MAKALAH
Oleh:
Dyah Ayu Kusuma 20010165
Musfiroh 20010153
Tarisa Aprilia Putri 20010135
Tolak Haris 20010137
Dosen Pengampu:
Firdha Novitasari, S.Kep., Ns., M.M
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan zaman banyak membawa kemajuan di segala bidang kehidupan
salah satunya adalah kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran. Banyak
hal-hal baru yang ditemukan kemudian dipelajari di bidang kedokteran saat ini.
Salah satunya mengenai prosedur bayi tabung atau fertilisasi in vitro. Program bayi
tabung pada hakikatnya bertujuan untuk membantu pasangan suami istri yang tidak
mampu untuk mendapatkan keturunan melalui proses yang alami. Program bayi
tabung ini sendiri digunakan oleh pasangan suami istri yang tidak mendapat
keturunan akibat beberapa hal seperti adanya infertilitas, faktor imun dan faktor
klinis seperti endometriosis dan oligospermia. Program bayi tabung sendiri menjadi
salah satu solusi untuk mendapatkan keturunan.
Dalam pelaksanaannya, prosedur dari bayi tabung sendiri sangat berkaitan
dengan hukum dan etik. Mengenai etika dan hukum dari prosedur bayi tabung
sendiri sebenarnya berlaku bagi tim dokter dan juga pasien. Berdasarkan hukum
yang ada di di Indonesia, program pelaksanaan bayi tabung sendiri mengacu pada
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang membahas tentang kesehatan. Dalam
Undang-Undang ini menjelaskan pelaksanaan program bayi tabung harus dilakukan
sesuai dengan norma hukum, agama, kesusilaan dan kesopanan. Undang-Undang
yang mengatur pelaksanaan bayi tabung di Indonesia tidak mengizinkan
menggunakan rahim yang bukan milik istrinya yang sah.
Dimana berdasarkan Instruksi dari Menteri Kesehatan diatas dapat dilihat
bahwa program pelayanan bayi tabung ini sendiri terdapat beberapa pertimbangan
yang perlu diperhatikan dalam proses pelaksanaannya. Hal ini juga dipertegas
dalam Pasal 16 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang
berbunyi: Ayat 1: Pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan
kepada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya
terakhir untuk memperoleh keturunan serta berdasarkan pada suatu indikasi medis.
1
2
Ayat 2: Hasil sperma dan ovum harus dari suami istri yang bersangkutan dan
ditanamkan dalam rahim istri di mana ovum itu berasal.
Berbagai teknik telah dihasilkan yang bertujuan untuk meningkatkan angka
kehamilan dari program Bayi Tabung. Bahkan telah berhasil juga dihasilkan sebuah
teknik yang secara dini telah dapat diketahui, apakah embrio yang akan
dipindahkan ke rahim seorang ibu menderita kelainan genetik atau tidak. Teknik
tersebut dikenal dengan julukan preimplantation genetic diagnosis/screening
(PGD/PGS). Namun teknik ini yang tadinya bertujuan baik agar seorang ibu benar-
benar dapat mendapatkan anak yang tidak cacat secara genetik, telah banyak
disalahgunakan dan telah menimbulkan silang pendapat di kalangan para ahli.
Teknik-teknik lain yang juga telah digunakan untuk meningkatkan fertilisasi dan
kehamilan antara lain adalah mikromanipulasi oosit, intracytoplasmic sperm
injection (ICSI), atau kombinasi ICSI dengan micro-hole-drilling by laser (LA-
ICSI) dari zona pelucida, transfer sitoplasma dan prosedur transfer nukleus.
