Anda di halaman 1dari 29

BY

Purnomo, S.Kep., Ns
Motivasi Dalam Perubahan
Motivasi itu timbul karena tuntutan kebutuhan dasar manusia, sedangkan
kebutuhan dasar manusia yang dimaksud antara lain:
a) Kebutuhan fisiologis (makan, minum, tidur, oksigen dll) berdasarkan
kebutuhan tersebut maka manusia akan selalu ingin mempertahankan
hidupnya dengan jalan memenuhinya atau mengadakan perubahan.
b) Kebutuhan keamanan. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan manusia agar
mendapatkan jaminan keamanan atau perlindungan dari berbagai ancaman
bahaya yang ada.
c) Kebutuhan social. Kebutuhan ini mutlak diperlukan karena manusia tidak
akan dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
d) Kebutuhan penghargaan dan dihargai. Setiap manusia selalu ingin
mendapatkan penghargaan dimata masyarakat akan prestasi, status, dan lain-
lain. Untuk itu manusia akan termotivasi untuk mengadakan perubahan.
e) Kebutuhan aktualisasi diri. Kebutuhan perwujudan diri agar di akui
masyarakat akan kemampuannya dan potensi yang dimiliki.
f) Kebutuhan interpersonal yang meliputi kebutuhan untuk berkumpul
bersama untuk melakukan control dalam mendapatkan pengaruh dari
lingkungan.
Strategi Untuk Berubah
Ada beberapa strategi untuk memecahkan masalah-masalah dalam
perubahan , strategi tersebut antara lain yaitu :
a) Strategi rasional empiric
Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan
memilki sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Strategi ini
juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan kemampuan dan
keahlian yang di miliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan
efisien, selain itu juga menggunakan system analisis dalam pemecahan
masalah yang ada.
b) Strategi redukatif normative
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar normal yang diadakan di
masyarakat dan dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau
masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan.
c) Strategi paksaan/kekuatan
Dikatakan strategi paksaan/kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan
atau kekuasaan yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan
kekuatan moral dan politik.
Model Perubahan
a) Model penelitian dan pengembangan
Model ini didasarkan atas penelitian dan perencanaan dalam pengembangan
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dalam menggunakan model ini
dapat dilakukan dengan cara melakukan identifikasi atas perubahan yang di
lakukan, menjabarkan, atau mengembangkan komponen yang akan dilakukan
dalam perubahan. Menyiapkan perubahan dan melakukan desiminasi kepada
masyarakat tentang hal-hal yang akan dilakukan dalam perubahan.
b) Model interaksi social.
Model ini menggunakan langkah-langkah sebagaimana dalam teori Roger di
antaranya , menyadari akan perubahan, adanya minat dalam perubahan,
melkukan evaluasi tentang hal-hal yang akan dilakukan perubahan,
melakukan uji coba sesuatu hal yang akan dilakukan perubahan serta
menerima perubahan.
c) Model penyelesaian masalah
Model ini menekankan pada penyelesaian masalah dengan menggunakan
langkah mengidentifikasi kebutuhan yang menjadi masalah, mendiagnosis
masala, menemukan cara penyelesaian masalah yang akan di gunakan,
melkukan uji coba, dan melakukan evaluasi dari hasil uji coba untuk
digunakan dalam perubahan.
Hambatan Dalam Perubahan
Perubahan tidak selalu mudah untuk dilaksanakan akan tetapi banyak hambatan yang akan diterimanya baik hambatan
dari luar maupun dari dalam diantara hal yang menjadi hambatan dalam perubahan adalah sebagai berikut:
a) Ancaman kepentingan pribadi, contohnya dalam pelaksanaan standarisasi perawat professional dimana yang diakui
sebagai profesi perawat adalah minimal pendidikan D3 Keperawatan, sehingga bagi lulusan SPK yang dahulu dan tidak
ingin melanjutkan pendidikan akan terancam bagi kepentingan dirinya, sehingga hal tersebut dapat menjadikan
hambatan dalam perubahan.
b) Persepsi yang kurang tepat, berbagai informasi yang akan dilakukan dalam system perubahan jika tidak
dikomunikasikan dengan jelas atau informasinya kurang lengkap, maka tempat yang akan dijadikan perubahan akan
sukses menerimanya sehingga timbul kekhawatiran dari perubahan tersebut.
