Anda di halaman 1dari 42

ISU ETIK DALAM PRAKTEK KEBIDANAN

DISUSUN OLEH KELOMPOK 6:


AYU SAPITRI : 2015201005
HOLIJAH LUBIS : 2015201011
INDAH INSANI PUTRI : 2015201014
NIKEN FEBRI DWI S : 2015201045
SILVIA INDRIANI : 2015201029
SITI AYUNI : 2015201030

FAKULTAS ILMU FARMASI DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS


ABDURRAB PEKANBARU 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke-hadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas rahmat dan hidayah-Nya. Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk memberikan wawasan mengenai mata kuliah Pengantar
Praktik Kebidanan , dengan judul “ ISUE ETIK DALAM PRAKTIK
KEBIDANAN ”
Dengan demikian, tulisan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun dari berbagai pihak, agar bisa menjadi lebih baik lagi. Kami
berharap semoga tulisan ini dapat memberi informasi yang berguna bagi
pembacanya, terutama mahasiswa, dan bimbingan oleh dosen.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
BAB II PEMBAHASAN
ETIKA DALAM KEBIDANAN
ISU ETIK DALAM DILEMA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
INFORMET CONSENT
INFORMET CHOICE
BAB III PENUTUPAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai
manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
penyelesaiannya baik atau salah (Jones, 1994). Penyimpangan mempunyai konotasi
yang negative yang berhubungan dengan hukum. Seseorang bidan dikatakan
professional bila ia mempunyai kekhususan. Sesuai dengan peran dan fungsinya
seorang bidan bertanggung jawab menolong persalinan. Dalam hal ini bidan
mempunyai hak untuk mengambil keputusan sendiri yang harus mempunya i
pengetahuan yangmemadai dan harus selalu memperbaharui ilmunya dan mengert i
tentang etika yang berhubungan dengan ibu danbayi.

RUMUSAN MASALAH
TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
ETIKA DALAM KEBIDANAN
Etika pelayanan kebidanan etika dalam pelayanan kebidanan merupakan isu utama
diberbagai tempat, dimana sering terjadi karena kurang pemahaman para praktisi
pelayanan kebidanan terhadap etika.

Etika pelayanan kebidanan pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari


pelayanan kesehatan melalui pemberian asuhan kebidanan yang esensial yang diberikan
oleh bidan dalam meningkatkan kehatan ibu dan anak balita yang mempengaruhi tingkat
kesejahteraan keluarga sesuai kewenangannya. Sasaran pelayanan kebidanan adalah
individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya-upaya sebagai berikut
1.Peningkatan (Promotif), misal penyuluhan Immunisasi
2.Pencegahan (Preventif), misal pemberian Immunisasi
3.Penyembuhan (Kuratif), pemberian transfusi darah pada ibu hamil dengan anemia
berat
4.Pemulihan (Rehabilitatif). Contoh pasien pasca operasi SC
Layanan kebidanan dapat dibedakan menjadi:
1.Layanan kebidanan primer adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung
jawab bidan

2.Layanan kebidanan kolaborasi adalah layanan yang dilakukan bidan sebagai anggota
tim yang kegiatannya dilakukan bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari sebuah
proses kegiatan pelayanan kesehatan.

3.Layanan kebidanan rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka
rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi, misalnya rujukan dari bidan ke Rumah
Sakit atau sebaliknya. Pelayanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan keamanan dan
kesejahteraan ibu serta bayinya.
1.Jenis Pelayanan Kebidanan pada Ibu dan Bayi meliputi :

a) Pelayanan antenatal dengan standar 10 T normal meliputi :


 Timbang Badan dan ukur tinggi badan
 Ukur Tekanan darah
 Nilai status Gizi (ukur LILA)
 (Ukur) tinggi Fundus Uteri
 Tentukan presentasi janin dan tentukan denyut jantung janin
 Skrining status Immunisasi TT dan pemberian Immunisasi TT
 Pemberian tablet besi (90 tablet)
 Tes lab sederhana (Hb,Protein,urin) dan atau berdasarkan indikasi (HBs Ag, Siphilis, Malaria,
HIV, TBC)
 Tata laksana kasus
 Temu Wicara ( konseling) termasuk P4K serta KB PP
a) Pelayanan persalinan normal
b) Pelayanan persalinan rujukan
c) Pelayanan nifas normal
d) Pelayanan nifas kolaborasi dengan tim kesehatan lain
e) Pelayanan nifas dengan rujukan
f) Pelayanan bayi baru lahir normal
g) Pelayanan bayi baru lahir kolaborasi dengan tim kesehatan lain
h) Pelayanan bayi baru lahir dengan rujukan
i) Pelayanan kesehatan reproduksi kolaborasi dan rujukan
j) Pelayanan Kebidanan yang Adil Keadilan dalam memberikan pelayanan kebidanan adalah aspek
yang pokok dalam pelayanan kebidanan agar terlaksananya kegiatan pelayanan kebidanan yang
aman.

Keadilan dalam pelayanan ini dimulai dengan :


a) Pemenuhan kebutuhan klien yang sesuai
b) Keadaan sumberdaya kebidanan yang selalu siap untuk melayani
c) Adanya penelitian untuk mengembangkan / meningkatkan pelayanan
d) Adanya keterjangkauan ke tempat pelayanan Selanjutnya diikuti dengan sikap bidan yang
tanggap dengan klien, sesuai dengan kebutuhan klien dan tidak membedakan pelayanan
kepada siapapun.

2.Metode Pemberian Pelayanan


 Pasien memerlukan pelayanan dari provider yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
 Semangat untuk melayani
 Simpati
 Empati
 Tulus ikhlas
 Memberikan kepuasan Sebagai pemberi pelayanan bidan juga harus harus memperhatikan
hal hal seperti rasa aman, nyaman, menjaga privacy, melakukan metode alamiah dan tepat
sesuai kebutuhan. Semua langkah pemberian pelayanan harus didokumentasikan sebagai
aspek legal dan informasi dalam asuhan kebidanan.