Cara lain yang digunakan untuk meningkatkan angka keberhasilan kehamilan
adalah dengan cara memperoleh embrio sebanyak mungkin. Sebagian dari embrio
tersebut dimasukkan ke dalam rahim dan sebagian lagi dibekukan. Tujuan
pembekuan embrio sebenarnya adalah baik, yaitu agar embrio tersebut dapat
digunakan kembali buat pasien yang sama di kemudian hari. Akan tetapi, bila tidak
digunakan lagi, lalu akan dilakukan apa, dibuang atau untuk riset kedokteran ? atau
embrio tersebut dibiarkan rusak ? Di sini mulai timbul masalah, apakah itu masalah
etik, moral ataupun masalah hukum. Bagi para praktisi Bayi Tabung, yang
terpenting mentransfer sebanyak mungkin embrio demi suatu keberhasilan dan
mendapatkan keuntungan ekonomi sebesar mungkin. Padahal kehamilan multipel
merupakan salah satu komplikasi yang berat bagi ibu dan bayi dari dampak
pemberian obat-obat pemicu ovulasi tersebut, dan tentu dengan sendirinya akan
meningkatkan angka morbi-ditas dan mortalitas.
Teknik-teknik di atas tidak menjamin meningkatkan angka keberhasilan
program bayi tabung, bahkan teknik - teknik tersebut justeru telah membebani
pasutri baik secara fisik, ekonomi dan emosional. Lebih dari 50% mereka yang
3
mengikuti program Bayi Tabung tidak pernah hamil. Masalah emosi merupakan
dilema yang sangat penting yang harus diperhatikan, karena mereka telah
mengeluarkan biaya yang cukup besar, tetapi hasil yang diperoleh tidak sesuai
harapan. Sebaiknya, kalangan praktisi Bayi Tabung tidak hanya semata-mata
memikirkan keberhasilan saja, namun juga harus memikirkan
dampak psikologik dan sosial dari program Bayi Tabung tersebut, baik yang
berhasil maupun yang tidak berhasil. Sosiolog, psikolog, bioetik dan ahli hukum
memiliki cara pandang mereka sendiri - sendiri terhadap apa yang dilakukan oleh
para praktisi Bayi Tabung terhadap pasutri.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah bayi tabung itu?
2. Apakah ada pelanggaran hukum dan etika dalam program bayi tabung?
3. Apakah dampak-dampak yang dapat terjadi ketika ada pelanggaran etika?
4. Apakah usulan keputusan etik yang akan di ambil dan tindakan apa yang
akan di ambil?
C. Tujuan
1. Untuk mmengetahui tentang bayi tabung.
2. Untuk mengetahui pelanggaran hukum dan etika dalam program bayi
tabung.
3. Untuk mengetahui dampak-dampak yang dapat terjadi ketika ada
pelanggaran etika.
4. Untuk mengetahui usula n keputusan etik yang akan di ambil dan tindakan
yang akan di ambil.
D. Manfaat
1. Makalah ini dibuat untuk menambah wawasan keilmuan dan wacana
tentang dilema etik.
2. Unutk mengetahui hubungan seputar bayi tabung.
BAB II
ANALISIS ETIK
4
5
B. Scenario Kasus
Dokter X merupakan seorang dokter ahli Obstetri dan Ginekologis dari
Amerika Serikat yang terkena kasus pelanggaran etika medis terkait bayi
tabung. Kasus ini bermula ketika pada tahun 2002 terdapat pasangan suami istri
yang disembunyikan identitasnya datang ke dr. X untuk meminta
bantuan melakukan prosedur bayi tabung. Pasangan tersebut juga sudah membawa
sampel sperma suaminya dengan harapan prosedur ini dapat membantu pasangan
ini hamil dan mempunyai anak. Sembilan bulan kemudian pasangan suami istri
yang dibantu dr. X tersebut, melahirkan 2 anak perempuan kembar. Betapa
terkejutnya mereka saat mengetahui anak perempuan kembar mereka berkulit putih
dan berambut pirang. Anak tersebut memiliki ciri fisik yang berbeda dari pasangan
suami istri ini, dimana sang suami adalah keturunan Afrika-Amerika dan sang istri
adalah keturunan ras Kaukasia. Setelah beberapa bulan mengalami kegelisahan,
akhirnya anak kembar yang baru mereka lahirkan menjalani tes DNA pada Maret
2004 dan mendapati bahwa sang suami bukan merupakan ayah biologis dari anak
mereka.
