Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

TENTANG FENOMENA KONTEMPORER DIBIDANG KESEHATAN


DALAM ISLAM

Oleh :

KELOMPOK 12

Radith Syah
NIM : 211110021

Dosen Pembimbing :

Yondri Mulyadi,S.HI.MA

PROGRAM STUDI D3 SANITASI LINGKUNGAN


POLITEKNIK KESEHATAN NEGERI PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena akhirnya penulis bisa
menyelesaikan penulisan Laporan mata Kuliah PENDIDIKAN AGAMA ISLAM yang berjudul
“Makanan dan minuman dalam persfektif Islam’’
Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah membimbing
dalam pembuatan laporan ini .Serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
laporan ini ,yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari teman-teman laporan
‘’Makanan dan minum dalam persprktif islam’’ ini dapat diselesaikan . Semoga penulisan
laporan ini dapat bermanfaat dan berguna dalam kehidupan seharihari mupun akademis baik bagi
pembaca dan penulis sendiri.

Padang, 10 November 2021

Radith Syah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan masalah .........................................................................................1
C. Tujuan ...........................................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Aborsi dalam pandangan islam.....................................................................2
B. bedah plastik dalam pandangan islam...........................................................7
C. Transplantasi dalam pandangan islam ........................................................11
D. Euthanasia dalam pandangan islam ……………...…………...............................16
E. Bayi tabung dalam pandangan islam …………………………………..….…………..…18
BAB 3 PENUTUP ........................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................... 23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terjadi seiring dengan perkembangan


masyarakat. Persoalan yang dihadapi oleh umat pun semakin kompleks. Banyak persoalan
baru yang membutuhkan penyelesaiannya melalui hukum, di samping perlunya memberikan
pemahaman baru terhadap formulasi hukum yang dihasilkan oleh ulama-ulama terdahulu,
dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat Islam zaman modern sekarang ini (Mohd
Yunus, Jurnal “Pemikiran Islam”, No. 2, Juli-Desember 2013: 215). Di dalam masyarakat
modern seperti di Barat, kebutuhan dan aspirasi masyarakat menempati kedudukan yang
tinggi, sehingga berdasarkan itu, suatu produk hukum yang baru dibuat. Dari sini dapat
digambarkan bahwa apabila terjadi pergeseran nilai dalam masyarakat, maka interpretasi
terhadap hukum pun juga bisa berubah. Dari perbuatan yang dulunya dianggap tabu, pada
waktu tertentu pandangan itu bisa saja berubah menjadi serba boleh. Kalau dahulu perbuatan
mengakhiri hidup sendiri merupakan perbuatan yang aneh, maka saat ini sudah sering terjadi,
bahkan melalui legalitas pengadilan seperti yang terjadi di beberapa negara Barat (Akh.
Fauzi Aseri, 1995: 50). Teknologi kedokteran adalah teknologi yang berkaitan langsung
dengan hidup matinya manusia. Kehidupan dan kematian manusia adalah suatu hal yang
mempunyai kedudukan yang tinggi dalam nilai-nilai moral manapun, sehingga setiap
perlakuan terhadapnya akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan dari segi moral. Inilah
dasar perkembangan rekayasa genetika dan bioetika atau bioteknologi sebagai suatu bidang
ilmu yang kini di anggap menjadi disiplin tersendiri di dalam bidang kedokteran (Arifin
Rada, Jurnal “Dinamika Hukum”, No. 2, Mei 2013: 332).

B. Rumusan masalah
1. Bagaimana aborsi dalam pandangan islam?
2. Bagaimana bedah plastic dalam pandangan islam?
3. Bagaimana transplantasi dalam pandangan islam?
4. Bagaimana euthanasia dalam pandangan islam?
5. Bagaimana bayi tabung dalam pandangan islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap aborsi
2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap bedah plastik
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap transplantasi
4. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap euthanasia
5. Untuk mengetahui bagaimana pandangan islam terhadap bayi tabung
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aborsi

Istilah aborsi secara bahasa berarti keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau
membuang janin. Dalam terminologi kedokteran, aborsi berarti terhentinya kehamilan sebelum
28 (dua puluh delapan) minggu. Dalam istilah hukum, berarti pengeluaran hasil konsepsi dari
rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Meskipun istilah ini tentunya
memerlukan penjelasan yang lebih terinci lagi, utamanya dalam relatifitas batas terhentinya
kehamilan dan terkait dengan proses yang melatarbelakangi pengguguran dan/atau keguguran
kandungan, namun data dipastikan bahwa pada umumnya memiliki substansi pemaknaan yang
hampir sama.