ISU ETIK DALAM DILEMA


Dalam praktik kebidanan seringkali bidan dihadapi oleh beberapa permasalaha n
yang dilematis, artinya pengambilan keputusan yang sulit berkaitan dengan kode
etik. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin atau
pertentangan antara nilai- nilai yang diyakini bidan dalam kenyataan yangada.
1. Pengertian IssueEtik
Isuadalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu
lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Etika
diartikan sebagaiilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam
hidupmanusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak
dengan didasaripikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan.Eti
merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia
dalm menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah
pernyataan itu baik atauburuk.
Sedangkan dalam konteks secara luas dinyatakan bahwa: Etik adalah aplikasi
dari proses dan teori filsafat moral terhadap kenyataan yang sebenarnya. Hal
ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dan konsep yang membimb ing
makhluk hidup dalam berfikir dan bertidak serta menekankannilai-ni la i mereka.
(Shirley R Jones – Ethics inMidewifery)
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan opic yang penting yang
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang
menyangkut baik danburuknya.
2. Bentuk-bentuk Etik
a. Etika deskriptif, yang memberikan gambarandan ilustrasi tentang tingakh
laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hai, mana yang
boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
b. Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan
manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi:
a) Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan
dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengamb i l
kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsipmoral.
b) Etika khusus; terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika
Terapan.
 Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan
hubungan antarsesama manusia dalam aktivitasnya,
 Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajib an
manusia sebagaipribadi,
 Etika terapan adalah etika yang diterapkan padaprofesi
Beberapa pembahasan masalah etik dalm kehidupan sehari hari adalah
sebagai berikut:
1. Persetujuan dalam prosesmelahirkan.
a. Memilih atau mengambil keputusan dalampersalinan.
b. Kegagalan dalam prosespersalinan.
c. Pelaksanan USG dalamkehamilan.
d. Konsep normal pelayanankebidanan.
e. Bidan dan pendidikanseks
2. Masalah etik yang berhubungan dengan tekhnologi
a. Perawatan intensif pada bayi.
b. Skreeningbayi.
c. Transplantasiorgan.
d. Teknik reproduksi dankebidanan.
3. Masalah etik yang berhubungan denganprofesi
a. Pengambilan keputusan dan penggunaanetik.
b. Otonomi bidan dan kode etikprofesional.
c. Etik dalam penelitiankebidanan.
d. Penelitian tentang masalah kebidanan yangsensitif.
4. Issue Etik Dalam PelayananKebidanan
Sebelum melihat masalah etik yang Mungkin timbul dalam pelayanan
kebidanan, maka ada baiknya dipahami beberapa Istilah berikut ini :
a. Legislasi (Lieberman, 1970) Ketetapan hukum yang mengatur hak dan
kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengantindakan.
b. Lisensi Pemberian izin praktek sebelum diperkenankan melakukan
pekerjaan yang telah diterapkan. Tujuannya untuk membatasi
pemberian wewenang dan untuk meyakinkanklien.
c. Deontologi/Tugas Keputusan yang diambil berdasarkan
keserikatan/berhubungan dengan tugas. Dalam pengambilan keputusan,
perhatian utama padatugas.
d. Hak Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat diganggu.
Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan dankepuasan.
e. Instusioner Keputusan diambil berdasarkan pengkajian dari dilemma
etik dari kasus per kasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban dan
peraturan yang samapentingnnya.
f. Beneficience Keputusan yang diambil harus selalumenguntungkan.
g. Mal-efecience Keputusan yang diambil merugikanpasien
h. Malpraktek/Lalaia. Gagal melakukan tugas/kewajiban kepada klien.
Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar. Melakukan tindakan
yang mencederai klien. Klien cedera karena kegagalan melaksanakan
tugas.
i. Malpraktek terjadi karena.Cerobohan.Lupa.Gagal mengkomunikasikan.
Bidan sebagaipetugasKesehatansering berhadapan dengan masalah etik
yang berhubungan dengan hukum. Sering masalah dapat diselesaikan
dengan hukum, tetapi belum tentu dapat diselesaikan berdasarkan
prinsip-prinsip dan nilai- nilai etik. Banyak hal yang bisa membawa
seorang bidan berhadapan dengan masalahetik.
Contoh kasus :
Di sebuah desa terpencil seorang ibu mengalami pendarahan postpartum
setelah melahirkan bayinya yang pertama di rumah. Ibu tersebut menolak
untuk diberikan suntikkan uterotonika. Bila ditinjau dari hak pasien atas
keputusan yang menyangkut dirinya maka bidan bisa saja tidak memberikan
suntikkan karena kemauan pasien. Tetapibidan akan berhadapan dengan
masalah yang lebih rumit bila terjadi pendarahan hebat dan harus
diupayakan pertolongan untuk merujuk pasien, dan yang lebih patal lagi
bila pasien akhirnya meninggal karena pendarahan. Dalam hal ini bisa
dikatakan tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Walapun bidan harus
memaksa pasiennya untuk disuntik Mungkin itulah keputusan yang terbaik
yang harus ia lakukan(dentology)
Issue etik dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang
berkembang di masyarakat tentang nilai manusia dalam menghargai suatu
tindakan yang berhubungan dengan segala aspek kebidanan yang
menyangkut baik danburuknya.
Issue etik yang terjadi antara Bidan dengan Klien, Kelurga, dan Masyarakat
Teman Sejawat,Teman kesehatan lainya, Organisasi profesi.
• Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien,keluarga, masyarakat
Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan
masyarakat mempunyai hubungan erat dengan nilai manusia dalam
menghargai suatu tindakan. Seorang bidan dikatakan profesional bila ia
mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya yang
bertanggung jawab menolong persalinan. Dengan demikian
penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi dalam praktek kebidanan
misalnya dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau
institusi kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandir i
menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan
besar sekali pengaruhnya terhadapkemungkinanterjadinya
penyimpanganetik.
Contoh kasus :
Di sebuah desa, ada seorang bidan yang sudah membuka praktek kurang
lebih selama satu tahun. Pada suatu hari datang seorang klien bernama
Ny ‘A’ usia kehamilan 38 minggudengan keluhan perutnya terasa
kenceng kenceng dan terasa sakit sejak 5 jam yang lalu. Setelah
dilakukan VT,didapatkan hasil pembukaan 3 dan ternyata janin dalam
keadaan letak sungsang. Oleh karena itubidanmenyarankanagardi Rujuk ke
Rumah Sakit untuk melahirkan secara operasi SC. Namun keluarga klien
terutama suami menolak untuk di Rujuk dengan alasan tidak punya biaya
untuk membayar operasi. Tapi bidan tersebut berusaha untuk memberi
penjelasan bahwa tujuan di Rujuk demi keselamatan janin dan juga
ibunya namun jika tetap tidak mau dirujuk akansangat
membahayakan janin maupun ibunya. Tapi keluarga bersikeras agar
bidan mau menolong persalinantersebut.
Sebenarnya, dalam hal ini bidan tidak yakin bisa berhasil menolong
persalinan dengan keadaan letak sungsang seperti ini karena pengalaman
bidan dalam hal ini masih belum begitu mendalam. Selain itu juga
dengan di Rujuk agar persalinan berjalan dengan lancar dan bukan
kewenangan bidan untuk menolong persalinan dalam keadaan letak
sungsang seperti ini. Karena keluarga tetap memaksa, akhirnya bidan pun
menuruti kemauan klien sertakeluarga untukmenolong persalinan tersebut.
Persalinan berjalan sangat lama karena kepala janin tidak bisa keluar.
Setelah bayi lahir ternyata bayi sudah meninggal. Dalam hal ini keluarga
menyalahkan bidan bahwa bidan tidak bisa bekerja secara profesional dan
dalam masyarakatpun juga tersebar bahwa bidan tersebut dalam melakukan
tindakan sangat lambat dan tidak sesuaiprosedur.
Konflik :
Keluarga terutama suami menolak untuk di rujuk ke Rumah sakit dan
melahirkan secara operasi SC dengan alasan tidak punya biaya untuk
membayar operasi.
Issue :
Di mata masyarakat, bidan tersebut dalam pelayanan atau melakukan
tindakan tidak sesuai prosedur dan tidak profesioanl. Selain itu juga
masyarakat menilai bahwa bidan tersebut dalam menangani pasien
dengan kelas ekonomi rendah sangat lambat atau membeda-bedakan
antara pasien yang ekonomi atas dengan ekonomirendah.
Dilema :
Bidan merasa kesulitan untuk memutuskan tindakan yang tepat untuk
menolong persalinan Resiko Tinggi. Dalam hal iniletak sungsang
seharusnya tidak boleh dilakukan oleh bidan sendiri dengan keterbatasan
alat dan kemampuan medis. Seharusnya ditolong oleh Dokter Obgyn,
tetapi dalam hal inidiputuskan
untuk menolong persalianan itu sendiri dengan alasan desakan dari
kelurga klien sehingga dalam hatinya merasa kesulitan untuk
memutuskan sesuai prosedur ataukah kenyataan dilapangan.
• Issue Etik yang terjadi antara bidan dengan temansejawat.
Issue etik adalah topic yang cukup penting untuk dibicarakan sehingga
mayoritas individu akan mengeluarkan opini terhadap masalah tersebut
sesuai dengan asas ataupun nilai yang berkenaan dengan akhlak, niali
benar salah yang dianut suatu golongan ataumasyarakat.

Contoh kasus :
Di suatu desa yang tidak jauh dari kota dimana di desa tersebut ada dua
orang bidan yaitu bidan “A” dan bidan “B” yang sama – sama memilik i
BPS dan ada persaingan di antara dua bidan tersebut.Pada suatu hari
datang seorang pasien yang akan melahirkan di BPS bidan “B” yang
lokasinya tidak jauh dengan BPSbidan “A”. Setelahdilakukan pemeriksaan
ternyata pembukaan masih belum lengkap dan bidan “B” menemukan letak
sungsang dan bidan tersebut tetap akan menolong persalinan tersebut
meskipun mengetahui bahwa hal tersebut melanggar wewenang
sebagaiseorang bidan demimendapatkanbanyakpasien untuk bersaing
dengan bidan “A”.Sedangkan bidan “A” mengetahui hal tersebut. Jika
bidan “B” tetap akan menolong persalinan tersebut,bidan “A” akan
melaporkan bidan “B” untuk menjatuhkan bidan “B” karena di anggap
melanggar wewenang profesibidan.
Issu Moral:
seorang bidan melakukan pertolongan persalinan normal.
Konflik Moral:
menolong persalinan sungsang untuk nendapatkan pasien demi
persaingan atau dilaporkan oleh bidan“A”.
Dilema Moral:
• Bidan “B” tidak melakukan
pertolongan persalinan sungsang
tersebut namun bidan kehilangan satupasien.
• Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan
dijatuhkan oleh bidan “A” dengan di laporkan ke
lembaga yangberwewenang
• Issu Etik Bidan dengan Team KesehatanLainnya
Yaitu perbedaan sikap etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga medis
lainnya. Sehingga menimbulkan ketidaksepahaman atau kerenggangan
social.
Kasus :
Disuatu desa yang ada sebuah BPS, suatu hari ada seorang Ibu berusia
35 Tahun keadaannya sudah lemah. bidan menanyakan kepada keluarga
pasien apa yang terjadi pada pasien. Dan suami pasien menjawab ketika
dirumah Px jatuh &terjad iperdarahanhebat. Setelahitubidan memberikan
pertolongan , memberikan infuse dst…. Bidan menjelaska n pada keluarga,
agar istrinya di bawa ke rumah sakit untuk dilakukan curretase.Kemudian
keluarga pxmenolak saran bidan tsb, dan meminta bidan yang melakukan
currentase. selang waktu 2 hari pxmenga lami perdarahan lagi kemudian
keluarga merujuk ke RS.Dokter menanyaka n kapeda suami px, apa yang
sebenarnya terjadi dan suami px menjelaska n bahwa 3 hari yang lalu
istrinya mengalamikeguguran& di currentase bidan didesany. dokter
mendatangi bidanterebut.MakaTerjadilah konflik antara bidan &dokter.
Issue Etik :
Mall Praktek Bidan melakukan tindakan diluar wewenangnya.
Konflik :
bidan melakukan currentase diluar wewenangnya sehinggaterjadilahkonflik
antara bidan &dokter.
Dilema :
jika tidak segera dilakukan tindakan takutnya merenggut nyawa px
karena BPS jauh dari RS. Dan jika dilakukan tindakan bidan merasa
melanggar kode etik kebidanan &merasa melakukan tindakan diluar
wewenangnya.
• Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi
adalah suatu topic masalah yang menjadi bahan pembicaraan antara
bidan dengan organisasi profesi karena terjadinya suatu hal-hal yang
menyimpang dari aturan-aturan yang telahditetapkan.
Kasus
Seorangibu yang ingin bersalin di BPS pada bidan A sejak awal kehamilan
ibutersebut memang sudah seringmemeriksaka n kehamilannya. Menurut
hasil pemeriksaanbidan Ibu tersebut mempunya i riwayat hipertensi. Maka
kemungkinan lahir pervaginanyasa ngat beresiko Saat persalinan tiba.
Tekanandarahibu menjaditinggi.Jik atidak dirujuk maka beresiko terhadap
janin dan kondisi si Ibu itu sendiri. Resiko pada janin bisa terjadigawat
janin dan perdarahan pada ibu. Bidan A sudah mengerti resiko yang akan
terjadi. Tapiia ebih memntingka n egonya sendiri karena takut kehilangan
komisinya dari pada dirujuk kerumah sakit. Setelah janin lahir Ibu
mengalami perdarahan hebat, sehingga kejang-kejang danmeninggal.
Saaatberitaituterdengar organisasi profesi ( IBI ), maka IBImemberikan
sanksiyangsetimpal bahwa dari kecerobohannya sudah merugikan orang
lain. Sebagai gantinya,ijin praktek (BPS) bidan A dicabut dan dikenakan
denda sesuai dengan pelanggarantersebut.Issue etik :