c) Reaksi psikologis, contohnya apabila akan dilakukan perubahan dalam system praktek keperawatan mandiri bagi
perawat.Jika perawat belum bisa menerima secara psikologis, akan timbul kesulitan karena ada perasaan takut sebagai
dampak dari perubahan.
d) Toleransi terhadap perubahan rendah, ini tergantung dari individu, kelompok, atau masyarakat. Apabila individu,
kelompok atau masyarakat tersebut memiliki toleransi yang tinggi terhadap perubahan, maka akan memudahkan
proses perubahan tetapi apabila toleransi seseorang terhadap perubahan sangat rendah, maka perubahan tersebut
akan sulit dilaksanakan.
e) Kebiasaan, Pada dasarnya seseorang akan lebih senang pada sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya atau bahkan
dilaksanakan sebelumnya dibandingkan dengan sesuatu yang baru dikenalnya, karena keyakinan yang dimiliki sangat
kuat. Faktor kebiasaan ini yang menjadikan hambatan dalam perubahan.
f) Ketergantungan, merupakan hambatan dalam prses perubahan karena ketergantungan menyebabkan seseorang
tidak dapat hidup secara mandiri dalam mencapai tujuan tertentu.
g) Perasaan tidak aman, juga merupakan factor penghambat dalam perubahan karena adanya ketakutan terhadap
dampak dari perubahan yang juga akan menambah ketidakamanan pada diri, kelompok atau masyarakat.
h) Norma, apabila akan mengadakan proses perubahan, namun perubahan tersebut bertentangan dengan norma maka
perubahan tersebut akan mengalami hambatan, sebaliknya jika norma tersebut sesuai dengan prinsip perubahan
Perubahan dalam keperawatan
Perubahan dalam keperawatan adalah suatu cara keperawatan untuk mempertahankan diri
sebagai profesi dan berperan aktif dalam menghadapi era milenium.
Pelayanan keperawatan mempunyai 2 pilihan utama yang berhubungan dengan
perubahan, yaitu :
a) Mereka melakukan inovasi dan berubah
b) Mereka dapat berubah oleh suatu keadaan dan sitasia

Ada 4 skenario masa depan yang di prediksikan akan terjadi dan harus di antisipasi, yaitu :
a) Masyarakat yang berkembang, masyarakat akan lebih berpendididkan, lebih sadar akan
hak dan hukum, menuntuk berbagai bentukdan jenjang
pelayanankesehatan/keperawatanyang profesianal dan rentangkehidupan daya ekonomi
masyarakat semakin melebar.
b) Rentang masalah kesehatan yang melebar, sistem pemberian pelayanan
kesehatan/keperawatan yang meluas mulai dari teknologi yang sangat canggih.
c) Iptek, harus berkembang dan harus dimanfaatkan dengan tepat dan guna.
d) Tuntutan profesi yang meningkat, hal ini di dorong oleh perkembangan Iptek medis
permasalahan internal pada profesi keperawatan dan era globalisasi.
Konsep Holistic Care : Caring,
Holisme, Humanisme.
Caring
Perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa
tidak, merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan
yang tidak mudah.
Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani
orang yang tengah menderita penyakit. Pengalaman ilmu
untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus
dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan
kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual,
teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
caring atau kasih sayang/cinta (Johnson, 1989) .
Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan
dengan cara seseorang berpikir, berperasaan dan
bersikap ketika berhubungan dengan orang lain.
Caring dalam keperawatan dipelajari dari berbagai
macam filosofi dan perspektif etik .
Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori
caring. Menurut Pasquali dan Arnold (1989) serta Watson
(1979), human care terdiri dari upaya untuk melindungi,
meningkatkan, dan menjaga atau mengabdikan rasa
kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti
dalam sakit, penderitaan, dan keberadaannya serta
membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan
dan pengendalian diri .
Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human
Care, mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan
dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan
penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi
pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh .
Lebih lanjut Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang
berorientasi pada tujuan membantu orang lain bertumbuh dan
mengaktualisasikan diri.
Mayehoff juga memperkenalkan sifat-sifat caring seperti sabar, jujur, rendah
hati. Sedangkan Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli,
hormat dan menghargai orang lain.
Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang
dan bagaimana seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan.
Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk moral) sehingga perawat harus
terdiri dari orang-orang yang bermoral baik dan memiliki kepedulian terhadap
kesehatan pasien, yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien
sebagai seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat
melakukan tugas pendampingan perawatan.
Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu emosi,
perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat
untuk memberikan asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian
perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap perawat supaya mereka bisa
merawat pasien .
Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan pengetahuan
kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal.
Caring bukan semata-mata perilaku.
Caring adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan.
Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan
memperhatikan emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth
et all, 1999) Sikap caring diberikan melalui kejujuran, kepercayaan, dan niat baik.
Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis,
spiritual, dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari
berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan.
Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata-kata yang lemah
lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien, dan bersikap
caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet, Rehmeyer, Cooper, &
Burroughs, 1999).
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun tidak dapat diperintah untuk
memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring .
Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari dalam diri
perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam.
Spirit caring bukan hanya memperlihatkan apa yang
dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi
juga mencerminkan siapa dia. Oleh karenanya, setiap
perawat dapat memperlihatkan cara yang berbeda
ketika memberikan asuhan kepada klien .
Beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Menurut Watson, ada
tujuh asumsi yang mendasari konsep caring. Ketujuh asumsi tersebut adalah
caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal,
caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi
kebutuhan manusia atau klien,
caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga,
caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun
juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya,
lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan
seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk
dirinya sendiri,
caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan
biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam
peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit,
caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Pembentukan sistem nilai
humanistik dan altruistic.
Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu
memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga
memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan
pendidikan kesehatan pada klien.
Memberikan kepercayaan-harapan dengan cara
memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang
holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku
klien dalam mencari pertolongan kesehatan
Menumbuhkan kesensitifan terhadap diri dan orang lain.
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan
klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif,
murni, dan bersikap wajar pada orang lain.
Mengembangkan hubungan saling
percaya.
Perawat memberikan informasi dengan jujur, dan memperlihatkan sikap
empati yaitu turut merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang
diperlukan dalam faktor ini antara lain adalah kongruen, empati, dan
kehangatan.
Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif klien.
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan
perasaan klien.
Penggunaan sistematis metoda penyelesaian masalah untuk pengambilan
keputusan. Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola
pikir dan pendekatan asuhan kepada klien.
Peningkatan pembelajaran dan pengajaran interpersonal, memberikan asuhan
mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan
untuk pertumbuhan personal klien.
Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, dan spritual yang
mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan
eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien.
Memberi bimbingan dalam memuaskan kebutuhan manusiawi.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan
kebutuhan paling dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
Mengijinkan terjadinya tekanan yang bersifat fenomenologis agar
pertumbuhan diri dan kematangan jiwa klien dapat dicapai. Kadang-kadang
seorang klien perlu dihadapkan pada pengalaman/pemikiran yang bersifat
profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih
mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Dari kesepuluh faktor karatif tersebut, Watson merumuskan tiga faktor karatif
yang menjadi filosofi dasar dari konsep caring. Tiga faktor karatif tersebut adalah:
pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik, memberikan harapan dan
kepercayaan, serta menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain
(Julia, 1995).

Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua
aspek dalam diri klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional
dan bermutu dapat diwujudkan. Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini
perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri sebelum memahami orang
lain (Nurahmah, 2006).
Leininger (1991) mengemukakan teori culture care diversity and universality, beberapa konsep yang didefinisikan antara
lain
kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma, dan gaya hidup antar
kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu;
keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti, pola, nilai, cara hidup,
atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan
human care;
cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran dan pertukaran nilai,
kepercayaan, dan pola hidup yang mendukung dan memfasilitasi individu atau kelompok dalam upaya
mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit dan meminimalkan kesakitan;
dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama, aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan,
teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan
yang berbeda;
care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan bimbingan,
bantuan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya;
care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing, mendukung, dan ada untuk
orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam menghadapi kematian;
caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal mengenai pengetahuan care
serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara
langsung dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan/kecacatan atau dalam
bekerja dengan klien (Julia, 1995, Madeline,1991).
