Anda di halaman 1dari 20

Makalah Kelompok VI

PRAKTIK ILMU KEDOKTERAN


DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata kuliah : Fiqih Kontemporer
Dosen : Dr. Sadiani, MH.

Disusun Oleh
Muhammad Subli
NIM. 140 2120 300
Mustika Najmi
NIM. 140 2120 313
Yuni Hariyati
NIM. 140 2120 300

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH ( ESY )
TAHUN 2015 M / 1436 H

KATA PENGANTAR





Assalamualaikum wr. wb
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Sholawat
dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita
Nabi besar Muhammad SAW, serta kepada keluarga,
sahabat, kerabat beliau sekalian.
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
mana telah memberikan kami
semua kekuatan dan
kelancaran dalam menyelesaikan makalah mata kuliah Fiqih
Kontemporer yang berjudul Praktik Ilmu Kedokteran dalam
Pandangan Hukum Islam dapat selesai seperti waktu yang
telah kami rencanakan. Tersusunnya makalah ini tidak lepas
dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara
materil dan moril, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1 Bapak Sadiani, dosen mata kuliah Fiqih Kontemporer
IAIN Palangka Raya.
2 Kedua orang tua.
3 Teman teman sekalian
Yang mana telah memberikan dukungan, bantuan, dan
dorongan semangat agar makalah ini dapat diselesaikan.
Tak ada gading yang tak retak. Penyusun menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dari pembaca
sangat penyusun harapkan untuk penyempurnaan makalahmakalah selanjutnya.
Wassalamualaikum wr. wb

Palangka Raya,
2015

Oktober

Penyusun

DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR.................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................
B. Rumusan Masalah...........................................................
C. Tujuan Penulisan..............................................................
D. Batasan Masalah.............................................................
E. Metode Penulisan............................................................
BAB II PEMBAHASAN
A Mencegah kehamilan..............................
B Pengguguran kandungan........................
C Transplantasi organ tubuh......................
D Euthanasia..............................................
BAB III PENUTUP
Kesimpulan .............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

i
ii
1
1
2
2
2
3
5
7
8
11

BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah
Dunia saat ini memasuki era globalisasi dengan
dampak positif dan negatifnya. Sejak kelahirannya belasan
abad yang lalu, Islam telah tampil sebagai agama yang
memberi

perhatian

hubungan

manusia

pada

keseimbangan

dengan

Tuhan,

hidup

hubungan

antara
manusia

dengan manusia, antara ibadah dengan urusan muamalah.


Kita mengetahui bahwa manusia menghadapi
berbagai macam persoalan yang benar-benar membutuhkan
pemecahan segera. Berbagai kasus penyimpangan dalam
berbagai

sektor

dan

lini

kehidupan

terjadi,

termasuk

misalnya penyimpangan yang berkaitan dengan praktik


kedokteran.
Pada zaman yang kian berkembang ini telah banyak
terjadi

berbagai

macam

kasus,

di

antaranya,

seperti

perbuatan mencegah kehamilan, pengguguran kandungan,


transplantasi

organ

tubuh

maupun

euthanasia.

Dalam

memecahkan masalah ini, bagaimana pandangan Islam


tentang hukum-hukum perbuatan tersebut, untuk itu, dalam
tulisan

singkat

ini,

kami

mencoba

menjelaskan

hasil

pemikiran-pemikiran para ulama mengenai masalah tersebut


dalam fiqih kontemporer.
B Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum mencegah kehamilan dalam Islam?
2. Bagaimana hukum pengguguran kandungan dalam
Islam?
3. Bagaimana hukum transplantasi organ tubuh dalam
Islam?
4. Bagaimana hukum euthanasia dalam Islam?

C Tujuan Penulisan
1 Menjelaskan hukum mencegah kehamilan dalam Islam.
2 Menjelaskan hukum pengguguran kandungan dalam Islam.
3 Menjelaskan hukum transplantasi organ tubuh dalam
Islam.
4 Menjelaskan hukum euthanasia dalam Islam.
D Batasan Masalah
Mengingat begitu luasnya materi maupun hal-hal yang
berhubungan

dengan

rumusan

masalah

diatas,

maka

penulis membatasi pembahasan ini sesuai yang terdapat


dalam rumusan masalah. Mengenai hal lain yang tidak
memiliki hubungan dengan hal-hal yang tercantum pada
rumusan masalah diatas tidak penulis uraikan pada makalah
ini.
E Metode Penulisan
Adapun metode yang penulis pergunakan dalam
penulisan makalah ini yaitu dengan telaah keperpustakaan
dengan menggunakan buku perpustakaan sebagai bahan
referensi dimana penulis mencari literatur yang berkaitan
dengan makalah yang penulis buat, yang kemudian penulis
simpulkan dalam bentuk makalah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Mencegah Kehamilan
1. Keluarga berencana
Keluarga berencana adalah suatu aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari yang berkisar pada pencegahan
konsepsi atau pencegahan terjadinya pembuahan atau
pencegahan pertemuan antara sperma dari laki-laki dan
telur dari perempuan ketika terjadinya hubungan antara
suami istri.
Tujuan

