Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS MASALAH ETIK DENGAN TEMA BAYI TABUNG

MAKALAH

Oleh:
Dyah Ayu Kusuma 20010165
Musfiroh 20010153
Tarisa Aprilia Putri 20010135
Tolak Haris 20010137

Dosen Pengampu:
Firdha Novitasari, S.Kep., Ns., M.M

PROGRAM STUDI ILMUKEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN dr. SOEBANDI JEMBER
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
D. Manfaat .......................................................................................... 2
BAB II ANALISIS ETIK .............................................................................. 3
A. Konsep Teori Tentang Etik ............................................................ 3
B. Scenario Kasus ............................................................................... 4
C. Identifikasi Kasus ........................................................................... 7
D. Dasar Hukum yang Terkait ............................................................ 9
E. Pelanggaran Kode Etik ................................................................... 11
F. Usulan Keputusan Etik yang Akan di Ambil ................................. 11
G. Tindakan yang Sesuai dengan Keputusan Tersebut ....................... 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 13
A. Kesimpulan .................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan zaman banyak membawa kemajuan di segala bidang kehidupan
salah satunya adalah kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran. Banyak
hal-hal baru yang ditemukan kemudian dipelajari di bidang kedokteran saat ini.
Salah satunya mengenai prosedur bayi tabung atau fertilisasi in vitro. Program bayi
tabung pada hakikatnya bertujuan untuk membantu pasangan suami istri yang tidak
mampu untuk mendapatkan keturunan melalui proses yang alami. Program bayi
tabung ini sendiri digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak mendapat
keturunan akibat beberapa hal seperti adanya infertilitas, faktor imun dan faktor
klinis seperti endometriosis dan oligospermia. Program bayi tabung sendiri menjadi
salah satu solusi untuk mendapatkan keturunan.
Dalam pelaksanaannya, prosedur dari bayi tabung sendiri sangat berkaitan
dengan hukum dan etik. Mengenai etika dan hukum dari prosedur bayi tabung
sendiri sebenarnya berlaku bagi tim dokter dan juga pasien. Berdasarkan hukum
yang ada di di Indonesia, program pelaksanaan bayi tabung sendiri mengacu pada
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang membahas tentang kesehatan. Dalam
Undang-Undang ini menjelaskan pelaksanaan program bayi tabung harus dilakukan
sesuai dengan norma hukum, agama, kesusilaan dan kesopanan. Undang-Undang
yang mengatur pelaksanaan bayi tabung di Indonesia tidak mengizinkan
menggunakan rahim yang bukan milik istrinya yang sah.
Dimana berdasarkan Instruksi dari Menteri Kesehatan diatas dapat dilihat
bahwa program pelayanan bayi tabung ini sendiri terdapat beberapa pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam proses pelaksanaannya. Hal ini juga dipertegas
dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang
berbunyi: Ayat 1: Pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan
kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya
terakhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi medis.

