Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANDANGAN AGAMA TERHADAP KEHIDUPAN MANUSIA


YANG BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN

DOSEN PENGAMPU
Dr. Umi Salamah, M. Pd. I

DISUSUN OLEH
1. KEKE FIRTI ANNISA NIM 222001
2. EVA NURAZIZAH NIM 222013
3. ERVIANA DEWI PERMATASARI NIM 222020

INSTITUT TEKNOLOGI,SAINS,DAN KESEHATAN (ITSK)


RS dr SOEPRAOEN KESDAM V/BRWMALANG
PROGRAM STUDI KEBIDANAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah pandangan agama terhadap kehidupan
manusia yang berhubungan dengan kesehatan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini. Dalam
kesempatan ini kami mengucapkan tarima kasih kepada Dosen pengampu
Ibu Umi Salamah M,Pdi.Mata kuliah agama sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul pandangan agama terhadap
kehidupan manusia yang berhubungan dengan kesehatan.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan segala kekurangan dalam makalah ini kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang impilkasi nilai
nilai ibadah dalam kehidupan sehari hari dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Malang, 20 September 2022

Penulis
Daftar isi

Halaman Judul ........................................................................................................ i


Kata Pengantar ....................................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakangan Masalah ....................................................................................iv


Tujuan Penulisan .....................................................................................................iv

BAB II PEMBAHASAN

A.Pengertian agama islam .....................................................................................v


B.Pengertian pandangan kesehatan dalam islam ................................................vi
1.1 Kesehatan keluarga berencana......................................................v
1.2 Bayi tabung......................................................................................vi
1.3 Inseminasi....................................................................................... vii
1.4 Cloning.............................................................................................viii
1.5 Aborsi..............................................................................................viii
1.6 Euthanasia......................................................................................ix
1.7 Bunuh diri.......................................................................................x
1.8 Tranfusi darah................................................................................ xi
1.9 Transplantasi organ.......................................................................xii

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan........................................................................................................xiii
Daftar Pustaka......................................................................................................xiv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama adalah persoalan keyakinan yang dipercaya mampu membawa
kemaslahatan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Masalah yang berhubungan dengan
agama terkadang menimbulkan konflik antar pemeluk agama. Apalagi jika agamanya
dibandingkan dengan agama lainnya dan jika berkaitan dengan masalah keyakinan.
Karena, beragama sudah menjadi darah dan daging di dalam jiwa dan raga yang melekat
erat dalam kehidupannya.
Setiap muslim meyakini bahwa Islam adalah suatu agama yang membawa
petunjuk demi kebahagiaan pribadi dan masyarakat serta kesejahteraan mereka didunia
dan diakhirat Para ulama Islam sepakat bahwa ajaran agama Islam bertujuan untuk
memelihara lima hal pokok, yaitu: agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan), dan
kesehatan. Selain pernyataan dari aspek ilmu kesehatan, islam sangat memperhatikan
terhadap kesehatan manusia, seperti kesehatan fisik, kesehatan mental dan kesehatan
masyarakat.
Dalam pembahasan ini di jelaskan bahwa terdapat berbagai pandangan yang
berbeda-beda dari beberapa ulama’mengenai pandangan agama meliputi kesehatan
keluarga berencana,bayi tabung,cloning,inseminasi,aborsi,euthanasia,bunuh diri,transfusi
darah,transplantasi organ.

A. Tujuan Penulisan

Tujuan kita membuat makalah yang berjudul ini Adalah memberi wawasan bahwa
dalam agama islam menjelaskan bahwa hal tersebut Diperbolehkan untuk orang -orang
yang memang harus melakukan hal tersebut demi kebaikan dan di haramkan jika
melakukan hal tersebut dengan niat yang tidak baik. Oleh sebab itu kita sebagai manusia
yang berketuhanan harus memhami syariat-syariat yang sesuai dengan ketentuan hukum
islam.

BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Keluarga Berencana


Ada beragam argumentasi tentang pelaksanaan KB di dalam Islam. Pendapat yang
menyetujui pelaksanaan KB bersandar pada sebuah ayat di dalam Alqur’an yang artinya, “Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.”(QS. An-Nisa (4); 9 ).
Pelaksanaan KB diperdebatkan oleh kalangan ulama’, diantaranya ada yang
membolehkan dan ada yang melarang. Diantara ulama’ yang membolehkan adalah Imam
Ghazali, Syekh al-Hariri (mufti besar Mesir), syekh Mahmud Syaltut, dan Sayyid Sabiq. Imam
Ghazali tidak melarang dengan pertimbangan kesukaran yang dialami seorang ibu disebabkan
sering melahirkan dengan motif menjaga kesehatan, menghindari kesulitan hidup, dan menjaga
kecantikan si ibu.
Syekh al-Hariri memberikan memberikan ketentuan bagi individu dalam pelaksanaan
KB, diantaranya : a) Untuk menjarangkan anak., b) Untuk menghindari penyakit, bila ia
mengandung. Untuk menghindari kemudharatan, bila ia mengandung dan melahirkan dapat
membawa kematiannya (secara medis), c) Untuk menjaga kesehatan si ibu, karena setiap hamil
selalu menderita suatu penyakit (penyakit kandungan), dan d) Untuk menghindari anak dari cacat
fisik bila suami atau istri mengidap penyakit menular seksual.
Syaikh Mahmud Syaltut membedakan konsep pembatasan keluarga (tahdiid al-nasl) dan
pengaturan atau perencanaan berketurunan (tandzhim al-nasl). Tandzim an-Nasl diumpamakan
dengan menjarangkan kelahiran karena situasi dan kondisi khusus, baik yang ada hubungannya
dengan keluarga yang bersangkutan maupun dengan masyarakat dan negara.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh As-Sunnah juga membolehkan seseorang untuk melaksanakan
KB dengan alasan sang ayah adalah seorang faqir, tidak mampu memberikan pendidikan pada
anak-anaknya, dan sang ibu adalah orang yang dha’if (lemah) jika terus menerus melahirkan.
Sementara itu, salah satu ulama’ yang melarang pelaksanaan KB adalah Abu ‘Ala al-
Madudi (Pakistan), menurutnya pembatasan kelahiran adalah bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam adalah suatu agama yang berjalan sesuai dengan fitrah manusia, dan barangsiapa yang
merubah atau menyalahi fitrah maka ia telah menuruti perintah setan. Di samping pendapat
tersebut, para ulama yang menolak KB menggunakan dalil:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan
memberi rejeki kepadamu dan kepada mereka.”(QS. Al-Isra’ (17):31). Pendapat tersebut
menyatakan bahwa program KB melalui pembatasan kelahiran merupakan hal yang tidak
dibenarkan dalam agama Islam. Karena hal tersebut telah menyalahi fitrah manusia apalagi
hanya kerena takut akan kemiskinan dan melupakan bahwa Allah Yang Maha Memberi Rejeki.
1.2 Bayi Tabung
Teknologi kedokteran modern semakin canggih. Salah satu tren yang berkembang saat ini
adalah fenomena bayi tabung. Sejatinya, teknologi ini telah dirintis oleh PC Steptoe dan RG
Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba
menggunakan teknologi bayi tabung.
Bayi tabung dikenal dengan istilah pembuahan in vitro atau dalam bahasa Inggris dikenal
sebagai in vitro fertilisation. Ini adalah sebuah teknik pembuahan sel telur (ovum) di luar tubuh
wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil.Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal,
pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Lalu bagaimanakah hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak ditemukannya
teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi
buatan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa bayi tabung dengan
sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini
termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.Namun, para ulama melarang
penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan
lain. “Itu hukumnya haram,” papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di
kemudian hari hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan warisan.
Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang
dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram. “Sebab, hal ini akan
menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam
hal kewarisan,” tulis fatwa itu.Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan
ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas
menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin
antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum
Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981. Ada tiga keputusan yang ditetapkan
ulama NU terkait masalah bayi tabung: Pertama, apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke
dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung
hukumnya haram.Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA,
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan
Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di
dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.”
Kedua, apabila sperma yang ditabung tersebut milik suami-istri, tetapi cara
mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram. “Mani muhtaram adalah mani
yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’,” papar ulama NU dalam
fatwa itu.
Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum
dari Kifayatul Akhyar II/113. “Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya
(dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang
tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.” Ketiga, apabila mani yang
ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram, serta dimasukan ke
dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
1.3 Inseminasi
Menurut hukum syara’ bayi tabung hukumnya boleh selama bibitnya berasal dari
pasangan suami-istri yang terikat perkawinan yang sah dan kemudian dikandung serta dilahirkan
oleh pasangan suami-istri tersebut. Hal ini dianggap bagian dari sebuah bentuk ikhtiar yang
dilakukan oleh pasangan suami-istri untuk mendapatkan keturunan. Berdasarkan kajian diatas,
jika melalui donor maka akan timbul persoalan. Persoalan yang akan muncul di antaranya adalah
bertentangannya metode tersebut dengan hukum syara’ bayi tabung dan juga dipertanyakannya
status hukum anak yang dilahirkan akibat hasil dari teknik bayi tabung tersebut..
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan anak hasil inseminasi pendonor
perspektif Hukum Perdata dan Hukum Islam, untuk mengetahui penentuan nasab anak hasil
inseminasi pendonor, dan untuk mengetahui akibat hukum anak Hasil Inseminasi pendonor.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif analisis dan
menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha
mendiskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan
perlakuan khusus terhadap peristiwa tersebut. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan
mengolah data dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Berdasarkan hasil penelitian Keabsahan anak hasil inseminasi pendonor perspektif
hukum perdata dan hukum islam, apabila menurut hukum Negara hanya mengatur secara tegas
mengenai anak sah, pengesahan anak luar kawin, dan pengakuan terhadap anak luar kawin. Pasal
250 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan menyatakan anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
dari perkawinan yang sah, kemudian dipertegas lagi mengenai anak sah dalam Pasal 250
KUHPerdata yang menyebutkan bahwa tiap-tiap anak yang dilahirkan atau ditumbuhkan
sepanjang, perkawinan, memperoleh si suami sebagai bapaknya.
Adapun inseminasi buatan dengan sperma dan ovum berasal dari orang lain (donor),
maka hukumnya dilarang oleh agama Islam dan anak hasil inseminasi tersebut sama dengan anak
zina (Pasal 43 dan 44 Undang-undang No. 1 Tahun 1974, serta KHI Pasal 100, 101 dan 102).
Hal ini disebabkan terjadi kekaburan atau ketidakjelasan nasab, yang sama sekali tidak dapat
diketahui siapa bapak dan ibu pendonor tersebut. Serta Akibat Hukum Anak Hasil Inseminasi
Pendonor yaitu menurut hukum positif adalah sesuai dengan perjanjian atau kontrak yang telah
dilakukan maka anak tersebut secara yuridis menjadi ahli waris dari orang tua yang mempunyai
embrio karena dalam Hukum positif perjanjian tersebut mengikat bagi mereka yang melakuka
perjanjian tersebut