Sebagai seorang perawat, kemampuan care, core, dan cure
harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan
asuhan keperawatan yang optimal untuk klien. Lydia Hall
mengemukakan perpaduan tiga aspek tersebut dalam
teorinya. Care merupakan komponen penting yang berasal
dari naluri seorang ibu. Core merupakan dasar dari ilmu
sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik, dan
kemampuan bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain.
Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan
terapeutik. Dalam memberikan asuhan keperawatan secara
total kepada klien, maka ketiga unsur ini harus dipadukan
(Julia, 1995).
Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal
yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien adalah
hubungan perawat-klien yang bersifat profesional
dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara
perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat
memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi
keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap
kondisi kesehatannya.
HOLISTIK CARE
Klinik Keperawatan Terpadu HOLISTIC CARE merupakan klinik yang dikelola
oleh Fakultas IlmuKeperawatan Universitas Indonesia. Pembentukan klinik ini
merupakan bagian dari program strategis pengembangan fakultas dalam upaya
untuk mengembangkan terapi modalitas keperawatan danmenerapkan ilmu-
ilmu keperawatan dalam bentuk pengabdian terhadap masyarakat dalam
bidang kesehatan. Pelayanan pada klinik HOLISTIC CARE didasarkan pada
konsep keperawatan holistik yang meyakini bahwa penyakit yang dialami
seseorang bukan saja merupakan masalah fisik yang hanya dapat diselesaikan
dengan pemberian obat semata. Pelayanan keperawatan holistik memberikan
pelayanan kesehatan dengan lebih memperhatikan keutuhan aspek kehidupan
sebagai manusia yang meliputi kehidupan jasmani, mental, sosial danspiritual
yang saling mempengaruhi. Klinik ini tidak saja menawarkan pelayanan
keperawatan dengan memanfaatkan teknologi perawatan moderen maupun
beragam terapi alternatif ataupun komplementer, tetapi juga pelayanan
konseling dan promosikesehatan untuk semua tahapan usia.
HOLISME
Holisme, bila ditelusuri dari akarnya berasaldari konsep Aristoteles (filosof dari
Yunani),Baruch Spinoza (filosof Belanda), dan WilliamJames (filosof dan psikolog dari
Amerika), yangberkaitan dengan pergerakan Gestalt sebelumperang dunia
Konsep holisme selalu mengemukakan bahwa organisme merupakan satu kesatuan yang
utuh, bukan terbagi-bagi dalam bagian-bagian. Pikiran dan tubuh bukan
merupakanbagian yang terpisah, tetapi merupakan satubagian yang utuh, dan apabila
terjadi sesuatu pada salah satunya maka akan berpengaruh pada keseluruhan.
Konsep humanisme yang diusung oleh Abraham Maslow mengemukakan bahwa yang
menentukan keberhargaan seorang manusia adalah kapasitas atau kemampuannya
untuk dapat merealisasikan diri. Teori humanistic percaya bahwa manusia memiliki
potensi diri untuk sehat dan kreatif, jika kita mau menerima tanggung jawab bagi
kehidupan dirikita sendiri. Menurut Maslow dalam hirarki kebutuhan,manusia dapat
mencapai puncak dari kebutuhan yaitu aktualisasi diri jika kebutuhan-kebutuhan dasar
sudah terpenuhidengan baik. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut adalah kebutuhan
fisiologis,kebutuhan rasa aman, kebutuhan dicintai dan mencintai, dan kebutuhan akan
harga diri. Rogers berpendapat bahwa manusia dipandang dengan unconditional
positiveregards. Pandangan ini selalu memandangbahwa manusia dapat berfungsi secara
utuh,sehingga pada akhirnya dapat menerima diri kemudian dapat merealisasikan diri
nya dengan baik.
HUMANISME
Perkembangan psikologi humanistik tidaklepas dari pandangan psikologi
holistik danhumanistik. Pekembangan aliran-aliranbehaviorisme dan
psikoanalisis yang sangatpesat di Amerika Serikat ternyata
merisaukanbeberapa pakar psikologi di negara itu. Mereka melihat bahwa
kedua aliran itumemandang manusia tidak lebih darikumpulan refleks dan
kumpulan naluri saja. Mereka juga menganggap kedua aliran itumemandang
manusia sebagai makhluk yangsudah ditentukan nasibnya, yaitu olehstimulus
atau oleh alam ketidakkesadaranmanusia.Dan yang tidak kalah
penting,mereka berkesimpulan bahwa kedua aliran itumenganggap manusia
sebagai robot atausebagai makhluk yang pesimistik dan penuh masalah.