• Terjadimalpraktek
• Pelangaran wewenang Bidan
Dilemaetik
Warga yang mengetahui hal tersebut segera melaporkan kepada
organisasi profesi dan diberikanpenangan
Biasanyan beberapa contoh mengenai isu etik dalm pelayananan kebidanan
adalah berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Agama /kepercayaan.
2. Hubungan denganpasien.
3. Hubungan dokter denganbidan.
4. Kebenaran.
5. Pengambilankeputusan.
6. Pengambilandata.
7. Kematian.
8. Kerahasiaan.
9. Aborsi.
10. AIDS.
11. In_Vitrofertilization
Bidan dituntut untuk berprilaku hati-hati dalm setiap tindakannya dalam
memberikan asuhan kebidanan dengan menampilkan perilaku yang etis dan
profesional.
4. Issue Moral dalam praktekkebidanan
Moral merupakan pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal yang baik
dan buruk yang mempengaruhi siakap seseorang. Kesadaran tentang
adanya baik buruk berkembang pada diri seseorang seiring dengan pengaruh
lingkungan, pendidikan, sosial budaya, agama, dll. Hali ini yang disebut
kesadaranmoral.
Isu moral dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang
berhubungan dengan benar dan salah sebagai contoh nilai-nilai yang
berhubungan dalam kehidupan sehari-hari yang ada kaitannya dengan
pelayanan kebidanan menyangkut kasus abortus, euthanasia,keputusan untuk
terminasikehamilan.
Beberapa contoh isu moral dalam kehidupan sehari-hari:
1. Kasusabortus.
2. Euthanansia.
3. Keputusan untuk terminasikehamialn.
4. Isumoral juga berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti yang menyangkut konflik danperang.
5. Dilema dan Konflik Moral
Dilema moral menurut Campbell adalah suatu keadaan dimana
dihadapkan pada dua alternativepilihan, yang kelihatannyasamaatau hampir
sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Kesadaran Moralerat
kaitannya dengan nilai- nilai, keyakinan seseorangdanpadaprinsipnya semua
manusia dewasa tahu akan hal yang baikdan buruk,inilahynag disebut suara
hati. Perkembanan ilmu pengetahuan dan tehnologi berdampak pada
perubahan pola pikir manusia Masyarakat semakin kritis sehingga terjadi
penguatan tuntutan terhadapmutupelayanankebidanan. Mutu pelayanan
kebidanan yang baik butuh landasan komitmen yang kuat dengan basik etik
dan moral yangbaik.
Dalam praktik kebidanan seringkali bidan dihadapkan pada beberapa
permasalahan yang dilematis, artinya pengambilan keputusan yang sulit
berkaitan dengan etik. Dilema muncul karena terbentur pada konflik moral,
pertentangan batin atau pertentangan antara nilai-nilai yang iyakini bidan
dengan kenyataan yangada.
Dilema muncul karena terbentur pada konflikmoral,pertentangan batin, atau
pertentangan antara nilai- nilai yang diyakini bidan dengankenyataan yangada.
Ketika mencari solusi atau pemecahan masalah harus mengingat akan
tanggung jawab profesional,yaitu:
1. Tindakan selalu ditujukanuntuk peningkatankenyamanan kesejahteraan
pasien atauklien.
2. Menjamin bahwa tidak ada tindakan yang menghilangkansesuatu bagian
[omission], disertai ras tanggung jawab memperhat ikan kondisi dan
keamanan pasien atauklien.

Tuntukan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan salah satunya
adalah karena bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab terhadap
keputusan yang dibuat berhubungan dengan klien serta harus mempunya i
tanggung jawab moral terhadap keputusan yang di ambil. Untuk dapat
menjalankan praktik kebidanan dengan baik tidak hanya dibutuhka n
pengetahuan klinik yang baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi
bidan juga harus mempunyai pemahaman isu etik dalam pelayanan
kebidanan.
Konflik moral menurut Johnson adalah bahwa konflik atau dilema pada
dasarnya sama kenyataannya konflik berada
diantaraprinsipmoraldantugas yang mana sering menyebabkandilema.
Ada 2 tipe konflik:
1. Konflik yang berhubungan denganprinsip.
2. Konflik yang berhubungan denganotonomi.
Dua tipe konflik ini merupakan dua bagian yang tidak dapat
dipisahkan. contoh:
Issue Moral
seorang bidan melakukan pertolongan persalinan
normal. Konflik Moral:
menolong persalinan sungsang untuk mendapatkan pasien demi
persaingan atau dilaporkan oleh bidan“A”.
Dilema Moral:
1. Bidan “B” tidak melakukan pertolongan persalinan sungsang
tersebut namun bidan kehilangan satupasien.
2. Bidan “B” menolong persalinan tersebut tapi akan dijatuhkan
oleh bidan “A” dengan di laporkan ke lembaga yang
berwenang.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

PENGAMBILAN KEPUTUSAN YANG ETIS

Proses pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam


praktik suatu profesi dan keberadaannnya sangat penting karena akan menentukan
tindakan selanjutnya. Dalam bidang kesehatan, khususnya pelayanan kebidanan,
pengambilan keputusan harus dilakukan melalui pemikiran yang mendalam,
karena objek yang akan dipengaruhi pada keputusan itu adalah manusia.
Bidan dahulunya tidak memiliki peran berarti dalam proses pengambilan
keputusan karena :
Sistim pelayanan kesehatan model paternalistik. Keengganan bidan Takut
mengambil keputusan tegas.

Keterlibatan bidan dalam proses pengambilan keputusan sangat penting


karena faktor :
Menunjang pelayanan One to One atau pelayanan mendalam antara bidan dan
klien Meningkatkan sensitivitas terhadap klien yaitu pemahaman bidan terhadap
klien. Perawatan women centered care dan asuhan total care

Keputusan etis didasari oleh kode moral atau kerangka etik yang memberi nilai
“salah” dan “benar” terhadap keputusan yang kita buat Nilai benar dan salah
ditentukan oleh etika atau nilai-nilai dasar yang dimiliki si pengambil keputusan
Dalam pelayanan kebidanan, keputusan dinilai oleh bidan itu sendiri, klien dan
keluarga dan tenaga kesehatanlainnya yang terlibat sehingga besar kemungkinan
muncul berbagai penilaian.

Bidan dikatakan profesional jika ia mempunyai etika.


Bidan harus mempunyai pengetahuan dan kompetensi serta mengerti tentang etika
yang berhubungan dengan ibu, bayi, serta kliennya.

Becaump & Childrens (1989) menjelaskan 4 tingkatan kerangka kerja


pertimbangan moral dalam pengambilan keputusan ketika menghadapi dilema etik
Tingkatan 1 : Keputusan dan tindakan Tingkatan 2 : Peraturan Berupa kaidah
kejujuran atau berkata benar, privasi, kerahasiaan dan kesetiaan.

Tingkatan 3 : Prinsip yaitu : Autonomy yang memperhatikan penguasaan diri, hak


kebebasan dan pilihan individu Benevience memperhatikan peningkatan
kesejahteraan klien Non malefience tidak melakukan tindakan yang merugikan
Justice memperhatikan keadilan, pemerataan beban dan keuntungan.

Tingkatan 4 : Teori etik yaitu : Utilitarian uyaitu menitikberatkan pada


konsekuensi tindakan dan memaksimalkan Deontologi yaitu kewajiban

Pengkajian Isu Etik Telaah situasi untuk menetapkan masalah kesehatan,


kebutuhan akan keputusan komponen etik dan individu yang terkait Kumpulkan
informasi tambhan untuk menjelaskan situasi Identifikasi isu etik pada situasi atau
kasus tersebut Tetapkan sikap moral persoanl maupun profesioanl Identifikasi
sikap moral individu atu orang penting yang terlibat Identifikasi konflik nilai
personal

Tentukan siapa yang harus menetapkan keputusan

Identifikasi rangkaian tindakan dan keluaran yang diantisipasi


Tetapkan tindkaan yang akan dilakukan dan laksanakan

Evaluasi atau telaah hasil dari keputusan atau tindakan

Bentuk Pengambilan Keputusan


Strategi pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh kebijakan, rencana, fungsi,
langkah dan pemahaman. Cara kerja pengambilan keputusan dipengaruhi oleh
pelayanan, komunitas, alternatif lain. Pengambilan keputusan individu dan profesi
dipengaruhi oleh standar, tingkatan, tim kerja

Pendekatan Tradisional Dalam Pengambilan Keputusan


Mengenal dan mengidentifikasi masalah Mengaskan maslah dengan menunjukkan
hubungan antara masa lalu dan masa sekarang Memperjelas hasil priorita yang
ingin dicapai Mempertimbangkan pilihan yang ada Mengevaluasi pilihan tersebut
Memilih solusi dan menerapkan atau melaksanakannya.

Faktor Yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


Fisik Emosional Rasional Praktik Interpersonal struktural

Dasar Pengambilan Keputusan


Ketidaksanggupan Membiarkan kejadian berlalu begitu saja Keterpaksan karena
suatu krisis yang menuntut sesuatu untuk segra dilakukan

Pengambilan keputusan yang etis :


Ciri keputusan yang etis :

a. Mempunyai pertimbangan benar salah

b. Sering menyangkut pilihan yang sukar

c. Tidak mungkin dielakkan

d. Dipengaruhi oleh norma, situasi, iman, lingkungan sosial

Situasi Mengapa kita perlu mengerti situasi - Untuk menerapkan norma-norma


terhadap situasi - Untuk melakukan perbuatan yang tepat dan berguna - Untuk
mengetahui masalah-masalah yang perlu diperhatikan

Kesulitan-kesulitan dalam mengerti situasi:


Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita : Pengertian kita terhadap
situasi sering dipengaruhi oleh kepentingan, prasangka dan faktor-faktor subyektif
lain.

Bagaiman kita memeprnbaiki pengertian kita tentang situasi :


Melakukan penyelidikan yang memadai - Menggunakan sarana ilmiah dan
ketenaga’an para ahli - Memperluas pandangan tentang situasi - Kepekaan
terhadap perkerjann - Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain.