Pada tahun 2005 akhirnya pasangan ini mengajukan gugatan ke pengadilan
dengan tuduhan bahwa dr. X menggunakan spermanya sendiri dalam melakukan
prosedur bayi tabung. Penyelesaian kasus ini dilakukan diluar pengadilan dengan
kesepakatan orang-orang yang terlibat tidak membicarakan kasus ini. Pada saat itu
7
dr. X tidak diminta untuk memberikan sampel DNAnya, akan tetapi dr. X dikenai
denda senilai US$ 10.000.
Pada Oktober 2007, dr. Y seorang Ginekologis dari Hartford meninjau kembali
kasus ini dan menyatakan bahwa dr. X membuat kesalahan serius. dr. Y
menyatakan bahwa anak perempuan kembar tersebut tidak memiliki DNA yang
sama dengan ayahnya dan membuat suatu argumen bahwa sperma yang digunakan
pada saat awal proses bayi tabung bukan merupakan sperma dari suami pasangan
tersebut, melainkan menggunakan sperma orang lain. Selain itu dr. Y juga
menemukan beberapa kesalahan yang dilakukan oleh dr. X seperti, kesalahan dalam
memberi label pada spesimen sperma serta dr. Y juga menemukan bahwa tidak ada
tanda tangan informed consent yang dilakukan oleh pasien dr. X yang mana hal
tersebut harus dilakukan ketika melakukan prosedur invasif. Kemudian pada tahun
2009 akhirnya dokter X kembali didenda US$ 10.000 dan ditangguhkan lisensi
prakteknya selama setahun atas kesalahan yang dibuatnya.
oleh prosedur dari bayi tabung ini sendiri yang dilakukan dengan cara
masturbasi yang tentunya adalah sebuah tindakan dosa menurut Alkitab.
Selain itu embrio yang tidak berhasil beberapa akan dibuang dimana itu
adalah suatu bentuk aborsi dan tidak dibenarkan baik dalam Alkitab
maupun pandangan gereja. Prokreasi yang seharusnya dilakukan dalam
bentuk hubungan badan atau seks dilakukan dengan cara tidak wajar
menurut pandangan gereja karena dilakukan di luar tubuh. Bayi tabung ini
sendiri akhirnya dianggap sebagai bentuk perampasan atas “hak” Tuhan
untuk menciptakan seorang anak manusia.
B. Saran
Saran untuk makalah ini adalah:
1. Setelah membaca makalah ini, semoga dapat memberikan pengetahuan
baru mengenai aspek legal dan etik dalam melakukan praktik bayi tabung,
khususnya bagi tenaga kesehatan yang berwenang melakukannya,
hendaknya dalam melakukan praktik bayi tabung mempertimbangkan dari
berbagai sudut pandang baik dari segi aspek etik, sosial, hukum dan agama.
2. Kami sangat butuh saran dari kalian juga untuk makalah yang kami buat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Arista, D. 2016. Aspek Legal Etik Bayi Tabung. Di akses Pada Tanggal 15 Oktober 2020.
http://kelompok8sistemreproduksi1.blogspot.com/2016/05/normal-0-false-
false-false-in-x-none-x.html
Kurnia, F, Dkk. 2020. Tugas Etika. Di akses Pada Tanggal 15 Oktober 2020.
http://medukdw17.blogspot.com/2020/05/tugas-etika-kelompok-3-kasus-bayi-
tabung.html.
Sindi, F. 2018. Masalah Etik Bayi Tabung Mutu Dalam Pelayanan Kebidanan. Di akses
Pada Tanggal 15 Oktober 2020. https://midwifery-
b131.blogspot.com/2017/11/masalah-etik-bayi-tabung-mutu-dalam.html.
Usman, W. 2017. Makalah Etika dan Hukum Kesehatan Aspek Etik dan Hukum Bayi
Tabung dan Insemnasi. Di akses Pada Tanggal 15 Oktober 2020.
http://wahyuniusman19.blogspot.com/2018/09/aspek-etik-dan-hukum-bayi-
tabung-dan.html.