Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MATA KULIAH KONSEP DASAR KEPERAWATAN

PERTEMUAN KE 4

Konsep Pertumbuhan Perkembangan dan Konsep Diri

Nama : Disi Nurul Amalia


Tingkat : 1C ( Regular )

POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III


AKADEMI KEPERAWATAN PERSAHABATAN
TAHUN AKADEMIK 2014 – 2015
I. KONSEP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
A. Definisi pertumbuhan dan perkembangan dan Konsep Diri

Pertumbuhan :

Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar jumlah,


ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm,meter), umur tulang dan
keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).

   perubahan fisik
   peningkatan jumlah sel
   ukuran
   kuantitatif
   tinggi badan, berat badan, ukuran tulang, gigi
   pola bervariasi

Perkembangan :

Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam


struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.

 kualitatif
 maturation
 sistematis, progresif dan berkesinambungan

Secara garis besar menurut Markum (1994) tumbuh kembang dibagi menjadi 3,
yaitu:
a) Tumbuh kembang fisis.
Tumbuh kembang fisis meliputi perubahan dalam ukkuran besar dan fungsi
organisme atau individu. Perubahan in bervariasi dari fungsi tingkat malekuler
yang sederhana seperti aktifasi enzim terhadap diferensi sel, sampai kepada
proses metabolisme yang kompleks dan perubahan bentuk fisik di masa
pubertas.
b) Tumbuh kembang intelektual.
Tumbuh kembang intelektual berkaitan dengan kepandaian berkomunikasi
dan kemampuan menangani materi yang bersifat abstrak dan simbolik,seperti
bermain, berbicara, berhitung, atau membaca.

c) Tumbuh kembang emosional.


Proses tumbuh kembang emosional bergantung pada kemampuan bayi untuk
membentuk ikatan batin, kemampuan untuk bercinta kasih

a.   Ciri – ciri Tumbuh Kembang

Tumbuh kembang yang dimulai sejak konsepsi sampai dewasa mempunyai ciri-
ciri tersendiri, yaitu:
 Tumbuh kembang adalah proses yang kontinyu sejak konsepsi sampai
maturitas atau dewasa, dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.
 Dalam periode tertentu terdapat adanya masa percepatan atau masa
perlambatan, serta laju tumbuh kembang yang berlainan diantara organ-
organ.
 Lenyapnya tanda-tanda yang lama.
 Aktivitas seluruh tubuh diganti respon individu yang khas.
 Diperoleh tanda-tanda baru

b.  Prinsip – pinsip Tumbuh Kembang

1. Tumbuh kembang merupakan proses yang dinamis dan terus menerus.


Prinsip tumbuh kembang:
a. Tumbuh kembang terus menerus dan komplek
b. Tumbuh kembang merupakan proses yang teratur dan dapat diprediksi
c. Tumbuh kembang berbeda dan terintegrasi

2. Prinsip tumbuh kembang menurut Potter & Perry ( 2005 )


a. Perkembangan merupakan hal yang terartur dan mengikuti rangkaian
tertentu
b. Perkembangan adalah sesuatu yang terarah dan berlangsung terus
menerus, dalam pola sebagai berikut :
 Cephalocaudal : pertumbuhan berlangsung terus dari kepala ke
arah bawah bagian tubuh
 Proximodistal : perkembangan berlangsung terus dari daerah pusat
( proksimal ) tubuh kea rah luar tubuh ( distal )
 Differentiation : ketika perkembangan berlangsung terus dari yang
mudah kearah yang lebih kompleks.
 Perkembangan merupakan hal yang kompleks, dapat diprediksi ,
terjadi dengan pola yang konsisten dan kronologis.
 hal yang unik (setiap individu cenderung mencapai potensi
maksimum perkembangannya)

c.  Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

1. Faktor genetik
a. Faktor keturunan masa konsepsi
b. Bersifat tetap atau tidak berubah sepanjang kehidupan
c. Menentukan beberapa karateristik seperti jenis kelamin, ras, rambut,
warna mata, pertumbuhan fisik, sikap tubuh dan beberapa keunikan
psikologis seperti tempramen
d. potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan
lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal
2. Faktor eksternal / lingkungan
a. mempengaruhi individu setiap hari mulai konsepsi sampai akhir
hayatnya, dan sangat menentukan tercapai atau tidaknya potensi
bawaan
b. faktor eksternal yang cukup baik akan memungkinkan tercapainya
potensi bawaan, sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya 

