Anda di halaman 1dari 36

ETIK DAN HUKUM DALAM PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DAN

HUMANIORA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Etika Keperawatan & Hukum Kesehatan
Dosen Pengampu : Barlian, SH, M.Kes

Disusun oleh :
1. Humairoh Nuraini (P27905119012)
2. Junior Setiawan (P27905119015)
3. Lofiyatul Fitri (P27905119016)
4. Maulida Julianta (P27905119018)
5. Ratu Shiba Arofah (P27905119026)
6. Yuliantika Solehah (P27905119041)

POLTEKKES KEMENKES BANTEN


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI NERS
Jl. DR. Sitanala, Karang Sari, Kecamatan. Neglasari Kota Tangerang, Banten
15121
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan sebuah
makalah yang berjudul “ETIK DAN HUKUM DALAM PERKEMBANGAN
BIOTEKNOLOGI DAN HUMANIORA”. Shalawat beriring salam kami
sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga dan sahabat
beliau sekalian serta orang-orang mukmin yang tetap istiqomah dijalan-Nya.
Adapun makalah ini ditulis untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah Etika Keperawatan dan Hukum Kesehatan dalam mengembangkan dan
meningkatkan nilai pengetahuan tentang materi yang dipelajari pada Program
Studi Profesi Ners Jurusan Keperawatan Tangerang Politeknik Kesehatan
Kemenkes Banten. Dalam penulisan makalah ini sampai selesai, penulis banyak
mendapat bimbingan dan arahan dari banyak pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada pihak-pihak
yang membantu. Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan, maka dari itu kami sangat mengharapkan sumbangan pikiran serta
masukan dari berbagai pihak untuk penyempurnaan di masa yang akan datang.

Tangerang, 22 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................1

C. Tujuan Penulisan........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2

A. Isu Etik dan Bioetik....................................................................................2

B. Malpraktek..................................................................................................4

C. Euthanasia.................................................................................................11

D. Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh............................................15

BAB III PENUTUP..............................................................................................21

A. Kesimpulan................................................................................................21

B. Saran..........................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan
berdampak besar terhadap peningkatan mutu pelayanan keperawatan. 
Pelayanan keperawatan yang dilaksanakan oleh tenaga profesional, dalam
melaksanakan tugasnya dapat bekerja secara mandiri dan dapat pula
bekerja sama dengan profesi lain.
Perawat dituntut untuk melaksanakan asuhan keperawatan untuk
pasien/klien baik secara individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat
dengan memandang manusia secara biopsikososial spiritual yang
komperhensif.  Sebagai tenaga yang profesional, dalam melaksanakan
tugasnya diperlukan suatu sikap yang menjamin terlaksananya tugas
tersebut dengan baik dan bertanggungjawab secara moral.
Masalah, merupakan suatu bagian yang tak dapat dipisahkan dari
segala segi kehidupan.  Tidak ada satupun benda ataupun subjek hidup
yang bersih tanpa masalah, namun ada yang tersembunyi namun ada juga
yang lebih dominan oleh masalahnya.
Begitupun dalam praktik keperawatan, terdapat beberapa isu yang
bisa jadi merupakan masalah dalam praktik keperawatan kita. Baik
merupakan perbuatan dari pihak yang tidak bertanggung jawab, ataupun
segala hal yang terjadi disebabkan oleh pertimbangan etis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Isu etik dan bioetik ?
2. Apa yang dimaksud dengan Malpraktek, tindakan malpraktek dan
penceghannya ?
3. Apa yang dimaksud dengan Euthanasia, dan apa saja Jenisnya ?
4. Apa yang dimaksud dengan Transplantasi organ dan jaringan tubuh ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Isu etik dan bioetik
2. Untuk mengetahui pengertian Malpraktek, tindakan dan upaya
pencegahan
3. Untuk mengetahui pengertian Euthanasia, dan jenisnya
4. Untuk mengetahui pengertian Transplantasi organ dan jaringan tubuh

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Isu Etik dan Bioetik
Isu Etik Dalam Keperawatan Bioetik adalah studi tentang isu etika
dalam pelayanan kesehatan (Hudak & Gallo, 1997).Dalam pelaksanaannya
etika keperawatan mengacu pada bioetik sebagaimana tercantum dalam
sumpah janji profesi keperawatan dan kode etik profesi keperawatan.
Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam lingkungan
tertentu atau etika yang berkaitan dengan pendekatan terhadap asuhan
kesehatan.
Profesi keperawatan mempunyai kontrak sosial dengan masyarakat yang
berarti masyarakat memberikan kepercayaan kepada keperawatan untuk
memberikan pelayanan yang dibutuhkan. Konsekwensi dari hal tersebut
tentuny setiap keputusan dari tindakan keperawatan harus mampu
dipertanggungjawabkan dan setiap pengambilan keputusan tentunya tidak
hanya berdasarkan pada pertimbangan ilmiah semata, tetapi juga pada
pertimbangan etik.
Kemajuan ilmu dan teknologi terutama di bidang biologi dan
kedokteran telah menimbulkan berbagai permasalahan atau dilema etik
kesehatan yang sebagaian besar belum teratasi ( Catalano,1991 )
Tenaga keperawatan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan
asuhan keperawatan yang berkualitas berdasarkan standar perilaku yang
etis dalam praktek asuhan professional
Pengetahuan tentang perilaku etis dimulai dari pendidikan perawat
dan berlanjut pada diskusi formal maupun informal dengan rekan sejawat
atau teman di lingkungan sekitar baik kampus ataupu lingkungan tempat
tinggal. Dalam hal ini keperawatan seringkali menggunakan 3
pendekatan   yaitu : pendekatan teleologik, deontologik dan intuitionism.
1. Pendekatan Teleologik