INFORMET CONSENT
A. Pengertian Informend Consent
Pada awal mulanya, dikenal hak atas Persetujuan Consent, baru kemudian dikenal hak
atas informasi kemudian menjadi ‘Informed Consent”. Sebagai penerima jasa pelayanan
dalam kontrak terapi pasien mempunyai hak, antara lain hak atas persetujuan tindakan
yang dilakukan pada tubuhnya, hak atas rahasia dokter, hak atas informasi, dan hak atas
second opinion. Saat ini, telah mulai diatur mengenai Informed Consent, yaitu suatu
persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya atas dasar informasi dan
penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. 1
Informed consent dimuat dalam beberapa peraturan, meskipun demikian masih
diperlukan pengaturan hukum yang lebih lengkap mengenai hal ini, karena dibutuhkan
suatu pengaturan hukum yang tidak hanya melindungi pasien dari kesewenangan dokter,
tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang
melanggar batas – batas hukum dan perundang – undangan. Persetujuan (Informed
Consent) ini sangat penting mengingat tindakan medis tidak dapat dipaksakan karena
tidak ada yang tahu pasti hasil akhir dari pelayanan kedokteran tersebut.
Pentingnya Informed Consent ini juga dikaitkan dengan adanya Pasal 351 KUHP tentang
penganiayaan, yang bisa saja dituduhkan kepada pihak dokter atau rumah sakit, terkait
tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien. Sebagai contoh, dengan melakukan
operasi, memasukkan atau menggoreskan pisau ke badan seseorang hingga menimbulkan
luka, atau membius orang lain, dapat dikatakan sebagai suatu penganiayaan. Meskipun
yang melakukan tindakan tersebut seorang dokter, tetap dapat dianggap sebagai
penganiayaan, kecuali jika :

1. Orang yang dilukai tersebut memberikan persetujuannya;


2. Tindakan tersebut berdasarkan indikasi medik, dan ditujukan pada suatu tujuan yang
konkret;
3. Tindakan medik tersebut dilakukan sesuai ilmu kedokteran

Untuk itu, wajib hukumnya bagi rumah sakit ataupun dokter untuk memberikan informasi
dan keterangan kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit
pasien, tindakan yang akan dilakukan dan resiko apa yang mungkin terjadi dari suatu
tindakan, sebelum tindakan itu dilakukan. Informasi dan penjelasan dianggap cukup,
apabila telah mencakup beberapa hal dibawah ini, yaitu:

1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan.


2. Tata cara tindakan medik yang akan dilakukan.
3. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
4. Alternatif tindakan medik lain yang tersedia serta resikonya masing – masing.
5. Prognosis penyakit apabila tindakan medik tersebut dilakukan.
6. Diagnosis.

Informasi dan penjelasan tersebut dapat disampaikan secara lisan, sedangkan secara
tulisan dilakukan sebagai pelengkap penjelasan dari penjelasan lisan tersebut. Bagi
pasien, untuk menyatakan persetujuannya dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan.
Persetujuan tertulis mutlak diperlukan pada tindakan medik yang mengandung resiko
tinggi, sedangkan persetujuan medik yang mengandung resiko tinggi, sedangkan
persetujuan lisan diperlukan untuk tindakan medik yang tidak beresiko tinggi. Penjelasan
juga hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti karena penjelasan
merupakan landasan untuk memberikan persetujuan. Aspek lain yang juga sebaiknya
diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan dengan pembiayaan. 3
Informed consent secara harfiah terdiri dari dua kata yaitu informed dan consent.
Informed berarti telah mendapat penjelasan atau informasi; sedangkan

consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan. Dengan demikian informed


consent berarti suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Atau dapat
juga dikatakan informed consent adalah pernyataan setuju dari pasien yang diberikan
dengan bebas dan rasional, sesudah mendapatkan informasi dari dokter dan sudah
dimengerti olehnya.

Consent artinya persetujuan, atau lebih “tajam” lagi, ”izin”. Jadi Informed consent adalah
persetujuan atau izin oleh pasien atau keluarga yang berhak kepada dokter untuk
melakukan tindakan medis pada pasien, seperti pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lain-
lain untuk menegakkan diagnosis, memberi obat, melakukan suntikan, menolong
bersalin, melakukan pembiusan, melakukan pembedahan, melakukan tindak-lanjut jika
terjadi kesulitan, dsb. Selanjutnya kata Informed terkait dengan informasi atau penjelasan.
Dapat disimpulkan bahwa Informed Consent adalah persetujuan atau izin oleh pasien
(atau keluarga yang berhak) kepada dokter untuk melakukan tindakan medis atas dirinya,
setelah kepadanya oleh dokter yang bersangkutan diberikan informasi atau penjelasan
yang lengkap tentang tindakan itu. Mendapat penjelasan lengkap itu adalah salah satu hak
pasien yang diakui oleh undang- undang sehingga dengan kata lain Informed consent
adalah Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP).

Informed consent adalah suatu persetujuan mengenai akan dilakukannya tindakan


kedokteran oleh dokter terhadap pasiennya. Persetujuan ini bisa dalam bentuk lisan
maupun tertulis. Pada hakikatnya informed consent adalah suatu proses komunikasi
antara dokter dengan pasien mengenai kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan
dokter terhadap pasien. Penandatanganan formulir informed consent secara tertulis hanya
merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya. Tujuan penjelasan
yang lengkap adalah agar pasien menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihan
dia sendiri (informed decision). Oleh karena itu, pasien juga berhak untuk menolak
tindakan medis yang dianjurkan.

Pasien juga berhak untuk meminta pendapat dokter lain (second opinion), dan dokter
yang merawatnya. Informed consent ialah persetujuan bebas yang diberikan oleh pasien
terhadap suatu tindakan medis, setelah ia memperoleh semua informasi yang penting
mengenai sifat serta konsekuensi tindakan tersebut. Informed consent dibuat berdasarkan
prinsip autonomi, beneficentia dan nonmaleficentia, yang berakar pada martabat manusia
di mana otonomi dan integritas pribadi pasien dilindungi dan dihormati. Persetujuan
tindakan medis (informend consent) dalam pelayanan kesehatan merupakan suatu hal
yang wajib dilakukan oleh dokter terhadap pasien ditinjau dari aspek hukumnya. 6
Untuk itu perlu diperhatikan dalam implementasinya persetujuan tindakan medis
itu.Kemudian soal informend consent mau lisan atau tulisan, sebelum memeriksa, wajib
meminta izin. Tubuh pasien sepenuhnya adalah hak otonomi mereka, yang pihak
medispun tidak bisa memaksakan untuk melakukan tindakan atau pemeriksaan apapun,
fungsi sebagai pihak medis bukan semata-mata memeriksa dan dan memberikan obat.
Dokter sendiri berasal dari bahasa latin Docere yang berarti mengajar / mengedukasi.
Sebisa mungkin mengedukasi pasien yang awalnya tidak tahu mengenai kondisinya
menjadi aware, dan berhak memilih tindakan yang harus dilakukan pada tubuhnya. Baik
pemeriksaan, pengobatan atau tindakan yang invansif, semua hal tersebut memerlukan
informend consent dan pasien harus benar-benar mengerti bukan karena paksaan. Karena
hubngan dokter-pasien bukan satu arah bukan memaksakan kehendak pihak medis, tapi
agar tercipta kepercayaan antara dokter dengan pasien. Diingatkan bahwa rahasia medis
itu sangat penting, jika mengumbar hasil pemeriksaan pasien didepan umum sama dengan
melanggar kode etik.
Jadi untuk diperhatikan pula hambatan dan solusi mengatasi dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan kepada pasien, sehingga terdapat adanya

perlindungan hukum baik bagi dokter maupun pasien. Jika pasien tidak kompeten, maka
persetujuan diberikan oleh keluarga atau wali sah. Jika keluarga/wali hadir tetapi tidak
kompeten juga, maka tenaga medis harus memutuskan sendiri untuk melakukan tindakan
medis tertentu sesuai keadaan pasien. Informed consent terutama dibutuhkan dalam
kasus-kasus luar biasa (exraordinary means). Namun untuk pasien kritis atau darurat
yang harus segera diambil tindakan medis untuk menyelamatkannya, proxy consent tidak
dibutuhkan. Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan
kedokteran dilaksanakan adalah:8
a. Diagnosa yang telah ditegakkan.
b. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
c. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
d. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
e. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
f. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Suatu persetujuan dianggap sah apabila:


1. Pasien telah diberi penjelasan/ informasi
2. Pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap (kompeten)
untuk memberikan keputusan/persetujuan
3. Persetujuan harus diberikan secara sukarela.

Informed consent merupakan suatu bentuk dari menghargai sesama manusia, dengan
berbuat baik melalui penilaian risiko dan keuntungan tindakan medis, serta suatu keadilan
pada mana pilihan tindakan medis diberikan pada subjek, pasien. Ungkapan risiko dan
keuntungan tindakan medis kadang merupakan masalah, karena demikian banyak resiko,
begitu pula keuntungan tindakan medis, yang selain banyak menyita waktu untuk
penjelasan adalah juga kadang membingungkan pasien dan keluarga. Umumnya resiko
yang dikemukakan adalah yang dapat difahami oleh pasien dalam memutuskan suatu
pilihan dengan
Sang Gede Purnama, “Modul Etika Dan Hukum Kesehatan Informed Consent (Universitas
Udayana)”. Hlm 2
alternative tindakan medis lainnya, jadi nampaknya hanya risiko dan keuntungan yang
dapat dimengerti oleh pasien yang harus dikemukakan

B. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent

Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan medis
(pasien), maka pelaksanaan “informed consent”, bertujuan: Melindungi pengguna jasa
tindakan medis (pasien) secara hukum dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa
sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-
wenang, tindakan malpraktik yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar
profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau
“over utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya.
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-
tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan
bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan
walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi
medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat
dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence) atau
karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh
teman sejawat lainnya.
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai
beberapa fungsi sebagai berikut :

1. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia


2. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
3. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien
4. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter
5. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
6. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan

7. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan.
Pada prinsipnya informed consent diberikan di setiap pengobatan oleh dokter. Akan
tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa dalam kasus-kasus
sebagai berikut :

1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi


2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai teknologi baru
yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan banyak efek
samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan riset dan
eksperimen dengan berobjekan pasien.
C. Hubungan Informend Consent dengan Perjanjian Terapeutik

Hubungan ini dalam ilmu kedokteran umumnya berlangsung sebagai hubungan biomedis
aktif-pasif. Dalam hubungan tersebut rupanya hanya terlihat superioritas dokter terhadap
pasien dalam bidang ilmu biomedis, hanya ada kegiatan pihak dokter sedangkan pasien
tetap pasif. Pada umumnya mulainya hubungan perjanjian terapeutik dimulai saat seorang
pasien meminta pertolongan kepada dokter untuk mengobati penyakitnya dan dokter
menyanggupinya. Menurut Hukum Perdata, hubungan profesional antara dokter dengan
pasien dapat terjadi Berdasarkan perjanjian (ius contractus) yang berbentuk kontrak
Terapeutik secara sukarela antara dokter dengan pasien berdasarkan kehendak bebas.
Tuntutan dapat dilakukan bila terjadi “wanprestasi”, yakni peningkatan terhadap hal
yang diperjanjikan. Dasar tuntutan adalah tidak, terlambat, salah melakukan, ataupun
melakukan sesuatu yang tidak boleh adalah tidak, terlambat, salah melakukan, ataupun
melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan menurut perjanjian itu. Berdasarkan
hukum (ius delicto) berlaku prinsip siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti
rugi.