Definisi senada diungkapkan oleh Sardikin Ginaputra (Fakultas Kedokteran UI), abortus
ialah pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.
Sedangkan menurut Prof. M. A. Hanafiah ialah keluarnya isi rahim ibu yang telah mengandung
(hamil) hidup insani sebelum waktunya.

Ilmu kedokteran pada pokoknya membedakan abortus ke dalam dua macam, yaitu :

1. Spontaneus Abortus (Aborsi spontan), yaitu abortus yang tidak disengaja. Abosrtus spontan
bisa terjadi karena salah satu pasangan berpenyakit kelamin, kecelakaan, dan sebagainya.
2. Provocatus Abortus (Aborsi yang disengaja). Aborsi semacam ini terbagi dua, yaitu :
a. Abortus artificialis therapicus, yakni aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar
indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon
ibu, karena misalnya penyakit-penyakit yang berat, antara lain TBC yang berat dan
penyakit ginjal yang berat.
b. Abortus provocatus criminalis, ialah aborsi yang dilakukan tanpa dasar indikasi media.
Misalnya aborsi yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar
perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.

1. Aborsi dalam Pandangan Hukum Islam


Dalam menentukan hukum suatu persoalan, seorang mujtahid haruslah menempuh beberapa
hal. Tahapan-tahapan penelusuran hukum permasalahan tertentu haruslah sesuai dengan runtutan
atau urutan dasar hukum Islam. Hal ini menjadi sebuah keharusan bagi seorang mujtahid yang
betul-betul ingin mengkaji Alquran dengan tetap menjadikan Alquran dan Hadis sebagai acuan
dan rujukan. Sebab, sangatlah naif kiranya seorang yang ingin mengkaji dan menggali makna
atau kandungan Alquran kemudian tidak kembali merujuk pada sumber utama dan paling utama
tersebut.

1. Ayat yang biasa dijadikan acuan ketika berbicara mengenai aborsi antara lain, sebagai berikut:

a. Redaksi ayat dalam QS. al-Isra’ (17): 31 dan 33,

Terjemahnya : Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.


Kami yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kamu. Sesungguhnya
membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar. Terjemahnya : Dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah melainkan dengan haq. Dan barangsiapa dibunuh
secara dhalim, maka sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada walinya,
tetapi janganlah keluarganya melampaui batasa dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah
orang yang dimenangkan.

b. Redaksi ayat dala QS. al-An’am (6): 151,

Terjemahnya : Katakanlah: „Marilah kubacakan apa yang diharamkan Allah atas kamu:
janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan-Nya, dan kepada kedua ibu bapak
melakukan kebaktian. Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena
kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepada kamu dan kepada mereka; dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali
berdasar sesuatu yang benar. Demikian itu yang diwasiatkan kepada kamu, supaya kamu
memahami.

2. Pandangan Ulama tentang Aborsi


a. Aborsi sebelum ditiupkan roh Kalangan Ulama fiqhi berbeda pendapat dalam
menetapkan hukum terhadap aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkan roh. Hal ini dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Dibolehkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan uzur sama sekali. Pendapat ini
dikemukakan oleh ulama mazhab Zaidiyah, sebagian mazhab Hanafi, dan sebagian
mazhab Syafi‟i.
2) Dibolehkan apabila ada uzur, dan makruh hukumnya apabila tanpa uzur. Uzur yang
dimaksudkan adalah mengeringnya air susu ibu ketika kehamilan sudah mulai kelihatan,
sementara sang ayah tidak mampu membiayai anaknya untuk menyusu kepada wanita
lain apabila anaknya lahir nanti. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian mazhab Hanafi
dan sebagian mazhab Syafi‟i.
3) Makruh secara mutlak apabila belum ditiupkan roh. Pendapat ini dikemukakan oleh
mazhab Maliki.
4) Haram melakukan aborsi, sekalipun belum ditiupkan roh, karena air mani apabila telah
menetap dalam rahim, meskipun belum melalui masa 40 hari, tidak boleh dikeluarkan.
Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama mazhab Maliki dan mazhab Zahiri.