2
Pendekatan Teleologik adalah suatu doktrin yang menjelaskan
fenomena dan akibatnya, dimana seseorang yang melakukan
pendekatan terhadap etika dihadapkan terhadap konsekuensi dan

3
keputusan- keputusan etis. Dengan kata lain pendekatan ini
mengemukakan tentang hal- hal yang berkaitan dengan the
end justifies the means ( pada akhirnya membenarkan secara hukum
tindakan atau keputusan yang diambil untuk kepentingan medis ).
Contoh : Dalam situasi dan kondisi dimana seorang pasien harus
segera dioperasi, sedangkan tidak ada ahli bedah yang berpengalaman
dalam bidang tersebut, dokter ahli bedah yang belum bepenglaman
sekalipun tetap dibenarkan untuk melakukan tindakan pembedahan
sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini dilakukan demi
keselamatan pasien tersebut.
2. Pendekatan Deontologik
Pendekatan Deontologi merupakan suatu teori atau studi tentang
kewajiban moral.
Contoh : Seorang perawat yang berkeyakinan bahwa menyampaikan
suatu kebenaran merupakan hal yang sangat penting, dan tetap harus
disampaikan tanpa peduli apakah hal tersebut mengakibatkan orang
lain tersinggung atau tidak.
3. Pendekatan Intuitionism
Pendekatan ini menyatakan pandangan atau sifat manusai dalam
mengetahui hal yang benar atau salah. Hal tersebut terlepas dari
pemikiran rasional atau irasional suatu keadaan.
Contoh : Seorang perawat sudah tentu mengetahui bahwa menyakiti
pasien merupakan tindakan yang tidak benar. Hal tersebut tidak perlu
diajarkan lagi kepada perawat karena sudah mengacu pada etika dari
seorang yang diyakini dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk untuk dilakukan

Bioetik adalah etika yang menyangkut kehidupan dalam


lingkungan tertentu atau etika yang sberkaitan dengan pendekatan
terhadap asuhan kesehatan ( Ismani Nila, 2001 hal;16 ).

4
Bioetik  merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau inovasi
teknologi, dan waktu pelaksanaan

5
pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik
mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau
bahkan membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut
dan nyeri, yang meliputi semua tindakan yang berhubungan dengan
tindakan pengobatan dan biologi.
Dapat disimpulkan bahwa bioetik lebih berfokus pada dilema yang
menyangkut perawatan kesehatan modern, aplikasi teori etik dan prinsip
etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan.
Bioetik merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi
dalam etik, menyangkut masalah biologi dan dalam kaitannya dengan
pengobatan. Lebih lanjut bioetik difokuskan kepada pertanyaan etik yang
muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi,
pengobatan,politik, hukum dan theologi.Isu bioetik yang muncul antara
lain peningkatan mutu genetik, etika lingkungan, pmberian pelayananan
kesehatan.
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos, yang menurut
Araskar dan David ( 1978 ) berarti “ kebiasaan “, “model perilaku” atau
standar yang diharapkan dan kriteria tertentu untuk suatu tindakan. Etik
merupakan suatu pertimbangan yang sistematis tentang perilaku benar atau
salah, kebajikan atau kejahatan yang berhubungan dengan perilaku. Etika
merupakan aplikasi atau penerapan teori tentang filosofi moral kedalam
situasi nyata dan berfokus kepada prinsip-prinsip dan konep yang
membimbing manusia berfikir dan bertindak dalam kehidupan yang
dilandasi oleh nilai-nilai yang dianutnya. Banyak fihak yang menggunakan
istilah etik untuk menggambarkan etika suatu profesi dalam hubungnnya
dengankode etik profesional seperti kode etik PPN, IDI dan profesi
lainnya.