1.4 Cloning
Pengertian kloning yaitu suatu proses penggandaan makhluk hidup dengan cara nucleus
transfer dari sel janin yang sudah berdiferensiasi dari sel dewasa; atau penggandaan makhluk
hidup menjadi lebih banyak, dengan memindahkan inti sel tubuh ke dalam indung telur pada
tahap sebelum terjadi pemisahan sel-sel bagian tubuh.Kloning dimaksudkan sebagai teknik
penggandaan gen guna menghasilkan turunan sifat baik yang sama dengan induknya, dari segi
hereditas maupun penampakannya.
Kloning terhadap tumbuh-tumbuhan dan hewan hukumnya boleh (mubah) sepanjang
dilakukan demi kemaslahatan dan/atau untuk menghindarkan kemudaratan atau hal-hal
negatif.Namun bagaimana dengan kloning pada manusia?Kloning manusia menjadi topik yang
hangat diperbincangkan di kalangan ilmuwan Amerika Serikat. Kenyataan ini sehubungan
dengan munculnya pengakuan sebuah perusahaan bioteknologi bahwa para ilmuwan di sana
telah berhasil membantu seorang wanita Amerika melahirkan bayi hasil kloning. Legalitas
kloning manusia sejauh ini memang masih diperdebatkan sehubungan dengan masih adanya pro
dan kontra.
Diluar dari benar atau tidaknya kasus kloning manusia tersebut, seperti yang sudah
dijelaskan diatas bahwa menurut pandangan islam rekayasa genetika ini tidak boleh
menggunakan gen atau bagian lain yang berasal dari tubuh manusia.
1.6 Aborsi
Istilah aborsi secara bahasa berarti keguguran kandungan, pengguguran kandungan, atau
membuang janin. Dalam terminologi kedokteran, aborsi berarti terhentinya kehamilan sebelum
28 (dua puluh delapan) minggu. Dalam istilah hukum, berarti pengeluaran hasil konsepsi dari
rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir secara alamiah). Meskipun istilah ini tentunya
memerlukan penjelasan yang lebih terinci lagi, utamanya dalam relatifitas batas terhentinya
kehamilan dan terkait dengan proses yang melatarbelakangi pengguguran dan/atau keguguran
kandungan.
Ilmu kedokteran pada membedakan abortus ke dalam dua macam, yaitu :
1. Spontaneus Abortus (Aborsi spontan), yaitu abortus yang tidak disengaja. Abosrtus spontan
bisa terjadi karena salah satu pasangan berpenyakit kelamin, kecelakaan, dan sebagainya.
2. Provocatus Abortus (Aborsi yang disengaja). Aborsi semacam ini terbagi dua, yaitu :
a. Abortus artificialis therapicus, yakni aborsi yang dilakukan oleh dokter atas dasar indikasi
medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa membahayakan jiwa si calon ibu, karena
misalnya penyakit-penyakit yang berat, antara lain TBC yang berat dan penyakit ginjal yang
berat.
b. Abortus provocatus criminalis, ialah aborsi yang dilakukan tanpa dasar indikasi media.
Misalnya aborsi yang dilakukan untuk meniadakan hasil hubungan seks di luar perkawinan atau
untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.Aborsi dalam Pandangan Hukum Islam
Dalam menentukan hukum suatu persoalan, seorang mujtahid haruslah menempuh beberapa hal.
Tahapan-tahapan penelusuran hukum permasalahan tertentu haruslah sesuai dengan runtutan
atau urutan dasar hukum Islam.
Pandangan Ulama tentang Aborsi :
a. Aborsi sebelum ditiupkan roh Kalangan Ulama fiqhi berbeda pendapat dalam menetapkan
hukum terhadap aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkan roh. Hal ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1) Dibolehkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan uzur sama sekali. Pendapat ini
dikemukakan ulama mazhab Zaidiyah, sebagian mazhab Hanafi, dan sebagian
mazhab Syafi‟i.
2) Dibolehkan apabila ada uzur, dan makruh hukumnya apabila tanpa uzur. Uzur yang
dimaksudkan adalah mengeringnya air susu ibu ketika kehamilan sudah mulai kelihatan,
sementara sang ayah tidak mampu membiayai anaknya untuk menyusu kepada wanita lain
