bayi tabung yang Saya
tangani Saya setuju, karena proses bayi tabung sesuai dengan ajaran agama (di izinkan oleh
agama) prosesnya harus dilakukan oleh sepasang suami istri yang sah. Dalam kasus ini Tn.
“L” dan Ny. “S” sudah 8 tahun manikah tetapi belum mampunyai keturunan dan ternyata ada
kelainan dari Ny. “S”, oleh karena itu pasangan suami istri itu memutuskan untuk melakukan
bayi tabung. Apa yang mereka lakukan untuk mempunyai keturunan itu adalah sah karena
mereka mengikuti prosedur dan tata aturan yang berlaku yang tidak akan ada halangan dari
hukum perdata ataupun yang lainnya.
4.2 Saran
Bayi tabung sebagai teknologi penghasil buah hati haruslah dilakukan sesuai dengan
aturan nilai dan norma yang berlaku. Dengan demikian akan mengurangi kontroversi yang
marak terjadi akibat bayi tabung yang diperoleh dari sperma dan ovum yang tidak sah secara
agama. Maka dengan begitu untuk menghasilkan buah hati melalui proses bayi tabung yang
tidak diragukan lagi baik teknologinya maupun nilai dan norma yang digunakan.
Untuk saran ataupun tanggapan Saya tentang kasus pasangan suami istri Tn. “L” dan
Ny. “S” adalah ikut mendukung dan memberi suport kapada pasanga suami istri tersebut
karena mereka berjuang keras dengan cara bayi tabung untuk mendapatkan keturunan. Saran
saya untuk kedua pasangan tersebut yaitu turut ikut mengawal proses bayi tabung yang
mereka lakukan agar di suatu saat nanti jika anak yang dititipkam kerahim Ny. “N” itu lahir
tidak ada polemik dan hukum perdata yang dipermasalahkan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.scribd.com/doc/28605655/Bayi-Tabung
www.google.com
http://bayi tabung.com