b. Aborsi setelah ditiupkan roh Ulama fiqhi sepakat bahwa melakukan aborsi terhadap
kandungan yang telah menerima roh hukumnya haram. Mereka mengemukakan alasan
sebagaimana keumuman makna dalam firman Allah QS. al-Isra’ (17): 31 dan 33, serta
QS. al-An’am (6): 151, sebagaimana yang telah dikemukakan. Para ulama juga sepakat
mengenai sanksi hukum bagi wanita yang melakukan aborsi setelah ditiupkannya roh,
yaitu dengan membayar gurrah (budak laki-laki atau perempuan). Demikian pula jika
yang melakukannya orang lain dan sekalipun suami sendiri. Di samping membayar
gurrah, sebagian ulama fiqhi di antaranya mazhab Zahiri, bahwa pelaku aborsi juga
dikenai sanksi hukum kaffarat, yaitu memerdekakan budak dan jika tidak mampu wajib
berpuasa dua bulan berturut-turut, dan apabila masih tidak mampu juga, wajib memberi
makan fakir miskin 60 orang.

c. Aborsi karena darurat Aborsi yang dilakukan apabila ada uzur yang benar-benar tidak
mungkin dihindari, yang dalam istilah fiqhi disebut keadaan “darurat”, seperti apabila
janin dibiarkan tumbuh dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Ulama sepakat bahwa
aborsi dalam hal ini hukumnya mubah. Kebolehannya ini guna menyelamatkan nyawa
sang ibu.

Aborsi dalam pandangan Islam pada dasarnya adalah haram, karena telah dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain. Meskipun demikian, hukum Islam sangatlah fleksibel dan
luwes. Dalam hal-hal tertentu atau darurat, maka aborsi dibolehkan. Kebolehan ini diberikan
oleh Islam, hanya dapat ditempuh apabila sudah tidak ada alternatif lain yang lebih mengurangi
resiko buruk bagi si ibu dan janinnya. Pembahasan mengenai keharaman dan kebolehan aborsi
masih harus mendapatkan penjelasan yang lebih mendetail dari para ulama. Hal ini perlu dan
sangat perlu dilakukan, sebab kebolehan yang diberikan oleh Islam terkadang disalahartikan oleh
orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Aborsi sudah sedemikian banyaknya terjadi di
sekeliling kita. Apakah itu sepengetahuan kita, atau pun tidak diketahui sama sekali. Terkadang
kita hanya mampu berdiam mendengarkan ceritera orangorang di sekeliling kita, tanpa dapat
berbuat sesuatu pun untuk mengurangi terjadinya tindak pidana tersebut. Sudah barang tentu, hal
ini tidak dapat dibiarkan dan hanya menyimpang persoalan yang terpendam, namun secara
terbuka dibicarakan di mata publik. Sebagai seorang muslim, merupakan tanggung jawab yang
maha berat yang harus diemban. Tugas yang berat adalah memberikan penjelasan tentang hukum
aborsi dan dampak negatifnya bagi remajaremaja, mahasiswa mahasiswi, karyawan karyawati
dan lain-lain.

B. Pengertian Operasi Plastik

Operasi plastik berasal dari dua kata, yaitu “Operasi” yang artinya “pembedahan” dan
“Plastik” yang berasal dari empat bahasa yaitu, plasein (Bahasa Kunonya), plastiec (Bahasa
Belanda), plasticos (Bahasa Latin), plastics (Bahasa Inggris), yang kesemuanya itu berarti
“berubah bentuk”, di dalam Ilmu Kedokteran dikenal dengan “plastics of surgery” yang artinya
“pembedahan plastik.” Pengertian operasi plastik secara umum adalah berubah bentuk dengan
cara pembedahan, sedangkan pengertian operasi plastik menurut ilmu kedokteran adalah
pembedahan jaringan atau organ yang akan dioperasi dengan memindahkan jaringan atau organ
dari tempat yang satu ke tempat lain sebagai bahan untuk menambah jaringan yang dioperasi.
Jaringan adalah kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama dan mempunyai
fungsi tertentu, sedangkan organ adalah kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda
sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu.
1. Dasar Hukum Pelaksanaan Operasi Plastik. Pelaksanaan operasi plastik di dalam Islam
belum ada ketetapan hukumnya baik di dalam Al-qur’an maupun As-sunnah. Untuk
menetapkan hukum pelaksanaan operasi plastik dari segi Hukum Islam diperlukan
adanya istimbath hukum, yaitu bahwa di dalam beristimbath diperlukan ijtihad.