1
2

Ayat 2: Hasil sperma dan ovum harus dari suami istri yang bersangkutan dan
ditanamkan dalam rahim istri di mana ovum itu berasal.
Berbagai teknik telah dihasilkan yang bertujuan untuk meningkatkan angka
kehamilan dari program Bayi Tabung. Bahkan telah berhasil juga dihasilkan sebuah
teknik yang secara dini telah dapat diketahui, apakah embrio yang akan
dipindahkan ke rahim seorang ibu menderita kelainan genetik atau tidak. Teknik
tersebut dikenal dengan julukan preimplantation genetic diagnosis/screening
(PGD/PGS). Namun teknik ini yang tadinya bertujuan baik agar seorang ibu benar-
benar dapat mendapatkan anak yang tidak cacat secara genetik, telah banyak
disalahgunakan dan telah menimbulkan silang pendapat di kalangan para ahli.
Teknik-teknik lain yang juga telah digunakan untuk meningkatkan fertilisasi dan
kehamilan antara lain adalah mikromanipulasi oosit, intracytoplasmic sperm
injection (ICSI), atau kombinasi ICSI dengan micro-hole-drilling by laser (LA-
ICSI) dari zona pelucida, transfer sitoplasma dan prosedur transfer nukleus.
Cara lain yang digunakan untuk meningkatkan angka keberhasilan kehamilan
adalah dengan cara memperoleh embrio sebanyak mungkin. Sebagian dari embrio
tersebut dimasukkan ke dalam rahim dan sebagian lagi dibekukan. Tujuan
pembekuan embrio sebenarnya adalah baik, yaitu agar embrio tersebut dapat
digunakan kembali buat pasien yang sama di kemudian hari. Akan tetapi, bila tidak
digunakan lagi, lalu akan dilakukan apa, dibuang atau untuk riset kedokteran ? atau
embrio tersebut dibiarkan rusak ? Di sini mulai timbul masalah, apakah itu masalah
etik, moral ataupun masalah hukum. Bagi para praktisi Bayi Tabung, yang
terpenting mentransfer sebanyak mungkin embrio demi suatu keberhasilan dan
mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar mungkin. Padahal kehamilan multipel
merupakan salah satu komplikasi yang berat bagi ibu dan bayi dari dampak
pemberian obat-obat pemicu ovulasi tersebut, dan tentu dengan sendirinya akan
meningkatkan angka morbi-ditas dan mortalitas.
Teknik-teknik di atas tidak menjamin meningkatkan angka keberhasilan
program bayi tabung, bahkan teknik - teknik tersebut justeru telah membebani
pasutri baik secara fisik, ekonomi dan emosional. Lebih dari 50% mereka yang
3

mengikuti program Bayi Tabung tidak pernah hamil. Masalah emosi merupakan
dilema yang sangat penting yang harus diperhatikan, karena mereka telah
mengeluarkan biaya yang cukup besar, tetapi hasil yang diperoleh tidak sesuai
harapan. Sebaiknya, kalangan praktisi Bayi Tabung tidak hanya semata-mata
memikirkan keberhasilan saja, namun juga harus memikirkan
dampak psikologik dan sosial dari program Bayi Tabung tersebut, baik yang
berhasil maupun yang tidak berhasil. Sosiolog, psikolog, bioetik dan ahli hukum
memiliki cara pandang mereka sendiri - sendiri terhadap apa yang dilakukan oleh
para praktisi Bayi Tabung terhadap pasutri.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah bayi tabung itu?
2. Apakah ada pelanggaran hukum dan etika dalam program bayi tabung?
3. Apakah dampak-dampak yang dapat terjadi ketika ada pelanggaran etika?
4. Apakah usulan keputusan etik yang akan di ambil dan tindakan apa yang
akan di ambil?

C. Tujuan
1. Untuk mmengetahui tentang bayi tabung.
2. Untuk mengetahui pelanggaran hukum dan etika dalam program bayi
tabung.
3. Untuk mengetahui dampak-dampak yang dapat terjadi ketika ada
pelanggaran etika.
4. Untuk mengetahui usula n keputusan etik yang akan di ambil dan tindakan
yang akan di ambil.

D. Manfaat
1. Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan keilmuan dan wacana
tentang dilema etik.
2. Unutk mengetahui hubungan seputar bayi tabung.
BAB II
ANALISIS ETIK

A. Konsep Teori Tentang Topik


1. Etika Profesi Keperawatan
Etika atau ethics berasal dari bahasa yunani, yaitu “ethos”. Dalam Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, ethos diartikan adat,
kebiasaan, akhlak, watak perasaan, sikap atau cara berpikir. Dari pengertian di
atas, dapat dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang
menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang
menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku
yang benar. Jadi dalam pengertian aslinya, apa yang disebutkan dengan baik
itu adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat. Etika memberi keputusan
tentang tindakan yang diharapkan benar-tepat atau bermoral, terlebih dalam
profesi keperawatan. Dimana pelayanan kepada umat manusia merupakan
fungsi utama perawat dan dasar adanya profesi keperawatan, oleh karena itu
etika dalam penjalanan pelayanan keperawatan sangat diperlukan. Etika
keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku moral dalam
keperawatan., atau dengan kata lain merupakan suatu ungkapan tentang
bagaimana perawat wajib bertingkah laku. Etika keperawatan merujuk pada
standar etik yang menentukan dan menuntun perawat dalam praktek sehari-
hari.
a. Prinsip-Prinsip Etika Keperawatan
1) Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Orang
dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan membuat
sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang
harus dihargai oleh orang lain. Prinsip otonomi merupakan bentuk
respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai persetujuan tidak