Ajaran mengenai wanprestasi atau cedera janji dalam hukum perdata dikatakan, bahwa
seorang dianggap melakukan wanprestasi apabila:
1. Tidak melakukan apa yang disepakati untuk dilakukan.
2. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat.
3. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang diperjanjikan.
4. Melakukan sesuatu yang menurut hakikat perjanjian tidak boleh dilakukan

D. Dasar Hukum Peranan Informend consent Menurut Undang-Undang Nomor 29


Tahun 2004

Persetujuan tindakan Kedokteran telah diatur dalam Pasal 45 Undang – undang Nomor 29
tahun 2004 tentang praktik Kedokteran. Sebagaimana dinyatakan setiap tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi
terhadap pasien harus mendapat persetujuan. Persetujuan sebagaimana dimaksud
diberikan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap, sekurang – kurangnya
mencakup: diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis yang dilakukan,
Persetujuan tersebut dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan. 14 Dihubungkan
dengan kewajiban dokter dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) UU Nomor 29 Tahun 2004,
untuk terjadinya perikatan hukum – pasien, penawaran itu harus diikuti penjelasan secara
lengkap mengenai pelbagai hal seperti diagnosis dan terapi oleh dokter, dan apabila
kemudian pasien memberikan persetujuan untuk pengobatan atau perawatan, maka
terjadilah perikatan hukum yang disebut kontrak terapeutik atau transaksi terapeutik.
Persetujuan pasien itu disebut dengan informend consent.

E. Informend Consent Dalam Hukum Pidana Islam


Menurut hukum pidana Islam, dalam melakukan tindak pidana jika dilihat dari niatnya,
tindak pidana terbagi menjadi dua yaitu:

1. Tindak pidana disengaja (doleus delicten/jara’im maqsu'dah,) artinya si


pelaku dengan sengaja melakukan perbuatannya serta mengetahui bahwa
perbuatannya dilarang
2. Tidak disengaja (colpose delicten/jara’im gair maqsu'dah), artinya si pelaku
tidak sengaja melakukan perbuatan yang dilarang, tetapi perbuatannya
tersebut terjadi akibat kekeliruan.
Pembunuhan karena keliru dalam bahasa Arabnya adalah Qatlu al-Khatha’, Kata Khath’
dalam bahasa Arab di sini bermakna lawan dari kesengajaan (al-'amad) atau yang biasa
kita kenal dengan kelalainan, sebagaimana firman Allah SWT:
‫َو َما َكانَ لِ ُمْؤ ِم ٍن َأ ْن يَ ْقتُ َل ُمْؤ ِمنًا ِإ ا َّل خَ طَ ًأ‬
“Dan tidak layak bagi seorang Mukmin membunuh seorang Mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja)”16
hukuman yang telah di tetapkan oleh syara’ adapun hukuman yang macam-macam
hukumannya bisa berupa:17
a. Hukuman pokok (‘uqubah asliah).
b. Hukuman pengganti (‘uqubah badaliah
c. Hukuman tambahan (‘uqubah taba’iah)
d. Hukuman pelengkap (‘uqubah takmiliah)

Perlu diketahui bahwa kesalahan dokter –atau profesional lain di dunia kedokteran dan
kesehatan- kadang berhubungan dengan etika/akhlak. Malpraktik yang menjadi penyebab
dokter bertanggung-jawab yang ,mengakibatkan resiko medis secara profesi bisa
digolongkan sebagai Tidak Punya Keahlian (Jahil) Yang dimaksudkan di sini adalah
melakukan praktek pelayanan kesehatan tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki
keahlian sama sekali dalam bidang kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi
bertindak di luar keahliannya. Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran
kemudian nekat membuka praktek, telah disinggung oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam sabda beliau:

َ ‫ فَه َُو‬،َ‫باب َولَ ْم يُ ْعلَ ْم ِم ْنهُ ِطبٌّ قَب َْل َذلِك‬


‫ض ِام ن‬ َ َ‫َم ْن تَط‬
“Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui memiliki
keahlian, maka ia bertanggung-jawab ”
Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa
banyak orang, sehingga para Ulama sepakat bahwa mutathabbib (pelakunya) harus
bertanggung-jawab, jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi
pelajaran bagi orang lain.Menyalahi Prinsip-Prinsip Ilmiah (Mukhâlafatul Ushûl
Al-‘Ilmiyyah) Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah
yang telah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan
harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran .

Menurut kesepakatan Ulama fikih, pembunuhan karena keliru (Qatlu al-


Khatha`). Ketidaksengajaan (Khatha’) adalah suatu kejadian (tindakan) yang orang tidak
memiliki maksud di dalamnya. Bentuk malpraktik ini tidak membuat pelakunya berdosa,
tapi ia harus bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang
telah digariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasuk jinayat khatha’ (tidak
sengaja) memiliki konsekuensi hukum membayar diyat dan kafarat yaitu berupa sebuah
pembebasan budak Muslim.

Apabila tidak mendapatkannya, maka ia berpuasa dua bulan berturut-turut serta tidak ada
qishash bagi pembunuhnya

Informed Consent dalam pelayanan kebidananMenurut John M. Echols


dalam kasus Inggris-Indonesia (2003), Informedberarti telah diberitahukan, telah
disampaikan, telah diinformasikan.Sedangkan consentberarti persetujuan yang
diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Menurut Jusuf Hanafiah
(1999), informed consentadalah persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter
setelah diberi penjelasan. Dalam praktiknya, sering kali istilah informed consent
disamakan dengan Surat Izin Operasi (SIO) yang diberikan oleh tenaga kesehatan
kepada keluarga sebelum seorang klien dioperasi, dan dianggap sebagai
persetujuan tertulis. Akan tetapi, perlu diingat bahwa informed consent bukan
sekedar formulir persetujuan yang didapat dari pasien, juga bukan sekedar tanda
tangan pihak keluarga, namun merupakan proses komunikasi. Inti dari proses
informed consentadalah kesepakatan antara tenaga kesehatan klien, sedangkan
formulir hanya merupakan pendokumentasian hasil kesepakatan (Suryani, 2007).
Informed consentadalah suatu suatu proses komunikasi antara dokter dan
pasien tentang kesepakatan tindakan medis yang akan dilakukan dokter terhadap
pasien (ada kegiatan penjelasan rinci oleh dokter), sehingga kesepakatan lisan pun
sesungguhnya sudah cukup. Penandatanganan formulir Informed Consent tertulis
hanya merupakan pengukuhan atas apa yang telah disepakati sebelumnya.
Formulir ini juga merupakan suatu tanda bukti yang akan disimpan didalam arsip
rekam medis pasien (Suyatini, 2011).Informed consentmempunyai duadimensi,
yaitu sebagai berikut:
1.Dimensi hukum, merupakan perlindungan pasien terhadap bidan yang yang
berperilaku memaksakan kehendak, memuat:
a.Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien.
b.Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien.
c.Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik.

2.Dimensi etik, mengandung nilai-nilai:


a.Menghargai otonomi pasien.
b.Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau
dibutuhkan.
Menurut KUHP pasal 1320 tentang syarat syahnya perjanjian atau consent adalah:
1.Adanya kata sepakat Sepakat dari pihak tanpa paksaan, tipuan maupun
kekeliruan. Dalam hal perjanjian antara bidan dan pasien, kata sepakat harus
diperoleh dari pihak bidan dan pasien setelah terlebih dahulu bidan memberikan
informasi kepada pasien sejelas-jelasnya. Para bidan dalam memberikan informasi
kepada pasien sebaiknya menggunakan kata-kata sederhana yang mudah
dimengerti dan tidak boleh ada unsur berdasarkan kepentingan subyektif bidan,
termasuk upaya mencari keuntungan
finansial semata, sehingga tindakan yang dilakukan tidak didasari suatu
interpretasi data yang tepat. Pihak pasien juga harus menceritakan keadaan yang
sebenarnya sehingga memudahkan memperoleh data yang tepat dan obyektif.

2.Kecakapan
Kecakapan disini artinya bahwa seseorang memiliki kecakapan
memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hokum,
dewasa dan tidak gila. Apabila pasien seorang anak, maka yang berhak
memberikan persetujuan adalah orang tuanya. Dalam undang-undang disebutkan
bahwa orang yang dalam kedaan sakit, tidak dapat berpikir sempurna. Apabila
karena suatu hal sehingga ia dipaksa untuk memberikan persetujuannya, misalnya
tidak ada suami atau keluarganya, maka apabila tindakan yang dilakukan bidan
tidak berhasil, maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
Contoh apabila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan yang hebat, maka
ia tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat
diberikan oleh suaminya.