a. Operasi Plastik yang Diperbolehkan dalam Hukum Islam


Operasi plastik yang dilakukan dengan tujuan untuk pengobatan, sesuai dengan sebuah
hadist yang menganjurkan agar kamu sekalian berobat, karena Allah tidak akan merubah
nasib seseorang, kecuali dia mau berusaha dan berdo’a “Berobatlah kamu wahai hamba-
hamba Allah SWT, karena sesungguhnya Allah tidak meletakkan suatu penyakit kecuali
Dia juga meletakkan obat penyembuhannya, selain penyakit yang satu, yaitu penyakit
tua”. (Hadist riwayat Ahmad in hanbal, Al-Tirmidzi).
a) Operasi plastik yang dilakukan dalam keadaan dlorurot, karena jika tidak dilakukan
operasi maka akan terjadi efek lain yang lebih besar. Sesuai dengan kaidah fiqih
yaitu; Artinya: “Keadaan dlarurat itu membolehkan (hal- hal) yang dilarang”.
b) Operasi plastik yang dilakukan akan membawa maslahat yang lebih besar dari pada
madlorotnya, sesuai dengan kaidah fiqih yang artinya: “Menghindari kerusakan
didahulukan atas menarik kemaslahatan”.

b. Operasi Plastik yang Dilarang dalam Hukum Islam. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa
Islam juga menetapkan hukum pelaksanaan operasi plastik yang tidak diperbolehkan.
Adapun operasi plastik yang tidak diperbolehkan dalam Islam adalah:
a) Operasi plastik yang dilakukan berdasarkan hawa nafsu dan pamer
b) Operasi plastik yang dilakukan pada orang yang telah sempurna bentuk organ
tubuhnya,

C. Transplantasi Dalam Islam

Terkait transplantasi organ, terdapat beberapa pendapat antara ulama klasik dan modern.
Ulama klasik membolehkan transplantasi selama tidak mendapatkan organ lainnya dan tidak
menimbulkan mudharat. Sebagian dari ulama memperbolehkannya transplantasi organ.Yusuf
Qardhawi membolehkan, akan tetapi sifatnya tidak mutlak melainkan bersyarat. Maka dari
itu, tidak dibenarkan mendonorkan sebagian tubuh yang akan meninggalkan darar atasnya,
tidak pula mendonorkan organ tubuh yang hanya satu-satunya dalam tubuh, seperti hati dan
jantung. Mayoritas ulama memperbolehkan tranplantasi berdasarkan argumen berikut:
a) Transplantasi yang bertujuan perbaikan (Qs. An-Nisa ayat 29)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan hartasesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengansuka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
b) Transplantasi yang didasari pada kedaruratan (Al-an’am ayat 119)
“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut
nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan
kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu
memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak
menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui
batas.”
c) Transplantasi didasari pada kebutuhan (Al-Maidah ayat 2)
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ada beberapa pula persoalan mengenaia transplantasi, diantaranya: Pertama,


transplantasi organ tubuh dalam keadaan sehat. Apabila transplantasi organ diambil dari
orang yang hidup dan sehat, maka hukumnya haram. Karena perbuatan itu akan memiliki
efek bagi yang mendonorkan seperti mata atau ginjal. Ia akan menghadapi resiko dan
mendatangkan bahaya dirinya dalam kebinasaan.

Maka dari itu, tidak dibenarkan mendermakan organ tubuh seperti mata, tangan dan
kaki. Karena menimbulkan dharar yang besar pada diri sendiri. Seseorang harus lebih
mengutamakan penjagaan dirinya sendiri daripada menolong orang lain dengan cara
mengorbankan dirinya sendiri yang berakibat fatal. Kedua, transplantasi dalam keadaan
koma. Hukumnya tetap haram. Karena ini sama halnya dengan mempercepat kematian
pendonor. Maka tidak dibenarkan melakukan transplantasi organ. Ketiga, transplantasi dalam
keadaan meninggal. Ada beberapa syarat diantaranya : penerima donor dalam keadaan
darurat, yang dapat mengancam jiwanya, dan pencangkokan tidak mengakibatkan penyakit
yang lebih gawat.

D. Euthanasia

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, Eu yang berarti baik
dan Thanatos berarti kematian. David Smith dalam bukunya

Life and Morality mendefinisikan euthanasia sebagai mengakhiri hidup manusia tanpa
sakit dengan tujuan menghentikan penderitaan fisik yang berat dan sebagai cara menangani
korban yang mengalami sakit yang tidak mungkin disembuhkan lagi. Dalam
buku Euthanasia and Critical Practice, euthanasia adalah perbuatan yang dilakukan secara
sengaja untuk mengakhiri hidup seorang pasien yang dilakukan semata-mata untuk
kepentingan pasien tersebut.

Secara umum, euthanasia dibagi menjadi dua jenis, yakni euthanasia aktif dan
euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter
untuk mengakhiri hidup pasien biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang
bekerja cepat dan mematikan. Euthanasia aktif juga dilakuakn dengan mengehentikan segala
alat-alat pembantu dalam perawatan sehingga jantung akan berhenti berfungsi atau biasa juga
dilakuakn dengan memberikan obat penenang dengan dosis berlebih sehingga berdampak
pada berhentinya fungsi jantung. Sedangkan euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan
atau mencabut segala tindakan pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan
kehidupan manusia. Euthanasia pasif dilakukan dengan tidak memberi obat sama sekali
kepada pasien sehingga diperkirakan pasien tersebut akan meninggal setelah tindakan
pertolongan diberhentikan.

Para tokoh Islam Indonesia sangat menentang dilakukannya euthanasia sebagai tindakan
medis. Namun ada beberapa ulama yang mendukung euthanasia. Menurut salah satu ulama
yang pro terhadap euthanasia, Ibrahim Hosen, tindakan tersebut boleh dilakukan apalagi
terhadap penderita penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan. Pendapat ini didasari oleh
kaidah ushul fiqh: Al-Irtifaqu Akhaffu Dlarurain, melakukan yang teringan dari dua
mudharat. Menurutnya, euthanasia boleh dilakukan karena merupakan pilihan dari dua hal
yang buruk, yaitu pertama, penderita mengalami penderitaan. Kedua, jika menular akan
sangat membahayakan. Ia tidak hanya menganjuran euthanasia pasif, tapi juga euthanasia
aktif. Sedangkan Hasan Basri menentang dilakukannya euthanasia karena persoalan hidup
dan mati sepenuhnya milik Allah dan manusia tidak berhak sama sekali atas perkara ini.

Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ali Imran ayat 156:

ِ َ‫َّللاُ بِ َما تَ ْع َملُونَ ب‬


‫صير‬ ‫َّللاُ يُ ْحيِي َويُمِ يتُ َو ه‬
‫ه‬

“Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan.” [QS.
Ali Imran, 3 : 156”]
Ketua Komisi Fatwa MUI, Hasanuddin AF mengatakan bahwa euthanasia hukumnya haram
karena tergolong sebagai tindakan bunuh diri yang diharamkan oleh Allah dalam Al-Quran
Surat An-Nisa’ ayat 29:

‫َّللا َكانَ ِب ُك ْم َرحِ ي ًما‬ َ ُ‫َوال تَ ْقتُلُوا أَ ْنف‬


َ ‫س ُك ْم ِإ هن ه‬

“Dan jangan kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.”[ An-Nisa’, 4 : 29].

Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait dengan keharaman


eutahanasia, baik aktif maupun pasif. Namun untuk euthanasia pasif terdapat pengkhususan
dalam kebolehannya, sebagaimana jika terdapat seseorang yang tergantung oleh alat
penunjang kehidupan, tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh pasien lain yang
memiliki peluang hidup yang lebih besar dan pasien tersebut keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh masyarakat.

Meski tidak diatur secara tegas dalam hukum positif, tindakan euthanasia tetap dianggap
melanggar KUHP. Larangan melakukan euthanasia terdapat dalam KUHP Pasal 344 yang
berbunyi: “Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang
jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.” Dalam praktiknya di Indonesia, pasal ini sulit diterapkan untuk memidana pelaku
euthanasia pasif. Atas dasar pasal 344 ini, seharusnya dokter menolak melakukan tindakan ini
meskipun dikehendaki oleh keluarga pasien. Dalam segi hukum, norma sosial, agama, dan etika
dokter, euthanasia tidak diperbolehkan.