dari

keluarga

berencana

adalah

untuk

mewujudkan kesejahteraan keluarga. Adapun faktorfaktor

yang

mendorong

dilaksanakannya

keluarga

berencana adalah sebagai berikut:


Kepadatan penduduk
Pendidikan
Kesehatan1
Menurut Mahyuddin (1998:59) melaksanakan KB
dibolehkan dalam ajaran Islam, karena pertimbangan
ekonomi,

kesehatan

dibolehkan

bagi

membiayai

kehidupan

dan

pendidikan,

orang-orang

yang

anak-anak,

artinya

tidak

KB

sanggup

kesehatan

dan

pendidikannya, bahkan menjadi dosa baginya jika dia


melahirkan anak yang tidak terurus masa depannya,
yang pada akhirnya menjadi beban bagi masyarakat,
karena

orang

tuannya

tidak

sanggup

membiayai

hidupnya, kesehatan dan pendidikannya.2 Firman Allah


taala:
1 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih
Muamalat, Jakarta: Prenada Media Group, 2010, h. 307.






Dan hendaklah orang-orang merasa khawatir kalau
mereka meninggalkan di belakang mereka anak cucu
yang

lemah,

yang

mereka

khawatir

terhadap

kesejahteraannya. Oleh karena itu, hendaklah mereka


bertaqwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan
yang benar (An-nisa : 9)
Ayat ini menerangkan bahwa kelemahan ekonomi,
kurang stabilnya kondisi kesehatan fisik dan kelemahan
intelegensi anak akibat kekurangan makanan yang
bergizi menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya.3
2. Alat kontrasepsi
Alat kontrasepsi adalah alat untuk mencegah atau
mengatur terjadinya kehamilan, alat-alat kontrasepsi
ditinjau dari segi fungsinya dapat dibagi menjadi 3
macam:
Mencegah terjadinya ovulasi
Melumpuhkan sperma
Menghalangi pertemuan antara sel telur dengan
sperma.
Dari segi metode, kontrasepsi dibagi menjadi 2 bagian
besar, yaitu:
a. Cara kontrasepsi sederhana:

2 Mahyuddin, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Kalam Mulia, 1998, h. 59.


3 Ibid., h. 308-310.

1) Tanpa memakai alat atau obat, yang disebut dengan


cara tradisional, yaitu: senggama terputus dan
pantang berkala.
2) Menggunakan alat

atau

diafragma atau cap,

obat,

yaitu:

kondom,

cream, jelly dan cairan

berbusa, tablet berbusa (vaginal tablet).


b. Kontrasepsi dengan metode efektif:
1) Tidak permanen: pil, IUD (intra Uterine Device),
suntikan.
2) Permanen:

tubektomi

(Sterilisasi

untuk

vasektomi (sterilisasi untuk pria).


3) Cara keluarga berencana lainnya

wanita),

yang

dapat

digunakan untuk mengendalikan kelahiran: abortus,


induksi haid (menstrual regulation).4
Dari

metode-metode

berpendapat

bahwa

di

atas

pembatasan

atau

para

ulama

pencegahan

kelahiran secara mutlak bertentangan dengan kehendak


Allah yang telah menciptakan bumi dan makhluknya
dengan kekuatan produksi yang berlimpah-limpah. Alam
yang diciptakan Allah ini tidak akan kurang untuk
menutupi kebutuhan manusia sekian dekade.5
B. Pengguguran Kandungan
Aborsi adalah pengguguran janin dari rahim ibu hamil
baik

sudah

berbentuk

sempurna

atau

belum 6

atau

mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya


atau sebelum bayi itu dapat lahir secara alamiah.
4 Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2002, h. 329-330.
5 Ibid., h. 333-335.
6 Maria Ulfah Anshor, Abdullah Ghalib, Fiqih Aborsi, Mitra Inti, Fatayat
NU & The food Foundation, 2004, h. 16.

Aborsi (pengguguran) ada 2 macam:


1. Abortus spontan ialah yang tidak disengaja. Abortus
spontan

bisa

terjadi

karena

penyakit

syphilis,

kecelakaan dan sebagainya.