3. Suatu hal tertentu Obyek dalam persetujuan antara bidan dan pasien harus
disebutkan dengan jelas dan terinci. Misalnya dalam persetujuan harus ditulis
dengan jelas identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, alamat, suami atau
wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang memberikan
persetujuan.
4.Suatu sebab yang halalMaksudnya adalah isi persetujuan tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum
sebagai contoh tindakan abortus provocatus pada seorang pasien oleh bidan,
meskipun dengan persetujuan si pasien, dan persetujuan telah disepakati kedua
belah pihak, tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum.
Dengan demikian persetujuan yang demikian tidak dapat ditarik kembali oleh
salah satu pihak selain dengan kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-
alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.
Setelah cukup mendapat informasi, pasien berhak memberikan atau tidak
memberikan persetujuannya. Untuk dapat mengambil keputusan pasien harus
mendapatkan informasi yang jelas. Dalam hubungan dengan ini ada kalanya bidan
merasa telah jelas memberikan informasi kepada pasien, namun pasien belum
memahaminya, tetapi karena perasaan takut atau malu kepada bidan ia tidak
berani bertanya. Oleh sebab itu dalam memberikan informasi, seorang bidan harus
melihat keadaan si pasien. Misalnya latar belakang pendidikan. Seorang bidan
dalam memberikan informasi tidak boleh bersifat menakut-nakuti atau memaksa.
Seorang bidan harusdapat mempertimbangkan antara memberitahu keadaan
sebenarnya atau tetap menjaga kestabilan jiwa pasien agar tidak dihinggapi rasa
takut berlebihan. Untuk kasus seperti ini bidan harus memberitahu keadaan
sebenarnya kepada keluarga terdekat pasien

(Heni, 2006).Informed consentmengandung beberapa segi hukum:


1.Pernyataan dalam informed consentmenyatakan kehendak kedua belah pihak,
yaitu pasien menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan
setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan itu
ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka persetujuan kedua pihak saling
mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak.

2.Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan


dimuka pengadilan atau membebaskanrumah sakit atau rumah bersalin atau bidan
terhadap tanggung jawabnya apabila terdapat kelalaian. Ia hanya dapat
dipergunakan sebagai bukti tertulis akan adanya izin atau persetujuan dari pasien
terhadap tindakan yang dilakukan.3.Formulir yang ditandatangani pasien atau
wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung
jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin.
Rumusan tersebut secara hokum tidak mempunyai kekuatan hokum, mengingat
seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan
yang belum dibuat (Heni, 2011).Dasar Hukum Informed Consentadalah:

1.Pasal 56 pada UU No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menerapkan sebagai


berikut:
a.Ayat 1: setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh
tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan
memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.

b.Ayat 2: hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada:
1)Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular ke dalam
masyarakat yang lebih luas.
2)Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri.
3)Gangguan mental berat.

Ayat 3: ketentuan mengenai hak menerima atau menolak sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.2.Pasal 57a.Diatur juga dalam registrasi dan praktik bidan pada
Kepmenkes No. 900/2002 pasal 25 ayat 2, Tentang kewajiban bidan dalam
menjalankan kewenangannya yaitu:1)Memberikan informasi, informasi mengenai
pelayanan atau tindakan yang diberikan dan efek samping, yang ditimbulkan perlu
diberikan secara jelas, sehingga memberikan kesempatan kepada pasien untuk
menggambil keputusan yang terbaik bagi dirinya.2)Meminta persetujuan yang
akan dilakukan. Pasien berhak mengetahui dan mendapat penjelasan mengenai
semua tindakan yang dilakukan kepadanya. Persetujuan dari pasien dan orang
terdekat dalam keluarga perlu dimintakan sebelum tindakan dilakukan.b.Secara
shukum informed consentberlaku sejak tahun 1981, PP No. 8 Tahun
1981c.Informed consentdikukuhkan menjadi lembaga hukum, yaitu dengan
diundangkannya Peraturan Menteri kesehatan No. 585 Tahun 1989 Tentang
persetujuan Tindakan Medik, lebih jelasnya baca dilampiran. Dalam Peraturan
Menteri Kesehatan No. 585 tahun 1989 ini dalam Bab I, Ketentuan Umum, Pasal
1 (a) menetapkan apa yang dimaksud dengan informed consentPersetujuan
tindakan medik adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya
atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.Pada kepmenkes No. 900/2002, Bab IX, Sanksi, Pasal 42
menyebutkan bahwa bidan yang dengan sengaja : melakukan praktik kebidanan
tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 aya (1) dan
(2); dipidana sesuai ketentuan pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996 Tentang Tenaga Kesehatan.Kepmenkes No. 900/2002 pada Pasal 25 ayat (2)
menyebutkan bahwa: Disamping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus :
Menghormati hak pasien, Memberi informasi tentang pelayanan yang akan
diberikan, meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan (Permenkes,
2002).Manfaat Informed Consetsebagai berikut:1.Membantu kelancaran tindakan
medis. Melalui informed consent, secara tidak langsung terjalin kerja sama antara
bidan dan klien sehingga memperlancar tindakan yang akan dilakukan. Keadaan
ini dapat meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan
kedaruratan.2.Mengurangi efek samping dan komplikasiyang mungkin terjadi.
Tindakan bidan yang tepat dan segera, akan menurunkan risiko terjadinya efek
samping dan komplikasi.3.Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan
penyakit, karena si ibu memiliki pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang
dilakukan.4.Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh
tindakan yang lancar, efek samping dan komplikasi yang minim, dan proses
pemulihan yang cepat.
5.Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan medis
menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang persetujuan pasien.
Penjelasan yang harus disampaikanSebagaimana lazimnya, isi dan sifat penjelasan
sangat tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan, tetapi bagaimanapun,
penjelasan yang akan disampaikan harus berkisarpada lima hal yang pokok yaitu:
1.Penjelasan tentang tujuan tindakan medik yang akan dilakukan (purpose of
medical procedures).2.Penjelasan tentang tata cara tindakan yang akan dilakukan
(contemplated medical procedures).3.Penjelasan tentang resiko yang
mungkin/akan dihadapi (risk inherent such medical procedures).4.Penjelasan
tentang tindakan medik alternative dan resiko dari masing-masing tindakan
(alternative medical procedures and risk).5.Penjelasan tentang prognosis apabila
tindakan tersebut dilakukan/tidak dilakukan (prognosis with and without medical
procedures).Kelengkapan penjelasan bersifat mutlak, hanya keadaan khusus saja
yang memungkinkan dilakukannya beberapa penyesuaian. Apabila penjelasan
objektif malah memperburuk kondisi pasien, maka dokter/bidan dapat dan
dibenarkan untuk menahan sebagian atau seluruh penjelasan yang dimaksud
(therapeutic previlige).Cara menyampaikan penjelasanSecara umum, penjelasan
ini dibedakan atas:1.Penjelasan yang disampaikan secara lisan.2.Penjelasan yang
disampaikansecara tertulis.Sangat dianjurkan untuk memberikan penjelasan
secara lisan. Penjelasantertulis hanya sebagai pelengkap dari penjelasan yangtelah
disampaikan secara lisan.Pihak yang berhak menyatakan persetujuanSesuai
dengan asas persetujuan yang mandiri maka pihak yang berhak menyatakan
persetujuan tersebut adalah pasien sendiri. Melalui penjelasan yang disampaikan
oleh dokter/bidan, pasien diharapkan mengerti dan memahami tahapan dan
pengaruh prosedur terhadap dirinya. Berdasarkan pemahaman tersebut,pasien
menetapkan keputusan mandiri, yang menurut pertimbangannya adalah terbaik
bagi dirinya (adequate decision).Pasien harus berada dalam kondisi layak untuk
mengambil keputusan. Apabila kondisinya tidak memungkinkan (misalnya tidak
sadar, gangguan mental, belum dewasa) maka keputusan tersebut diwakilkan pada
pihak ketiga (wali). Jika walinya berhalangan maka keputusan diwakili oleh
keluarga terdekat. Tetapi jika semua berwenang untuk mengambil keputusan tidak
dapat dihadirkan, dalam keadaan darurat (demi kepentingan pasien), dokter/bidan
dapat segera melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan tersebut.Cara
menyatakan persetujuanPernyataan persetujuan terhadap tindakan medik yang
akan dilakukan dibagi menjadi 2 yaitu:1.Persetujuan yang dinyatakansecara
tertulis (expressed consent). Cara seperti ini umumnya diperlukan apabila
tindakan medik yang akan dilakukan mengandung resiko yang
tinggi.2.Persetujuan yang dinyatakan secara lisan (implied consent). Cara ini
diperlukan bila tindakan medik yang akan dilakukan tidak mengandung resiko
yang tinggi.Informasi dalam informed consent Dari segi yuridis, hubungan antara
dokter/bidan dan pasien merupakan suatu hubungan perjanjian diantara mereka.
Apabila ada suatu persetujuan yang harus ditandatangani pasien, berarti telah
terjadi perjanjian secara tertulis. Sedangkan apabila tidak dilakukan
penandatanganan suatu persetujuan, artinya telah terjadi perjanjian secara diam-
diam.Bertitik tolak dari adanya perjanjian diatas, maka suatu informed
consentharuslah sedemikian rupa agar isi perjanjian tersebut, baik secara tertulis
maupun lisan, dapat dimengerti oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian.
Dalam hal ini tentunya informasi yang diberikan oleh seorang dokter/bidan
diharapkan dapat dimengerti oleh pasien.Perhatikan beberapa kondisi yang
mungkin menjadi sumber masalah dalam informed consent:1.Informed
consentadalah awal perjanjian antara dokter/bidan dan pasien. Pasien
menyetujui hak pribadinya dilanggar setelah dia mendapatkan informasi dan
dokter/bidan terhadap hal-hal yang akan dilakukan dokter/bidan sehubungan
dengan pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepadanya.2.Informasi yang
diberikan, harus dapat menunjukkan frekuensi dan tingkat resiko yang mungkin
terjadi terhadap pasien.3.Kurangnya informasi dan kesalah fahaman dalam
memahami informed consentadalah sumber utama pertengkaran dokter/bidan
terhadap pasien.4.Penyimpangan informasi dapat disebabkan oleh faktor subjektif
dan penggunaan bahasa yang dilakukan oleh kedua belah pihak (Sarwono,
2009).Pelayanan KebidananPelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu
kebidanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang menjadi tanggung jawab
bidan, mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, keluarga
berencana, termasuk kesehatan reproduksi wanitadan pelayanan kesehatan
masyarakat.Pelayanan kebidanan adalah bagian integral dari system pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregister), yang dapat
dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau rujukan (Asrinah, 2010).Pelayanan
kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, yang difokuskan
pada pelayanan kesehatan wanita dalam siklus reproduksi, bayi baru lahir, dan
balita untuk mewujudkan kesehatan keluarga sehingga tersedia sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas dimasa depan. Pelayanan kebidanan dibedakan
berdasarkan kewenangan bidan yaitu:1.Layanan kebidanan primer/mandiri,
merupakan asuhan kebidanan yang diberikan kepada klien dan sepenuhnya
menjadi tanggung jawab bidan.2.Layanan kolaborasi, merupakan asuhan
kebidanan yang diberikan kepada klien dengan tanggung jawab bersama semua
pemberi layanan yang terlibat (misalnya bidan, dokter, dan atau tenaga kesehatan
professional lainnya). Bidan adalah anggota tim.3.Layanan rujukan, merupakan
asuhan kebidanan yang dilakukan dengan menyerahkan tanggung jawab kepada
dokter, ahli dan atau tenaga kesehatan professional lainnya untuk mengatasi
masalah kesehatan klien diluar kewenangan bidan dalam rangka menjamin
kesejahteraan ibu dan anaknya (Suryani, 2007).