4
5

memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak


kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan
diri.
1) Beneficience (Berbuat Baik)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan,
memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan
oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan
kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
2) Justice (Keadilan)
Keadilan merupakan prinsip moral berlaku adil untuk semua
individu. Tindakan yang dilakukan untuk semua orang adalah sama.
Tindakan yang sama tidak selalu identik, tetapi dalam hal ini
persamaan berarti mempunyai kontribusi yang relatif sama untuk
kebaikan kehidupan seseorang. Dokter dan perawat harus berlaku
adil dan tidak berberat sebelah.
3) Non Malificience
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan
psikologis pada klien. Johnson (1989) menyatakan bahwa prinsip
tidak melukai orang lain berbeda dan lebih keras daripada prinsip
untuk berlaku baik.
4) Moral Right
Moralitas menyangkut apa yang benar dan salah pada perbuatan,
sikap, dan sifat. Tanda utama adanya masalah moral, adalah bisikan
hati nurani atau timbulnya perasaan bersalah, malu, tidak tenang, dan
tidak damai dihati. Standar moral dipengaruhi oleh ajaran, agama,
tradisi, norma kelompok, atau masyarakat dimana ia dibesarkan.
5) Nilai dan Norma Masyarakat
Nilai-nilai (values) adalah suatu keyakinan seseorang tentang
penghargaan terhadap suatu standar atau pegangan yang mengarah
6

pada sikap/perilaku seseorang. Sistem nilai dalam suatu organisasi


adalah rentang nilai-nilai yang dianggap penting dan sering diartikan
sebagai perilaku personal. Values (nilai-nilai) yang idealsatau
idaman, konsep yang sangat berharga bagi seseorang yang dapat
memberikan arti dalam hidupnya.avlues merupakan sesuatu yang
berharga bagi seseorang, dan bisa mempengaruhi
persepsi,motivasi,pilihan dan keputusannya. Salary dan McDonnel
(1989),values yang di sadari menjadi pengendali internal seseorang
adn bertingkah, membuat pilihan dan keputusan.

B. Scenario Kasus
Dokter X merupakan seorang dokter ahli Obstetri dan Ginekologis dari
Amerika Serikat yang terkena kasus pelanggaran etika medis terkait bayi
tabung. Kasus ini bermula ketika pada tahun 2002 terdapat pasangan suami istri
yang disembunyikan identitasnya datang ke dr. X untuk meminta
bantuan melakukan prosedur bayi tabung. Pasangan tersebut juga sudah membawa
sampel sperma suaminya dengan harapan prosedur ini dapat membantu pasangan
ini hamil dan mempunyai anak. Sembilan bulan kemudian pasangan suami istri
yang dibantu dr. X tersebut, melahirkan 2 anak perempuan kembar. Betapa
terkejutnya mereka saat mengetahui anak perempuan kembar mereka berkulit putih
dan berambut pirang. Anak tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda dari pasangan
suami istri ini, dimana sang suami adalah keturunan Afrika-Amerika dan sang istri
adalah keturunan ras Kaukasia. Setelah beberapa bulan mengalami kegelisahan,
akhirnya anak kembar yang baru mereka lahirkan menjalani tes DNA pada Maret
2004 dan mendapati bahwa sang suami bukan merupakan ayah biologis dari anak
mereka.
Pada tahun 2005 akhirnya pasangan ini mengajukan gugatan ke pengadilan
dengan tuduhan bahwa dr. X menggunakan spermanya sendiri dalam melakukan
prosedur bayi tabung. Penyelesaian kasus ini dilakukan diluar pengadilan dengan
kesepakatan orang-orang yang terlibat tidak membicarakan kasus ini. Pada saat itu
7