2. Abortus provokatus atau disebut pula abortus dengan
sengaja. Abortus dengan sengaja ini dibagi kedalam 2
bagian yaitu:
a. Abortus artificialis therapicus, yaitu abortus yang
dilakukan oleh dokter atas indikasi medis.
b. Abortus provokatus criminalis, yaitu abortus yang
dilakukan tanpa dasar indikasi medis.7
Apabila Islam memperbolehkan seorang muslim untuk
mencegah

kehamilan

karena

alasan-alasan

yang

mengharuskannya, maka Islam tidak memperbolehkan


melakukan kejahatan terhadap kandungan tersebut apabila
sudah terjadi.8
Masalah pengguguran kandungan telah menyebabkan
perbedaan pendapat di kalangan para ulama. 9 Menurut
Ayatullah

al-Uzhma

dalam

bukunya

Fatwa-fatwa

menggugurkan janin haram secara syari dan sama sekali


tidak

diperolehkan.10

Para

ahli

fiqih

sepakat

bahwa

pengguguran kandungan yang telah berusia 4 bulan


7 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih
Muamalat, h. 315.
8 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram, Jakarta: Rabbaai Press, 2002, h.
227.
9 Duaa Anwar, Memahami Segalanya Tentang Al-Quran, Batam:
Karisma Publishing Group, 2007, h. 75.
10 Ayatullah al-Udzhma Imam Ali Khamenei, Fatwa-Fatwa 2 Soal Jawab
Seputar Fikih Praktis Ahlulbait, Jakarta: Al-Huda, 2003, h. 91.

hukumnya

haram,

sedangkan

para

ulama

kalangan Hanafiyah berpendapat bahwa

fiqh

dari

pengguguran

kandungan yang belum berusia 4 bulan dibolehkan.


Jika

pengguguran

kandungan

itu

semata-mata

bertujuan untuk menyelamatkan nyawa ibu atas anjuran


dokter yang terpercaya, maka harus memilih salah satu
masalah yang lebih sedikit resikonya daripada hal lainnya.


Manakala berhadapan dua macam mafsadah, maka
yang dipertahankan adalah yang lebih besar risikonya,
sedangkan yang lebih ringan risikonya dikorbankan.
Kesimpulannya, bahwa keselamatan hidup ibu yang
lebih

diutamakan

daripada

nyawa

janinnya,

dengan

pertimbangan bahwa kehidupan ibu di dunia ini sudah


nyata, sedangkan kehidupan janin belum tentu. Selain itu,
mengorbankan

ibu

lebih

banyak

risikonya

daripada

mengorbankan janinnya.11

C. Transplantasi Organ Tubuh


Transpalantasi Yakni pencangkokan organ tubuh yang
rusak (sudah tidak berfungsi) dengan organ lain yang
sejenis. Secara teknis dalam dunia medis ada 3 jenis
transplantasi.
1. Auto transplantasi, pencangkokan internal dalam tubuh
seseorang.
11 Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, Sapiudin Shidiq, Fiqih
Muamalat, h. 316-317.

2. Homo transplantasi. Dalam teknik ini, donor (pemberi


organ) dan resipein (penderita yang ditransplantasi
organnya) sama-sama manusia.
3. Hetero transplantasi, yakni resipiennya

manusia,

sementara donornya hewan.12


Seseorang tidak boleh mengorbankan orang lain demi
kepentingan dirinya sendiri. Mengambil organ orang lain
ketika

ada

hajat

atau

dalam

kondisi

darurat

dapat

menimbulkan mafsadah bagi orang lain. Donor akan


kehilangan salah satu organ tubuhnya. Dengan demikian
jika

pengambilan

mafsadah,

berarti

organ

tersebut

boleh-boleh

tidak

saja.

mengandung

Maka

dari

itu,

transplantasi dari organ tubuh orang lain tak dilarang,


selama tidak menimbulkan mafsadah.
Transplantasi organ-organ mati dengan merusak jasad
mayyit

dengan

Larangan

ini

tegas

fiqih

semata-mata

menyatakan
demi

tidak

menjaga

boleh.

kemuliaan

mayyit. Akan tetapi, ketika dalam kondisi darurat atau ada


keperluan

yang

mendesak,

para

ulama

berselisih

pendapat.
1. Kalangan Malikiyyah berpendapat bahwa dalam kondisi
apapun

tidak

boleh

memakan

daging

manusia,

sekalipun dia khawatir akan mati.


2. Kalangan Syafiiah, menurut mereka, boleh makan
organ mayat manusia selama tidak ditemukan makanan
yang lain.
3. Menurut Hanabilah, dalam kondisi darurat, boleh makan
mayat manusia yang halal darahnya.
12 Mahad Aly, Abu Yasin, Fiqh Realitas, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005, h. 219.