3. Keluarga
a. Nilai, kepercayaan, adat istiadat, dan pola interaksi dan komunikasi.
b. Fungsi :bertahan hidup, rasa aman, perkembangan emosi dan sosial,
penjelasan mengenai masyarakat dan dunia, dan membantu
mempelajari peran dan perilaku
4. Kelompok teman sebaya
a. lingkungan yang baru dan berbeda, memberi pola dan struktur yang
berbeda dalam interaksi dan komunikasi, dan memerlukan gaya
perilaku yang berbeda.
b. fungsi: belajar kesuksesan dan kegagalan, memvalidasi dan
menantang pemikiran dan perasaan, mendapatkan penerimaan,
dukungan dan penolakan sebagai manusia unik yang merupakan
bagian dari keluarga; dan untuk mencapai tujuan kelompok dengan
memenuhi kebutuhan dan harapan.
5. Pengalaman hidup
Pengalaman hidup dan proses pembelajaran
Membiarkan individu berkembang dengan mengaplikasikan apa yang
telah dipelajari
Tahapan proses pembelajaran :
a. mengenali kebutuhan
b. penguasaan ketrampilan
c. menjalankan tugas
d. integrasi ke dalam seluruh fungsi
e. mengembangkan penampilan perilaku yang efektif.
6. Kesehatan
a. Tingkat kesehatan --- respon individu terhadap lingkungan dan respon
orang lain pada individu
b. Kesehatan prenatal (sebelum bayi lahir) mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan dari fetal (janin)
c. Nutrisi adekuat 
d. Keseimbangan antara istirahat, tidur dan olahraga 
e. Kondisi sakit --- ketidakmampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
perkembangan --- tumbuh kembang terganggu

7. Lingkungan tempat tinggal 


Musim, iklim, kehidupan sehari-hari dan status  sosial ekonomi .
d. Ciri Pertumbuhan dan perkembangan:

I. Neonatus (lahir – 28 hari): Pada tahap ini, perkembangan neonatus sangat


memungkinkan untuk dikembangkan sesuai keinginan.

 II.      Bayi (1 bulan – 1 tahun\

Bayi usia 1-3 bulan :

mengangkat kepala, mengikuti obyek dengan mata,  melihat dengan tersenyum,


bereaksi terhadap suara atau bunyi, mengenal ibunya dengan penglihatan,
penciuman, pendengaran dan kontak, menahan barang yang dipegangnya,
mengoceh spontan atau bereaksi dengan mengoceh

III.      Todler (1-3 tahun)

peningkatan kemampuan psikososial dan perkembangan motorik

   Anak usia 12-18 bulan :

Mulai mampu berjalan dan mengeksplorasi rumah serta sekeliling rumah, menyusun
2 atau 3 kotak, dapat mengatakan 5-10 kata,   memperlihatkan rasa cemburu dan
rasa bersaing

IV.      Pre sekolah (3-6 tahun)

Dunia pre sekolah berkembang. Selama bermain, anak mencoba pengalaman baru
dan peran sosial. Pertumbuhan fisik lebih lambat.

Anak usia 3-4 tahun:

Berjalan-jalan sendiri mengunjungi tetangga, berjalan pada jari kaki, belajar


berpakaian dan membuka pakaian sendiri, menggambar orang (hanya kepala dan
badan), mengenal 2 atau 3 warna, bicara dengan baik,       bertanya bagaimana
anak dilahirkan, mendengarkan cerita-cerita, bermain dengan anak lain,
Menunjukkan rasa sayang kepada saudara-saudaranya

Anak usia 4-5 tahun :


Mampu melompat dan menari, menggambar orang terdiri dari kepala, lengan dan
badan, dapat menghitung jari-jarinya,  mendengar dan mengulang hal-hal   penting
dan cerita

 minat kepada kata baru dan artinya, memprotes bila dilarang apa yang
diinginkannya, membedakan besar dan kecil, menaruh minat kepada aktivitas orang
dewasa, dan tugas-tugas sederhana.

V.      Usia sekolah (6-12 tahun)

Kelompok teman sebaya mempengaruhi perilaku anak. Perkembangan fisik, kognitif


dan sosial meningkat. Anak meningkatkan kemampuan komunikasi.