dr. X tidak diminta untuk memberikan sampel DNAnya, akan tetapi dr. X dikenai
denda senilai US$ 10.000.
Pada Oktober 2007, dr. Y seorang Ginekologis dari Hartford meninjau kembali
kasus ini dan menyatakan bahwa dr. X membuat kesalahan serius. dr. Y
menyatakan bahwa anak perempuan kembar tersebut tidak memiliki DNA yang
sama dengan ayahnya dan membuat suatu argumen bahwa sperma yang digunakan
pada saat awal proses bayi tabung bukan merupakan sperma dari suami pasangan
tersebut, melainkan menggunakan sperma orang lain. Selain itu dr. Y juga
menemukan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh dr. X seperti, kesalahan dalam
memberi label pada spesimen sperma serta dr. Y juga menemukan bahwa tidak ada
tanda tangan informed consent yang dilakukan oleh pasien dr. X yang mana hal
tersebut harus dilakukan ketika melakukan prosedur invasif. Kemudian pada tahun
2009 akhirnya dokter X kembali didenda US$ 10.000 dan ditangguhkan lisensi
prakteknya selama setahun atas kesalahan yang dibuatnya.

C. Identifikasi Kasus Etik


1. Autonomy
Penerapan aspek autonomy yakni pihak medis menghormati hak pribadi
pasien, menyampaikan kebenaran atau berita yang sesungguhnya pada
pasien dan melindungi informasi pasien yang bersifat rahasia. Masalah
pada kasus ini terkait aspek autonomy yaitu dokter Ben Ramaley tidak
menghormati hak pribadi pasien serta tidak menyampaikan berita atau
kebenaran yang sesungguhnya bahwa sperma yang dipakai bukan berasal
langsung dari pasien melainkan dari orang lain. Kemudian pada tahun 2008
dr. Ben Ramaley menandatangani surat yang menyatakan bahwa ia
memang benar memasukan sperma yang bukan dari milik suami pasangan
tersebut ke dalam rahim pasien tersebut.
2. Non-Maleficence
Prinsip Non-Maleficence yakni melarang tindakan yang berbahaya ataupun
yang memperburuk keadaan pasien, dalam penerapannya yakni tidak
8

membunuh, tidak menyebabkan sakit / penderitaan yang lain, tidak


menyebabkan orang lain menjadi tidak mampu atau tidak berdaya, tidak
melukai perasaan orang lain dan tidak mencabut kebahagiaan orang lain.
Masalah dalam kasus ini terkait aspek Non-Maleficence yaitu pasien
merasa tidak diuntungkan / dirugikan / dibohongi dimana akibat tindakan
dr Ben dengan menggunakan sperma yang bukan milik suami sah.
3. Beneficence
Prinsip beneficence yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan
yang ditujukan untuk kebaikan pasien. Masalah dalam kasus ini terkait
aspek beneficence yaitu pasien memang mendapat bayi yang selama ini
diinginkan walaupun bayi tersebut bukan merupakan hasil pembuahan dari
sperma suami pasien melainkan sperma milik orang lain.
4. Justice
Prinsip Justice ini yakni semua pasien yang datang diperlakukan secara
adil, layak dan tepat sesuai dengan haknya. Masalah dalam kasus ini terkait
aspek justice yaitu pasien yang datang kepada dokter Ben Ramaley
memiliki harapan bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi
orang tua dari anak mereka tetapi akibat perlakuan dokter Ben yang
memanfaatkan sperma yang bukan dari suami aslinya sehingga
menyebabkan pasien mendapatkan anak yang tidak berasal dari gen mereka
melainkan dari gen orang lain.
5. Pandangan Bayi Tabung Menurut Agama Katolik
Menurut Alkitab, yang diambil dari kitab Kejadian 1:28 mengatakan:
“Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:
“Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah
itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
segala binatang yang merayap di bumi.” yang menunjukkan bahwa
prokreasi merupakan hal yang penting bagi manusia. Namun demikian
dalam konteks bayi tabung ini ditentang oleh Gereja Khatolik karena
menghilangkan makna prokreasi itu sendiri. Hal ini tidak lain disebabkan
9

oleh prosedur dari bayi tabung ini sendiri yang dilakukan dengan cara
masturbasi yang tentunya adalah sebuah tindakan dosa menurut Alkitab.
Selain itu embrio yang tidak berhasil beberapa akan dibuang dimana itu
adalah suatu bentuk aborsi dan tidak dibenarkan baik dalam Alkitab
maupun pandangan gereja. Prokreasi yang seharusnya dilakukan dalam
bentuk hubungan badan atau seks dilakukan dengan cara tidak wajar
menurut pandangan gereja karena dilakukan di luar tubuh. Bayi tabung ini
sendiri akhirnya dianggap sebagai bentuk perampasan atas “hak” Tuhan
untuk menciptakan seorang anak manusia.