6
B. Malpraktek
Malpraktik terdiri dari dua suku kata mal dan praktik. Mal berasal
dari kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut Kamus
Umum Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut

7
dalam teori atau menjalankan pekerjaan atau profesi. Jadi, malpraktik
berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya (Hanafiah dan
Amir, 2008).
Berdasarkan Coughlin’s Law Dictionary dalam Guwandi (2004),
malpraktik adalah sikap-tindak profesional yang salah dari seseorang yang
berprofesi, seperti dokter, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan
dll. Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang bersifat tidak
peduli, kelalaian, atau kekurang-ketrampilan atau kehati-hatian dalam
pelaksanaan kewajiban profesionalnya, tindakan salah yang sengaja atau
praktek yang bersifat tidak etis. Berdasarkan pengertian tersebut,
malpraktik bisa terjadi pada semua profesi baik perawat, dokter, atau
profesi yang lain. Keperawatan merupakan bentuk pelayanan profesional
kepada sistem pasien yang diberikan secara manusiawi, komprehensif, dan
individualistik, berkesinambungan sejak pasien membutuhkan pelayanan
sampai saat dimana pasien mempu melakukan kegiatan sehari-hari secara
produktif untuk diri sendiri, dan orang lain.
Lebih lanjut Guwandi (2004) menyebutkan bahwa di dalam kasus
Valentin v. Society se Bienfaisance de Los Angelos California 1956
dirumuskan, malpraktik adalah kelalaian dari seorang dokter atau perawat
untuk menerapkan tingkat ketrampilan dan pengetahuannya didalam
memberikan pelayanan pengobatan dan perawatan terhadap seorang pasien
yang lazimnya diterapkan dalam mengobati dan merawat orang sakit atau
terluka di lingkungan wilayah yang sama. Sedangkan, menurut The
Oxford Illustrated Dictionary (1975) cit Guwandi (2004), malpraktik yaitu
sikap-tindak yang salah, (hukum) pemberian pelayanan terhadap pasien
yang tidak benar oleh profesi medis, tindakan yang ilegal untuk
memperoleh keuntungan sendiri sewaktu dalam posisi kepercayaan,
Malpraktik adalah kelalaian dari seseorang perawat untuk menerapkan
tingkat ketrampilan dan pengetahuannya di dalam memberikan pelayanan
pengobatan dan perawat terhadap seorang pasien yang lazim diterapkan

8
dalam mengobati dan merawat orang sakit atau terluka di lingkungan
wilayah yang sama.
1. Tindakan Malpraktek
a. Kesalahan Diagnosa
b. Penyuapan
c. Penyalahgunaan obat
d. Pemberian dosis obat yang salah
e. Alat-alat yang tidak memenuhi standart kesehatan atau tidak steril
f. Kesalahan produser operasi
g. Percobaan cara pengobatan baru suatu penyakit pada pasien

2. Dampak Malpraktek
a. Merugikan pasien terutama bisa menimbulkan cacat permanen
b. Bagi petugas hokum dapat dijerat hukum pidana
c. Dari segi sosial dapat dikucilkan dari masyarakat
d. Dari segi agama mendapat dosa
e. Dari segi etika keperawatan melanggar etika dan bukan tindakan
yang profesional

3. Upaya Pencegahan Malpraktek


a. Senantiasa berpedoman pada standart pelayanan medik dan
standart prosedur professional
b. Senantiasa berpedoman pada standart pelayanan medik dan
standart professional
c. Bekerjalah secara professional berlandaskan etik dan moral yang
tinggi
d. Tingkatkan rasa kebersamaan, keakraban dan kekeluargaan
e. Ikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku terutama
tentang kesehatan.

9
4. Malpraktek Pidana
Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal
malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik
pidana yakni: (1) sikap batin, (2) perlakuan medis, (3) mengenai hal
akibat. Pada dasarnya perlakuan medis adalah perlakuan medis yang
menyimpang. Mengenai sikap batin adalah kesengajaan atau culpa.
Mengenai hal akibat adalah mengenai timbulnya kerugian bagi
kesehatan atau nyawa pasien.
a. Perlakuan Salah
Perlakuan atau perbuatan adalah wujud-wujud konkret
sebagai bagian dari perlakuan atau pelayanan kesehatan. Semua
perbuatan dalam pelayanan kesehatan dapat mengalami kesalahan
(sengaja atau lalai) yang pada ujungnya menimbulkan malpraktik,
apabila dilakukan secara menyimpang.
Perlakuan tidak selalu bersifat aktif (berupa wujud
perbuatan tertentu) tetapi juga termasuk tidak berbuat sebagaimana
seharusnya berbuat, karena dengan tidak berbuat melanggar suatu
kewajiban hukum. Tidak berbuat sebagaimana dituntut untuk
berbuat merupakan bagian dari perlakuan yang dapat menjadi
objek lapangan malpraktik.
b. Sikap Batin
Sikap batin adalah sesuatu yang ada di dalam batin sebelum
seseorang berbuat. Sesuatu yang ada dalam alam batinini dapat
berupa kehendak, pengetahuan, pikiran, perasaan, dan apa pun
yang melukiskan keadaan batin seseorang sebelum berbuat. Setiap
orang normal memiliki sikap batin seperti itu. Dalam keadaan
normal, setiap orang memiliki kemampuan, mengarahkan, dan
mewujudkan sikap batinnya ke dalam perbuatan-perbuatan.
Apabila kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin ke
dalam perbuatan-perbuatan tertentu dilarang, hal itu disebut