Anak usia 6-7 tahun :

 membaca seperti mesin,  mengulangi tiga angka mengurut ke belakang,  membaca


waktu untuk seperempat jam,   anak wanita bermain dengan wanita, anak laki-laki
bermain dengan laki-laki, cemas terhadap kegagalan, kadang malu atau sedih,
peningkatan minat pada bidang spiritual

VI.      Remaja (12-18/20 tahu

Konsep diri berubah sesuai dengan perkembangan biologi. Mencoba nilai-nilai yang
berlaku. Pertambahan maksimum pada tinggi,berat badan. Stres meningkat
terutama saat terjadi konflik. Anak wanita mulai mendapat haid, tampak lebih gemuk.
Berbicara lama di telepon, suasana hati berubah-ubah (emosi labil), kesukaan
seksual mulai terlihat.         menyesuaikan diri dengan standar kelompok, anak laki-
laki lebih menyukai olahraga, anak wanita suka bicara tentang pakaian, make-up,
hubungan anak-orang tua mencapai titik terendah, mulai melepaskan diri dari orang
tua, takut ditolak oleh teman sebaya, Pada akhir masa remaja : mencapai maturitas
fisik, mengejar karir, identitas seksual terbentuk, lebih nyaman dengan diri sendiri,
kelompok sebaya kurang begitu penting, emosi lebih terkontrol, membentuk
hubungan yang menetap.

Implikasi keperawatan: bantu remaja untuk mengembangkan kemampuan koping


atau strategi mengatasi konflik.
VII.      Dewasa muda (20-40 tahun)

Gaya hidup personal berkembang. Membina hubungan dengan orang lain,


komitmen dan kompetensi, membuat keputusan tentang karir, pernikahan dan peran
sebagai orang tua. Individu  berusaha mencapai dan menguasai dunia, kebiasaan
berpikir rasional meningkat. pengalaman pendidikan, pengalaman hidup dan
kesempatan dalam pekerjaan meningkat

  VIII.      Dewasa menengah (40-65 tahun)

      Gaya hidup mulai berubah karena perubahan-perubahan yang lain, seperti


anak meninggalkan rumah, anak-anaknya telah tumbuh dewasa dan mulai
meninggalkan rumah, terjadi perubahan fisik seperti muncul rambut uban, garis
lipatan pada muka, dan lain-lain, untuk bersama lebih banyak, Istri menopause, pria
ingin merasakan kehidupan seks dengan cara menikah lagi (dangerous age).

IX.      Dewasa tua

a.          Young-old (tua-muda), 65-74 tahun : beradaptasi dengan masa pensiun


(penurunan penghasilan), beradaptasi dengan perubahan fisik, dapat berkembang
penyakit kronik.

b.         Middle-old (tua-menengah), 75-84 tahun : diperlukan adaptasi terhadap


penurunan kecepatan dalam pergerakan, kemampuan sensori dan peningkatan
ketergantungan terhadap orang lain.

c.         Old-old (tua-tua), 85 tahun keatas : terjadi peningkatan gangguan kesehatan


fisik.

II. Konsep diri


a. Pengertian konsep diri

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang


diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan
dengan orang lain (Stuart dan Sudeen, 1998). Hal ini temasuk persepsi individu
akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-
nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.
Sedangkan menurut Beck, Willian dan Rawlin (1986) menyatakan bahwa konsep diri
adalah cara individu memandang dirinya secara utuh, baik fisikal, emosional
intelektual , sosial dan spiritual.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri

Menurut Stuart dan Sudeen ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi


perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari teori perkembangan,
Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat) dan Self Perception
(persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya mari kita baca lebih lanjut tentang “Faktor
yang mempengaruhi Konsep Diri” berikut ini:

1. Teori perkembangan

Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap


sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain. Dalam
melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari lingkungan dan
berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui bahasa, pengalaman
atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman budaya dan hubungan
interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang dinilai oleh diri sendiri atau
masyarakat serta aktualisasi diri dengan merealisasi potensi yang nyata.

2. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)

Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri
merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat
dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat
dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup,
pengaruh budaya dan sosialisasi.