apabila anaknya lahir nanti. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian mazhab Hanafi dan
sebagian mazhab Syafi‟i.
b.Aborsi setelah ditiupkan roh Ulama fiqhi sepakat bahwa melakukan aborsi terhadap kandungan
yang telah menerima roh hukumnya haram. Mereka mengemukakan alasan sebagaimana
keumuman makna dalam firman Allah QS. al-Isra’ (17): 31 dan 33, serta QS. al-An’am (6): 151,
sebagaimana yang telah dikemukakan. Para ulama juga sepakat mengenai sanksi hukum bagi
wanita yang melakukan aborsi setelah ditiupkannya roh, yaitu dengan membayar gurrah (budak
laki-laki atau perempuan).
c. Aborsi karena darurat Aborsi yang dilakukan apabila ada uzur yang benar-benar tidak
mungkin dihindari, yang dalam istilah fiqhi disebut keadaan “darurat”, seperti apabila janin
dibiarkan tumbuh dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Ulama sepakat bahwa aborsi dalam
hal ini hukumnya mubah. Kebolehannya ini guna menyelamatkan nya.
1.7 Euthanasia
Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata, Eu yang berarti baik
dan Thanatos berarti kematian. David Smith dalam bukunya Life and Morality mendefinisikan
euthanasia sebagai mengakhiri hidup manusia tanpa sakit dengan tujuan menghentikan
penderitaan fisik yang berat dan sebagai cara menangani korban yang mengalami sakit yang
tidak mungkin disembuhkan lagi. Dalam buku Euthanasia and Critical Practice, euthanasia
adalah perbuatan yang dilakukan secara sengaja untuk mengakhiri hidup seorang pasien yang
dilakukan semata-mata untuk kepentingan pasien tersebut.Secara umum, euthanasia dibagi
menjadi dua jenis:
1) .Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk
mengakhiri hidup pasien biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat
dan mematikan. Euthanasia aktif juga dilakuakn dengan mengehentikan segala alat-alat
pembantu dalam perawatan sehingga jantung akan berhenti berfungsi atau biasa juga dilakuakn
dengan memberikan obat penenang dengan dosis berlebih sehingga berdampak pada berhentinya
fungsi jantung.
2) Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan
pengobatan yang dilakukan untuk mempertahankan kehidupan manusia. Euthanasia pasif
dilakukan dengan tidak memberi obat sama sekali kepada pasien sehingga diperkirakan pasien
tersebut akan meninggal setelah tindakan pertolongan diberhentikan.
Para tokoh Islam Indonesia sangat menentang dilakukannya euthanasia sebagai tindakan
medis. Namun ada beberapa ulama yang mendukung euthanasia. Menurut salah satu ulama yang
pro terhadap euthanasia, Ibrahim Hosen, tindakan tersebut boleh dilakukan apalagi terhadap
penderita penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan. Pendapat ini didasari oleh kaidah ushul
fiqh: Al-Irtifaqu Akhaffu Dlarurain, melakukan yang teringan dari dua mudharat. Menurutnya,
euthanasia boleh dilakukan karena merupakan pilihan dari dua hal yang buruk, yaitu pertama,
penderita mengalami penderitaan. Kedua, jika menular akan sangat membahayakan.
G.Bunuh diri
Bunuh diri merupakan tindakan agresif, melukai diri sendiri, merusak dirinya dan
selanjutnya mengakhiri kehidupannya.Orang yang nekad bunuh diri, biasanya karena putus asa
diantara penyebabnya adalah penderitaan hidup. Ada orang yang menderita fisiknya
(jasmaninya), karena memikirkan sesuap nasi untuk diri dan keluarganya. Keperluan pokok
dalam kehidupan sehari-hari tidak terpenuhi, apalagi pada jaman sekarang ini, pengeluaran lebih
besar dari pemasukan.
Adapula orang yang menderita batinnya yang beru patah hati, hidup tidak bergairah,
masa depannya keliatan suram, tidak bercahaya. Batinnya kosong dari cahaya iman dan berganti
dengan kegelapan yang menakutkan. Penderitaan kelompok kedua ini, belum tentu karena tidak