10
kesengajaan. Namun, apabila kemampuan berpikir, berperasaan,
dan berkehendak itu

11
tidak digunakan sebagaimana mestinya dalam hal melakukan
suatu perbuatan yang pada kenyataannya di larang, maka sikap
batin tersebut dinamakan kelalaian (culpa). Sebelum perbuatan
diwujudkan, ada tiga arah sikap batin, yaitu:
 Sikap batin mengenai wujud perbuatan (terapi)
 Sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan
 Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.
Sikap batin dalam pelayanan kesehatan pada umumnya adalah
sikap batin kealpaan yang dalam doktrin dilawanka dengan
kesengajaan (dolus atau opset) yang dalam rumusan undang-
undang selalu ditulis dengan kesalahan.
1) Ajaran culpa subjektif
Pandangan ajaran culpa subjektif dalam usahanya
menerangkan tentang culpa yang bertitik tolak pada syarat-
syarat subjektif pada diri si pembuat. Untuk mengukur
adanya culpa, menilai sikap batin seseotang sebagai lalai
dapat dilihat pada beberapa unsur mengenai perbuatan,
yakni dapat dalam hal ini:
o Apa wujud perbuatan, cara perbuatan, dan alat untuk
melakukan perbuatan
o Sifat tercelanya perbuatan
o Objek perbuatan
o Akibat yang timbul dari wujud perbuatan
Sikap batin culpa dalam hubungannnya dengan
wujud dan cara perbuatan adalah sikap batin yang tidak atau
kurang mengindahkan atau kurang bersikap hati-hati
mengenai wujud dan cara perbuatan atau alat yang
digunakan dalam perbuatan. Sikap batin dalam
hubungannya melawan hukum perbuatan adalah sikap batin
yang seharusnya ada pada diri si pembuat sebelum berbuat,

12
yakni perbuatan yang hendak dilakukannya adalah
terlarang. Jika karena

13
keteledora dan kekurangpengetahuannya ia tidak menyadari
bahwa perbuatannya adalah terlarang, padahal karena
kedudukannya sebagai seorang profesional ia memikul
kewajiban untuk mengetahuinya. Dengan demikian, telah
terjadi kelalaian mengenai sifat melawan hukumnya
perbuatan.
Sikap batin dalam hubungannya dengan objek
perbuatan dan hal-hal lain disekitar objek perbuatan adalah
sikap batin yang tidak mengindahkan segala sesuatu
mengenai objek yang akan dilakukan oleh perbuatan. Sikap
batin lalai dalam hubungannya dengan akibat terlarang dari
suatu perbuatan dapat terletak diantara satu atau tiga hal
berikut:
o Terletak pada ketiadaan pikir sama sekali terhadap
akibat yang dapat timbul dari suatu perbuatan
o Terletak pada pemikiran tentang akibat yang
diyakini tidak akan terjadi pada suatu perbuatan.
Berdasarkan pertimbangan dari kepintaran,
pengalaman, dan alat yang digunakan, ia yakin
akibat tidak akan terjadi, tetapi ternyata setelah
perbuatan tersebut dilakukan akibat benar-benar
terjadi.
o Terletak pada pemikiran bahwa akibat bisa terjadi.
Namun, berdasarkan kepintarannya dengan telah
menguasai cara-cara secara maksimal akan berusaha
menghindari akibat tersebut. Ternyata setelah
dilakukan akibat tersebut benar-benar terjadi.
2) Ajaran Culpa Objektif
Pandangan objektif yang meletakkan syarat lalai
atas suatu perbuatan adalah pada kewajaran atau kebiasaan
yang berlaku secara umum. Apabila dalam kondisi atau

14
situasi tertentu, dengan syarat-syarat tertentu yang sama,
seseorang

15
mengambil pilihan untuk perbuatan tertentu sebagaimana
juga bagi orang lain pada umumnya yang berada dalam
kondisi dan situasi seperti itu juga mengambil pilihan yang
sama, maka disini tidak ada kelalaian. Sebaliknya, apabila
dalam kondisi dan situasi dan dengan syarat-syarat yang
bagi orang lain pada umumnya, tidak memilih perbuata
yang telah menjadi pilihan orang itu, maka dalam
mengambil pilihan perbuatan ini mengandung kelalaian.
Jadi pandangan culpa objektif dalam menilai sikap
batin lalai pada diri seseorang dengan membandingkan
antara perbuatan pelaku pada perbuatan yang dilakukan
orang lain yang berkualitas sama dalam keadaan-keadaan
yang sama pula.
Pada dasarnya, mengenai kesalahan dalam arti luas
maupun sempit (culpa) adalah mengenai keadaan batin
seseorang dalam hubungannya dengan perbuatan dan akibat
perbuatan maupun dengan segala keadaan disekitar
perbuatan, objek perbuatan, dan akibat perbuatan. Oleh
karena itu, culpa malpraktik ditujukan setidak-tidaknya
dalam 4 hal, yakni:
o Pada wujud perbuatan
o Pada sifat melawan hukumnya perbuatan
o Pada objek perbuatan
o Pada akibat perbuatan, beserta unsur-unsur yang
menyertainya.
c. Adanya Akibat Kerugian
Sifat akibat dan letak hukum pengaturannya menentukan
kategori malpraktek, antara malpraktek perdata atau pidana. Dari
sudut hukum pidana, akibat yang merugikan masuk dalam
lapangan pidana. Apabila jenis kerugian disebut dalam rumusan