INFORMET CHOICE

Informed Consent

Informed consent merupakan suatu proses. Secara hukum informed consent


berlaku sejak tahun 1981 PP No.8 tahun 1981. Informed consent bukan hanya
suatu formulir atau selembar kertas tetapi bukti jaminan telah terjadi. Merupakan
dialog antara bidan dan pasien di dasari keterbukaan akal pikiran dengan bentuk
birokratisasi penandatanganan formulir.

Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah mendapat


informasi secukupnya sehingga setelah mendapat informasi sehingga yang diberi
informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan
dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Inform consent berperan
dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan. Pada
intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.11 Inform
consent penting bagi bidan, karena merupakan aspek hukum yang memberikan
otoritas bagi semua prosedur yang harus dilakuan oleh bidan dalam memberikan
asuhannya.2

Tindakan untuk Menghindari Konflik


Upaya yang dapat dilakukan bidan untuk menghindari konflik antara lain:2

1. Memberikan informasi yang lengkap pada ibu, jujur, tidak bias, dapat
dipahami oleh klien, menggunakan alternatif media dan paling baik
dilakukan secara tatap muka.
2. Bidan harus dapat membantu klien menggunakan hak otonomi nya dalam
memutuskan apa yang diinginkan dalam asuhan kebidanan yang akan
diterimanya. Tenaga kesehatan harus dapat menjamin bahwa sebelum
keputusan diambil, semua informasi yang diperlukan telah disampaikan
secra jelas dan lengkap.
3. Pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan,
mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan standara dan
prosedur yang ada agar sesuai dengan perkembangan ilmu penelitian dan
teknologi serta dinamika sosial serta etika yang ada.
4. Menjaga fokus asuhan berdasarkan bukti ilmiah / base on evidence,
dengan menekan konflik serendah mungkin.
5. Tidak perlu takut kepada konflik tetapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling berbagi, dan melakukan penilaian ulang yang
objektif, bermitra dengan ibu dan keluarga.

Segi hukum informed consent

Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak


yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir
persetujuan ditandatangani kedua belah pihak, maka persetujuan tersebut
mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak. Inform consent tidak
meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka pengadilan atau
membebaskan RS atau Bidan Praktik Mandiri /BPM terhadap tanggungjawabnya
bila ada kelalaian. Hanya dapat digunakan sebagai bukti tertulis adan adanya izin
atau persetujuan dari pasien terhadap diadakannya tindakan. Formulir yang
ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari
tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung
jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak
mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri
dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.11

Pencegahan konflik etik dapat diatasi dengan cara:2

1. Inform consent
2. Negosiasi
3. Persuasi
4. Komite etik

Dimensi informed consent


1. Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang berperilaku
memaksakan kehendak, memuat :
1. Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
2. Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
3. Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2. Dimensi etik, mengandung nilai – nilai :
1. Menghargai otonomi pasien
2. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila
diminta atau dibutuhkan
3. Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil
pemikiran rasional

Syarat sahnya perjanjian atau consent (KUHP 1320)

1. Adanya kata sepakat

Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan
setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.

2. Kecakapan

Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu


mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila. Bila pasien seorang
anak yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya, pasien dalam
keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna sehingga ia tidak dapat memberikan
persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada
keluarganya dan persetujuan diberikan oleh pasien sendiri dan bidan gagal dalam
melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.

Contoh kasus : Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat maka
ia tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat
diberikan oleh suaminya. Bila tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan
memaksa ibu untuk memberikan persetujuan melakukan tindakan dan pada saat
pelaksanaan tindakan tersebut gagal maka persetujuan dianggap tidak sah.

3. Suatu hal tertentu

Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan
terinci.

Contoh : Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama,
jenis kelamin, alamat, nama suami atau wali. Kemudian yang terpenting harus
dilampirkan identitas yang membuat persetujuan

4. Suatu sebab yang hal


Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, tata tertib,
kesusilaan, norma dan hokum

Contoh :

Abortus provokatus pada seorang pasien oleh bidan meskipun mendapatkan


persetujuan si pasien dan persetujuan telah disepakati kedua belah pihak tetapi
dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum.

Menurut Culver dan Gert dalam Wahyuningsih dan Zein (2005), terdapat empat
komponen yang harus dapat dipahami dalam consent / persetujuan antara lain:2

1. Sukarela / volunteriness

Pilihan dibuat secara sukarela oleh klien, bukan dipaksa oleh bidan, berdasarkan
pada informasi yang lengkap dan jelas dan pertimbangan yang matang dengan
memprioritaskan kebaikan klien.

2. Informasi / information

Bidan berkewajiban memberikan informasi yang adekuat sebelum klien


memutuskan suatu pilihan. Waktu yang cukup diperlukan untuk dapat
menjelaskan secara detail semua hal yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan.

3. Kompetensi / competence

Klien harus dapat kompeten dalam memahami semua informasi yang diberikan
sehingga keputusan yang diambil adalah keputusanyang tepat, yang telah
dipertimbangkan sisi positif dan negatifnya. Pada pihak provider kesehatan, bidan
harus kompeten berperan sebagai konselor yang kompeten karena telah
menguasai substansi yang harus disampaikan kepada klien.

4. Keputusan / decision

Pengambilan keputusan merupakan tahap akhir dari proses. Pasien yang menolak
suatu intervensi demi menyelamatkan nyawanya atau yang terbaik bagi
kesehatannya, perlu dilakukan tindakan validasi, apakah yang bersangkutan
kompeten dalam menentukan keputusan bagi dirinya. Pasien yang setuju pada
prosedur yang akan dilakukan, perlu disampaikan teknis prosedur yang akan
diberikan, dan buatkan senyaman mungkin.

Contoh beberapa tindakan yang memerlukan inform choice dan inform consent
antara lain:2

1. Bentuk pemeriksaan ANC : palpasi Leopold, USG dll


2. Skrining laboratorium
3. Tempat melahirkan
4. Penolong persalinan
5. Pendamping persalinan
6. Pemasangan CTG
7. Augmentasi / induksi persalinan
8. Mobilisasi intra / pasca pesalinan
9. Posisi persalinan
10. Pemakaian analgesia
11. Episiotomi
12. Amniotomi
13. Keterlibatan suami di ruang persalinan
14. Teknik pemberian minum pada bayi
15. Kontrasepsi
16. Dan lain sebagainya….
17. Informed ConsentPara mahasiswa pada kesempatan kali ini kita akan
melaksanakan praktikum Informed Consent, semoga Anda dapat
mengikuti kegiatan ini dengan baik. Sebagai langkah awal marilah kita
tinjau tentang teori Informed Consent.
18. A.PENGERTIAN INFORMED CONSENTPersetujuan/consent penting
dilihat dari sudut pandang bidan, karena berkaitan dengan aspek hukum
yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan oleh
bidan. Ada beberapa pengertian informed consent yaitu :
19. 1.Menurut D. Veronika Komalawati, SH , “Informed Consent”
dirumuskan sebagai “suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya
medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah memperoleh
informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk
menolong dirinya disertai informasi mengenai segala risiko yang mungkin
terjadi.
20. 2.Persetujuan dari pasien atau keluarganya terhadap tindakan medik yang
akan dilakukan terhadap dirinya atau keluarganya setelah mendapat
penjelasan yang adekuat dari dokter / tenaga medis