punya uang, tidak punya kedudukan, dan tidak punya nama, karena semua itu belum tentu dan
ada kalanya tidak dapat membahagiakan seseorang, pada media masa kita baca ada jutawan, artis
dan ada tokoh yang memilih mati untuk mengakhiri penderitaanya itu, apakah penderitaan
jasmani atau penderitaan batin.
Hidup dan mati itu ada ditangan Allah SWT dan merupakan karunia dan wewenang
Allah SWT, maka Islam melarang orang melakuakn pembunuhan, baik terhadap orang lain
(kecuali, dengan alasan yang dibenarkan oleh agama) maupun terhadap dirinya sendiri (bunuh
diri) dengan alasan apapun.Dalil-dalil syar’i yang melarang bunuh diri dengan alasan apapun,
ialah:
1. Firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 29-30
Artinya: dan janganlah kamu membunuh diri mu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
kepada kamu. Dan barang siapa berbuat demikian dengan melanggar dan aniaya, maka kami
kelak akan memasukannya kedalam neraka yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
2. Hadits Nabi riwayat Bukhari dan Muslim dari jundub bin Abdullah r.a:
Artinya: telah ada diantara orang-orang sebelum kamu seorang lelaki yang mendapat luka, lalu
keluh kesahlah ia. Maka ia mengambil pisau lalu memotong tangannya dengan pisau itu
kemudian tidak berhenti-henti darahnya keluar sehingga ia mati. Maka Allah bersabda,
”Hambaku telah menyegerakan kematiannya sebelum aku mematikan.” aku mengharamkan
surga untuknya.
1.8 Transfusi Darah
Darah adalah jaringan cair yang terdiri dari dua bagian, yaitu cairan yang disebut plasma
dan sel darah. Darah secara keseluruhan kira-kira seperduabelas dari badan kita atau kirakira
lima liter. Sekitar 55 persennya adalah cairan atau plasma, sedangkan 45 persen sel darah yang
terdiri dari tiga jenis, sel darah merah sel darah putih dan trombosit.
Plasma adalah cairan yang berwarna kuning dan mengandung 91,0 persen air, 8,5 persen
protein, 0,9 persen mineral, dan 0,1 persen sejumlah bahan organik seperti lemak, urea, asam
urat, kolesterol dan asam amino. Plasma darah berfungsi sebagai perantara untuk menyalurkan
makanan, lemak, dan asam amino ke jaringan tubuh. Plasma merupakan perantara untuk
mengangkut bahan buangan seperti urea, asam urat dan sebagai karbon dioksida. Selain itu
plasma juga berfungsi untuk menyegarkan cairan jaringan tubuh, karena melalui cairan ini semua
sel tubuh menerima makanannyaUnsur kedua dari darah manusia dalah sel darah merah. Dalam
setiap milimeter kubik darah terdapat 5 juta sel darah merah. Sel darah merah memerlukan
protein, karena strukturnya terbentuk dari asam amino. Sel darah merah bekerja sebagai sistem
transpor dari tubuh, mengantarkan semua bahan kimia, oksigen dan zat makanan yang
diperlukan tubuh supaya fungsi normalnya dapat berjalan, dan menyingkirkan karbon dioksida
dan hasil buangan lainnya serta mengatur napas ke seluruh tubuh.
Landasan Hukum Transfusi darah
Transfusi darah merupakan salah satu bentuk upaya penyembuhan manusia ketika
diserang penyakit karena manusia tidak boleh berputus asa pada penyakit yang
menimpanya.Menyumbangkan darah kepada orang lain yang amat membutuhkannya menurut
kesepakatan para ahli fikih148 termasuk dalam kerangka tujuan syariat Islam, yaitu
menghindarkan salah satu bentuk kemudaratan yang akan menimpa diri seseorang. Sebagai
sesuatu hal yang tidak dikenal dalam kajian klasik Islam pembahasan tentang transfusi darah
dapat ditemukan landasan ushul fiqhnya dari zaman klasik. pada umumnya pembicaraan tentang
transfusi darah mencapai kesimpulan dibolehkan dilaksanakannya namun berbeda pendapat pada
kasus-kasus yang muncul.
1.9 Transplantasi Organ
Transplantasi organ atau jaringan tubuh pendonor hidup kepada orang lain dibolehkan
dengan ketentuan terdapat kebutuhan mendesak yang dibenarkan secara syar'i (dharurah