D. Dasar Hukum yang Terkait


1. Peraturan Terkait Bayi Tabung Menurut UU dan AMA Principles of
Medical Ethics
Bayi Tabung di Indonesia dimulai sejak tahun 1988 namun Peraturan
terkait bayi Tabung baru muncul pada tahun 1933 tertera pada pasal 16
Undang-Undang no 23 Tahun 2009 tentang kesehatan yang selanjutnya
disempurnakan dengan pasal 127 Undang-Undang no 36 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 127
yang Menyatakan bahwa:
Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan
suami-istri yang sah dengan ketentuan:
a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami-istri yang bersangkutan
ditanamkan dalam rahim istri darimana ovum berasal.
b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu; dan Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
3. PP No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
Pasal 42:
(1) Pelayanan reproduksi dengan bantuan atau kehamilan diluar cara
alamiah harus didahului dengan konseling dan persetujuan tindakan
kedokteran (informed consent).
10

(5) Persetujuan tindakan kedokteran (informed consent) sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
“Prosedur bayi tabung harus diawali dengan melakukan konseling dan
persetujuan (informed consent) terlebih dahulu dari pasien sebelum
melakukan tindakan, tetapi pada kasus ini dr. Ben tidak melakukan
prosedur wajib tersebut”.
4. AMA Principles of Medical Ethics
a. Informed Consent
Dalam meminta persetujuan dari pasien, seorang dokter harus:
1) Menilai kemampuan pasien untuk memahami informasi medis yang
relevan serta menyampaikan alternatif perawatan yang ada agar
pasien dapat membuat keputusannya sendiri dan secara sukarela.
2) Menyampaikan informasi yang relevan dan akurat kepada pasien.
Informasi yang disampaikan dokter kepada pasien dapat berupa:
a) Diagnosis penyakit (apabila diketahui).
b) Sifat dan tujuan dari intervensi yang akan dilakukan.
c) Beban, risiko serta manfaat dari setiap opsi perawatan ataupun
pengobatan yang ada.
3) Mencatat informed consent dalam rekam medis. Ketika pasien atau
perwakilan dari keluarga pasien telah memberikan persetujuan
khusus secara tertulis, formulir persetujuan tersebut harus
dimasukkan ke dalam catatan.
b. Assisted Reproductive Technology
Dokter yang memberikan layanan bantuan reproduksi harus:
Menyampaikan semua informasi yang dibutuhkan pasien untuk
mengambil keputusan seperti teknik yang akan digunakan (jika ada),
risiko, manfaat, tingkat keberhasilan serta biaya.
11

E. Pelanggaran Kode Etik


Dalam kasus ini, dokter melakukan tindakan atau asuhan medis tanpa
memperoleh persetujuan dari pasien, keluarga terdekat ataupun wali dimana
dokter X diduga mengganti sperma suami pasien dengan spermanya sendiri
dalam prosedur inseminasi buatan atau bayi tabung tanpa sepengetahuan pasien
tersebut. Terkait dengan 4 Prinsip dasar bioetika, yaitu :
1. Autonomy
2. Non-Maleficence
3. Beneficence
4. Justice

F. Usulan Keputusan Etik yang Akan di Ambil


Ususlan keputusan etik yang akan di ambil adalah:
1. Akan dikenakan denda sebesar 10.000 USD.
2. Dokter dapat kehilangan izin praktiknya.
3. Pemaksaan Pelepasan Lisensi.
4. Pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan TRB pada fasilitas pelayanan
akan dicabut.
5. Dipidanan 5 tahun atau denda Rp. 100.000.000,-