16
kejahatan menjadi unsur tidak pidana akibat kematian atau luka
merupakan

17
unsur kejahatan Pasal 359 dan 360 maka bila kelalaian/culpa
perlakuan medis terjadi dan mengakibatkan kematian atau luka
sesuai jenis yang ditentukan dalam pasal ini maka perlakuan medis
masuk kategori malpraktik pidana. Perlakuan medis yang
melanggar Pasal 359 dan 360 berarti melanggar Pasal 310 KUHAP
sebagai malpraktik pidana, menurut Pasal 1365 BW, juga
onrechtmatige daad sekaligus malpraktik perdata yang dapat pula
dituntut penggantian kerugian.
Antara perlakuan dengan akibat haruslah ada hubungan
causal (causaal verband). Akibat terlarang yang tidak dikehendaki
harus merupakan akibat langsung oleh adanya perbuatan. Penyebab
langsung menimbulkan akibat berupa penyebab secara layak dan
masuk akal paling kuat pengaruhnya terhadap timbulnya akibat.
Apabila ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap
timbulnya akibat atau mempercepat timbulnya akibat tidak mudah
menghapuskan sifat melawan hukum perbuatan terhadap akibat
terlatang oleh suatu perlakuan yang dijalankan.

C. Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa yunani “euthanathos”. Eu -
artinya baik, tanpa penderitaan ; sedangkan thanathos artinya mati atau
kematian. Dengan demikian, secara etimologis, euthanasia dapat diartikan
kematian yang baik atau mati dengan baik tanpa penderitaan.Ada pula
yang menerjemahkan bahwa euthanasia secara etimologis adalah mati
cepat tanpa penderitaan.
Banyak ragam pengertian euthanasia yang sudah muncul saat ini.
Ada yang menyebutkan bahwa euthanasia merupakan praktek pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak
menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal,
biasanya dilakukuan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.

18
Saat ini yang dimaksudkan dengan enthanasia adalah bahwa seorang
dokter

19
mengakhiri kehidupan pasien terminal dengan memberikan suntikan yang
mematikan atas permintaan pasien itu sendiri, atau dengan kata lain
euthanasia merupakan pembunuhan legal.
Belanda, salah satu Negara di Eropa yang maju dalam pengetahuan
hukum kesehatan mendefinisikan euthanasia sesuai dengan rumusan yang
dibuat oleh Euthanasia Study Group dari KNMG (Ikatan Dokter Belanda),
yaitu :
Euthanasia adalah dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk
memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu
untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini
dilakukan untuk kepentingan pasien itu sendiri.
1. Jenis-Jenis Euthanasia
a. Dilihat dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibedakan
atas :
1) Euthanasia Pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan
atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang
sedang berlangsung untuk mempertahankan hidup
pasien. Dengan kata lain, euthanasia pasif merupakan
tindakan tidak memberikan pengobatan lagi kepada
pasien terminal untuk mengakhiri hidupnya. Tindakan
pada euthanasia pasif ini dilakukan secara sengaja
dengan tidak lagi memberikan bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien, seperti tidak
memberikan alat-alat bantu hidup atau obat-obat
penahan rasa sakit, dan sebagainya.
Penyalahgunaan euthanasia pasif biasa dilakukan
oleh tenaga medis maupun keluarga pasien sendiri.
Keluarga pasien bisa saja menghendaki kematian
anggota keluarga mereka dengan berbagai alasan,
misalnya untuk mengurangi penderitaan pasien itu

20
sendiri atau karena sudah tidak mampu membayar biaya
pengobatan.