3. Self Perception (persepsi diri sendiri)

Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk
melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan
aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang
positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat
dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan
lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu
dan sosial yang terganggu.Menurut Stuart dan Sundeen Penilaian tentangkonsep
diri dapat di lihat berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu:

Komponen tubuh

Konsep diri terdiri dari beberapa kompenen. Kompenen konsep diri adalah,
bagian-bagian yang menyusun persepsi terhadap diri (konsep diri). komponen-
komponen konsep diri adalah sebagai berikut:

1.      Citra tubuh

Citra tubuh adalah sikap individu terhadap tubuhnya baik disadari atau tidak
disadari meliputi persepsi masa lalu atau sekarang mengenai ukuran dan bentuk,
fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra tubuh sangat dinamis karena secara
konstan berubah seiring dengan persepsi da pengalaman-pengalaman baru. Citra
tubuh harus realistis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya
individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan. (Suliswati, dkk, 2005).

Citra tubuh adalah persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal
maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditujukan pada
tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan
kemampuan fisik serta persepsi dari pandangan orang lain (Perry & Potter, 2005).
Konsep diri yang baik tentang citra tubuh adalah kemampuan seseorang menerima
bentuk tubuh yang dimiliki dengan senang hati dan penuh rasa syukur serta selalu
berusaha untuk merawat tubuh dengan baik.

Faktor predisposisi gangguan citra tubuh meliputi kehilangan atau kerusakan


bagian tubuh (anatomi dan fungsi), perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh
(akibat pertumbuhan dan perkembangan serta penyakit), proses patologik penyakit
dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsinya, prosedur pengobatan seperti
radiasi, kemoterapi dan transplantasi (Suliswati, dkk, 2005).

2.      Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya


bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan
tipe orang yang diinginkan atau sejumlah inspirasi, tujuan, nilai yang diraih. Ideal diri
akan mewujudkan cita- cita atau pengharapan diri berdasarkan norma-norma sosial
di masyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Seseorang
yang memiliki konsep diri yang baik tentang ideal diri apabila dirinya mampu
bertindak dan berperilaku sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya dan
sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh


orang yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu.
Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut
dan akan membentuk dasar dari ideal diri (Suliswati, dkk, 2005).

3.      Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga
diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai.
Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan,
sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami
kegagalan, tidak dicintai atau diterima lingkungan. Pada masa dewasa akhir timbul
masalah harga diri karena adanya tantangan baru sehubungan dengan pensiun,
ketidakmampuan fisik, brepisah dari anak, kehilangan pasangan dan sebagainya
(Suliswati, dkk, 2005). Seseorang memiliki konsep diri yang baik berkaitan dengan
harga diri apabila mampu menunjukkan keberadaannya dibutuhkan oleh banyak
orang, dan menjadi bagian yang dihormati oleh lingkungan sekitar.

Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Manusia cenderung
bersikap negatif, walaupun ia cinta dan mengenali kemampuan orang lain namun ia
jarang mengekspresikannya. Harga diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang
dan penghargaan dari orang lain serta mengalami ketidakmampuan pada dirinya
dan juga sebaliknya (Perry & Potter, 2005).

Faktor predisposisi gangguan harga diri meliputi penolakan dari orang lain,
kurang penghargaan, pola asuh yang salah, terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu
dituruti, terlalu dituntut dan tidak konsisten, persaingan antar saudara, kesalahan
dan kegagalan yang berulang, dan tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
(Suliswati, dkk, 2005).
4.      Peran

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu didalam kelompok
sosialnya. Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial
dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang
berarti (Suliswati, dkk, 2005). Individu dikatakan mempunyai konsep diri yang baik
berkaitan dengan peran adalah adanya kemampuan untuk berperan aktif dalam
lingkungan, sekaligus menunjukkan bahwa keberadaannya sangat diperlukan oleh
lingkungan.

Faktor predisposisi gangguan peran meliputi tiga kategori transisi peran yaitu
perkembangan. Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap tahap perkembangan harus dilalui individu dengan menyelesaikan tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stressor bagi peran
diri. Kedua adalah transisi situasi, yaitu transisi situasi terjadi sepanjang daur
kehidupan bertambah / berkurang orang yang berarti melalui kematian / kelahiran.
Misalnya status sendiri menjadi berdua / menjadi orang tua. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan peran. Ketiga
adalah transisi sehat sakit, yaitu stressor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan
konsep diri, termasuk didalamnya gambaran diri, identitas diri, harga diri dan peran
diri (Perry & Potter, 2005).