Ketika kondisi darurat, mayoritas ulama membolehkan


mengkonsumsi
diterbitkan

organ

mayat

semata-mata

manusia.

untuk

Kebolehan

memelihara

jiwa

ini
dan

kehormatan manusia, dengan catatan tidak ditemukan


organ yang lain.
Begitu pula
Syafiiyah

transplantasi

berpendapat

organ

bahwa

babi,

kalangan

seseorang

boleh

menyambung tulangnya dengan benda najis, jika memang


tidak ada benda lain yang sama atau lebih efektif. Jadi,
organ babi baru dibolehkan jika tidak ada organ lain yang
menyamainya.

Menurut

kalangan

Hanafiyah,

berobat

dengan barang haram, tidak dibolehkan.


Dari kedua pendapat di atas, transplantasi dengan
menggunakan organ babi, boleh-boleh saja. Kebolehan ini,
bisa diberikan selama tidak ada benda lain yang sama atau
lebih efektif.13
D. Euthanasia
Euthanasia adalah tindakan memudahkan kematian
seseorang dengan tanpa merasakan sakit, karena kasih
sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit
baik dengan cara positif maupun negatif.14
Secara medis, euthanasia baru dilaksanakan jika
penyakit tersebut tidak mungkin disembuhkan lagi. Namun
demikian, faktor ketidakmampuan biaya juga menjadi
pertimbangan.
Dalam dunia medis, dikenal 3 macam euthanasia.
1. Euthanasia aktif.

13 Ibid., h. 221-223.
14 Yusuf Al Qaradhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema
Insani, 1995, h. 749.

Disebut euthanasia aktif apabila dokter atau tenaga


kesehatan lainnya dengan sengaja melakukan suatu
tindakan

untuk memperpendek (mengakhiri) hidup

pasien.
2. Euthanasia tak langsung.15
Euthanasia ini terjadi apabila dokter atau tenaga
medis lainnya tanpa maksud mengakhiri hidup pasien
melakukan suatu tindakan medis untuk meringankan
hidup pasien. Walaupun mereka mengetahui bahwa
tindakan tersebut dapat memperpendek hidup pasien.
3. Euthanasia pasif.
Yakni apabila dokter atau tenaga medis lainnya
secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan yang
dapat memperpanjang hidup pasien.
Islam
kehidupan

sangat

memperhatikan

manusia.

Karena

itulah,

keselamatan
Islam

dan

melarang

seseorang melakukan bunuh diri. Sebab, pada hakikatnya


jiwa yang bersemayam pada jasadnya bukanlah miliknya
sendiri. Sebaliknya, jiwa merupakan titipan Allah SWT yang
harus dipelihara dan harus digunakan secara benar. Maka
dari itu, dia tidak boleh membunuh dirinya sendiri.
Allah SWT berfirman:

.

Dan janganlah kamu membunuh dirimu (sendiri).
Sesungguhnya Allah SWT Maha penyayang kepadamu. Dan
barang16 siapa berbuat demikian dengan melanggar dan
15 Mahad Aly, Abu Yasin, Fiqh Realitas, h. 212.
16 Ibid., h. 213.

aniaya, maka kami kelak akan memasukkannya ke dalam


api neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Dalam

komentarnya

(tentang

ayat

ini),

Imam

Fakhrurrazi menyatakan bahwa secara fitrah, manusia


beriman tidak akan melakukan tindakan bunuh diri. Akan
tetapi, dalam kondisi tertentu misalnya karena frustasi,
mengalami

kegagalan

dan

sebagainya

akan

terbuka

peluang cukup besar untuk melakukannya. Dalam rangka


itulah, Al-Quran melarang keras kaum mukminin untuk
melakukan bunuh diri.
Karena alasan itu pula, seorang pesakitan dalam Islam
dianjurkan untuk segera berobat. Sebab, orang berobat
pada

hakikatnya

dalam

rangka

mempertahankan

kehidupannya.
Di sisi lain, seseorang juga dilarang keras membunuh
orang lain. Secara global, kalangan syafiiah menjunjung
jumhurul ulama membagi pidana pembunuhan menjadi 3.
1. Pembunuhan secara sengaja.
2. Pembunuhan semi sengaja.
3. Pembunuhan keliru.
Lain halnya dengan Hanafiyah. Mereka membagi
bentuk pidana pembunuhan menjadi 5 macam, yang
meliputi 3 jenis pembunuhan versi jumhur ditambah
dengan 2 jenis versi mereka.
1. Pembunuhan yang diserupakan dengan pembunuhan
yang keliru.
2. Pembunuhan dengan penyebab secara tak langsung.
Kelompok malikiyah hanya membagi 2 bentuk pidana
macam di atas. Yakni al-amd dan al-khatha. Alasan
mereka karena dalam teks al-Quran hanya disebutkan 2