2) Euthanasia Aktif atau Euthanasia Agresif


Euthanasia aktif atau euthanasia agresif adalah
perbuatan yang dilakukan secara medik melalui
intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan
untuk mengakhiri hidup manusia. Dengan kata lain,
Euthanasia agresif atau euthanasia aktif adalah suatu
tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau
tenaga kesehatan lain untuk mempersingkat atau
mengakhiri hidup si pasien. Euthanasia aktif
menjabarkan kasus ketika suatu tindakan dilakukan
dengan tujuan untuk mnimbulkan kematian dengan
secara sengaja melalui obat-obatan atau dengan cara
lain sehingga pasien tersebut meninggal.
Euhanasia Aktif dibagi menjadi dua :
 Euthanasia Aktif Langsung (Direct)
Euthanasia aktif langsung adalah dilakukannnya
tindakan medis secara terarah yang
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien,
atau memperpendek hidup pasien. Jenis
euthanasia ini juga dikenal sebagai mercy
killing.
 Euthanasia Aktif Tidak Langsung (Indirect)
Euthanasia aktif tidak langsung adalah saat
dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medis untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya risiko
tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien.

21
b. Ditinjau dari permintaan atau pemberian izin, euthanasia
dibedakan atas :
1) Euthanasia Sukarela (Volunter)
Euthanasia yang dilakukan oleh tenaga medis atas
permintaan pasien itu sendiri. Permintaan pasien ini
dilakukan dengan sadar atau dengan kata lain permintaa
pasien secara sadar dn berulang-ulang, tanpa tekanan
dari siapapun juga.
2) Euthanasia Tidak Sukarela (Involunter)
Euthanasia yang dilakukan pada pasien yang sudah
tidak sadar. Permintaan biasanya dilakukan oleh
keluarga pasien.Ini  terjadi ketika individu tidak mampu
untuk menyetujui karena faktor umur, ketidak
mampuan fisik dan mental, kekurangan biaya, kasihan
kepada penderitaan pasien, dan lain sebagainya.

2. Syarat dilakukannya Eythanasia


Sampai saat ini, kaidah non hukum yang manapun, baik agama,
moral dan kesopanan menentukan bahwa membantu orang lain
mengakhiri hidupnya, meskipun atas permintaan yang bersangkutan
dengan nyata dan sungguh-sungguh adalah perbuatan yang tidak baik.
Di Amerika Serikat, euthanasia lebih populer dengan istilah “physician
assisted suicide”. Negara yang telah memberlakukan euthanasia lewat
undang-undang adalah Belanda dan di negara bagian Oregon-Amerika
Serikat.
Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu,
antara lain:
a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar
sedang sakit dan tidak dapat diobati misalnya kanker.
b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya
kecil dan tinggal menunggu kematian.

22
c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga
penderitaannya hanya dapat dikurangi dengan pemberian morfin.
d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien,
hanyalah dokter keluarga yang merawat pasien dan ada dasar
penilaian dari dua orang dokter spesialis yang menentukan dapat
tidaknya dilaksanakan euthanasia.

D. Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh


Transplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ manusia
tertentu dari suatu tempat ke tempat lain pada tubuhnya sendiri atau tubuh
orang lain dengan persyaratan dan kondisi tertentu.
Transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia merupakan tindakan
medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan ganguan fungsi organ
tubuh yang berat. Ini adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan
upaya terbaik untuk menolong penderita/pasien dengan kegagalan
organnya, karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan
pengobatan biasa atau dengan cara terapi. Hingga dewasa ini transplantasi
terus berkembang dalam dunia kedokteran, namun tindakan medik ini
tidak dapat dilakukan begitu saja, karena masih harus dipertimbangkan
dari segi non medik, yaitu dari segi agama, hukum, budaya, etika dan
moral. Kendala lain yang dihadapi Indonesia dewasa ini dalam
menetapkan terapi transplatasi, adalah terbatasnya jumlah donor keluarga
(Living Related Donor, LRD) dan donasi organ jenazah. Karena itu
diperlukan kerjasama yang saling mendukung antara para pakar terkait
(hukum, kedokteran, sosiologi, pemuka agama, pemuka masyarakat),
pemerintah dan swata.

1. Jenis-Jenis Transplantasi
a. Dari Penerima Organ (Resepier)
Ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, maka
transplantasi dapat dibedakan menjadi:

23
1) Autograf (Autotransplatasi)

24
Autograf (Autotransplatasi) yaitu pemindahan suatu
jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri. Misalnya operasi bibir sumbing, dimana jaringan
atau organ yang diambil untuk menutup bagian yang
sumbing diambil dari jaringan tubuh pasien itu sendiri.
2) Allograft (Homotransplantasi)
Allograft (Homotransplantasi) yaitu pemindahan suatu
jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh yang lain
yang sama spesiesnya, yakni manusia dengan manusia.
Homotransplantasi yang sering terjadi dan tingkat
keberhasilannya tinggi, antara lain : transplantasi ginjal dan
kornea mata. Disamping itu terdapat juga transplantasi hati,
walaupun tingkat keberhasilannya belum tinggi. Transfusi
darah sebenarnya merupakan bagian dari transplntasi ini,
karena melalui transfusi darah, bagian dari tubuh manusia
(darah) dari seseorang (donor) dipindahkan ke orang lain
(recipient).
3) Xenograft (Heterotransplatasi)
Xenograft (Heterotransplatasi) yaitu pemindahan suatu
jaringan atau organ dari tubuh yang satu ke tubuh yang lain
yang berbeda spesiesnya. Misalnya antara species manusia
dengan binatang. Yang sudah terjadi contohnya daah
pencangkokan hati manusia dengan hati dari baboon
(sejenis kera), meskipun tingkat keberhasilannya masih
sangat kecil.
4) Transplantasi Singetik
Transplantasi Singenik yaitu pempindahan suatu jaringan
atau organ dari seseorang ke tubuh orang lain yang identik.
Misalnya masih memiliki hubungan secara genetik.