Humanistik mengatakan bahwa manusiaadalah suatu ketunggalan yang
mengalami,menghayati dan pada dasarnya aktif, punyatujuan serta punya
harga diri. Karena itu,walaupun dalam penelitian boleh sajadilakukan analisis
rinci mengenai bagian-bagian dari jiwa manusia, namun dalam
penyimpulanya, manusia harus dikembalikan dalam kesatuan yang utuh.
Pandangan seperti ini adalah pandangan yang holistik.
Pengertian
Transcultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada
proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan
dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit
didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budaya kepada manusia (Leininger, 2002).
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku Caring. Caring adalah esensi
dari keperawatan, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan
keperawatan. Tindakan Caring dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan
dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh. Perilaku Caring
semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan,
masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara
umum dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan
bimbingan pada manusia yang utuh. Human caring merupakan fenomena
yang universal dimana ekspresi, struktur dan polanya bervariasi diantara
kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
Konsep dalam Transcultural
Nursing
a. Budaya adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b. Nilai budaya adalah keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau
sesuatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi
tindakan dan keputusan.
c. Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan merupakan bentuk yang optimal daei
pemberian asuhan keperawatan, mengacu pada kemungkinan variasi pendekatan
keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya yang menghargai
nilai budaya individu, kepercayaan dan tindakan termasuk kepekaan terhadap
lingkungan dari individu yang datang dan individu yang mungkin kembali lagi
(Leininger, 1985).
d. Etnosentris adalah persepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa
budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain.
e. Etnis berkaitan dengan manusia dari ras tertentu atau kelompok budaya yang
digolongkan menurut ciri-ciri dan kebiasaan yang lazim.
f. Ras adalah perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada
mendiskreditkan asal muasal manusia.
a. Etnografi adalah ilmu yang mempelajari budaya. Pendekatan metodologi pada
penelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang
tinggi pada perbedaan budaya setiap individu, menjelaskan dasar observasi untuk
mempelajari lingkungan dan orang-orang, dan saling memberikan timbal balik
diantara keduanya.
b. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan,
dukungan perilaku pada individu, keluarga, kelompok dengan adanya kejadian untuk
memenuhi kebutuhan baik aktual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi
dan kualitas kehidupan manusia.
c. Caring adalah tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing,
mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang
nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
d. Cultural Care berkenaan dengan kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai,
kepercayaan dan pola ekspresi yang digunakan untuk mebimbing, mendukung atau
memberi kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan
kesehatan, sehat, berkembang dan bertahan hidup, hidup dalam keterbatasan dan
mencapai kematian dengan damai.
e. Culturtal imposition berkenaan dengan kecenderungan tenaga kesehatan
untuk memaksakan kepercayaan, praktik dan nilai diatas budaya orang lain karena
percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi daripada kelompok lain.
Keperawatan Transkultural dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Keperawatan transkultural adalah suatu proses pemberian asuhan
keperawatan yang difokuskan kepada individu dan kelompok untuk
mempertahankan, meningkatkan perilaku sehat sesuai dengan latar
belakang budaya.
2. Pengkajian asuhan keperawatan dalam konteks budaya sangat diperlukan
untuk menjembatani perbedaan pengetahuan yang dimiliki oleh perawat
dengan klien.
3. Diagnosa keperawatan transkultural yang ditegakkan dapat
mengidentifikasi tindakan yang dibutuhkan untuk mempertahankan
budaya yang sesuai dengan kesehatan, membentuk budaya baru yang sesuai
dengan kesehatan atau bahkan mengganti budaya yang tidak sesuai dengan
kesehatan dengan budaya baru.
4. Perencanaan dan pelaksanaan proses keperawatan transkultural tidak dapat
begitu saja dipaksakan kepada klien sebelum perawat memahami latar
belakang budaya klien sehingga tindakan yang dilakukan dapat sesuai
dengan budaya klien.
5. Evaluasi asuhan keperawatan transkultural melekat erat dengan
perencanaan dan pelaksanaan proses asuhan keperawatan transkultural.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai