Anda di halaman 1dari 26

Issue Etik dan Moral Mengenai Bayi Tabung Dalam Praktik Kebidanan

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Etikolegal Dalam Praktik Kebidanan
Dosen pengampu : Ana Sundari, SST., M.Keb., MPH

Disusun oleh :
Titis Amalinda Dian P (P1337424119002)
Anggita Nuur Tsania (P1337424119007)
Anggun Sugiarti (P1337424119014)
Fajrian Isna Zunandita (P1337424119017)
Dhini Nur Anggreani (P1337424119020)
Putri Ajeng Andriyani (P1337424119027)
Ika Nur Safitri (P1337424119030)
Desi Nurul Hidayah (P1337424119038)
Putry Dinna Kamila (P1337424119041)
Foniiayu Maulinda (P1337424119048)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG


PRODI DIPLOMA III KEBIDANAN SEMARANG
2019/2020
Kata Pengantar

Alhamdulillah puji syukur penulis memanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga Allah SWT meridhoi-Nya. Aamiin
Makalah ini membahas tentang  “Issue Etik dan Moral Mengenai Bayi Tabung Dalam
Praktik Kebidanan.” Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis sendiri maupun orang yang
membaca dan mempelajarinya.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan dan keterbatasan
yang dikarenakan keterbatasan pemahaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh kami. Oleh
karena itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya serta mengharapkan masukan dan kritik
yang membangun.
Dengan hormat dan kerendahan hati, kami berharap semoga makalah ini bisa bermanfaat
bagi kami khususnya dan bagi pembaca pada umumnya serta dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Akhir kata hanya kepada Allah SWT kami memohon supaya apa yang telah dikerjakan
selama ini menjadi amal yang bernilai ibadah. Amin Yarabalalamin.

Semarang, Maret 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar..................................................................................................................................i
Daftar Isi..........................................................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................2
BAB II : TINJAUAN TEORI..........................................................................................................3
A. Pengertian Bayi Tabung..........................................................................................................3
B. Hukum Melaksanakan Bayi Tabung.......................................................................................5
C. Issue Etik dan Moral Dalam Pelayanan Kebidanan..............................................................13
BAB III : PEMBAHASAN...........................................................................................................17
A. Kasus.....................................................................................................................................17
B. Pembahasan...........................................................................................................................18
BAB IV : PENUTUP.....................................................................................................................21
A. Kesimpulan...........................................................................................................................21
B. Saran......................................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................23

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi tabung pertama dari Indonesia bernama Nugroho Karyanto lahir pada tanggal 2 Mei
1988 di Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita Jakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. dr.
Sudraji Sumapraja, SpOG. Pada awalnya, teknologi ini ditentang oleh kalangan kedokteran dan
agama karena kedua dokter itu dianggap mengambil alih peran Tuhan dalam menciptakan
manusia. Setelah itu secara berturut-turut muncullah teknik-teknik lain yang lebih mengagumkan
(Suwito, 1995).
Program bayi tabung untuk pertama kali diperkenalkan oleh  dokter asal Inggris,  Patrick C.
Steptoe dan Robert G. Edwards pada sekitar tahun 1970-an dan melahirkan  bayi tabung pertama
di dunia, Louise Brown pada tahun 1978.  Pada awalnya, teknologi ini ditentang oleh kalangan
kedokteran dan agama karena kedua dokter itu dianggap mengambil alih peran Tuhan dalam
menciptakan manusia (playing God). Tapi sekarang, teknologi ini telah banyak menolong
pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak yang megalami masalah seperti infertilitas,
dsb.
Menurut Otto Soemarwoto dalam bukunya “Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan
Global”, dengan tambahan dan keterangan dari Drs. Muhammad Djumhana, S.H., menyatakan
bahwa bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah, Ia dapat membantu pasangan suami istri
yang subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai
anak.  Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot
yang jadi (mengalami pembuahan) ditanam dalam kandungan istri.  Dalam hal ini kiranya tidak
ada pendapat pro dan kontra terhadap bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami
dan istri.
Sekarang Fertilisasi In Vitro (FIV) yang awalnya hanya di peruntukan untuk membantu
pasangan Pasangan suami istri (pasutri) yang  mengalami 1) kerusakan kedua tuba ; 2) faktor
suami ( ligospermia) ; 3) faktor serviks abnormal ; 4) faktor immunologik ; 5) infertilitas karena
endometriosis, seiring perkembangan zaman di mana pasangan yang sebenarnya subur sekarang
sudah mengikuti juga program FIV dengan alasan sebagian para wanita  ingin menjaga postur
tubuh agar tetap indah dan terjaga, selain itu juga, ada sebagian wanita yang ingin mempunyai
anak tanpa melakukan hubungan seksual (tanpa menikah) misalnya mengambil sperma orang
lain untuk ditrasfer ke rahimnya agar wanita tersebut mempunyai anak, dan ada juga pasangan
yang mengalami kelainan seksual seperti Homoseksual dan Lesbian yang ingin mempunyai anak
bisa saja melakukan program FIV atau bayi tabung dengan mengambil sperma atau sel telur
orang lain (tranfer embrio).
Permasalahan selanjutnya adalah Sel telur yang diambil dari wanita yang melakukan
program bayi tabung adalah 4 – 6 sedangkan jumlah embrio yang digunakan rata-rata 3-4 embrio
yang transfer ke dalam rahim dan sisanya dijadikan sebagai cadangan jika sewaktu-waktu tranfer
embrio pertama gagal.
Melalui makalah ini kami akan mencoba membahas permasalahan-permasalahan mengenai
bayi tabung menurut etika dan moral.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa pengertian Bayi Tabung?
2. Bagaimana proses dilakukannya Bayi Tabung?
3. Apa syarat melaksanakan Bayi Tabung?
4. Bagaimana hukum mengenai Bayi Tabung?
5. Bagaimana Bayi Tabung dalam sudut pandang etika dan moral?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian Bayi Tabung
2. Untuk mengetahui proses dilakukannya Bayi Tabung
3. Untuk mengetahui syarat melaksanakan Bayi Tabung
4. Untuk mengetahui hukum mengenai Bayi Tabung
5. Untuk mengetahui Bayi Tabung dalam sudut pandang etika dan moral

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Bayi Tabung


Bayi tabung atau dalam bahasa kedokteran disebut In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu
upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam
suatu wadah khusus.  Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba. 
Dalam proses bayi tabung proses ini berlangsung di laboratorium dan dilaksanakan oleh tenaga
medis sampai menghasilkan suatu embrio dan di iplementasikkan ke dalam rahim wanita yang
mengikuti program bayi tabung tersebut.  Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku
(cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.  Bayi tabung merupakan pilihan
untuk memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya.  Pada
kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung telur (ovarium) menuju
saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu sel sperma yang akan membuahi sel telur
tersebut tersebut.  Dalam bayi tabung proses ini terjadi dalam tabung dan setelah terjadi
pembuahan (embrio) maka segera di iplementasikan ke rahim wanita tersebut dan akan terjadi
kehamilan seperti kehamilan normal.
Untuk menjalani suatu proses bayi tabung, maka yang pertama dilakukan adalah memberikan
sperma di suami. Sperma tersebut diperiksa apakah mengandung benih yang cukup atau tidak.
Setelah pihak suami diperiksa, maka berikutnya giliran si istri. Dokter berusaha menentukan
dengan tepat saat ovulasi istri tersebut (yaitu saat bebasnya sel telur dari kandung telur), dan
kemudian memeriksa apakah terdapat sel telur yang masak atau tidak pada saat ovulasi tersebut.
Saat ovulasi merupakan hal yang penting bagi seorang wanita, karena pada saat ovulasi itulah ia
menjalani masa subur. Artinya dalam masa itu sel telur telah masak dan bersedia menerima
kedatangan sperma untuk dibuahi.
Bila pada ovulasi terdapat sel telur yang benar-benar masak maka sel telur itu dihisap dengan
sejenis jarum suntik melalui sayatan pada perut. Sel telur itu kemudian ditaruh di dalam suatu
tabung kimia, dan tabung ini disimpan dalam laboratorium dengan diberi suhu yang menyamai
panas badan seorang wanita. Hal tersebut bertujuan agar sel telur tetap dapat hidup.
1. Bayi tabung yang di kandung oleh si istri sendiri

3
Sel telur yang berada di dalam tabung itu kemudian ditetesi dengan sperma yang
diambil dari si suami. Setelah 24 jam, maka dapat dilihat reaksinya, yaitu sperma
memasuki sel telur. Ini berarti bahwa pembuahan telah terjadi dengan baik, sehingga
terbentuklah embrio. Embrio ysng terbentuk itu dalam selang waktu 48 jam dimasukkan ke
dalam rahim si istri yang telah dipersiapkan. Hal ini berakibat si istri akan hamil, sehingga
pada akhirnya suami istri yang bersangkutan akan memperoleh anak.
Jadi untuk memperoleh anak melalui proses bayi tabung ditempuh 3 tahap yaitu :
 pengambilan sel telur dari wanita (si istri)
 penempatan sel telur bersamaan dengan sperma si suami dalam saatu tabung
 penempatan sel telur yang sudah dibuahi itu ke dalam kandungan (rahim) si istri
Bayi tabung menurut proses yang demikian itu dapat dikatakan sebagai bayi tabung "di
dalam" rahim, karena setelah sperma dan sel telur bertemu di dalam tabung kimia maka
embrio yang terbentuk itu diletakkan di dalam rahim istri.
2. bayi tabung yang dikandung oleh orang lain
Doktor Abdullah Cholil, M.Ph (Ketua umum Ikatan Dokter Indonesia) mengatakan,
bahwa dengan timbulnya proses bayi tabung, maka akan timbul pula ibu-ibu komersial,
yaitu ibu-ibu yang menyediakan rahimnya untuk tempat tumbuh benih-benih yang
ditumbuhkan di luar rahim. Yang dimaksud dengan hal ini adalah bahwa, benih-benih
tersebut berasal dari sel telur serta sperma pria dan wanita lain. Sehingga embrio yang
terbentuk itu (yaitu yang terbentuk di dalam tabung) tidak dimasukkan ke dalam rahim si
istri, melainkan dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Jadi yang hamil dan melahirkan
bayi tabung itu bukanlah istri si suami sendiri, tetapi istri orang lain atau wanita lain yang
bersedia untuk melakukan hal itu. bayi tabung yang demikian ini merupakan bayi tabung
"di luar" rahim istri.
Cara tersebut dilakukan bila si istri tidak mampu menghidupi embrio (janin) di dalam
rahimnya (si istri tidak dimungkinkan untuk hamil) meskipun sebenarnya ia tidak mandul.
Maka dari itu suami istri yang bersangkutan dapat menumpangkan calon bayinya di dalam
rahim wanita lain. Karena calon bayi itu ditumpangkan pada orang lain, maka dapat pula
disebut sebagai bayi tumpangan.
Jadi timbulnya bayi tumpangan itu merupakan akibat dari adanya proses bayi tabung, yang
untuk mendapatkannya juga ditempuh 3 tahap yaitu :

4
 pengambilan sel telur dari si istri
 penempatan sel telur bersamaan dengan sperma si suami dalam suatu tabung
 penempatan sel telur yang sudah dibuahi itu ke dalam rahim wanita lain
Mengenai cara perolehan anak dengan melalui bantuan wanita lain ini (yang diatas
disebut sebagai bayi tumpangan), ada suatu cara lain yaitu yang disebut proses inseminasi
buatan. Tetapi anak yang diperoleh melalui proses inseminasi buatan adalah sangat
berbeda dengan melalui rahim wanita lain, tetapi caranya berbeda. Perbedaannya adalah
bahwa pada proses bayi tumpangan yang dibutuhkan selain sperma si suami juga sel telur
si istri yang bila telah menjadi embrio dimasukkan ke dalam rahim wanita lain. Sedangkan
pada proses inseminasi buatan yang dibutuhkan hanyalah sperma si suami, yang kemudian
sperma tersebut disuntikkan ke tubuh wanita lain (wanita yang bukan istri sendiri), yang
mempunyai rahim subur dan bersedia untuk melakukan hal itu.
Dari segi tehnik, karena prosedur konsepsi buatan ini sangat menegangkan, tingkat
keberhasilannya belum begitu tinggi, dan biayanya sangat mahal, maka pasangan suami istri
(pasutri) yang diterima untuk program ini harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Telah dilakukan pengelolaan infertilitas selengkapnya.
2. Terdapat indikasi yang sangat jelas.
3. Memahami seluk beluk prosedur konsepsi buatan secara umum
4. Mampu membiayai prosedur bayi tabung ini
Adapun keuntungan dan kerugiannya adalah Memberikan peluang kehamilan kepada
pasangan suami istri yang sebelumnya mengalami infertilitas.
      Ada beberapa Faktor- faktor yang sering menyebabkan kegagalan Bayi Tabung yaitu:
1.Sel Telur yang tumbuh tidak ada / tidak mencukupi.
2.   Tidak terjadi pembuahan
3.   Embrio tidak menempel dinding rahim
4.   Keguguran.
B. Hukum Melaksanakan Bayi Tabung
1. Menurut Pandangan Islam

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan
sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini
termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
5
Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri
yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam fatwanya.
Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit
dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. "Sebab, hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun
dalam hal kewarisan," tulis fatwa itu.
Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari
pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut
hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di
luar penikahan yang sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan
ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan
ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram.
Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW
bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT,
dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim
perempuan yang tidak halal baginya."
Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah
mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara'," papar ulama NU
dalam fatwa itu.
Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum
dari Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya
(dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri
memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila
mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta
dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).

6
Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP
Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidak nya menitipkan sperma
suami-istri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdid mengung kapkan,
berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia Islam,
termasuk dari Indonesia yang diwakili Mu hammadiyah, hukum inseminasi buat an seperti itu
termasuk yang dilarang.
"Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ke tiga dari Majmaul
Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung)," papar fatwa Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah. Rumusannya, "cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan
antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu) ...
hal itu dilarang menurut hukum Syara'." Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu
menjawab berbagai masalah yang terjadi di dunia modern saat ini.
Apabila mengkaji tentang bayi tabung dari hukum islam,maka harus dikaji dengan
memakai metode ijtihad yang lazim dipakai oleh para ahli ijtihad agar hukum ijtihadnya
sesuai dengan prinsip-prinsip dan jiwa al-Quran dan sunnah menjadi pasanagan umat
Menurut Al-Qur’an Surat Al-Isra ayat 70
Artinya: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam,Kami angkut mereka
didaratan dan lautan,Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
Inseminasi buatan endahngan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia sejajar
dengan hewan yang di inseminasi”.
Hadist Nabi:
Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari Akhir menyiramkan airnya
(sperma) pada tanaman orang lain(vagina istri orang lain).Hadist Riwayat Abu Daud,Al-
Tirmizi dan hadist ini dipandang sahih oleh Ibnu Hibban.
Dengan hadist ini para ulama sepakat mengharamkan seseorang mengawini/melakukan
hubungan seksual dengan wanita hamil dari orang lain yang mempunyai ikatan perkawinan
yang sah.
Pada zaman dulu masalah bayi tabung/inseminasi buatan belum timbul,sehingga kita tidak
memperoleh fatwa hukumnya dari mereka.Kita dapat menyadari bahwa inseminasi buatan /

7
bayi tabung dengan donor sperma atau ovum lebih mendatangkan madaratnya daripada
maslahahnya.
2. Menurut Pandangan Hukum Medis
Di Indonesia, hukum dan perundangan mengenai teknik reproduksi buatan diatur dalam:
a) UU Kesehatan no. 36 tahun 2009, pasal 127 menyebutkan bahwa upaya kehamilan di
luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan
ketentuan:
1) Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dalam rahim istri dari mana ovum berasal;
2) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
3) pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
b) Keputusan Menteri Kesehatan No. 72/Menkes/Per/II/1999 tentang Penyelenggaraan
Teknologi Reproduksi Buatan, yang berisikan: ketentuan umum, perizinan, pembinaan,
dan pengawasan, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.
Adapun bunyinya adalah sebagai berikut :

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Teknologi reproduksi buatan adalah upaya pembuahan sel telur dengan sperma di luar
cara alami, tidak termasuk kloning;
2. Persetujuan tindakan medik (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan
dilakukan terhadap pasien;
3. Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan.

8
BAB II
PERIZINAN
Pasal 2
Rumah Sakit dapat memberikan pelayanan teknologi reproduksi buatan setelah mendapat izin
dari Direktur Jenderal.
Pasal 3
1. Pelenggaran terhadap ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini dapat
dikenakan tindakan administratif.
2. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa peringatan
sampai dengan pencabutan izin penyelenggaraan pelayanan teknologi reproduksi buatan.

BAB IV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 11
            Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Anak dan Bersalin
Harapan Kita dan Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo yang telah memberikan
pelayanan teknologi reproduksi buatan, berdasarkan peraturan ini dinyatakan diberi izin
penyelenggaraan pelayanan, penelitian dan pengembangan dengan ketentuan selambat-
lambatnya 2 (dua) tahun sejak ditetapkan peraturan ini harus menyesuaikan diri dengan
ketentuan peraturan ini.

BAB V
KETENTUAN PENUTUP

  Pasal 12
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Instruksi Kesehatan Nomor
3794/Menkes/VII/1990 tentang Program Pelayanan Bayi Tabung dinyatakan tidak berlaku
lagi.
Pasal 13

9
1. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan

2. Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri


ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Selanjutnya Keputusan MenKes RI tersebut dibuat Pedoman Pelayanan Bayi Tabung di


Rumah Sakit, oleh Direktorat Rumah Sakit Khusus dan Swasta, DepKes RI, yang menyatakan
bahwa:
1. Pelayanan teknik reprodukasi buatan hanya dapat dilakukan dengan sel sperma dan sel
telur pasangan suami-istri yang bersangkutan.
2.Pelayanan reproduksi buatan merupakan bagian dari pelayanan infertilitas, sehingga
sehinggan kerangka pelayannya merupakan bagian dari pengelolaan pelayanan
infertilitas secara keseluruhan.
3.Embrio yang dipindahkan ke rahim istri dalam satu waktu tidak lebih dari 3, boleh
dipindahkan 4 embrio dalam keadaan:
a) Rumah sakit memiliki 3 tingkat perawatan intensif bayi baru lahir.
b) Pasangan suami istri sebelumnya sudah mengalami sekurang-kurangnya dua kali
prosedur teknologi reproduksi yang gagal.
c) Istri berumur lebih dari 35 tahun.
4. Dilarang melakukan surogasi dalam bentuk apapun.
5. Dilarang melakukan jual beli spermatozoa, ovum atau embrio.
6. Dilarang menghasilkan embrio manusia semata-mata untuk penelitian. Penelitian atau
sejenisnya terhadap embrio manusia hanya dapat dilakukan apabila tujuannya telah
dirumuskan dengan sangat jelas
7. Dilarang melakukan penelitian dengan atau pada embrio manusia dengan usia lebih dari
14 hari setelah fertilisasi.
8. Sel telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa manusia tidak boleh dibiakkan in vitro
lebih dari 14 hari (tidak termasuk waktu impan beku).
9. Dilarang melakukan penelitian atau eksperimen terhadap atau menggunakan sel ovum,
spermatozoa atau embrio tanpa seijin dari siapa sel ovum atau spermatozoa itu berasal.
10.  Dilarang melakukan fertilisasi trans-spesies, kecuali fertilisasi tran-spesies tersebut
diakui sebagai cara untuk mengatasi atau mendiagnosis infertilitas pada manusia. Setiap

10
hybrid yang terjadi akibat fretilisasi trans-spesies harus diakhiri pertumbuhannya pada
tahap 2 sel.
Etika Teknologi Reproduksi Buatan belum tercantum secara eksplisit dalam Buku Kode
Etik Kedokteran Indonesia. Tetapi  dalam addendum 1, dalam buku tersebut di atas terdapat
penjelasan khusus dari beberapa pasal revisi Kodeki Hasil Mukernas Etik Kedokteran III,
April 2002. Pada Kloning dijelaskan bahwa pada hakekatnya menolak kloning pada
manusia, karena menurunkan harkat, derajat dan serta martabat manusia sampai setingkat
bakteri, menghimbau ilmuwan khususnya kedokteran, untuk tidak mempromosikan kloning
pada manusia, dan mendorong agar ilmuwan tetap menggunakan teknologi kloning pada :
1. sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan misalnya untuk pembuatan
zat antigen monoklonal.
2. sel atau jaringan hewan untuk penelitian klonasi organ, ini untuk melihat kemungkinan
klonasi organ pada diri sendiri.

3. Menurut Pandangan Etika


Program bayi tabung pada dasarnya tidak sesuai dengan budaya dan tradisi ketimuran
kita.  Sebagian agamawan  menolak adanya fertilisasi in vitro pada manusia, sebab mereka
berasumsi bahwa kegiatan tersebut termasuk Intervensi terhadap “karya Illahi”. Dalam artian,
mereka yang melakukakan hal tersebut berarti ikut campur dalam hal penciptaan yang
tentunya itu menjadi hak prioregatif Tuhan. Padahal semestinya hal tersebut bersifat natural,
bayi itu terlahir melalui proses alamiah yaitu melalui hubungan seksual antara suami-istri
yang sah menurut agama. 
Aspek Human Rigths:
Dalam DUHAM dikatakan semua orang dilahirkan bebas dengan martabat yang setara.
Pengakuan hak-hak manusia telah diatur di dunia international, salah satunya tentang hak
reproduksi.
Dalam kasus ini, meskipun keputusan inseminasi buatan dengan donor sperma dari laki-
laki yang bukan suami wanita tersebut adalah hak dari pasangan suami istri tersebut, namun
harus dipertimbangkan secara hukum, baik hukum perdata, hukum pidana, hukum agama,
hukum kesehatan serta etika (moral) ketimuran yang berlaku di Indonesia .

11
Di Indonesia sendiri bila dipandang dari segi etika, pembuatan bayi tabung tidak
melanggar, tapi dengan syarat sperma dan ovum berasal dari pasangan yang sah. Jangan
sampai sperma berasal dari bank sperma,  atau ovum dari pendonor. Sementara untuk kasus,
sperma dan ovum berasal dari suami-istri tapi ditanamkan dalam rahim wanita lain alias
pinjam rahim, masih banyak yang mempertentangkan. Bagi yang setuju mengatakan bahwa si
wanita itu bisa dianalogikan sebagai ibu susu karena si bayi di beri makan oleh pemilik rahim.
Tapi sebagian yang menentang mengatakan bahwa hal tersebut termasuk zina karena telah
menanamkan gamet dalam rahim yang bukan muhrimnya. Tetapi sebenarnya UU Kesehatan
no. 36 tahun 2009, pasal 127 ditegaskan bahwa Kehamilan diluar cara alami dapat
dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami istri mendapat keturunan, tetapi
upaya kehamilan tersebut hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah yaitu:
hasil pembuahan sperma dan ovum harus berasal dari pasangan suami istri tersebut, untuk
kemudian ditanamkan dalam rahim si istri. Jadi untuk saat ini wacana Surrogates Mother di
Indonesia tidak begitu saja dapat dibenarkan.
Untuk pemilihan jenis kelaminpun sebenarnya secara teknis dapat dilakukan pada
inseminasi buatan ini. Dengan melakukan pemisahan kromosom X dan Y, baru kemudian
dilakukan pembuahan in-vitro sesuai dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Banyak masalah norma dan etik dalam teknologi ini yang jadi perdebatan banyak pihak,
tetapi untuk pandangan profesi kedokteran mungkin dapat mengarah kesimpulan dari
“Perspektif Etika dalam Perkembangan Teknologi Kedokteran” yang disampaikan oleh dr.
Mochamad Anwar, SpOG dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education yang
diselenggarakan di Auditorium FK UGM tanggal 10 Januari 2009, dimana aspek etika
haruslah menjadi pegangan bagi setiap dokter, ahli biologi kedokteran serta para peneliti di
bidang rekayasa genetika, yang didasarkan pada Deklarasi Helsinki antara lain:
a. Riset biomedik pada manusia harus memenuhi prinsip-prinsip ilmiah dan didasarkan pada
pengetahuan yang adekuat dari literatur ilmiah.
b. Desain dan pelaksanaan experimen pada manusia harus dituangkan dalam suatu protokol
untuk kemudian diajukan pada komisi independen yang ditugaskan untuk
mempertimbangkan, memberi komentar dan kalau perlu bimbingan.
c. Penelitian biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-orang dengan
kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh tenaga medis yang kompeten.

12
d. Dalam protokol riset selalu harus dicantumkan pernyataan tentang norma etika yang
dilaksanakan dan telah sesuai dengan prinsip-prinsip deklarasi Helsinki.
Walaupun demikian penyusun merasa selain etika penelitian yang ada dalam Deklarasi
Helsinki ini, masih diperlukan campur tangan pemerintah untuk membuat suatu aturan resmi
mengenai pelaksanaan dan penerapan bioteknologi, sehingga ada pengawasan yang lebih
intensif terhadap bahaya potensial yang mungkin timbul akibat kemajuan bioteknologi ini.
C. Issue Etik dan Moral Dalam Pelayanan Kebidanan
Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah
disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia. Isu moral adalah
merupakan topic yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari –
hari menyangkut kasus abortus, euthanasia, keputusan untuk terminasi kehamilan. Isu moral juga
berhubungan dengan kejadian di luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti menyngkut
konflik, malpraktik, perang dsb.
Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan masyarakat mempunyai
hubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan.
1. Issue Etik yang Terjadi antara Bidan dengan Klien, Kluarga, Masyarakat
Issue etik yang terjadi antara bidan dengan klien, keluarga dan masyarakat mempunyai
huhungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan. Seorang bidan dikatakan
profesional jika mempunyai kekhususan sesuai dengan peran dan fungsinya yang bertanggung
jawab menolong persalinan. Dengan demikian penyimpangan etik mungkin saja akan terjadi
dalam praktek kebidanan misalnya dalam praktek mandiri, bidan yang bekerja di RS, RB atau
institusi kesehatan lainnya. Dalam hal ini bidan yang praktek mandiri menjadi pekerja yang
bebas mengontrol dirinya sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap
kemungkinan terjadinya penyimpangan etik (Ristica dkk, 2014 : 45).
2. Issue Etik yang Terjadi antara Bidan dengan Teman Sejawat
Issue etika yang terjadi antara bidan dengan teman adalah perbedaan sikap etika yang terjadi
pada bidan dengan sesama bidan sehingga menimbulkan salahpahaman.
3. Issue Etika yang Terjadi Antara Bidan dengan Tenaga Medis Lainnya
Issue etika yang terjadi antara bidan dengan tenaga medis lainnya adalah perbedaan sikap
etika yang terjadi pada bidan dengan tenaga medis lainnya sehingga menimbulkan salahpahaman
(Ristica dkk, 2014 : 48-49).

13
4. Issue Etik yang Terjadi antara Bidan dan Organisasi Profesi
Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi adalah suatu topic masalah yang
menjadi bahan pembicaraan antara hidan dengan organisasi profesi karena terjadinya suatu hal-
hal yang menyimpang dan aturan-aturan yang telah ditetapkan (Ristica dkk, 2014 : 50).
5. Isu Etik antara Bidan dan Organisasi Profesi
Issue etik yang terjadi antara bidan dan organisasi profesi adalah suatu topik masalah yang
menjadi bahan pembicaraan antara bidan dengan organisasi profesi karena terjadinya suatu hal-
hal yang menyimpang dari aturan-aturan yang telah ditetapkan (Purwoastuti dkk, 2015 : 111).
 Pendapat dalam Mengatasi Masalah Etik
Masalah Moral yang Mungkin Terjadi Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam
kebidanan salah satunya adalah karena bidan merupakan profesi yang bertanggung jawab
terhadap keputusan yang dibuat berhubungan dengan klien serta harus mempunyai tanggung
jawab moral terhadap keputusan yang diambil. Untuk menjalankan prakit kebidanan dengan
baik, serta pengetahuan yang up to date, tetapi bidan harus mempunyai pemahaman isu etik
dalam pelayanan kebidananan. Menurut Daryl Koehn dalam The Groun of Professional
Ethies (1994), bahwa bidan dikatakan profesional, bila menerapkan etika dalam
menjalankan praktik kebidanan. Dengan memahami peran sebagai bidan, akan
meningkatkan tanggung jawab profesionalnya kepada pasien atau klien. Bidan berada pada
posisi yang baik, yaitu memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan
tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan.
 Langkah Penyelesaian
1. Pendekatan penyelesaian masalah
Pendekatan penyelesaian masalah teknik perlu dilakukan dengan cara yang bertahap dan
berurutan. Langkah-langkah awal bersifat kualitatif dan umum, dan langkah-langkah
berikutnya lebih bersifat kuantitatif dan spesifik.
a. Identifikasi masalah. Agar masalah dapat diselesaikan, pertama-tama perlu diidentifikasi
terlebih dahulu apa sebenarnya esensi dari masalah tersebut, agar langkah berikutnya
tepat.
b. Sintesis. Sintesis adalah tahap proses kreatif di mana bagian-bagian masalah yang
terpecah dibentuk menjadi kesatuan yang menyeluruh. Di sini kreativitas sangat penting.

14
c. Analisis. Analisis adalah tahap dimana kesatuan itu dipecah kembali menjadi bagian-
bagiannya. Kebanyakan edukasi teknik akan fokus pada tahap ini. Kunci dari analisis
adalah menerjemahkan problem fisik tersebut menjadi sebuah model matematika.
Analisis menggunakan logika untuk membedakan fakta dari opini, mendeteksi
kesalahan, membuat keputusan yang berdasarkan bukti, menyeleksi informasi yang
relevan, mengidentifikasi kekosongan dari informasi, dan mengenali hubungan antar
bagian.
d. Aplikasi. Aplikasi adalah proses dimana informasi yang cocok dan akurat diidentifikasi
untuk penerapan pada permasalahan yang hendak dipecahkan.
e. Komprehensi. Yaitu tahap dimana teori yang sesuai dan data yang berhasil dikumpulkan
disatukan dalam sebuah rumus komprehensif yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah. Jika pada tahap ini masalah masih belum selesai, maka kita dapat kembali pada
tahap ke tahap sintesis, dan mencoba lagi.
2. Pengambilan keputusan yang etis
Pengambilan keputusan merupakan bagian dasar dan integral dalam praktek suatu
profesi dan keberadaannya sangat penting karena akan menentukan tindakan selanjutnya.
Dalam bidang kesehatan khususnya pelayanan kebidanan, pengambilan keputusan harus
dilakukan melalui pemikiran mendalam, karena objek yang akan dipengaruhi oleh keputusan
tersebut adalah manusia, tidak hanya klien atau pasien dan keluarganya, tetapi juga tenaga
kesehatan(bidan,dokter, perawat dan lain-lain) serta system pelayanan kesehatan itu sendiri
(Soepardan, 2008). Keterlibatan bidan yang kurang dalam proses pengambilan keputusan
sebenarnya menimbulkan berbagai masalah, seperti adanya jarak antara bidan dan ibu,
padahal hubungan baik antara bidan dan ibu merupakan komponen penting dalam mencapai
keberhasilan proses perawatan ibu dan bayi. Agar bidan dapat terlibat langsung dalam
proses pengambilan keputusan, diperlukan hubungan yang baik dengan klien, rekan kerja,
dan stoke holder(penyedia layanan kesehatan). Bidan tidak hanya bertanggung jawab
menyediakan layanan, namun juga bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya
secara efektif.
Ciri-ciri keputusan etis yaitu :
a. Mempunyai pertimbangan tentang apa yang benar dan salah
b. Sering menyangkut pilihan yang sukar

15
c. Tidak mungkn diletakkan
d. Dipengaruhi oleh norma norma, situasi, imun, tabiat, dan lingkungan social
Dasar seseorang dalam membuat atau mengambil keputusan adalah :
a. Ketidaksanggupan artinya membiarkan kejadian berlalu, tanpa berbuat apa-apa.
b. Keterpaksaan, karena suatu krisis, yang menuntut sesuatu untuk segera dilakukan.
c. Pengambilan keputusan dapat ditangguhkan.

16
BAB III

PEMBAHASAN

A. Kasus
Cerita Tya Ariestya Jalani 2 Kali Program Bayi Tabung
Jakarta, CNN Indonesia –
Tak semua pasangan suami istri beruntung bisa dikaruniai buah hati secara alami. Beberapa
di antaranya 'terpaksa' kudu menjalani program bayi tabung demi melanjutkan keturunan.
Tengok saja kisah Tya Ariestya yang tak kapok menjalani program bayi tabung. Setelah
sukses menjalani program bayi tabung pada 2016 lalu, aktris 32 tahun itu kini kembali berjuang
mendapatkan buah hati melalui proses yang sama. Total, dua kali program bayi tabung yang
dilakoninya. Program bayi tabung memang kerap menjadi salah satu alternatif pasangan suami
istri untuk mendapatkan momongan. Awalnya adalah keresahan lantaran tak kunjung hamil pada
tahun pertama pernikahannya dengan Irfan Ratinggang.
Tya pun memeriksakan kondisi rahim dan kesuburannya pada banyak dokter.
"Lumayan, kami konsultasi dengan bermacam dokter. Istilahnya 'shoping' dokter baru bayi
tabung," kata Tya dalam konferensi pers klinik Morula IVF di Jakarta, beberapa waktu lalu. Tya
kemudian melakoni serangkaian pemeriksaan, mulai dari tes darah hingga kesuburan.
Sebagai permulaan, Tya dan Irfan diminta melakukan hubungan suami istri untuk mencoba
pembuahan alami yang dibantu dengan obat-obatan. Namun sayang, proses itu belum berbuah
hasil. Selanjutnya, Tya dihadapkan pada pilihan inseminasi atau bayi tabung. Setelah melakukan
konsultasi dengan dokter, pilihan jatuh pada program bayi tabung. Program bayi tabung itu
dipilih lantaran kondisi hormon Tya yang tidak menunjang serta sel telur yang kecil dan mudah
pecah. Itulah yang mengakibatkan Tya sulit mengalami masa subur. Salah satu cara agar bisa
memiliki anak adalah melalui proses pembuahan di luar rahim atau fertilisasi in vitro.
Profesor Arief Boediono, dokter sekaligus ahli embrio di Morula IVF menjelaskan bahwa
proses bayi tabung dilakoni Tya dengan serangkaian tahapan, mulai dari pengambilan sperma
sang ayah, pengambilan sel telur ibu, pengujian laboratorium, hingga pembuahan dan
dikembalikan ke rahim ibu. Lebih kurang, proses itu berlangsung selama dua pekan. "Dicari

17
sperma terbaik dan diberikan kepada beberapa sel telur. Proses ini dilakukan melalui teknologi
tinggi yang telah teruji," kata Arief.
Selama proses itu, Tya mesti menerima obat-obatan serta suntikan secara teratur. Ini menjadi
tantangan tersendiri bagi artis sekaligus atlet taekwondo itu. "Tantangannya pertama konsekuensi
dan waktu karena menjalani suntikan, obat-obatan, vitamin harus konsisten, enggak boleh
ketinggalan. Asupan makanan juga dijaga supaya sehat," ucap Tya.
Tak ayal, perjuangan Tya pun membuahkan hasil. Dia melahirkan putra pertamanya,
Muhammad Kanaka Ratinggang pada 4 Juli 2016 lalu. Dua tahun berselang, Tya dan suami ingin
kembali menambah momongan. Program bayi tabung kembali menjadi pilihan. Namun, program
bayi tabung kali ini lebih berat dan memerlukan dosis obat yang tinggi. "Saat ini lebih tinggi
dosis obat, suntikan akan lebih tinggi. Karena suntikannya dua kali lipat dari yang pertama," kata
Tya. Hal itu membuat kondisi tubuhnya lebih mudah lelah, sekaligus menimbulkan
ketidakstabilan emosi.
Tak cuma upaya yang lebih besar, biaya yang kudu dikeluarkan pun lebih mahal ketimbang
sebelumnya. Jika pada program pertama Tya harus merogoh kocek sekitar Rp60 juta, kini jumlah
duit yang dibutuhkan diperkirakan mencapai Rp100 juta. "Masih belum ada hitungan pasti. Tapi
karena obatnya lebih banyak, diperkirakan itu bisa mencapai Rp100 juta," kata Tya.
Namun, kocek besar yang kudu dikeluarkan demi si jabang bayi itu tak jadi soal bagi Tya. Bayi
tabung, baginya merupakan salah satu upaya alternatif yang dapat dipertimbangkan untuk
mendapatkan sang buah hati. Tya berharap proses bayi tabung keduanya ini dapat berjalan lancar
sebagaimana yang pertama. "Mohon doanya, ya, semua," katanya.

B. Pembahasan
Pada kasus di atas terdapat isu etik dalam pelayanan kebidanan yaitu program bayi tabung.
Bayi tabung adalah proses pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria (bagian dari proses
reproduksi manusia), yang terjadi di luar tubuh (Zahrowati,2017). Meningkatnya permasalahan
infertilitas pada pasangan suami istri merupakan penyebab maraknya tren bayi tabung. Faktor
lain yaitu dengan meningkatnya keinginan memiliki anak pada pasangan yang mempunyai
masalah kesuburan. Program bayi tabung di Indonesia sendiri pertama kali berhasil setelah
kelahiran anak bernama Nugroho Karyanto. Anak tersebut lahir pada tanggal 2 Mei 1988 di
Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita Jakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. dr. Sudarji

18
Sumapraja, SpOG. Dari awal mula tersebut akhirnya masyarakat mulai memandang bahwa
program bayi tabung sendiri dapat dijadikan sebuah alternative memiliki anak.
Pemerintahan Indonesia mengizinkan program bayi tabung ini jika sel yang digunakan
merupakan sel suami isrti yang telah menikah. Hal tersebut telah dicantumkan, pemerintah juga
mengatur dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 bahwa bayi tabung ini dilakukan oleh
pasangan suami istri yang sah.
Pada kasus Tya Ariestya tersebut membuktikan bahwa, mereka adalah pasangan suami
istri yang sah dengan permasalahan kesuburan. Pasangan tersebut mengambil program bayi
tabung untuk kedua kalinya agar menambah keturunan. Program bayi tabung yang diambil oleh
Tya ditangani oleh seorang Profesor dokter sekaligus ahli embriologi. Hal tersebut sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.39/Menkes/SK/2010 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu Pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa
yang dapat melakukan program bayi tabung salah satunya adalah dengan latar belakang dokter
spesialis obstetri dan ginekologi dengan subspesialisasi endokrinologi reproduksi dan fertilitas.
Sedemikian rupa pemerintah telah mengatur program bayi tabung, akan tetapi beberapa
pertimbangan dari segi ekonomis, program bayi tabung merupakan program yang membutuhkan
biaya yang cukup tinggi.
Pertimbangan yang kedua yaitu dari segi agama, dengan demikian pertimbangan ini
berkenaan dengan analisa kita yang berkaitan dengan isu moralnya. Karena adanya perbedaan
pendapat agama mengenai diperbolehkan program bayi tabung ini. Pada ajaran Islam, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) memperbolehkan program bayi tabung dengan beberapa syarat, seperti
harus dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah, tidak dilakukan dengan cara yang
diharamkan dan jika keadaan kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya
(ada hajat, jadi bukan untuk kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi
macam ini sah menurut Islam. Bayi tabung Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum
donor diharamkan (dilarang keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari
hasil inseminasi macam ini / bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar
perkawinan yang sah.
Pertimbangan ketiga dari segi masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia sudah mulai
terbuka dalam menanggapi kemajuan teknologi bayi tabung, rata-rata masyarakat Indonesia
menjadikan program bayi tabung itu sendiri sebagai alternatif medis untuk mengatasi masalah

19
kesuburan. Masyarakat Indonesia juga menganggap program bayi tabung sendiri sebagai usaha
untuk mendapatkan keturunan secara medis, walaupun masih ada beberapa masyarakat yang
tidak menyutujui perihal beberapa aspek yang menyangkut program bayi tabung itu sendiri.

20
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Teknologi reproduksi buatan merupakan hasil kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang pada prinsipnya bersifat netral dan dikembangkan untuk meningkatkan derajat hidup dan
kesejahteraan umat manusia. Dalam pelaksanaannya akan berbenturan dengan berbagai
permasalahan moral, etika, dan hukum yang komplek sehingga memerlukan pertimbangan dan
pengaturan yang bijaksana dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap
semua pihak yang terlibat dalam penerapan teknologi reproduksi buatan dengan tetap mengacu
kepada penghormatan harkat dan martabat manusia serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Jenis bayi tabung yang dikembangkan di Indonesia adalah jenis bayi tabung yang
menggunakan sperma dn ovum berasal dari pasangan suami isteri kemudian embrionya
ditransplantasikan dalam Rahim istri. Pada hakikatnya program bayi tabung bertujuan untuk
membantu pasangan suami istri yang tidak mampu melahirkan secara alami yang disebabkan
karena ada kelainan pada tubanya. Adapun syarat-syarat dalam program bayi tabung yaitu pada
pasangan suami istri yang kurang subur yang disebabkan karena istri mengalami kerusakan
saluran telur (tuba), lender Rahim ibu yang tidak normal, adanya gangguan kekebalan di mana
terdapat zat anti terhadap sperma di dalam tubuh.
Hukum Indonesia mengatur mengenai teknologi reproduksi manusia sebatas upaya
kehamilan diluar cara alamiah, dengan sperma dan sel telur yang berasal pasangan suami isteri
dan ditanamkan dalam rahim isteri. Dengan demikian teknologi bayi tabung yang sperma dan sel
telurnya berasal dari suami isteri dan ditanamkan dalam rahim isteri diperbolehkan di Indonesia,
sedangkan teknik ibu pengganti (surrogate mother) tidak diizinkan dilakukan.
Bayi tabung/Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum dari suami istri sendiri dan tidak
di transfer embrionya ke dalam rahim wanita lain (ibu titipan)diperbolehkan Islam, jika keadaan
kondisi suami istri yang bersangkutan benar-benar memerlukannya (ada hajat, jadi bukan untuk
kelinci percobaan atau main-main). Dan status anak hasil inseminasi macam ini sah menurut
Islam. Bayi tabung Inseminasi buatan dengan sperma dan/atau ovum donor diharamkan (dilarang

21
keras) Islam. Hukumnya sama dengan zina dan anak yang lahir dari hasil inseminasi macam ini /
bayi tabung ini statusnya sama dengan anak yang lahir di luar perkawinan yang sah.
B. Saran
Makalah ini dibuat bertujuan agar mahasiswa dapat mengetahui serta memahami isu etik
dan dan moral yang berkaitan dengan program bayi tabung dan ketentuan hokum yang
berkaitan dengan program bayi tabung. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca,
khususnya bagi mahasiswa, namun manusia tidaklah ada yang sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran sangat diperlukan guna memperbaiki makalah ini.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hanafiah, Jusuf. 1999.Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan.Jakarta: EGC


Anata, Fepy Sisiliay. 2017. Makalah Issue Etik Dan Moral Dalam Praktik Kebidanan.
https://www.academia.edu/37476205/ISSUE_ETIK_DAN_MORAL_DALAM_PRAK
TIK_KEBIDANAN.pdf.
Suwito. 1995. “Inseminasi Buatan Pada Manusia Menurut Tinjauan Hukum Islam”, dalam
Chuzaimah T. Yanggo dan Hafidz Anshary (ed), Problematiaka Hukum Islam
Komtemporer. Jakarta : Pustaka Firdaus.
Utomo, Setiawan Budi. 2003. Fiqih Actual : Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta :
Gema Insani.

23

Anda mungkin juga menyukai