25
26
b. Dari Pemberi Organ (Pendonor)
Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor atau jaringan
tubuh, maka transplantasi dapat dibedakan menjadi:
1) Transplantasi dengan Donor Hidup
Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan
organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau
ke bagian lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam
kesehatan. Biasanya yang dilakukan adalah transplantasi
ginjal, karena memungkinkan seseorang untuk hidup
dengan satu ginjal saja. Akan tetapi mungkin bagi donor
hidup juga untuk memberikan sepotong/sebagian dari organ
tubuhnya misalnya paru, hati, pankreas dan usus. Juga
donor hidup dapat memberikan jaringan atau selnya
degeneratif, misalnya kulit, darah dan sumsum tulang.
2) Transplantasi dengan Donor Mati atau Jenazah
Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah
pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah orang
yang baru saja meninggal kepada tubuh orang lain yang
masih hidup. Pengertian donor mati adalah donor dari
seseorang yang baru saja meninggal dan biasanya
meninggal karena kecelakaan, serangan jantung, atau
pecahnya pembuluh darah otak. Dalam kasus ini, donasi
organ akan dipertimbangkan setelah usaha penyelematan
mengalami kegagalan. Pasien mungkin meninggal dalam
kamar emergensi ataupun dalam kondisi mati batang otak.
Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah organ yang
tidak memiliki kemampuan untuk regenerasi misalnya
jantung, kornea, ginjal dan pankreas, hati, jantung dan hati.
c. Dari Sel Induk (Stem Cell)
Sedangkan khusus mengenai transplantasi sel induk dibedakan
menjadi :

27
1) Transplantasi Sel Induk dari Sumsum Tulang (bone marrow
transplantation)
Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam
tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang dada,
tulang punggung dan tulang rusuk. Sumsum tulang
merupakan sumber yang kaya akan sel induk hematopoetik.
2) Transplantasi Sel Induk Darah Pusat (peripheral blood stem
cell transplantation)
Peredarahan tepi merupakan sumber sel induk walaupun
jumlah sel induk yang terkandung tidak sebanyak pada
sumsum tulang untuk mencukupi jumlah sel induk. Suatu
transplantasi.biasanya pada donor diberikan granulocyte-
colony stimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan
dengan proses Aferesis.
3) Transplantasi Sel Induk Darah Tali Pusat (Stem cord)
Darah tali pusat mengandung sejulah sel induk yang
bermakna dan memiliki keunggulan diatas transplantasi sel
induk dari sumsum tulang atau dari pendarahan tepi bagi
pasien tertentu.Transplantasi sel induk dari darah tali pusat
telah mengubah bahan sisa dari proses kelahiran menjadi
sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.

2. Komponen yang Mendasari Transplantasi


Ada dua komponen penting yang mendasari tindakan transplantasi,
yaitu:
a. Eksplantasi yaitu usaha mengambil jaringan atau organ manusia
yang hidup atau yang sudah meninggal.
b. Implantasi yaitu usaha menempatkan jaringan atau organ tubuh
tersebut kepada bagian tubuh sendiri atau tubuh orang lain

28
3. Komponen yang Menunjang Transplantasi
Disamping dua komponen yang mendasari di atas, ada juga dua
komponen penting yang menunjang keberhasilan tindakan
transplantasi, yaitu:
a. Adaptasi Donasi yaitu usaha dan kemampuan menyesuaikan
diri orang hidup yang diambil jaringan atau organ tubuhnya,
secara biologis dan psikis, untuk hidup dengan
kekurangan  jaringan atau oragan.
b. Adaptasi Resepien yaitu usaha dan kemampuan diri dari
penerima jaringan atau organ tubuh baru sehingga tubuhnya
dapat menerima atau menolak jaringan atau organ tersebut,
untuk berfungsi baik, mengganti yang sudah tidak dapat
befungsi lagi.
c. Organ atau jaringan tubuh yang akan dipindahkan dapat
diambil dari donor yang hidup atau dari jenazah orang yang
baru meninggal dimana meninggal sendiri didefinisikan
kematian batang otak.
d. Organ-organ yang diambil dari donor hidup seperti : kulit
ginjal sumsum tulang dan darah (transfusi darah). Organ-organ
yang diambil dari jenazah adalah jantung, hati, ginjal, kornea,
pancreas, paru-paru dan sel otak.