E. Bayi Tabung Dalam Pandangan Islam

Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh
wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal,
pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak ditemukannya
teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi
buatan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan
sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini
termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.

Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri
yang dititipkan di rahim perempuan lain. "Itu hukumnya haram," papar MUI dalam fatwanya.
Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang
rumit dalam kaitannya dengan warisan. Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi
tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram.
"Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan
nasab maupun dalam hal kewarisan,"

Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari
pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut
hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar
penikahan yang sah alias zina. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu
Abbas RA, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam
pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya
(berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya." Kedua, apabila sperma yang
ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka
hukumnya juga haram. "Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang
tidak dilarang oleh syara',"

Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum dari
Kifayatul Akhyar II/113. "Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan
beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat
atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang." Ketiga, apabila mani yang ditabung
itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke dalam
rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

1. Aborsi dalam pandangan Islam pada dasarnya adalah haram, karena telah dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain. Meskipun demikian, hukum Islam sangatlah fleksibel
dan luwes. Dalam hal-hal tertentu atau darurat, maka aborsi dibolehkan. Kebolehan ini
diberikan oleh Islam, hanya dapat ditempuh apabila sudah tidak ada alternatif lain yang
lebih mengurangi resiko buruk bagi si ibu dan janinnya.
2. Hukum Islam memperbolehkan dilakukannya operasi plastik yang bertujuan untuk
memperbaiki dan menyempurnakan bentuk organ tubuh yang (rusak) cacat agar dapat
berfungsi secara normal kembali, karena jika tidak dilakukan operasi dapat mengakibatkan
dampak negatif yang serius. Akan tetapi Hukum Islam secara tegas melarang bahkan
mengharamkan operasi plastik yang bertujuan untuk memperindah bentuk organ tubuh
yang sempurna (normal) agar kelihatan lebih menarik, karena hal itu termasuk perbuatan
merubah ciptaan Allah SWT.
3. Dalam pandangan Islam, bahwa hukum transplantasi organ tubuh dapat dilakukan dengan
tujuan menghindari kematian, untuk menyelamatkan nyawa seseorang, hal ini harus sesuai
dengan kaidah s ari‟i.
4. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait dengan keharaman eutahanasia,
baik aktif maupun pasif. Namun untuk euthanasia pasif terdapat pengkhususan dalam
kebolehannya, sebagaimana jika terdapat seseorang yang tergantung oleh alat penunjang
kehidupan, tetapi ternyata alat tersebut lebih dibutuhkan oleh pasien lain yang memiliki
peluang hidup yang lebih besar dan pasien tersebut keberadaannya sangat dibutuhkan oleh
masyarakat.
5. Secara hukum, bayi yang dihasilkan dari inseminasi ini memiliki dua macam yakni
diperbolehkan dengan catatan sperma yang diambil merupakan sperma yang berasal dari
suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri tersebut dan tidak diperbolehkan, jika
sperma yang diambil berasal dari laki-laki lain begitu pula dari wanita lain. Pandangan
penulis tentang bayi tabung bahwa boleh saja asalkan sperma yang diambil merupakan
sperma yang berasal dari suami istri yang sah, dan ditanam dalam rahim istri tersebut.

B. SARAN

Dari kesimpulan di atas, dapat disarankan, yaitu: Pada prinsipnya, aborsi, bedah plastic,
transplantasi organ manusia, baik dalam pandangan Islam, hukum positif maupun etika
kedokteran diperbolehkan dengan alasan untuk menyelamatkan nyawa seseorang dari kematian.
Hal ini harus sesuai dengan kaidah hukum s ar‟i, hukum positif dan etika kedokteran.
DAFTAR PUSTAKA

http://pm.unida.gontor.ac.id/euthanasia-dalam-hukum-islam-dan-hukum-positif/

https://media.neliti.com/media/publications/285765-aborsi-dalam-perspektif-hukum-islam-
melu1a99d924.pdf

https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/6803/%2813%29%20Kajian%20Yuridi
s%20Operasi%20Plastik%20Sebagai%20Ijtihad%20dalam%20Hukum%20Islam.pdf?sequence=
1&isAllowed=y

https://jurnal.staitapaktuan.ac.id/index.php/Al-Mursalah/article/download/71/54

https://ejournal.iainkendari.ac.id/index.php/al-adl/article/download/1383/996

Anda mungkin juga menyukai