syariah). Kemudian, tidak ada dharar bagi pendonor karena pengambilan organ atau jaringan
tubuh baik sebagian ataupun keseluruhan.
Hukum Transplantasi Organ Tubuh dalam Islam
Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 13 Tahun 2019 tentang Transplantasi
Organ dan/atau Jaringan Tubuh dari Pendonor Hidup untuk Orang Lain, tindakan transplantasi
diperbolehkan.Kendati demikian, ada persyaratan yang mesti dipenuhi sebagai berikut:
1. Terdapat kebutuhan mendesak yang dibenarkan secara syar’i (dharurah syariah);
2. Tidak ada dharar bagi pendonor karena pengambilan organ dan/atau jaringan tubuh baik
sebagian atau keseluruhan;
3. Jenis organ tubuh yang dipindahkan kepada orang lain tersebut bukan merupakan organ vital
yang mempengaruhi kehidupan atau kelangsungan hidupnya;
4. Tidak diperoleh upaya medis lain untuk menyembuhkannya, kecuali dengan transplantasi;
5. Bersifat untuk tolong-menolong (tabarru’), tidak untuk komersial;
6. Adanya persetujuan dari calon pendonor;
7. Adanya rekomendasi dari tenaga kesehatan atau pihak yang memiliki keahlian untuk
jaminankeamanan dan kesehatan dalam proses transplantasi;
8. Adanya pendapat dari ahli tentang dugaan kuat (ghalabatil zhon) akan keberhasilan
transplantasi organ tersebut kepada orang lain;
9. Transplantasi organ dan/atau jaringan tubuh dilakukan oleh ahli yang kompeten dan kredibel;
10. Proses transplantasi diselenggarakan oleh negara.
Dalam jenis organnya, MUI memberikan catatan bahwa bolehnya transplantasi tidak
berlaku untuk organ reproduksi, organ genital, dan otak.Selain itu, seseorang tidak diperbolehkan
memberikan atau menjual organ dan atau jaringan tubuhnya pada orang lain karena organ tubuh
bukan termasuk hak milik mutlak (haqqul milki).Pengambilan dan transplantasi organ tanpa
disertai alasan yang dibenarkan syar'i hukumnya haram.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan tentang pandangan islam mengenai kesehatan keluarga
berencana,bayi tabung,cloning,inseminasi,aborsi,euthanasia,bunuh diri,transfusi
darah,transplantasi organ bisa disimpulkan bahwa:
1.Kesehatan keluarga berencana adalah kesehatan mengenai kesejahteraan keluarga
meliputi kesehatan ibu dan anak.
2.Bayi tabung adalah bayi yang didapatkan dari proses pembuahan sel telur oleh sel
sperma dilaboratorium.
3.Cloning adalah proses reproduksi aseksual yang bisa terjadi di alam contohnya bakteri
hewan dan manusia.
4.Inseminasi merupakan memasukkan sperma kedalam leher Rahim ataupun Rahim.
5.Aborsi ialah kegiatan menggugurkan kandungan yang tidak diinginkan
6.Euthanasia adalah praktek pencabutan kehidupan manusia melalui cara yang dianggap
tidak menimbulkan rasa sakit biasanya dilakukan dengan cara melakukan pemberian
suntikan yang mematikan
7.Bunuh diri adalah usaha melukai diri sendiri untuk mengakhiri hidupnya
8.Tranfusi darah adalah proses menyalurkan darah dari satu orang ke system peredaran
darah orang lain
9.Transplantasi organ adalah pencangkoan atau pemindahan seluruh atau Sebagian organ
dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
5Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 7.
6Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam (Cet. III; Jakarta:
CV. Haji Masagung, 1992), h 77.
7Departemen Kesehatan RI., Laporan Lengkap Symposium Abortus (Jakarta: t.p.,
1965), h. 138. Ahmad Azhar Basyir, op. cit., h. 163.
5Tim Penyusun, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
2001), h. 7.
6Masyfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam (Cet. III; Jakarta:
CV. Haji Masagung, 1992), h 77.
7Departemen Kesehatan RI., Laporan Lengkap Symposium Abortus (Jakarta: t.p.,
1965), h. 138. Ahmad Azhar Basyir, op. cit., h. 163.

Anda mungkin juga menyukai