4. Organ yang dapat ditranplansikan


Hampir semua organ, jaringan dan sel manusia dapat
ditransplantasikan.
Berikut ini yang organ, jaringan maupun sel yang dapat
ditransplantasikan :
a. Organ dalam Rongga Dada
1) Jantung (Hanya Donor Mati)
2) Paru (Donor Hidup dan Mati)

29
3) En bloc Jantung/Paru (Donor Mati dan Transplantasi
Domino).
b. Organ dalam Rongga Perut
1) Ginjal (Donor Hidup dan Mati)
2) Hati (Donor Hidup dan Mati)
3) Pankreas (Hanya Donor Mati)
4) Usus (Deceased-donor and Living-Donor)

c. Jaringan Sel dan Cairan


1) Tangan (Hanya Donor Mati)
2) Kornea (Hanya Donor Mati)
3) Kulit termasuk Face replant (autograft) dan transplantasi
wajah (sangat jarang sekali)
4) Islets of Langerhans (merupakan bagian dari pancreas yang
mengandung endokrine) (Donor Hidup dan Mati)
5) Sumsum tulang/sel induk dewasa (Donor Hidup dan
Autograft)
6) Transfusi Darah/Transfusi Komponen Darah (Donor hidup
dan Autograft)
7) Pembuluh darah (Autograft dan Donor Mati)
8) Katup Jantung (Donor Mati, Dono Hidup dan
Xenograft[Porcine/bovine])
9) Tulang (Donor Hidup dan Mati)

30
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa sebagai
seorang perawat yang professional dalam bertugas dalam bidang
pelayanan masyarakat harus memahami dan menerapkan etika
keperawatan yang digunakan sebagai acuan bagi perlaku seseorang yang
berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan seseorang
dan merupakan suatu kewajiban dan tanggungjawanb moral.
Selain berpedoman pada etika keperawatan, dalam memberikan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat, perawat juga harus mengetahui
prinsip-prinsip etika keperawatan, ethical issue dalam praktik keperawatan
dan prinsip-prinsip legal dalam praktik keperawatan, sehingga nantinya
dalam memberikan pelayanan kesehatan, seorang perawat dapat
meberikan pelayanan terbaik kepada klien.

B. Saran
Isu bioetik dalam  praktik keperawatan tentu saja bukan barang
langka, yang bisa didapatkan oleh calon perawat sekalipun.  Dengan
mempelajarinya secara rinci, dan dengan mengatahui akibat yang dapat
ditimbulkannya. Maka tidaklah bisa dikatakan seorang perawat yang baik,
apabila masih melakukan tindakan di luar batas yang diperbolehkan.
Dengan adanya bahasan menganai isu bioetik seperti ini, kita akan
diingatkan batapa kejinya perbuatan yang melanggar aturan itu.  Dan kita
juga diajarkan tentang bagaimana menyikapi segala bentuk dilema dalam
praktik keseharian kita. Semoga makalah ini dapat menjadi acuan, atau
referensi dalam pengajaran mata kuliah etika keperawatan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Yosep dan Patria Janina.2012. “Makalah Etika Keperawatan


Pendekataan Teoritis Bioetik”. Dikutip dari http://yosef-
hidayat.blogspot.com/2012/10/konsep-bioetk-keperawatan.html. Pada hari Senin,
23 Maret 2020, pada pukul 08.58 WIB

Khusnayaini, Awin. 2013. “Etika Keperawatan Euthanasia”. Dikutip dari


https://www.academia.edu/36417399/Etika_Keperawatan_Euthanasia. Pada hari
Minggu, 22 Maret, pada pukul 20.26 WIB

Lastrange.2011. “Permasalahan Etika Keperawatan”. Dikutip dari


http://makalahselamakuliah.blogspot.com/2011/11/etika-keperawatan-
permasalahan-etika.html. Pada hari Senin, 23 Maret 2020, pada pukul 08.50 WIB

Murora, Roby.2012. “Makalah Isu Bioetik Keperawatan”. Dikutip dari


http://roby-murora.blogspot.com/2012/05/makalah-bioetik-keperawatan.html.
Pada hari Senin, 23 Maret 2020, pada pukul 08.55 WIB

Nipu, Rys.2011. “Tranplantasi Organ dan Jaringan Tubuh”. Dikutip dari


https://www.scribd.com/document/47228693/TRANSPLANTASI-ORGAN-
DAN-JARINGAN-TUBUH. Pada hari Minggu, 22 Maret 2020. Pada pukul 20.06
WIB

Tia, tia.2011. “Makalah Transplantasi Organ dan Jaringan”. Dikutip dari


https://www.academia.edu/8399392/Makalah_Transplatasi_Organ_dan_Jaringan_
Bab_II. Pada hari Minggu, 22 Maret 2020, pada pukul 20.10 WIB

32

Anda mungkin juga menyukai