21. B.TUJUAN INFORMED CONSENT


22. Tujuan Informed Consent yaitu untuk melindungi pasien dari tindakan
medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, tindakan medis yang
sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar
pembenarannya, tindakan medis yang bertentangan dengan hak asasi
pasien dan standar profesi medis, penyalahgunaan alat canggih yang
berbiaya tinggi yang sebenarnya tidak perlu. Melindungi dokter / tenaga
kesehatan terhadap suatu kegagalan, karena prosedur medik modern tidak
tanpa risiko dan pada setiap tindakan medik melekat suatu risiko.
23.
24. C.DASAR HUKUM
25. Informed Consent untuk tindakan medik telah diatur dalam Permenkes No.
290/2008 sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya
konflik dalam masalah etik antara tenaga kesehatan / bidan dengan pasien.
Dasar hukum proses Informed Consent :
26. 1.UUD RI tahun 1945
27. 2.UU No.39/1999 tentang HAM
28. 3.UU No.36/2009 tentang Kesehatan
29. 4.UU No.44/2009 tentang Rumah Sakit
30. 5.UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran
31. 6.Permenkes No.290/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
Sedangkan aspek hukum persetujuan tindakan medis:
32. 1.Pasal 1320 KUH Perdata syarat sahnya persetujuan
33. 2.KUH Pidana pasal 351
34. 3.UU No. 23/1992 tentang Kesehatan pasal 53
35. 4.UU No. 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 45 ayat 1-6
D.BENTUK INFORMED CONSENT Informed Consent terdiri dari 2
bentuk yaitu :
36. 1.Implied Consent Yaitu persetujuan yang dianggap telah diberikan
walaupun tanpa pernyataan resmi yaitu pada keadaan emergency yang
mengancam jiwa pasien, tindakan penyelamatan kehidupan tidak
memerlukan persetujuan tindakan medik
37. 2.Expressed Consent Yaitu persetujuan tindakan medik yang diberikan
secara explisit baik secara lisan maupun tertulis. Sekalipun bentuk
persetujuan secara tersirat dapat dibenarkan namun akan lebih baik bila
persetujuan klien dinyatakan dalam bentuk tertulis karena hal ini dapat
menjadi bukti yang lebih kuat di masa mendatang bila dibutuhkan.
38. E.FUNGSI INFORMED CONSENT
39. Fungsi Informed Consent yaitu :
40. 1.Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia
41. 2.Promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri
42. 3.Membantu kelancaran tindakan medis sehingga diharapkan dapat
mempercepat proses pemulihan
43. 4.Untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati
pasien (rangsangan pada profesi medis untuk instrospeksi / evaluasi diri)
sehingga dapat mengurangi efek samping pelayanan yang diberikan
44. 5.Menghindari penipuan oleh dokter
45. 6.Mendorong diambil keputusan yang lebih rasional
46. 7.Mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan
47. 8.Sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatan (keterlibatan masyarakat)
48. 9.Meningkatkan mutu pelayanan
49. UNSUR INFORMED CONSENT
50. Suatu Informed Consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi
minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :
51. 1.Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
52. 2.Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
53. 3.Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan
persetujuan. G.DIMENSIINFORMED CONSENT
54. Dimensi dalam Informed Consent yaitu :
55. 1.Dimensi hukum, merupakan perlindungan baik untuk pasien maupun
bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat :
56. a.Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien b.Informasi yang
diberikan harus dimengerti pasien c.Memberi kesempatan pasien untuk
memperoleh yang terbaik 2.Dimensi Etik, mengandung nilai – nilai :
a.Menghargai kemandirian / otonomi pasien b.Tidak melakukan intervensi
melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan sesuai dengan
informasi yang diberikan c.Bidan menggali keinginan pasien baik secara
subyektif atau hasil pemikiran rasional
57. H.PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN INFORMED CONSENTHal
yang harus diperhatikan dalam pembuatan Informed Consent : 1.Tidak
harus selalu tertulis 2.Tindakan bedah (invatif) sebaiknya dibuat tertulis
3.Fungsi Informed Consent tertulis untuk lebih memudahkan pembuktian
bila kelak ada tuntutan 4.Informed consent tidak berarti sama sekali bebas
dari tuntutan bila dokter melakukan kelalaian Menurut Culver and Gert
ada 4 (empat) komponen yang harus dipahami pada suatu consent atau
persetujuan : 1.Sukarela (Voluntariness) : tanpa ada unsur paksaan didasari
informasi dan kompetensi 2.Informasi (Information): dalam berbagai kode
etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar
mampu keputusan yang tepat. 3.Kompetensi (Competence):seseorang
membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan yang tepat
4.Keputusan (decision): pengambilan keputusan merupakan suatu proses,
dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan
merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan. Keputusan
penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus divalidasi lagi apakah
karena pasien kurang kompetensi. Formulir Informed Consent merupakan
suatu perjanjian pelaksanaan tindakan medik antara tenaga kesehatan
dengan pasien atau keluarganya yang dapat dijadikan alat bukti yang sah
apabila terjadi perselisihan antara pihak rumah sakit dengan pasien atau
keluarganya. Formulir harus sudah sesuai dengan syarat-syarat sahnya
perjanjian karena dalam Informed Consent sudah tercantum pihak-pihak
yang melakukan perjanjian, tentang kecakapan pihak pasien dan pelayanan
tindakan medik. Isi InformedConsent meliputi : 1.Alasan perlunya
tindakan medik 2.Sifat tindakan : eksperimen atau non-eksperiment
3.Tujuan tindakan medik 4.Risiko 5.Persetujuan atau penolakan medis
diberikan untuk tindakan medis yang dinyatakan secara spesifik
6.Persetujuan atau penolakan medis diberikan tanpa paksaan 7.Persetujuan
atau penolakan medis diberikan oleh seseorang yang sehat mental dan
memang berhak memberikan dari segi hukum 8.Setelah cukup diberikan
informasi dan penjelasan yang diperlukan 9.Informasi dan penjelasan yang
diberikan terkait dengan penerapan persetujuan tindakan medik yaitu :
a.Tujuan dan prospek keberhasilan b.Tata cara tindakan medis c.Risiko
tindakan medis d.Komplikasi yang mungkin terjadi e.Alternatif tindakan
medis yang lain f.Prognosis penyakit bila tindakan dilakukan g.Diagnosis
Proses penggunaan Informed Consent : 1.Pasien mendapat informasi yang
cukup mengenai rencana tindakan medis yang akan dialaminya dan risiko
dan keuntungan-keuntungan suatu perawatan dan alternatifnya 2.Pasien
mempunyai kesempatan bertanya tentang hal-hal seputar medis yang akan
diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih
belum jelas dan mendapatkan jawaban yang memuaskan 3.Pasien harus
mempunyai waktu yang diperlukan untuk mendiskusikan rencana dengan
keluarga 4.Pasien bisa menggunakan informasi untuk membantu membuat
keputusan yang terbaik 5.Pasien mengkomunikasikan keputusan ke tim
perawatan dokter 6.Pasien berhak menolak rencana tindakan medis
tersebut 7.Format yang telah diisi dan ditandatangani adalah suatu
dokumen sah yang mengizinkan dokter untuk melanjutkan perawatan yang
telah direncanakan 8.Proses atau tindakan yang akan dilakukan dan pasien
diminta untuk mempertimbangkan suatu perawatan sebelum pasien setuju
akan tindakan tersebut

Informed Choice

Setelah memahami keempat tahapan menyelesaikan masalah etika tersebut diatas,


dan juga langkah-langkah yang perlu diambil dalam penyelesaikan masalah etika,
maka hal yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah pemberian informasi
untuk menentkan pilihan oleh pasien /inform choice dan persetujuan / inform
consent yang akan dijelaskan kemudian.

Inform choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan informasi yang


lengkap baik yang menguntungkan maupun merugikan tentang alternative asuhan
yang akan dialaminya. Bidan sebagai tenaga professional harus menghormati
otonomi klien dalam menentukan pilihan sesuai dengan kode etik bidan
Internasional 1993.2

Persetujuan dalam etika berarti klien sudah mendengarkan, memahami dan


menyetujui prosedur tersebut. Namun pada praktiknya, karena berbagai alasan,
seringkali hal ini tidak dapat dilakukansecara optimal. Ada beberapa kondisi yang
memungkinkan hal tersebut terjadi antara lain:1

1. Kurangnya waktu
2. Klien akan lupa
3. Kebanyakan klien tidak mau tahu
4. Dapat berbahaya jika klien menolak pengobatan berdasarkan informasi
yang diberikan
Dengan mempertimbangkan semuanya ini, mendapatkan persetujuan tindakan
merupakan hal yang tidak praktis. Selalu ada situasi ketika klien bertanya
“menurut bu bidan mana yang terbaik?” Ketika dihadapkan pada situasi seperti
ini, maka bidan harus dapat memberikan pilihan-pilihan yang rasional, base on
evidence dan dapat dipertanggungjawabkan. Terkadang sulit bagi bidan membatu
klien menentukan pilihan jika yang dipilihnya bukan merupakan keputusan yang
terbaik bagi diri dan janinnya. Pada area abu-abu seperti ini, bidan tetap harus
berpatokan pada nyawa klien, teori dan peraturan yang ada.

BAB III
PENUTUPAN
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Hariningsih W, Nurmayawati D. (2010) Bidan Etika Profesi dan Hukum

Kesehatan. Irsyad Baitus Salam, Bandung.

Wahyuni.2009. Etika profesi Kebidanan; Fitramaya; Yogyakarta

https://slideplayer.info/slide/12713253/
https://almanhaj.or.id/2836-malpraktek-menurut-syariat-islam.html Akses 13 Mei 2020

file:///C:/Users/HP/AppData/Local/Temp/380-1017-1-PB-1.pdf

Riddick-Thomas NM. Midwifery Ethics. In: Fraser DM, Cooper MA,


editors. Myles Textbook for Midwifes. 14. Oxford, United Kingdom:
Elsevier Science Limited; 2003.

Wahyuningsih HP, Zein AY. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta:


Fitramaya; 2005.

Edward SD. Nursing Ethics, A principle Based Approach. Basingstoke,


Hants: Macmillan; 1996.
Kamus Bahasa Indonesia Online 2017. [Online], Available from:
http://kamusbahasaindonesia.org/peraturan/mirip.

Beauchamp TL, Childress JF. Principles of Biomedical Ethics. Oxford:


Oxford University Press; 2001.

Jones SR. Ethics in Midwifery. London: Mosby; 2000.

Jones SR. Ethics and the Midwife In: Henderson C, Macdonald S, editors.
Mayes’ Midwofery, A Textbook for Midwife. London: Bailliere Tindal;
2004.

Vaginal Birth after Cesarean Delivery: Deciding on a Trial of Labor After


Cesarean delivery. The American College of Obstreicians and
Gynecologists; 2011.

Tingking about VBAC: Deciding waht’s right for me. [Online], Available
from:
http://www.ontariomidwives.ca/images/uploads/client-resources/VBAC-
final.pdf.

Patimah,Siti dkk. 2016. Praktikum Konsep Kebidanan dan Etika Legal


dalam Praktik Kebidanan. Jakarta Selatan: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia

Anda mungkin juga menyukai