5.      Identitas diri

Identitas diri adalah kesadaran tentang diri sendiri yang dapat diperoleh dari
observasi dan penilaian terhadap dirinya, menyadari individu bahwa dirinya berbeda
dengan orang lain. Identitas diri merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri
sebagai suatu kesatuan yang utuh, tidak dipengaruhi oleh pencapaian tujuan, atribut
atau jabatan serta peran. Seseorang yang memiliki perasaan identitas diri yang kuat
akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, dan tidak ada duanya.
Kemandirian timbul dari perasaan berharga, kemampuan dan penguasaan diri.
Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri, respek terhadap
diri, mampu menguasai diri, mengatur diri dan menerima diri (Suliswati, dkk, 2005).

Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas


seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain. Seksualits adalah
bagian dari identitas seseorang. Identitas seksual adalah gambaran seseorang
tentang diri sebagai pria atau wanita dan makna dari citra tubuh (Perry & Potter,
2005).

Faktor predisposisi gangguan identitas diri meliputi ketidakpercayaan,


tekanan dari teman dan perubahan struktur sosial. Masalah spesifik sehubungan
dengan konsep diri adalah situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri
atau tidak dapat menerima khususnya trauma emosi seperti penganiayaan fisik,
seksual dan psikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam kehidupannya
atau menyaksikan kejadian berupa tindakan kejahatan (Suliswati, dkk, 2005).

c. Stressor mempengaruhi konsep diri

Stres Mempengaruhi Konsep Diri Stressor Konsep diri adalah segala


perubahan nyata atau yg mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku
peran.Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yg mempengaruhi
konsep diri misalnya saja:

• Perubahan fisik dlm tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh, dimana identitas
dan harga diri juga dapat dipengaruhi.

• Penyakit kronis sering mengganggu peran,yg dpt mengganggu identitas dan harga
diri seseorang.

1. Stressor Identitas

Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas yg lebih stabil karena konsep diri
berkembang lebih kuat.Stresor kultural dan sosial dibanding stresor personal dpt
mempunyai dampak lebih besar pd identitas org dewasa. Misalnya, seorang dewasa
harus memutuskan antara karier dan pernikahan, kerja sama dan kompetisi, atau
ketergantungan dan kemandirian dlm suatu hubungan (stuart & sundeen, 1991)

2.Stressor Citra tubuh

Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsibagian tubuh akan


membutuhkan perubahan dlm citra tubuh. Perubahan dlm citra tubuh seperti;
amputasi atau perubahan penampilan wajah,adalah stressor yg sangat jelas
mempengaruhi citra tubuh. Masektomi,Kolostomi, dan ileostomy menggubah
pemanpilan dan fungsi tubuh.
3.Sterssor Harga diri

• Sterssor mempengaruhi harga diri seorg bayi, usia sekolah, prasekolah dan remaja
adalah ketidakmampuan untuk memenuhi harapan org tua, kritik yang tajam, hukum
yanng tidak konsisten, persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan
berulang dapat menurunkan harga diri.
• Sterssor mempengaruhi harga diri pd org dewasa adalah ketidakberhasilan dalam
pekerjaan dan Kegagalan dalam hubungan.

4. Sterssor Peran

Konflik Peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran.

Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu :

1. Konflik interpersonal

ketika satu org atau lebih mempunyai harapan berlawanan atau tidak cocok secara
individu dlm peran tertentu. Misalnya teman dari seorang wanita dan ibunya mungkin
mempunyai perbedaan yg besar bagaimana ia harus merawat anak-anaknya.

2. Konflik antar-peran

terjadi ketika tekanan atau harapan yg berkaitan dg satu peran melawan tekanan
atau harapan yg saling berkaitan. Misalnya, seorg pria bekerja 10 sampai 12 jam
sehari mungkin akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan dirinya utk
berada dirumah bersama keluarga.

3. Konflik peran personal

Terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. Misalnya, seorang
perawat yang menghargai penyelamatan hidup mengalami konflik ketika dihadapkan
pada merawat klien yang memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.

Ambiguitas Peran
Mencakup harapan peran yg tdk jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan harapan maka
org mjd tdk pasti apa yg harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya atau
keduanya.