G. Tindakan yang Sesuai dengan Keputusan Tersebut


Tindakan yang sesuai dengan keputusan adalah:
1. D okter dapat kehilangan izin prakteknya atau dibekukan karena melanggar
kode etik yang ada. Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran
Indonesia, pasal 3. Hal berikut yang dilarang :
a. Melakukan tindakan kedokteran yang tidak perlu atau tidak sesuai
dengan permintaan pasien.
b. Melakukan usaha untuk menarik perhatian umum dengan maksud
menambah pendapatan.
12

c. Melakukan tindakan kedokteran sebagai bentuk uji coba/


eksperimen terhadap pasien.
2. New York Board di bulan Maret 2009 memaksa dr. X untuk melepaskan
lisensi dengan tuduhan“The wrong man’s sperm”.
3. Dokter tersebut juga harus menyetujui pada tahun 2008 perintah yang
menyatakan bahwa dr. Ben Ramaley membuahi pasien dengan sperma
yang salah. Serta dikenai denda sebesar 10.000 US dollars.
4. Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No 39 Tahun 2010 jika terdapat
pelanggaran dengan menggunakan sperma milik orang lain yang bukan
suami sah, maka izin penyelenggaraan pelayanan TRB pada fasilitas
pelayanan akan dicabut, berdasar Pasal 7 Ayat 3.
5. UU No 23 Tahun 1992, tentang kesehatan di Pasal 82 Ayat 2 yaitu tentang
barangsiapa yang sengaja melakukan tindak kehamilan di luar cara yang
alami yang tidak sesuai ketentuan, seperti dimaksud pada Pasal 16 Ayat 2
akan dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun/ denda paling banyak Rp
100.000.000,-
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Profesi sebagai dokter tidak hanya dituntut untuk kompeten dalam bidangnya
tetapi juga harus menjunjung tinggi etika dan moral yang didasari atas Sumpah
Profesi dan hukum yang berlaku. Mengacu pada hukum di Indonesia, proses bayi
tabung pada dasarnya diperbolehkan hanya saja seorang dokter perlu hati-hati
dalam menjalankan program tersebut. Pelanggaran etika yang dilakukan dokter
dapat mengakibatkan kerugian bagi dirinya dan pasien. Melalui kasus ini
diharapkan seorang dokter dapat belajar untuk menerapkan etika dan tidak
melakukan tindakan yang merugikan banyak pihak.
Perawat juga harus berhati-hati dalam melakukan tindakan keperawatan agar
yang terjadi pada dokter tersebut tidak terjadi kepada perawatnya, dan jika ada
kesalahan dari dokter seorang perawat tidak boleh diam namun harus memberikan
pendapat dengan keilmuan yang didapatnya.

B. Saran
Saran untuk makalah ini adalah:
1. Setelah membaca makalah ini, semoga dapat memberikan pengetahuan
baru mengenai aspek legal dan etik dalam melakukan praktik bayi tabung,
khususnya bagi tenaga kesehatan yang berwenang melakukannya,
hendaknya dalam melakukan praktik bayi tabung mempertimbangkan dari
berbagai sudut pandang baik dari segi aspek etik, sosial, hukum dan agama.
2. Kami sangat butuh saran dari kalian juga untuk makalah yang kami buat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arista, D. 2016. Aspek Legal Etik Bayi Tabung. Di akses Pada Tanggal 15 Oktober 2020.
http://kelompok8sistemreproduksi1.blogspot.com/2016/05/normal-0-false-
false-false-in-x-none-x.html
Kurnia, F, Dkk. 2020. Tugas Etika. Di akses Pada Tanggal 15 Oktober 2020.
http://medukdw17.blogspot.com/2020/05/tugas-etika-kelompok-3-kasus-bayi-
tabung.html.
Sindi, F. 2018. Masalah Etik Bayi Tabung Mutu Dalam Pelayanan Kebidanan. Di akses
Pada Tanggal 15 Oktober 2020. https://midwifery-
b131.blogspot.com/2017/11/masalah-etik-bayi-tabung-mutu-dalam.html.
Usman, W. 2017. Makalah Etika dan Hukum Kesehatan Aspek Etik dan Hukum Bayi
Tabung dan Insemnasi. Di akses Pada Tanggal 15 Oktober 2020.
http://wahyuniusman19.blogspot.com/2018/09/aspek-etik-dan-hukum-bayi-
tabung-dan.html.

Anda mungkin juga menyukai