jenis pembunuhan tersebut. Selebihnya, lanjut mereka,


tidak ada dasar nashnya.
Dari penjelasan di atas euthanasia aktif bisa masuk
dalam kategori pembunuhan sengaja. Karena, dokter
melakukan hal itu secara sengaja dan jelas-jelas
menggunakan obat yang pada biasanya memang bisa
mempercepat kematian si pasien.
Berbeda dengan euthanasia pasif, Dalam kasus ini si
dokter sudah tidak mampu lagi untuk memberikan
pertolongan medis. Karena itu, ia tidak bisa dipersalahkan
begitu saja. Lebih-lebih, jika keluarga pasien yang sudah
tidak mampu lagi membiayai pengobatan meminta sendiri
agar si pasien tidak diobati.
Imam al-Nawawi berkomentar dalam kitabnya alMajmu, jika seseorang yang sakit tidak mau berobat
semata-mata karena tawakkal kepada Allah SWT, maka hal
itu lebih utama. Malah makruh hukumnya, memaksa dia
untuk berobat.17

17 Ibid., h. 215-216.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keluarga
pencegahan

berencana
konsepsi

adalah

suatu

aktivitas

/pembuahan/pertemuan

antara

sperma laki-laki dan telur perempuan ketika terjadinya


hubungan antara suami istri. KB dibolehkan dalam ajaran
Islam, karena pertimbangan ekonomi, kesehatan dan
pendidikan.
Alat

kontrasepsi

adalah

alat

untuk

mencegah/mengatur terjadinya kehamilan. Para ulama


berpendapat

bahwa

pembatasan

atau

pencegahan

kelahiran secara mutlak bertentangan dengan kehendak


Allah.
Aborsi adalah pengguguran janin dari rahim ibu
hamil baik sudah berbentuk sempurna atau belum.
Menggugurkan janin haram secara syari dan sama sekali
tidak diperolehkan, kecuali dalam keadaan darurat.
Transpalantasi, Yakni pencangkokan organ tubuh yang
rusak dengan organ lain yang sejenis. Transplantasi dari
organ

tubuh

orang

lain

tak

dilarang,

selama

tidak

menimbulkan mafsadah. Transplantasi organ orang mati


dengan tegas fiqih menyatakan tidak boleh. Akan tetapi,
ketika

dalam

membolehkan
dengan

kondisi

darurat

mengkonsumsi

catatan

tidak

organ

ditemukan

mayoritas
mayat
organ

ulama
manusia,

yang

lain.

Transplantasi dengan menggunakan organ babi, bolehboleh saja. Kebolehan ini, bisa diberikan selama tidak ada
benda lain yang sama atau lebih efektif.
Euthanasia adalah tindakan memudahkan kematian
seseorang

dengan

tanpa

merasakan

sakit

untuk

meringankan

penderitaan

si

sakit.

Islam

melarang

seseorang melakukan bunuh diri. Pesakitan dalam Islam


dianjurkan untuk segera berobat. Seseorang juga dilarang
keras membunuh orang lain. euthanasia aktif masuk dalam
kategori

pembunuhan

sengaja.

Berbeda

dengan

euthanasia pasif, si dokter tidak bisa dipersalahkan begitu


saja.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Al Qaradhawi, Yusuf, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta:
Gema Insani, 1995.
Aly, Mahad & Yasin, Abu,

Fiqh Realitas, Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2005.


Anshor, Maria Ulfah & Ghalib, Abdullah, Fiqih Aborsi, Mitra
Inti, Fatayat NU & The food Foundation, 2004.
Anwar, Duaa, Memahami Segalanya Tentang Al-Quran,
Batam: Karisma Publishing Group, 2007.
Ghazaly, Abdul Rahman . Ihsan, Ghufron & Shidiq,
Sapiudin, Fiqih Muamalat, Jakarta: Prenada Media
Group, 2010.
Khamenei, Ayatullah al-Udzhma Imam Ali, Fatwa-Fatwa 2
Soal Jawab Seputar Fikih Praktis Ahlulbait, Jakarta: AlHuda, 2003.
Mahyuddin, Masail Fiqhiyah, Jakarta: Kalam Mulia, 1998.

Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta: Rabbaai Press,


2002.
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2002.

Anda mungkin juga menyukai