Ketegangan peran

Perpaduan antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran


dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak
adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran.contohnya: seorg wanita
mempunyai posisi dimana lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria mungkin
dianggap oleh org lain sebagai kurang kompeten, kurang objektif atau kurang
berpengetahuan dibandingkan dengan rekan kerja pria mereka. Maka mereka
berpikir bahwa mereka harus bekerja keras dan lebih baik untuk dapat
berkompetensi.

d. Pengaruh perawat pada konsep diri klien

Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri membantu


menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan fisiknya telah
mengalami perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru,
hampir pasti baik klien maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan
mengamati respons dan reaksi mereka terhadap situasi yang baru. Dalam hal ini
perawat mempunyai dampak yang signifikan. Rencana keperawatan yang
dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan konsep diri dapat ditingkatkan
atau digagalkan oleh nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya bagi
perawat untuk mengkaji dan mengklarifikasi hal-hal berikut mengenai diri mereka :

1.      Perasaan perawat sendiri mengenai kesehatan dan penyakit


2.      Bagaimana perawat bereaksi terhadap stress
3.      Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien dan keluarganya dan bagaimana
hal tersebut ditunjukkan.
4.       Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukkan dan mempengaruhi
klien
5.      Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien
Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan
komunikasi yang akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan
menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan
tersebut. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik akan memepermudah proses
komunikasi tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien. Tujuan
komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :
1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila
pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif
dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Menurut Carl rogers prinsip-prinsip komunikasi terapeutik diantaranya :


1. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati, memahami
dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
2. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling percaya dan
saling menghargai.
3. Perawat harus memahami, manghayati nilai yang dianut oleh pasien.
4. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
5. Perawat harus menciptakan suasana yang memungkinkan suasana yang
memungkinkan pasien bebas berkembang tanpa rasa kuat.
6. Perawat harus dapat menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya sendiri baik sikap, tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi.
7. Mampu menetukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
8. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan terapeutik.
9. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karma itu perawat perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya hidup.
10. Bertanggung jawab dalam dua hal yaitu tanggung jawab terhadap diri sendiri
atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap orang lain.

e. Konsep diri dan proses keperawatan

a. Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data objektif dan
subjektif yang berfokus pada stresor konsep diri baik yang aktual maupun potensial
dan pada perilaku yang berkaitan dengan perubahan konsep diri. Data objektif
selanjutnya termasuk terhadap perubahan citra tubuh, keengganan untuk mencoba
hal-hal baru dan interaksi verbal dan  nonverbal antara klien dengan orang lain, data
subjektif dikumpulkan untuk menetukan pandangan klien tentang diri dan
lingkungan. Persepsi orang terdekat adalah sumber data yang penting.

b. Diagnosa Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang cermat oleh perawat. Klien
dengan batasan karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin menunjukan
diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga
diri atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak pada diri menimbulkan
stressor cukup besar atau jika stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang
cukup lama, maka klien akan menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya batasan karakteristik dan perilaku klien
yang mengarah pada diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat untuk membuat
diagnosa yang akuraat berdasarkan data pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien
dengan diagnosa penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan cepat berasumsi
bahwa klien mempaunyai citra tubuh yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi
tubuh. Namun demikian, informasi ini saja tidak akan membantuk diagnosa
keperawatan yang konklusif.
c. Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat, klien, dan keluarganya
harus merencanakan perawatan yang diarahkan pada membantu kllien meraih
kembali atau mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana perawatan
didasarkan pada tujuan dan hasil yang diperkirakan. Hasil akan memberikan ukuran
untuk menentukan apakah rencana perawatan pada akhirnya berhasil. Perawat
harus menentukan apakah hasil yang ditetapkan realistis, sesuai dengan keadaan
fisik dan psikososial klien saat ini.
Setelah menetapkan tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan
pada penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara spesifik, intervensi keperawatan
diarahkan pada faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya dalam
gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan persepsi negatif terhadap diri
setelah histerektomi, maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu klien
mencapai kembali feminitasnya dan menerima perubahan fisik yang berkaitan
dengan insisi abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil yang
diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan gangguan konsep diri. Intervensi
difokuskan pada membantu klien mengaadaptasi stressor yang menyebabkan
gangguan konsep diri  dan pada dukungan dan dorongan perkembangan metoda
koping.

d. Implementasi
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang terapeutik dan mendukung
penggalian diri penting untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah
konsep diri. Banyak variabel yang mempengaruhi pandangan klien tentang diri
bersifat pribaadi dan personal. Perawat harus dengan jelas dan tulus menunjukan
perawatanya pada klien. Kemudian akan berkembang rasa saling percaya untuk
memberdayakan perawat bermitra dengan klien dalam menetapkan intervensi yang
sangat berguna.
DAFTAR PUSTAKA

http://dpdldiisumenep.wordpress.com/berita/pengertian-konsep-diri/

Anda mungkin juga menyukai